Articles
ANALISIS PUTUSAN HAK ANAK ANGKAT ATAS WASIAT WAJIBAH MENURUT FATWA PENGADILAN AGAMA PALEMBANG NO. 058/Pdt.G/2010/PA.plg
Nugraha, Muhyar;
Purwaningsih, Prihatini;
Mustika, Desty Anggie
YUSTISI Vol 5 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v5i1.4406
Hukum Islam mengijinkan seorang anak yang dibesarkan dalam batasan tertentu selama tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-pewaris mewali dan hubungan mewaris dari orang tua angkat. Dia tetap menjadi ahli waris orang tuanya dan anak itu tetap di bawah nama ayah kandungnya. Konsep filosofis yang terkandung dalam hukum Islam pada sisinya memperbolehkan adopsi tertentu namun disisi lain memberikan syarat yang tegas dan batasan pengertian adopsi adalah: Menjaga garis turun terlarang (genetik) seorang anak angkat sehingga jelas kepada siapa anak angkat tersebut. terkait garis keturunan mereka yang berdampak pada hubungan, sebab dan akibat hukum. menjaga agar garis-garis itu dilarang untuk anak-anaknya sendiri sehingga tetap jelas dari hubungan hukum dan konsekuensi hukum terhadapnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembentukan pola pikir di masyarakat khususnya yang membesarkan anak bahwa anak angkat dalam Islam tidak sama statusnya dengan anak baik itu pemberian nama haram (keturunan) maupun nama belakang serta pemberian harta warisan. . Kompilasi hukum Islam menegaskan bahwa anak angkat atau orang tua angkat bukanlah warisan. Namun sebagai pengakuan atas kabar baik mengenai kelembagaan Pengangkatan, maka hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkat diperkuat dengan perantara wasiat atau Wasiat adalah Wajibah. Kompilasi hukum Islam yang kini menjadi acuan Mahkamah Agama bahwa anak angkat berhak memperoleh "wasiat dan wasiat wajibah” dengan syarat tidak boleh lebih dari 1/3 harta benda menurut pasal 209 ayat 2 kompilasi hukum Islam. Untuk itu, disarankan kepada hakim di lingkungan peradilan Agama berani menerapkan undang-undang yang hidup di masyarakat sesuai dengan maksud pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tentang butir denda pidana. Kekuatan Keadilan yang berbunyi: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG KARTU KREDIT SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN AKIBAT KELALAIAN PEMBAYARAN TAGIHAN
Purwaningsih, Prihatini
YUSTISI Vol 5 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v5i1.4408
Penggunaan kartu kredit yang sudah melampaui credit limit dengan transaksi di bawah floor limit, maka penerbit (bank) untuk pertama kalinya akan memberikan peringatan kepada pemegang kartu kredit agar tidak menggunakan kartu kredit yang melampaui credit limit, meskipun demikian pemegang kartu kredit mempunyai dana yang cukup. Apabila pelanggaran atas credit limit tersebut tetap dilakukan meskipun peringatan telah diberikan sebanyak tiga kali, maka issuer (bank) dapat membatalkan kartu tersebut dan memasukkannya ke dalam daftar hitam dan pemegang kartu kredit berkewajiban melunasi segala kewajibannya yang belum lunas; Untuk mengatasi seringnya pemegang kartu kredit terlambat dalam membayar tagihan rekeningnya, penerbit (bank) akan memberikan peringatan kepada pemegang kartu kredit. Dengan memberikan denda atas keterlambatan membayar rekening; Upaya atau langkah yang ditempuh bank untuk menanggulangi tindakan pengusaha melakukan pemberian harga yang lebih tinggi pada pemegang kartu kredit adalah : Bank untuk pertama kalinya akan memberikan peringatan kepada pengusaha agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar tersebut. Apabila perbuatan pemecahan transaksi masih tetap dilakukan oleh pengusaha, maka penerbit (bank) selanjutnya akan memberikan sanksi. Upaya terakhir yang dilakukan oleh penerbit (bank) adalah pembatalan/pemutusan perjanjian.
PENERAPAN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 38 TAHUN 2020 DI DESA SINDANG KARYA KECAMATAN ANYER KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN
Asshidqi, Ariq;
Purwaningsih, Prihatini
YUSTISI Vol 6 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v6i2.4625
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui bagaimana Penerapan Peraturan Gubernur Banten Nomor 38 Tahun2020 Tentang Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, di masyarakat terutama mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kedua, untuk mengetahui pelaksanaan aturan yang ditetapkan di lapangan apakah sesuai dengan peraturan yang telah pemerintah buat terkait dengan adanya pembatasan sosial berskala besar. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen interviu, kuesioner, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan aturan hukum terkait peraturan gubernur Banten telah sesuai dilaksanakan didesa yang peneliti teliti, namun masyarakatnya kurang mematuhi himbauan dan peraturan tersebut.
PERANAN PENCEGAHAN COVID-19 DAN DAMPAK KRUSIAL YANG SANGAT BERPENGARUH TERHADAP MASYARAKAT
Mahribal, Lintar Fauzan;
Purwaningsih, Prihatini
YUSTISI Vol 7 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v7i2.4709
Corona Virus Disease 19 (COVID-19) or what is known as the Corona Virus is a large family that attacks or infects the human respiratory tract which can be transmitted quickly like the flu, the symptoms felt by people who are infected with this virus are like high fever , shortness of breath, flu and not feeling well until finally the worst impact is death. The death of a person caused by COVID-19 is actually not entirely due to the virus itself, but that person has had a history of severe illness that was suffered beforehand and the Corona Virus triggers a serious illness that is suffered to cause death. This research aims to make the public more aware of this COVID-19 pandemic and its crucial impact on people's lives. This research certainly proves that, (1) the impact most felt on society due to the COVID-19 pandemic is from an economic aspect, (2) there is a form of prevention of the spread of a pandemic that is implemented by the community, (3) there is a law issued by the government regarding prevention of the COVID-19 Pandemic. AbstrakCorona Virus Disease 19 (COVID-19) atau yang dikenal sebagai Virus Corona adalah salah satu keluarga besar yang menyerang atau menginfeksi saluran pernafasan manusia yang dapat menular secara cepat layaknya seperti flu, gejala yang dirasakan oleh orang yang terinfeksi virus ini yaitu layaknya seperti demam tinggi, sesak nafas, flu dan tidak enak badan hingga akhirnya dampak terburuknya yaitu kematian. Kematian seseorang yang diakibatkan oleh COVID-19 sebenarnya tidak sepenuhnya karena virus itu sendiri, melainkan orang tersebut telah memiliki riwayat penyakit berat yang diderita sebelumnya dan Virus Corona tersebut memicu penyakit berat yang diderita hingga menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk membuat masyarakat lebih waspada terhadap Pandemi COVID-19 ini serta dampak krusialnya terhadap kehidupan masyarakat. Penelitian ini tentunya membuktikan bahwa, (1) dampak yang paling dirasakan bagi masyarakat akibat Pandemi COVID-19 yaitu dari aspek ekonomi, (2) ada bentuk pencegahan penyebaran pandemi yang diterapkan oleh masyarakat, (3) ada Undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pencegahan Pandemi COVID-19.
POLA PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS I TANGGERANG)
Purwaningsih, Prihatini;
Bhudiman, Budy
YUSTISI Vol 8 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v8i2.6664
Anak adalah tanggung jawab orang tua dalam melangsungi kehidupan. Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintahan) baik secara langsung maupun tidak langsung. Anak yang berusia 12 sampai dengan 18 tahun (Undang – Undang No. 11 Tahun 2012), merupakan rentang usia yang dalam perspektif psikologi tergolong pada masa remaja yang memiliki karakteristik perkembangan yang mungkin membuat anak sulit untuk melakukan penyesuaian diri sehingga memunculkan masalah perilaku. Anak/remaja nakal atau kriminal dianggap sebagai anak maladaptive yaitu anak yang tidak dapat melakukan perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma sosial. Anak yang berhadapan dengan hukum melakukan tindak pidana akibat melakukan kejahatan. Anak yang divonis melakukan bersalah oleh pengadilan dan di jatuhi hukuman ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Di LPKA anak tersebut disebut anak binaan. LPKA melakukan pembinaan terhadap anak binaan tersebut dengan berbagai macam program pembinaan yang sudah ada. Terdapat program pembinaan pendidikan, kemandirian, keterampilan, keagamaan, konseling, dan wawasan kebangsaan. Program pembinaan tersebut bertujuan agar anak binaan menjadi lebih baik setelah keluar dari LPKA. LPKA melaksanakan pembinaan yang memenuhi hak – hak narapidana anak baik secara pendidikan, kepribadian maupun kemandirian walaupun masih ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Seperti kurang adanya guru yang berkompeten dalam bidangnya dan kurangnya pemahaman karakter anak oleh pegawai LPKA . Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembinaan di LPKA adalah kurangnya pegawai berbanding dengan banyaknya jumlah anak binaan yang ada, kurangnya tenaga ahli baik tenaga pengajar keterampilan dan guru pengajar di sekolah, perbedaan latar belakang anak binaan yang mana anak binaan berasal dari berbagai daerah dan mempunyai karakteristik tersendiri, sarana dan prasarana yang terbatas, dan anggaran yang terbatas bagi LPKA dalam penyelenggarakan pembinaan anak binaan sehingga dalam penyelenggaraannya kurang maksimal.
PERANAN PENYIDIK TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN DALAM PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN
Purwaningsih, Prihatini
YUSTISI Vol 9 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v9i1.7479
Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Seringkali kita temui baik di media cetak maupun media elektronik diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Tindak pidana perkosaan selalu menjadikan perempuan khususnya sebagai korban. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengungkap bagaimana korban diperlakukan selama proses penyidikan dan apa saja upaya yang diberikan oleh penyidik dalam rangka melindungi korban tindak pidana perkosaan. Dalam ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia, peraturan tentang perlindungan korban khususnya korban perkosaan dirasa masih kurang disbanding dengan perlindungan yang diberikan kepada pelaku. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya bentuk perlindungan yang diberikan kepada perlaku dari awal pelaku dipanggil, diperiksa, hingga kasus dilimpahkan ke pengadilan pun bentuk perlindungan terhadap perlaku itu pasti ada. Sedangkan perlindungan terhadap korban dikemas dengan sangat minim bahkan tidak diakomodir oleh KUHAP. Adapun pemberian perlindungan dari penyidik yakni berawal dari penerimaan laporan, proses penyidikan hingga diserahkannya berkas kepada penuntut umum itu dapat dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan. Secara nyata perlindungan itu berbentuk ditangani pemeriksaan oleh Polisi Wanita, adanya Ruang Pelayanan Khusus, dihadirkannya ahli jika korban membutuhkan, dihadirkannya pendamping dan penerjemah apabila korban difabel
PERANAN PENYIDIK TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN DALAM PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN
Purwaningsih, Prihatini;
Fajri, Ibrahim;
Bhudiman, Budy
YUSTISI Vol 9 No 2 (2022)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v9i2.8361
Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatiandi kalangan masyarakat. Seringkali kita temui baik di media cetak maupun mediaelektronik diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Tindak pidana perkosaan selalumenjadikan perempuan khususnya sebagai korban. Penelitian ini sendiri bertujuan untukmengungkap bagaimana korban diperlakukan selama proses penyidikan dan apa sajaupaya yang diberikan oleh penyidik dalam rangka melindungi korban tindak pidanaperkosaan. Dalam ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia, peraturantentang perlindungan korban khususnya korban perkosaan dirasa masih kurangdisbanding dengan perlindungan yang diberikan kepada pelaku. Hal tersebut dapat dilihatdari banyaknya bentuk perlindungan yang diberikan kepada perlaku dari awal pelakudipanggil, diperiksa, hingga kasus dilimpahkan ke pengadilan pun bentuk perlindunganterhadap perlaku itu pasti ada. Sedangkan perlindungan terhadap korban dikemas dengansangat minim bahkan tidak diakomodir oleh KUHAP. Adapun pemberian perlindungandari penyidik yakni berawal dari penerimaan laporan, proses penyidikan hinggadiserahkannya berkas kepada penuntut umum itu dapat dianggap sebagai bentukperlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan. Secara nyata perlindungan ituberbentuk ditangani pemeriksaan oleh Polisi Wanita, adanya Ruang Pelayanan Khusus,dihadirkannya ahli jika korban membutuhkan, dihadirkannya pendamping danpenerjemah apabila korban difabel.Kata kunci : Penyidik, Perkosaan, Perlindungan
PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN PERLENGKAPAN ASRAMA MAHASISWA ANTARA POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR DENGAN C.V. SALAPAN BENTANG
Purwaningsih, Prihatini;
Ferrary, Ande Aditya Iman;
Fajri, Ibrahim
YUSTISI Vol 10 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v10i1.9356
Dalam pelaksanaan pembangunan oleh Lembaga Pemerintahan baik pusat maupun daerah tidak lepas dari adanya kegiatan Pengadaan Barang/Jasa yang menimbulkan adanya Perjanjian antara pihak Pemerintahan dengan swasta. Perjanjian terlahir atas hubungan hukum antar pihak yang didalamnya terdapat kesepakatan sehingga muncul hak dan kewajiban para pihak. Secara normal setiap pihak menghendaki bahwa apa yang disepakati berjalan dengan lancar sehingga tujuan dari adanya perjanjian dapat tercapai, tetapi dalam pelaksanaannya tidak jarang terdapat pihak yang lalai atau tidak melaksanakan kewajibannya sehingga timbulah wanprestasi. Wanprestasi merupakan suatu kondisi bilamana salah satu pihak dalam sebuah perjanjian atau perikatan tidak dapat melaksanakan prestasi sebagaimana telah disepakati masing masing pihak dan disebutkan dalam perikatan atau perjanjian yang merupakan ketentuan wajib bagi para pihak. Dalam studi kasus ini telah ditetapkan sebuah perusahaan penyedia kebutuhan perlengkapan meubelair furniture dll oleh Pokja Pengadaan Polbangtan Bogor sebagai pemenang tender pengadaan perlengkapan asrama mahasiswa Polbangtan Bogor. Perusahaan tersebut merupakan CV. Salapan Bentang yang kemudian mengikatkan dirinya dengan Pejabat Pembuat Komitmen Polbangtan Bogor dalam sebuah perjanjian dengan No.12/PL.020/I.7.1/09/2019 tentang Pengadaan Perlengkapan Asrama Mahasiswa Polbangtan Bogor tanggal 3 September 2019 dengan masa kontrak pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang tersebut selama 45 hari kalender. Penulis dalam menyusun penulisan ini menggunakan metode "analisis yuridis normatif” dengan menganalisa objek hukum berupa kaidah-kaidah hukum yang tertulis dalam ketentuan perundang-undangan yang secara konkrit berkaitan dengan perjanjian tersebut. Wanprestasi akan menyebabkan kerugian bagi pihak yang terikat dalam perjanjian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan perjanjian perlu adanya itikad baik bagi para pihak untuk melakukan kewajibannya dan perlu disamping itu wajib adanya ketentuan yang mengatur pertanggungjawaban para pihak atas wanprestasi serta bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut agar menjamin perlindungan hukum masing-masing pihak terutama pihak yang dirugikan. Bentuk pertanggungjawaban masing-masing pihak atas terjadinya wanprestasi tetap harus dilaksanakan sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian.
PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN HIAS SECARA LISAN DI REHAN FLORIS KOTA BOGOR
Purwaningsih, Prihatini
YUSTISI Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v5i2.4405
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. syarat sahnya sebuah perjanjian adalah Kesepakatan para pihak dalam perjanjian, Kecakapan para pihak dalam perjanjian, Suatu hal tertentu, Suatu sebab yang halal. Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan oleh masyarakat. Biasanya, perjanjian jual beli dilakukan secara lisan atau tertulis atas dasar kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli). jual beli termasuk perjanjian yang bersifat konsensuil, dimana perjanjian lahir saat kedua belah pihak sepakat mengenai barang dan harga, walaupun pada saat itu barang belum diserahkan dan harga belum dibayarkan. Unsur esensial dari perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Harga haruslah diartikan sebagai sejumlah uang yang digunakan (diakui) sebagai alat pembayaran yang sah sebab apabila tidak demikian, maka tidak ada perjanjian jual beli melainkan yang ada adalah perjanjian tukar menukar. Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah kedua belah pihak mencapai kata sepakat tentang barang dan harganya meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar Perjanjian secara lisan yaitu perjanjian yang kesepakatan/kalusul yang diperjanjikan disepakati secara lisan. Perjanjian lisan seperti ini tetaplah sah, tetapi yang menjadi masalah adalah jika ada sengketa yang lahir terkait dengan perjanjian ini maka para pihak akan kesulitan melakukan pembuktian. Pada Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan, " Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian merupakan suatu lembaga hukum yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak dimana para pihak bebas untuk menentukan bentuk dan isi jenis perjanjian yang mereka buat. Tujuan dari diadakannya suatu proses jual beli adalah untuk mengalihkan hak milik atas kebendaan yang dijual. Ketentuan dari pasal 584 tersebut yang menyatakan bahwa hak milik atas kebendaan tersebut dapat diperoleh dengan penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata. Untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.
ANALISIS PUTUSAN HAK ANAK ANGKAT ATAS WASIAT WAJIBAH MENURUT FATWA PENGADILAN AGAMA PALEMBANG NO. 058/Pdt.G/2010/PA.plg
Nugraha, Muhyar;
Purwaningsih, Prihatini;
Mustika, Desty Anggie
YUSTISI Vol 5 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32832/yustisi.v5i1.4406
Hukum Islam mengijinkan seorang anak yang dibesarkan dalam batasan tertentu selama tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-pewaris mewali dan hubungan mewaris dari orang tua angkat. Dia tetap menjadi ahli waris orang tuanya dan anak itu tetap di bawah nama ayah kandungnya. Konsep filosofis yang terkandung dalam hukum Islam pada sisinya memperbolehkan adopsi tertentu namun disisi lain memberikan syarat yang tegas dan batasan pengertian adopsi adalah: Menjaga garis turun terlarang (genetik) seorang anak angkat sehingga jelas kepada siapa anak angkat tersebut. terkait garis keturunan mereka yang berdampak pada hubungan, sebab dan akibat hukum. menjaga agar garis-garis itu dilarang untuk anak-anaknya sendiri sehingga tetap jelas dari hubungan hukum dan konsekuensi hukum terhadapnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembentukan pola pikir di masyarakat khususnya yang membesarkan anak bahwa anak angkat dalam Islam tidak sama statusnya dengan anak baik itu pemberian nama haram (keturunan) maupun nama belakang serta pemberian harta warisan. . Kompilasi hukum Islam menegaskan bahwa anak angkat atau orang tua angkat bukanlah warisan. Namun sebagai pengakuan atas kabar baik mengenai kelembagaan Pengangkatan, maka hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkat diperkuat dengan perantara wasiat atau Wasiat adalah Wajibah. Kompilasi hukum Islam yang kini menjadi acuan Mahkamah Agama bahwa anak angkat berhak memperoleh "wasiat dan wasiat wajibah” dengan syarat tidak boleh lebih dari 1/3 harta benda menurut pasal 209 ayat 2 kompilasi hukum Islam. Untuk itu, disarankan kepada hakim di lingkungan peradilan Agama berani menerapkan undang-undang yang hidup di masyarakat sesuai dengan maksud pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tentang butir denda pidana. Kekuatan Keadilan yang berbunyi: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.