Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

EKSTRAKSI SARANG SEMUT (Myrmecodia pendans) DENGAN MICROWAVE-ASSISTED EXTRACTION DAN APLIKASINYA SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA IKAN KAKAP MERAH Yuliandri, Rahmat; Martati, Erryana; Wardani, Agustin Krisna
Jurnal Teknologi Pertanian Vol 20, No 3 (2019)
Publisher : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.526 KB) | DOI: 10.21776/ub.jtp.2019.020.03.6

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi sarang semut (Myrmecodia pendans) dengan Microwave Assisted Extraction (MAE) terhadap rendemen, total fenol, total flavonoid, total tanin dan aktivitas antibakteri ekstrak sarang semut. Selanjutnya ekstrak sarang semut sebagai anti bakteri diaplikasikan pada ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus). Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap, dengan 2 faktor, yaitu suhu ekstraksi (50, 60 dan 70°C) dan lama waktu ektraksi (10, 20 dan 30 menit). Hasil penelitian memperoleh kondisi terbaik untuk ekstraksi sarang semut adalah suhu 70°C dan lama waktu 20 menit. Ekstrak tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut: rendemen 7,83%, total fenol 150,33 mg GAE/g, total flavonoid 56,12 mg QE/g, dan total tanin 20,42 mg TAE/g. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak sarang semut pada Escherichia coli 0,5 mg/ml, Listeria monocytogenes 0,1 mg/ml dan Vibrio parahaemolyticus 0,5 mg/ml. Selanjutnya ekstrak diaplikasikan sebagai bahan perendaman ikan kakap yang telah dikontaminasi dengan Listeria monocytogenes. Ikan yang direndam dengan ekstrak sarang semut dan disimpan pada 4°C dan -8°C mempunyai jumlah Listeria monocytogenes yang lebih rendah dibanding dengan ikan kakap tanpa perendaman.ABSTRACT This study aims to determine the effect of temperature and time of Microwave Assisted Extraction (MAE) of anthill (Myrmecodia pendans) to the yield, total phenol, total flavonoids, total tannins and it's antibacterial activity of extract against Escherichia coli, Listeria monocytogenes and Vibrio parahaemolyticus.. Anthill extract as anti-bacterial was applied to the red snaper ((Lutjanus sanguineus). The design experient used was completely randomized design, with two factors, temperature of extraction (50, 60 and 70 °C) and time of extraction (10, 20 and 30 min). The best condition extraction was obtained at temperature 70°C and time of 20 min, resulting anthill extract with characteristic as follows: a yield of 7.83%, total phenol 150.33 mg GAE / g, total flavonoids 56.12 mg QE / g, total tannins 20.42 TAE mg / g. Minimum concentration inhibition (MIC) on Escherichia coli, Listeria monocytogenes and Vibrio parahaemolyticus were 0.5, 0.1 and 0.5 mg / ml, respectively. Furthermore, extract was applied to soaking (0.1%) red snapper that has been inoculated with Listeria monocytogenes and kept at -8 and 4 °C. The inoculated red snapper contained a lower number of Listeria monocytogenes than un-soaked red snapper.
ISOLASI DAN KARAKTERISASI KITIN DARI LIMBAH UDANG Mahyudin A. R; Rahmat Yuliandri; Amry Syawaalz
JURNAL SAINS NATURAL Vol. 1 No. 2 (2011): Sains Natural
Publisher : Universitas Nusa Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.286 KB) | DOI: 10.31938/jsn.v1i2.26

Abstract

Isolation and Characterization of Chitin From Shrimp Waste           Chitin is a natural biopolymer that is widespread in nature and the second abundance only to cellulose organic compounds are available in the earth. In general, in nature chitin are not included in the free state, but binds to the protein, mineral and pigment in various animal skeletons group of arthropoda, annelida, mollusk, coelenterata, nematodes, insects, and some classes of fungi and the  organic constituent part is very important. Average shrimp shell contains 25-40% protein, 40-50% CaCO3 and 15-20% chitin, but the magnitude of the component content is still dependent on species and habitats. Although chitin is widespread in nature, but the main source that can be utilized as a source of chitin is the use of shrimp waste. This is because the shrimp waste easily obtained in large quantities that can be produced commercially. The purpose of this study was to determine how the isolation of chitin from shrimp waste by chemical processes and their characterization and compare in detail the content of chitin found in the head, body and tail skin of the shrimp. In addition, to determine the effect of insulating phases of chitin to chitin produced. This study is an experimental research by isolation of chitin in the head, body and tail skin of the shrimp. In the early stages of shrimp waste preparation where the head and skin of the body and tail of each shrimp was separated, cleaned, dried, and milled. Chitin isolation process is done by two ways in which the first stage on the way deproteination done first and subsequent demineralization stages. While in the second stage of demineralization way done first, followed deproteination stage. In phase deproteinasi  NaOH  1N solution with a ratio of 1: 10 (by weight of shrimp sample: NaOH 1N). This process was carried out at a temperature of 65oC for three hours. While in the process of demineralization using HCl 2N solution and soaked for 2 hours with a comparison between the  shells samples with HCl used are 1: 15. After that just do the bleaching process. Each repetition of the way done twice. Research results show that the insulating phase difference of chitin used apparently affect the yield and ash content obtained, where the first way yield of chitin and ash content  obtained was higher yield compared to the results obtained of the latter, while the drying process was done would affect water levels  obtained. In the solubility test, partially chitin produced solved in LiCl or dimethylacetamide. Overall chitin obtained meet the requirements of the specification of commercial chitin. In addition, from the head, the skin of the body and the tail of shrimp the higest chitin content ever found was on the skin of the bodyKey words : Isolation, Characterization, Chitin, and Shrimp Waste ABSTRAK           Kitin adalah biopolimer alami yang tersebar luas di alam dan merupakan senyawa organik kedua setelah selulosa yang sangat melimpah di bumi. Pada umumnya kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral dan berbagai macam pigmen pada kerangka hewan golongan Arthropoda, Annelida, Molusca, Coelenterata, Nematoda, beberapa kelas serangga serta jamur dan merupakan bagian konstituen organik yang sangat penting. Rata-rata kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3 dan 15-20% kitin, tetapi besarnya kandungan komponen tersebut juga masih tergantung kepada spesies dan habitat. Walaupun kitin tersebar luas di alam, akan tetapi sumber utama yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber kitin adalah penggunaan limbah udang. Hal ini dikarenakan limbah udang mudah diperoleh dalam jumlah banyak sehingga dapat diproduksi secara komersial.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara isolasi kitin dari limbah udang dengan proses kimia beserta karakterisasinya dan membandingkan secara terperinci kandungan kitin yang terdapat pada bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh dari tahapan isolasi kitin terhadap kitin yang dihasilkan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan isolasi kitin pada bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang. Pada tahap awal dilakukan preparasi limbah udang dimana bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang masing-masing dipisahkan dan dibersihkan, lalu dikeringkan dan digiling. Proses isolasi kitin dilakukan dengan dengan dua cara dimana pada cara pertama tahap deproteinasi dilakukan terlebih dahulu dan berikutnya tahap demineralisasi. Sementara pada cara kedua tahap demineralisasi dilakukan terlebih dahulu, lalu diikuti tahap deproteinasi. Pada tahap deproteinasi menggunakan larutan NaOH 1N dengan perbandingan 1 : 10 (berat sampel kulit udang : NaOH 1N). Proses ini dilakukan pada suhu 65oC selama tiga jam. Sementara pada proses demineralisasi menggunakan larutan HCl 2N dan direndam selama 2 jam dengan perbandingan antara sampel kulit udang dengan HCl yang digunakan adalah 1 : 15. Setelah itu baru dilakukan proses pemutihan. Masing-masing cara dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tahap isolasi kitin yang digunakan ternyata berpengaruh terhadap rendemen hasil dan kadar abu yang didapatkan, dimana pada cara pertama rendemen hasil kitin dan kadar abu yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen hasil yang didapatkan pada cara kedua, sedangkan proses pengeringan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kadar air yang didapatkan. Pada uji kelarutan, kitin yang dihasilkan larut sebagian dengan  LiCl atau dimetilasetamida. Secara keseluruhan kitin yang diperoleh memenuhi persyaratan dari spesifikasi kitin niaga. Selain itu dari bagian kepala, kulit bagian badan dan ekor udang kandungan kitin terbanyak terdapat pada kulit bagian badanKata kunci : Isolasi, karakterisasi, kitin, dan limbah udang
PELATIHAN PENGOLAHAN BABY CRAB KRISPI DI PROVINSI BANTEN Mohammad Sayuti; Heny Budi Purnamasari; I Ketut Sumandiarsa; Yuliati H. Sipahutar; Simson Masengi; Niken Dharmayanti; Resmi Rumenta Siregar; Siti Zachro Nurbani; Randi Bokhi S. Salampessy; Asriani Asriani; Aef Permadi; Yudi Prasetyo Handoko; Achmad Poernomo; Rufnia Ayu Afifah; Aghitia Maulani; Nur Hidayah; Rahmat Yuliandri; Sri Siswahyuningsih; Anugerah Anugerah; M. Chotim
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 6, No 6 (2022): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmm.v6i6.10938

Abstract

Abstrak: Desa Pagedangan Ilir merupakan desa yang mempunyai potensi yang sangat besar di bidang perikanan khususnya baby crab. Perlu pemanfaatan potensi baby crab di Desa Pagedangan Ilir dengan mengolahnya untuk meningkatkan nilai tambah baby crab. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan masyarakat Desa Pagedangan Ilir dalam mengolah baby crab krispi. Kegiatan pengabdian dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama yaitu pemberian materi yang dilakukan melalui ceramah dan diskusi secara tatap muka (luring) sedangkan tahap kedua yaitu kegiatan praktik pengolahan baby crab krispi yang dilakukan secara langsung. Kegiatan pengabdian ini diikuti oleh 15 orang peserta dengan 3 (tiga) kelompok dan masing-masing kelompok terdapat 5 orang peserta, evaluasi dilakukan setelah semua kegiatan pelatihan selesai. Tahapan kegiatan ini meliputi koordinasi awal kegiatan, pembukaan, pemberian materi (teori), praktik pengolahan baby crab dan evaluasi. Hasil pengabdian menunjukkan masing-masing peserta mampu mengolah baby crab krispi, mampu membuat desain kemasan, mampu menghitung analisa usaha dan mampu membuat pemasaran produk secara digital. Kegiatan pengabdian dapat meningkatkan keterampilan masyarakat dalam mengolah baby crab krispi krispi.Abstract: Pagedangan Ilir Village is a village that has enormous potential in the field of fisheries, especially baby crab. It is necessary to utilize the potential of baby crab in Pagedangan Ilir Village by processing it to increase the added value of baby crab. The purpose of this service activity is to improve the skills of the people of Pagedangan Ilir Village in processing crispy baby crab. Service activities are carried out in two stages, the first stage is the provision of material through lectures and discussions face-to-face (offline) while the second stage is the practice of processing baby crab crispy which is carried out directly. This service activity was attended by 15 participants with 3 (three) groups and each group had 5 participants, the evaluation was carried out after all training activities were completed. The stages of this activity include initial coordination of activities, opening, providing material (theory), baby crab processing practices and evaluation. The results of the service showed that each participant was able to process crispy baby crab, able to make packaging designs, able to calculate business analysis and able to make product marketing digitally. Service activities can improve community skills in processing crispy baby crabs.
PROSES PENGOLAHAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) LOIN MASAK BEKU DI PT. X - JAKARTA UTARA Hutagalung, Anni Kholila; Handoko, Yudi Prasetyo; Yuliandri, Rahmat; Siregar, Arpan Nasri; Ginanjar, Martin Anjar; Widianto, David Indra
MARLIN Vol 4, No 2 (2023): (AGUSTUS) 2023
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V4.I2.2023.71-83

Abstract

Ikan cakalang merupakan jenis ikan pelagis yang banyak dijumpai di perairan Indonesia, selain menjadi bahan konsumsi cakalang juga merupakan komoditas ekspor. Kelemahan ikan cakalang termasuk jenis komoditas yang mudah rusak (perishable food) apabila penanganan atau pengolahannya tidak dilakukan secara tepat dan cermat. Oleh karena itu selama mungkin, salah satunya yaitu dengan menjadikannya loin masak beku, dengan pengolahan yang menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP). Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui alur proses, mutu bahan baku dan produk akhir, penerapan suhu, rendemen, produktivitas tenaga kerja, penerapan penilaian kelayakan dasar dan pengelolaan limbah yang dihasilkan. Metode pengambilan data yang dilakukan primer dan sekunder. Pengolahan cakalang masak beku terdiri 25 tahapan proses, mutu bahan baku dan produk telah memenuhi standar, penerapan suhu diterapkan dengan baik, rendemen sudah memenuhi standar, produktivitas telah memenuhi standar, kebersihan kesehatan karyawan belum terpenuhi, dan pengolahan limbah padat dan cair sudah dilaksanakan dengan baik. Pengolahan yang dilakukan di PT. X telah diterapkan dengan baik.Skipjack tuna is a pelagic fish species that is a food for consumption and an export commodity. Applying GMP and SSOP in processing frozen cooked skipjack tuna products is needed to produce the best possible product quality. This study aims to determine the process flow, quality of raw materials and final products, application of temperature, yield, labor productivity, application of basic feasibility assessment, and waste management. Data collection methods were carried out by observation, participation, and use of secondary data. The results of this study are frozen cooked skipjack tuna processing consists of 25 stages of the process, the quality of raw materials and products has met the standards, the application of temperature is well applied, the yield has met the standards,productivity has met the standards. Employee health hygiene clauses found major discrepancies. Solid and liquid waste management has been implemented properly