Wulandari, Ririn Arminsih
Unknown Affiliation

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

BENZENE EXPOSURE ANALYSIS IN INFORMAL SHOE INDUSTRY WORKERS IN SUKAJAYA VILLAGE, WEST JAVA VIA LEUKOCYTE COUNT AND S-PHENYLMERCAPTURIC ACID MEASUREMENT IN URINE Agustina, Lora; Wulandari, Ririn Arminsih
Public Health of Indonesia Vol. 5 No. 4 (2019): October - December
Publisher : YCAB Publisher & IAKMI SULTRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36685/phi.v5i4.300

Abstract

Background: Benzene is a hematotoxic and carcinogenic compound contained in the glue used in the shoe industry. This compound has been suspected of causing decreased leukocyte counts, which is one of the blood cell production disorders. Benzene exposure can be determined by measuring the concentration of S-phenylmercapturic acid (S-PMA) in urine.Objective: This study was conducted to determine the association between S-PMA urine concentration and the leukocyte count of shoe industry workers.Methods: The study design was cross sectional and the data were collected by conducting interviews, analyzing urine samples for S-PMA concentrations, and conducting blood examinations. Chi square and multiple logistic regression were used for the analysis.Results: The results showed there were no concentrations of S-PMA in urine that exceeded the Biological Exposure Index (BEI) value (≤25 μg/g creatinine). Higher S-PMA concentrations in this study show a higher risk of decreased leukocyte counts. When controlling for age, duration of work, history of infection, Body Mass Index (BMI), smoking, occupation, and exercise, workers with high S-PMA urine concentration were found to be at higher risk of a decreased leukocyte count.Conclusion: Although S-PMA urine concentrations were still below BEI values, workers with higher S-PMA urine concentration were more at risk of leukocyte counts of < 5.0 x 103/μL. The decrease in the minimum BEI S-PMA limit value was lower than the current standard may need to be considered.
FAKTOR CUACA TERHADAP KASUS TERKONFIRMASI AKTIF COVID-19 Azmy, Ariny Rosyada; Wulandari, Ririn Arminsih
Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar Vol 17, No 1 (2022): Media Kesehatan
Publisher : Politeknik Kesehatan Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32382/medkes.v17i1.2459

Abstract

Cuaca merupakan faktor penting dalam wabah penyakit menular. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kenaikan kasus COVID-19 yang cukup signifikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor cuaca terhadap kasus terkonfirmasi aktif COVID-19 di Kota Bandung. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan merupakan jenis penelitian epidemiologi deskriptif dengan desain studi ekologi. Penelitian ini menggunakan data sekunder selama kurun waktu 1 tahun (2020-2021). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman variabel cuaca terhadap COVID-19 pada lag 5 hari COVID-19 didapatkan hubungan yang signifikan pada suhu rata-rata (p value = 0.0001), kelembaban rata-rata (p value = 0.015), dan kecepatan angin rata-rata (p value = 0.001) terhadap kasus terkonfirmasi aktif COVID-19 di Kota Bandung. Dalam penelitian ini suhu rata-rata, kelembaban rata-rata, dan kecepatan angin berhubungan signifikan terhadap kasus COVID-19. Hasil ini dapat membantu para stakeholder untuk menyusun kebijakan yang efektif dengan mengetahui indikator meteorologi terhadap pola perilaku virus SARS-CoV-2.
Spatial Analysis of Diarrhea Incidences, Environmental Influences, and Behavioral Factors in An Ecological Study Adria, Baby Putri; Wulandari, Ririn Arminsih; Kurniasari, Fitri
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol. 19 No. 4: DECEMBER 2023
Publisher : Faculty of Public Health, Hasanuddin University, Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30597/mkmi.v19i4.28644

Abstract

Diarrhea is a global health problem that causes morbidity and death in all age groups. Among the cities in Indonesia, Depok has the second-highest incidence of diarrhea outbreaks. Although previous studies have shown the correlation between diarrhea and environmental and behavioral factors, the spatial analysis of these factors is still very limited. Therefore, in this study, we investigated the spatial analysis of the association between diarrhea incidence and environmental and behavioral factors using an ecological study. The secondary data from the Depok City Health Office were used in the analysis. Our results showed a significant relationship between proper drinking water coverage (p = 0.00; r = -0.289) and healthy latrine coverage (p = 0.02; r = -0.233) with the incidence of diarrhea. Meanwhile, household coverage of Clean and Healthy Behavior (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)) and population density showed no significant association. Spatial analysis maps also revealed the distribution pattern of diarrhea in Depok City from 2013 to 2021, tending to be more common in areas with low coverage of adequate drinking water. The findings from this study will contribute to optimizing diarrhea control and prevention programs. 
Systematic Review of the Relationship between Hygiene Practice and the Incidence of Ascaris lumbricoides Infection in Southeast Asian Children Alodia, Anastasia Rouli; Wulandari, Ririn Arminsih
Preventia : The Indonesian Journal of Public Health Vol 8, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um044v8i22023p47-59

Abstract

Soil-Transmitted Helminth (STH) infection is one of the Neglected Tropical Diseases (NTDs) that affects around 1.5 billion people worldwide, including regions like Southeast Asia. The most common species infecting humans is Ascaris lumbricoides. Preschool-age and school-age children are particularly vulnerable to STH infection due to their living environments in areas where STH is prevalent. Infection of STH, especially Ascaris lumbricoides, can hinder physical and cognitive development and, in severe cases, cause obstruction of the small intestine. Various factors, such as hygiene practices, can influence the transmission of Ascaris lumbricoides infection in children. This study aims to explore the association between hygiene practices and the occurrence of Ascaris lumbricoides infection in children. A systematic review was carried out, and articles were searched in four databases: PubMed, EMBASE, Scopus, and ProQuest. Subsequently, the articles were selected based on specific criteria. Five articles were identified during the search. These articles revealed a significant association between handwashing habits, toilet usage, and washing fruits before consumption with the occurrence of Ascaris lumbricoides infection. On the other hand, there was no significant association found between washing vegetables before consumption and trimming nails and the occurrence of Ascaris lumbricoides infection in children.
Dampak Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Diare di Provinsi Sumatera Utara: Analisis Data Survei Kesehatan Indonesia Silalahi, Dahlia Kristina; Wulandari, Ririn Arminsih
Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat : Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat Vol 16 No 4 (2024): JIKM Vol. 16, Edisi 4, November 2024
Publisher : Public Health Undergraduate Program, Faculty of Health Science, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52022/jikm.v16i4.705

Abstract

Latar belakang: Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia adalah diare, yang mengakibatkan kesakitan bahkan kematian. Menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023, diketahui prevalensi diare berdasarkan diagnosis/gejala pada semua kelompok umur di Indonesia adalah 4,3% sedangkan Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi diare lebih tinggi dari rata-rata nasional yaitu sebesar 4,7%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan salah satu penyebab diare yaitu faktor lingkungan antara lain sumber, pengolahan, serta kualitas fisik pada air minum, akses sanitasi, pengelolaan limbah non kakus, pengelolaan sampah, akses higien dasar. Metode: Studi Cross sectional yang menggunakan data sekunder yang berasal dari SKI tahun 2023 dengan melibatkan 57.311 responden di Provinsi Sumatera Utara. Variabel independen adalah faktor lingkungan berupa kualitas fisik, sumber dan pengolahan air minum serta akses sanitasi, pengelolaan limbah non kakus, pengelolaan sampah, akses higien dasar. Variabel dependen adalah kejadian diare. Analsis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi square dengan a=0,05. Hasil: Rumah tangga dengan sumber air minum yang tidak aman memiliki risiko 1,25 kali lebih besar untuk mengalami diare, sementara kualitas fisik air minum yang tidak memenuhi syarat berisiko 1,68 kali lebih tinggi terhadap kejadian diare Kesimpulan: Hanya ada dua variabel yang berhubungan yaitu sumber dan kualitas fisik pada air minum dengan kejadian diare. Diharapkan kolaborasi multi sektor untuk menciptakan program-program yang komprehensif dalam menangani masalah diare dan faktor-faktor lingkungan yang berkontribusi.
PEMETAAN KERAWANAN DIARE PADA BALITA DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN PROFIL KESEHATAN JAWA BARAT TAHUN 2023 Ganiawati, Ganiawati; Wulandari, Ririn Arminsih
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.45423

Abstract

Diare menjadi penyebab kematian ketiga di dunia pada balita dengan jumlah kematian 443.832 anak pertahun.  Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi diare di Indonesia sebesar 12,3%. Sementara, di Jawa Barat, penderita diare balita yang dilayani pada tahun 2023 hanya mencakup 34,56%. Sebagai penyakit endemis di Jawa Barat, kejadian diare di provinsi ini berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan distribusi kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Barat dan menentukan wilayah kerawanan kasus diare pada balita, persentase keluarga dengan sanitasi layak, presentase keluarga melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), presentase keluarga melakukan pengelolaan sampah rumah tangga dan presentase keluarga melakukan pengelolaan limbah cair rumah tangga. Studi ekologi deskriptif kuantitatif ini menggunakan data sekunder yang mewakili variabel-variabel di atas yang berasal dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2023. Peta wilayah Provinsi Jawa Barat didapatkan dari Badan Informasi Geospasial. Penelitian ini menggunakan unit administratif kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Quantum GIS teknik skoring. Penelitian ini menunjukkan tingkat kerawanan diare pada balita dari 27 kabupaten/kota di Jawa barat memiliki enam wilayah kerawanan sangat tinggi kasus diare balita yakni Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Indramayu dan Kota Bogor. Wilayah yang memiliki kerawanan kasus diare sangat tinggi secara umum adalah wilayah dengan presentase keluarga melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), presentase keluarga yang melakukan pengolahan sampah rumah tangga dan presentase keluarga yang melakukan pengelolaan limbah cair dengan tingkat rendah dan sangat rendah.
Faktor Determinan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Masyarakat di Provinsi Papua Tengah Tahun 2023 (Analisis Data SKI 2023) Rifqiya, Anifa Dhiya; Wulandari, Ririn Arminsih
Jurnal Ners Vol. 9 No. 4 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v9i4.49206

Abstract

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, termasuk di Provinsi Papua Tengah. Berdasarkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, Provinsi Papua Tengah mencatat prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 3,90%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Faktor Determinan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Masyarakat di Provinsi Papua Tengah Tahun 2023. Studi cross sectional menggunakan data sekunder Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 di Provinsi Papua Tengah dengan total 5.408 responden. Variabel dependen adalah kejadian DBD. Variabel independen adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Pencegahan Gigitan Nyamuk (PGN). Analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi square serta analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda. Hasil penelitian diperoleh pekerjaan (OR=3,36), umur (OR=0,56), tempat tinggal (OR=0,40) dan PGN (OR=0,38). Didapatkan pekerjaan merupakan variabel yang paling dominan terhadap kejadian DBD di Provinsi Papua Tengah, dimana memiliki hasil 3,36 kali lebih besar terhadap terjadinya DBD. Kata Kunci: DBD, Faktor Risiko, Papua Tengah.
Analisis Faktor Lingkungan Rumah dan Karakteristik Balita Terhadap Pneumonia pada Balita di Papua Pegunungan: Data SKI 2023 Kurniawati, Wiwin; Wulandari, Ririn Arminsih
Jurnal Ners Vol. 9 No. 4 (2025): OKTOBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v9i4.50365

Abstract

Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang menjadi penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan melalui udara (airborne disease), menjadi penyebab utama kedua morbiditas serta mortalitas pada balita di Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi Pneumonia pada balita di Indonesia mencapai 15,0%, sementara Provinsi Papua Pegunungan mencapai 37,9% jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor karakteristik balita dan faktor lingkungan rumah terhadap kejadian Pneumonia. Studi cross sectional dengan data sekunder SKI 2023 yang melibatkan 664 balita dari 4.196 responden di Provinsi Papua Pegunungan. Variabel independen meliputi karakteristik balita (jenis kelamin, usia, berat badan lahir) dan faktor lingkungan rumah (jenis plafon, dinding, lantai, bahan bakar memasak, kebiasaan membakar sampah). Variabel dependen adalah kejadian Pneumonia pada balita. Analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square, serta multivariat dengan regresi logistik berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan tiga faktor yang signifikan, yaitu penggunaan bahan bakar memasak yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,61 kali lebih besar untuk mengalami pneumonia, sementara kebiasaan membakar sampah berisiko 2,91 kali lebih tinggi terhadap kejadian Pnuemonia pada balita. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk menyusun program komprehensif dalam menurunkan angka Pneumonia dan mengendalikan faktor lingkungan yang berperan terhadap kejadiannya.
Prevalence of Low Back Pain Among Office Workers During the COVID-19 Pandemic in Various Countries: A Systematic Review Intan, Yosephine Roma; Wulandari, Ririn Arminsih; Yuniar, Popy
Kesmas Vol. 20, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The COVID-19 pandemic has led to the implementation of work from home policies in almost all parts of the world. This policy has increased the onset of musculoskeletal disorders in workers, such as low back pain (LBP). This study aimed to examine the prevalence of LBP among office workers during the COVID-19 pandemic after implementing WFH policies. This study was performed using data from various countries to determine the relationship between LBP and several risk factors, specifically age, sex, physical activity, ergonomic factors, as well as work environment factors such as temperature, humidity, lighting, noise, and work duration. A systematic review was conducted using sub-population studies published from 2020 to 2022. The data was obtained from six electronic databases: ProQuest, ScienceDirect, Embase, Scopus, Ebsco Medline, and Cambridge Core. The prevalence of LBP in office workers was associated with age, ergonomics, and environmental factors: air temperature, humidity, and lighting. There was no specific relationship between sex, physical activity, and working duration when working from home during the COVID-19 pandemic.
Analysis of Climate and Environmental Risk Factors on Dengue Hemorrhagic Fever Incidence in Bogor District Wulandari, Ririn Arminsih; Rahmawati, Tria; Asyary, Al; Nugraha, Fajar
Kesmas Vol. 18, No. 3
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is transmitted through the bites of Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes and is still becoming endemic in Bogor District. This quantitative correlation study with an ecological approach aimed to analyze how DHF incidence is influenced by climate factors, population density, Larvae Free Rate (LFR), and the area altitude factor. Secondary data were obtained from the Bogor Regency Health Office; the Central Bureau of Statistics of Bogor District; and the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency. In this study, the spatial analysis method was also used, but only on the area altitude factor. The study’s results showed a significant relationship between climate factors, such as air humidity at a Time Lag of 0 months (r=0.394) and the altitude factor (r=-0.350), and DHF incidence in the Bogor District from 2017 to 2022. Spatial data shows that in districts with lower altitudes, such as Cibinong, Cileungsi, and Gunung Putri, DHF incidence tends to be higher. The Bogor District Health Office, together with the community, may enhance efforts to prevent and control DHF, especially during seasonal transitions and in areas with lower altitudes. Cross-sector collaboration with the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency is also necessary to remain vigilant during climate fluctuations.