Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENATAAN ULANG KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA MENUJU RAKYAT SEJAHTERA YANG BERKEADILAN SOSIAL Rochman, Arif
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 11 No. 1 (2024): Hukum dan Keadilan
Publisher : STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59635/jihk.v11i1.306

Abstract

Metode maupun model penyusunan kebijakan penanaman modal asing di Indonesia sudah sangat mendesak untuk segera direkonstruksi (penataan ulang), mengingat pola pengambilan kebijakan penanaman modal asing yang selama ± 64 tahun berjalan masih menggunakan model ‘top down’ yakni segala kebijakan/instruksi dari atas (Pemerintah RI), berupa Peraturan Presiden RI maupun Keputusan Menteri serta Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI, diterbitkan untuk kemudian  diturunkan guna dilaksanakan kepada kalangan kaum wirausaha/pengusaha lokal kelas bawah yakni UMKM-K, tanpa adanya sedikit keterlibatan stake holder penanaman modal domestik (Apindo/Kadin, dsb-nya), dalam penyusunan kebijakan penanaman modal asing tersebut. Diperlukan adanya konsep penyusunan kebijakan peraturan penanaman modal asing dengan model ‘bottom up’ , yang bermakna bahwa rencana penerbitan aturan kebijakan penanaman modal asing yang berpotensi menimbulkan tingkat kompetisi dengan penanaman modal domestik harus juga menyerap aspirasi/usulan dari kelompok kalangan bawah yakni UMKM-K, yang diajukan kepada Badan Penanaman Modal Daerah di tingkat Kabupaten/Kota, yang kemudian diteruskan kepada Badan Penanaman Modal Daerah di tingkat Provinsi, yang kemudian diusulkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat, kemudian ditampung dan dianalisis kembali oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. Selanjutnya usulan tersebut dibahas dengan pihak Dewan Perwakilan Daerah, untuk kemudian diserahkan kepada Presiden RI guna penerbitan Perpres RI, yang selanjutnya  Perpres RI tersebut diundangkan guna dilaksanakan oleh investor PMA maupun PMDN dan UMKM-K. Diperlukan juga adanya itikat/niat mulia dari Pemerintah RI untuk menerapkan konsep keadilan substantif-distributif, sehingga tujuan akhir dari diterbitkannya kebijakan penanaman modal asing tersebut juga dapat dirasakan/diserap langsung manfaatnya oleh para pelaku kegiatan ekonomi kelas bawah, yakni UMKM-K. Sehingga harus ditinggalkan konsep lama pengambilan kebijakan yang hanya mengedepankan prinsip/asas keadilan prosedural-formalitas, yang hanya menghasilkan keadilan di atas kertas, yang tidak terbukti manfaat dan fungsi kebijakan tersebut kepada kaum pelaku usaha kelas UMKM-K dan PMDN. Pemerintah RI perlu mengambil tindakan berupa perekonstruksian (penataan ulang) sistem kebijakan penanaman modal asing di Indonesia, dengan mengedepankan teori/konsep keadilan yang lebih berciri khas keadilan distributif-substantif, dibandingkan model keadilan prosedural/formalitas. Pada konsep keadilan distributif-substantif, porsi-porsi pembagian sektor usaha SDA tak terbarukan, maupun porsi kepemilikan saham joint venture/joint enterprise  serta porsi pemberian keringan perpajakan maupun kebijakan keringanan fiskal lainnya juga wajib diberikan kepada pihak investor domestik khususnya pihak pelaku UMKM-koperasi. Pemerintah RI masih berparadigma dan lebih menempatkan kedudukan investor PMA sebagai ‘tamu istimewa’ perlokomotifan investasi nasional, sehingga mutlak harus mendapatkan perlakuan istimewa dibanding pihak investor domestik. Sehingga keberadaan investor PMA pada suatu titik tertentu harus diposisikan sebagai pihak pelengkap (komplementer) dan bukan sasaran utama perlakuan untuk mendapatkan kebijakan/fasiliatas kemudahan investasi yang terlalu berlebihan.
PENGELOLAAN AMDK AIR MINERAL OLEH NEGARA SEBAGAI PEMENUHAN RIGHT TO WATER BERBASISKAN WELFARE STATE: Pengelolaan AMDK Rochman, Arif; Kamal, Mustopa; Oftamala, Dyana
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 11 No. 2 (2024): Hukum dan Keadilan
Publisher : STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang AMDK air mineral sebagai pemenuhan right to water, hak untuk bertahan hidup dan hak kesehatan yang termuat dalam UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Terdapat problematika hukum komersialisasi air atas AMDK air mineral yang posisinya masih dibutuhkan pada masa transisi deprivatisasi air melalui UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air di mana perlu adanya rumusan regulasi yang lebih memenuhi hak rakyat atas air secara komprehensif. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang – undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa deprivatisasi air membutuhkan proses panjang karena pemenuhan sumber daya air oleh negara masih kurang optimal secara kualitas dan kuantitas untuk dijadikan sebagai sumber air minum yang sehat dan layak. Selain itu, AMDK Air Mineral dalam UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air tidak memberikan definisi normatif yang dapat memberikan kepastian hukum dan tidak menjadi bagian dari hak rakyat atas air sehingga menjadi celah privatisasi yang berimplikasi pada kuatnya komersialisasi air minum di era transisi ini.
Ironi Kebijakan Penanaman Modal Asing Yang Tak Kunjung Mendistribusikan Kesejahteraan Sosial Rochman, Arif; Suardi, Ilham; Habeahan, Rasman
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 6 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i6.42363

Abstract

The foreign investment (PMA) strategy in Indonesia necessitates a thorough overhaul, as the 'top-down' method employed for approximately 64 years has failed to significantly enhance the social welfare of small company operators (MSMEs-K). To date, the PMA policy has been formulated by the Indonesian Government via directives including Presidential rules, Ministerial Decrees, and rules from the Investment Coordinating Board (BKPM), excluding the participation of local players such as Apindo, Kadin, and MSMEs-K. To enhance the inclusivity of the PMA policy, a 'bottom-up' approach is required that incorporates the aspirations of MSMEs-K, is presented via the Regional Investment Board, and is processed incrementally up to BKPM and the Coordinating Ministry for Economic Affairs before presidential ratification. This strategy aims to promote the realisation of substantive-distributive justice, enabling MSMEs-K to experience the advantages of the PMA policy directly. Conversely, the procedural-formal justice model, which solely emphasises formal legal elements, has demonstrated ineffectiveness in allocating welfare to domestic enterprises. The Indonesian government must adopt the principle of distributive fairness, particularly in allocating non-renewable natural resources and budgetary provisions, prioritising local enterprises, especially MSMEs. Keywords: Irony; PMA Policy; Social Welfare Abstrak:Strategi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia memerlukan perombakan menyeluruh, karena metode 'top-down' yang diterapkan selama kurang lebih 64 tahun belum mampu meningkatkan kesejahteraan sosial pelaku usaha kecil (UMKM-K) secara signifikan. Selama ini, kebijakan PMA telah dirumuskan oleh Pemerintah Indonesia melalui berbagai arahan, termasuk peraturan Presiden, Keputusan Menteri, dan peraturan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dengan mengesampingkan partisipasi pelaku lokal seperti Apindo, Kadin, dan UMKM-K. Untuk meningkatkan inklusivitas kebijakan PMA, diperlukan pendekatan 'bottom-up' yang menampung aspirasi UMKM-K, disampaikan melalui Badan Penanaman Modal Daerah, dan diproses secara bertahap hingga ke BKPM dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebelum disahkan oleh presiden. Strategi ini bertujuan untuk mendorong terwujudnya keadilan substantif-distributif, sehingga UMKM-K dapat merasakan langsung manfaat kebijakan PMA. Sebaliknya, model keadilan formal-prosedural yang hanya menekankan unsur legal formal telah menunjukkan ketidakefektifan dalam mengalokasikan kesejahteraan kepada perusahaan domestik. Pemerintah Indonesia harus mengadopsi prinsip keadilan distributif, khususnya dalam alokasi sumber daya alam tak terbarukan dan penyediaan anggaran, dengan mengutamakan perusahaan lokal, khususnya UMKM.Kata Kunci : Ironi; Kebijakan PMA; Kesejahteraan Sosial
TINJAUAN YURIDIS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KERUSAKAN KENDARAAN ATAU BARANG DAN MENINGGAL DUNIA. (Putusan PN CIANJUR Nomor 49/Pid.Sus/2023/PN Cjr. Tanggal 31 Maret 2023): Kajian Pidana Laka Lantas Widjayanti, Hera; Rochman, Arif
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 4 No. 2 (2025): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalan lalu lintas selalu menjadi sorotan utama salah satunya adalah peristiwa kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas berakibat matinya orang termasuk kecelakaan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum disebabkan oleh faktor pengemudi/ human eror, pejalan kaki, kondisi kendaraan, sarana dan prasarana jalan, petugas/ penegak hukum dalam lalu lintas jalan serta faktor alam /cuaca setempat. Faktor kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi dikarenakan Human Error (faktor manusia). Kendaraan bermotor maupun pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan adanya korban jiwa, sudah tertulis atau tercantum dalam ketentuan “Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Masalah pokok dalam penelitian Tinjauan yuridis kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kerusakan kendaraan atau barang dan meninggal dunia. Putusan PN CIANJUR Nomor 49/Pid.Sus/2023/PN Cjr. Tanggal 31 Maret 2023 di Pengadilan Negeri Cianjur dan Implementasi Hukum oleh Hakim memutus kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia di Pengadilan Negeri Cianjur Jenis penelitian ini termasuk ke dalam golongan penelitian hukum sosiologis. Sedangkan dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat menggambarkan dari suatu kenyataan secara lengkap, rinci, dan jelas.
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JASA PENERBANGAN DI INDONESIA ATAS MASALAH PENUNDAAN (DELAY): Perlindungan Konsumen Penerbangan Herlina; Rochman, Arif
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 4 No. 2 (2025): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penerbangan merupakan salah satu jenis transportasi yang telah banyak dipilih oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena permintaan masyarakat akan angkutan untuk perjalanan jarak jauh sudah cukup tinggi,seperti yang terlihat dari jumlah penumpang setiap penerbangan domestik maupun internasional.Selain itu, tarif moda transportasi udara kini sudah lebih terjangkau bagi masyarakat di Indonesia, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Namun dalam layanan penerbangan sering kali terjadi penundaan yang cukup memakan waktu dan merugikan penumpang pesawat tersebut. Dalam jasa penerbangan,terdapat keluhan lain dari para penumpang selain penundaan,seperti masalah barang bagasi yang hilang serta rusak, kualitas pelayanan dari staf maskapai yang kurang baik,dan keluhan-keluhan lainnya. Keluhan terkait penundaan penerbangan dan masalah lainnya menunjukkan pentingnya maskapai penerbangan untuk meningkatkan kualitas layanan dan efisiensi operasional. Sehubungan dengan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat digambarkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana ketentuan perundang-undangan yang mengatur perlindungan hukum penumpang maskapai penerbangan di Indonesia, Bagaimana tanggung jawab maskapai penerbangan dalam memenuhi hak konsumn terkait dengan pemenuhan penundaan waktu atau (delay), Bagaimana bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pihak maskapai penerbangan kepada penumpang. Metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dimana data primer diambilkan dari hasil penelitian lapangan ditunjang dengan data sekunder berupa data hukum berupa peraturan perundangan yang terkait dengan operasional pengaturan di bidang penerbangan. Penundaan (delay) diartikan sebagai selisih waktu antara jadwal keberangkatan atau kedatangan dengan waktu nyata keberangkatan atau kedatangan. Keterlambatan juga dapat diartikan sebagai ketidakpenuhan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan oleh maskapai penerbangan komersial berjadwal akibat berbagai faktor. Berdasarkan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan disebutkan bahwa pengangkut bertanggungjawab terhadap keterlambatan kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan faktor cuaca dan teknis operasional. Dalam konteks penundaan penerbangan, seharusnya maskapai mengganti kerugian yang dialami oleh penumpang ketika hal tersebut terjadi,mengingat peraturan terkait telah ditetapkan sehingga jelas bahwa maskapai wajib memenuhi ketentuan untuk mengganti kerugian yang dialami penumpang.Dalam praktik di lapangan, sangat mungkin terjadi praktek bisnis tidak etis yang menyebabkan kerugian bagi penumpang atau konsumen.Misalnya,jika terjadi keterlambatan karena pihak maskapai menunggu hingga tiket pesawat habis terjual,hal tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada, karena masalahnya. peraturan yang mengatur perlindungan hukum penumpang angkutan udara sudah sangat banyak,mulai dari undang-undang seperti Undang-Undang Nomor I Tahun 2009 tentang Penerbangan,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan peraturan pelaksanaan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara,serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.ukan disebabkan oleh faktor teknis atau cuaca, melainkan oleh kepentingan perusahaan dalamn mencari keuntungan. Peraturan yang mengatur perlindungan hukum penumpang angkutan udara sudah sangat banyak,mulai dari undang-undang seperti Undang-Undang Nomor I Tahun 2009 tentang Penerbangan,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan peraturan pelaksanaan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara,serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
PENGARUH PERBEDAAN BAHASA DAN BUDAYA DALAM PENAFSIRAN KONTRAK KOMERSIAL INTERNASIONAL: Penafsiran Perbedaan Bahasa Dalam Kontrak Komersial Maulana, Diki; Rochman, Arif
Jurnal Pilar Keadilan Vol. 3 No. 1 (2023): Pilar Keadilan
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum, STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bahasa Indonesia berperan sebagai alat komunikasi yang efektif dalam bisnis internasional di era digital. Selain itu, akan dibahas juga manfaat penggunaan Bahasa Indonesia dalam menjalin hubungan bisnis yang lebih kuat, meningkatkan kepercayaan dengan mitra dagang, serta mempermudah negosiasi dan transaksi antar negara. Dengan adanya bahasa yang mampu menghubungkan pelaku bisnis lintas negara, potensi kolaborasi dan ekspansi bisnis menjadi lebih terbuka lebar di kancah global. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Peran Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dalam bisnis internasional 2. Bagaimana Tantangan yang dihadapi dalam penggunaan Bahasa Indonesia dalam komunikasi bisnis internasional , Metodologi penelitian yang dipakai pada penulisan jurnal ilmiah ini adalah menggunakan jenis penelitian yuridis normative, dimana data sekunder diambil dari bahan studi kepustakaan, sedangkan data sekunder diambil dari hasil penelitian di lapangan.Pada akhirnya keduanya ditarik menjadi satu pembahasan serta simpulan yang disatupadukan. Konsep lingua franca, sebagaimana dijelaskan oleh Jenkins (2015), merujuk pada bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi antara penutur yang memiliki bahasa ibu berbeda. Dalam konteks Asia Tenggara, Crystal (2018) menyoroti potensi Bahasa Indonesia untuk menjadi lingua franca regional karena kemiripannya dengan Bahasa Melayu yang digunakan di beberapa negara tetangga. Nye (2004) mendefinisikan soft power sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain melalui daya tarik budaya, nilai-nilai politik, dan kebijakan luar negeri. Setiawan (2020) mengaplikasikan konsep ini dalam konteks penggunaan Bahasa Indonesia, menunjukkan bagaimana bahasa dapat menjadi instrumen soft power dalam membangun hubungan bisnis internasional. Teori Uppsala oleh Johanson dan Vahlne (1977) memperkenalkan konsep psychic distance, yang menjelaskan bagaimana perbedaan bahasa dan budaya dapat mempengaruhi proses internasionalisasi perusahaan. Suwarto (2021) menganalisis bagaimana kesamaan linguistik antara Bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa di Asia. Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam komunikasi bisnis global, khususnya di era digital saat ini. Saya percaya bahwa bahasa Indonesia bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai negara dan budaya. Dalam konteks bisnis internasional, kemampuan untuk menggunakan bahasa Indonesia dapat menjadi keunggulan kompetitif yang signifikan. Misalnya, ketika perusahaan Indonesia berinteraksi dengan mitra bisnis dari negara lain, penggunaan bahasa. Bahasa Indonesia telah mengalami peningkatan visibilitas dalam dunia bisnis internasional berkat digitalisasi dan globalisasi. Platform komunikasi digital seperti media sosial, aplikasi pesan, dan situs web bisnis memungkinkan penyebaran bahasa ini ke audiens internasional dengan lebih cepat dan lebih luas. Hal ini memberikan kesempatan bagi perusahaan Indonesia untuk memperluas jaringan mereka dan menjalin kemitraan internasional, serta membantu perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia untuk berkomunikasi lebih efektif dengan mitra lokal dan pelanggan. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai pengaruh teknologi digital terhadap penggunaan Bahasa Indonesia dalam komunikasi bisnis internasional. Penelitian dapat difokuskan pada bagaimana teknologi seperti kecerdasan buatan dan analisis data besar mempengaruhi dan memperbaiki efektivitas komunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian lebih lanjut bisa menilai peran Bahasa Indonesia dalam konteks pasar global yang lebih luas, terutama dalam hubungan bisnis lintas budaya dan negara. Peneliti juga disarankan untuk menyelidiki dampak dari adopsi Bahasa Indonesia terhadap strategi pemasaran dan interaksi pelanggan di pasar internasional, serta mengevaluasi kebutuhan pelatihan bahasa dan dukungan teknologi untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih baik.
Legal Analysis of the Rehabilitation Decision for Narcotics Abusers in District Court Decision Number 43/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Brt Rochman, Arif; Setiawan, Herman
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 11, No 1 (2024): Spring Edition
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v12i1.45685

Abstract

Drug abuse has a disturbing impact on society and is a serious concern in efforts to combat illicit drug trafficking in Indonesia. Drug addicts are victims who require special treatment through rehabilitation, as regulated in laws and regulations. In this context, the authority of judges to decide on rehabilitation for drug addicts is interesting to study.This study aims to analyze the legal regulations on rehabilitation for drug addicts and the basis for the considerations of the Panel of Judges in issuing a rehabilitation decision in the District Court Decision Number 43/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Brt. The research method used is normative juridical, with a focus on the application of positive legal norms in the case.The results of the study show that the legal regulations on rehabilitation for drug addicts are regulated in Article 1, number 16 of Law No. 35 of 2009 concerning Narcotics. Medical rehabilitation is carried out in hospitals appointed by the government or private hospitals that have obtained permission from the Minister of Health. The Panel of Judges in Decision Number 43/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Brt based its considerations on TAT Recommendation Number R/64/X/TAT/2021/BNNP dated October 21, 2021, on behalf of the defendant Thomas Sondegau, ST, which stipulated four months of outpatient rehabilitation at the BNNP DKI Jakarta. This consideration also refers to Article 54 of the Law of the Republic of Indonesia Number 35 of 2009 concerning Narcotics, which requires drug addicts to undergo medical and social rehabilitation.Keywords: Rehabilitation, Drug Addicts, Narcotics
KONSEP PENYELESAIAN GAGAL BAYAR PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK INVESTASI YANG BERKEADILAN (Studi Kasus PT Asuransi Jiwasraya-Persero): Hukum Asuransi Muchtar, Andhyka; Rochman, Arif; Sumarto, Fendy
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 12 No. 2 (2025): Hukum dan Keadilan
Publisher : STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kasus Jiwasraya, pada tahun 2006, nilai ekuitas perseroan dinyatakan mencatat defisit sebesar 3,29 triliun rupiah oleh Kementerian BUMN dan pada tahun 2008, dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang kemudian diberi opini disclaimer dalam arti bahwa auditor tidak menyatakan pendapat untuk laporan keuangan 2006 hingga 2007, hal ini dikarenakan informasi yang diberikan mengenai cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Di tahun yang sama, ekuitas perseroan terus menurun hingga mencapai Rp 5,7 triliun pada tahun 2008 dan Rp 6,3 triliun pada tahun 2009. Perseroan terus melanjutkan skema reasuransi pada tahun 2010 hingga 2012 dan berhasil mencatat angka positif sebesar Rp 1,3 triliun pada akhir tahun 2011., namun diduga laporan keuangan perseroan 2011 tidak mencerminkan angka yang wajar. Dari permasalahan diatas maka dapat ditarik rumusan masalah bagaimana bentuk dan konsep penyelesaian permasalahan gagal bayar oleh perusahaan Asuransi berskema investasi dalam memenuhi rasa keadilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Penelitian doktrinal berdasarkan konsep hukum yang pertama dan kedua yaitu Hukum sebagai asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal, tipe kajiannya adalah filsafat hukum dan Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem Perundang-undangan Nasional, tipe kajiannya adalah ajaran hukum murni. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pertama Pendekatan konseptual ( conceptual approach ). Sejauh yang diamati dari kedua kasus di atas, peran OJK lebih terlihat berfungsi mensupervisi berbagai langkah penanganan penyelesaian kasus gagal bayar ini. Munculnya banyak sekali kasus gagal bayar menandakan masih lemahnya fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi tugas penting lembaga ini, kerugian sangat besar dengan melibatkan jumlah nasabah yang sedemikian banyak harusnya tidak boleh terjadi lagi. OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Salah satu tugas utama OJK adalah mengatur dan mengawasi seluruh jasa keuangan yang berada di negara Indonesia baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Lembaga keuangan lainnya meliputi perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, termasuk pasar modal. OJK semestinya tidak hanya berlaku normatif dengan hanya memberi sanksi, menghentikan usaha atau mencabut izin usaha perusahan asuransi yang bermasalah, namun berkewajiban melakukan upaya untuk mengembalikan dana yang menjadi hak nasabah. Peraturan OJK Nomor 06/POJK.07/2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan Pasal 8 (1) menyebutkan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan/PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian,dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK. Kasus gagal bayar adalah kesalahan PUJK dan OJK memiliki landasan yang kuat dalam melakukan langkah keberpihakan kepada para konsumen.
KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI PERBANKAN DI ERA SOCIETY 5.0 Legal Protection Concept for Customers in Banking Transactions in Society 5.0 Era: Hukum Perbankan Sri Agustina, Rani; Prihartono, Agus; Rochman, Arif
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 12 No. 2 (2025): Hukum dan Keadilan
Publisher : STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen perbankan di era Society 5.0, dengan fokus pada tantangan dan implementasi regulasi. Peningkatan penggunaan transaksi perbankan digital telah meningkatkan risiko terkait keamanan data dan kejahatan siber. Tujuan utama adalah menganalisis kerangka hukum yang ada dan mengusulkan perbaikan untuk melindungi hak-hak konsumen. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan analisis hukum dan tinjauan pustaka untuk mengevaluasi regulasi saat ini dan efektivitasnya. Hasil penelitian menunjukkan kekurangan dalam penerapan regulasi perbankan, yang membuat konsumen lebih rentan terhadap ancaman kejahatan siber. Rekomendasi mencakup langkah-langkah regulasi yang lebih ketat dan penerapan teknologi keamanan yang canggih untuk mengurangi risiko. Secara kesimpulannya, peningkatan perlindungan hukum melalui regulasi yang kuat dan pendidikan konsumen sangat penting untuk memastikan keamanan transaksi perbankan digital dan membangun kepercayaan dalam ekonomi digital yang terus berkembang.
Legal Implications of Joint Regulation of the Minister of Religious Affairs and the Minister of Home Affairs No. 9 of 2006 on Freedom of Religion in the Perspective of Article 29 of the 1945 Constitution: Constitution Law Putra, Irwan Sapta; Rochman, Arif; Karlina, Yunawati; Natan, Antonius
Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan Vol. 12 No. 2 (2025): Hukum dan Keadilan
Publisher : STIH Painan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Legal implications of Joint Regulation of the Minister of Religious Affairs and the Minister of Home Affairs No. 9 of 2006 on freedom of religion in the perspective of Article 29 of the 1945 Constitution. This regulation, which should guarantee freedom of religion, often becomes a tool of discrimination against religions such as Catholicism, Christianity, Hinduism, Buddhism, and Confucianism. This discrimination is exacerbated by the anarchic actions of radical groups and the absence of the government in enforcing the law, which results in unrest and arbitrariness by certain individuals. This journal highlights the importance of wise solutions to achieve harmony between religious communities and implement the mandate of the 1945 Constitution. By analyzing cases of discrimination and anarchic actions, it offers policy recommendations that can strengthen the protection of religious freedom and encourage the active role of the government in maintaining harmony between religious communities.