Kewenangan ex officio hakim adalah kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada hakim karena jabatannya. Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kewenangan ex officio diberikan agar hakim lebih leluasa dalam mengambil keputusan untuk mencapai rasa keadilan. Namun dalam penggunaan kewenangan ex officio hakim tidak selalu dapat menggunakannya, sehingga terkesan terdapat disparitas. Penggunaan kewenangan ex officio hakim dalam menetapkan nafkah anak pasca perceraian di Pengadilan Agama Solok, diarahkan pada 2 (dua) perkara, yaitu perkara Nomor 293/Pdt.G/2023/PA.Slk dan perkara Nomor 327/Pdt.G/2023/PA.Slk, yang memperlihatkan perbedaan signifikan terkait pemberian nafkah anak. Pada satu perkara, hakim menggunakan kewenangan ex officio, walaupun, tanpa permintaan dari para pihak. Namun, pada perkara lain, kewenangan ini tidak digunakan. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dan didukung pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu data sekunder dan primer. Semua data dan bahan yang diperoleh dari hasil penelitian ini disusun dan dianalisis secara kualitatif, dan disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis dapat disimpulkan, Pertama, pada perkara Nomor 293/Pdt.G/2023/PA.Slk, hakim tidak menggunakan kewenangan ex officio dalam pertimbangannya. Akibat hukumnya belum ditentukan besaran pemberian nafkah anak. Sedangkan dalam perkara Nomor 327/Pdt.G/2023/PA.Slk, hakim menggunakan kewenangan ex officio dalam pertimbangannya dan akibat hukum sudah bisa ditentukan besaran pemberian nafkah anak. Kedua, Pada perkara Nomor 293/Pdt.G/2023/PA.Slk, hakim tidak menggunakan kewenangan ex officio karena dalam fakta persidangan anak berada dalam pemeliharaan pemohon dan tidak diketahui besaran penghasilan pemohon. Pada perkara Nomor 327/Pdt.G/2023/PA.Slk, hakim menggunakan kewenangan ex officio karena anak berada dalam pemeliharaan termohon, pemohon menyanggupi biaya pemeliharaan dan dapat diketahui besaran penghasilan pemohon. Jadi, disparitas penggunaan kewenangan ex officio hakim tidak bersumber pada ketidakkonsistenan penegakan hukum secara menyeluruh, tetapi pada perbedaan pendekatan hakim merespons fakta persidangan. Namun, agar kepastian hukum tetap terjaga, setiap pengakuan tanggung jawab terhadap nafkah anak dalam persidangan dituangkan secara eksplisit dalam putusan. Sehingga hak anak dapat dilindungi secara yuridis dan dieksekusi apabila terjadi pelanggaran di kemudian hari.