Pasal 255 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan batasan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Lebih lanjut, Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, menekankan bahwa pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja harus sesuai dengan Standar Operasional Prosedur dan Kode Etik, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2023 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja dan Kode Etik Polisi Pamong Praja. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, dan didukung oleh pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer, yang dianalisis secara kualitatif, dan disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh (1) Pelaksanaan kewenangan penindakan yustisial dalam penegakan peraturan daerah pada Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bukittinggi secara praktis memperlihatkan fakta hukum yang berbanding terbalik dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2023 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja dan Kode Etik Polisi Pamong Praja, hal ini terlihat dari: (a) Penerbitan Surat Perintah Tugas secara insidental, (b) Pembentukan Tim Terpadu secara tentatif, (c) Penyidikan yang dapat dilaksanakan oleh petugas lain yang bukan PPNS melalui mekanisme penjebakan, (d) Pemeriksaan terhadap tersangka dan/atau saksi yang dapat dilakukan oleh petugas lain yang bukan PPNS, baik mendapatkan pelimpahan wewenang dari PPNS maupun tidak, dan (e) Menggunakan senjata api non organik Polri/TNI jenis airsoft gun, dan (2) Pelaksanaan kewenangan penindakan yustisial dalam Penegakan peraturan daerah yang menyalahi standar operasional prosedur pada Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bukittinggi adalah tindakan penyalahgunaan wewenang dengan melampaui kewenangan dikarenakan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tindakan ini tidak sah, dengan akibat hukum: (a) Tidak mengikat sejak keputusan dan/atau tindakan tersebut ditetapkan, dan (b) Segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.