Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

JENIS-JENIS PARASIT INTERNAL PADA FESES SAPI (BOS SP.) DI DESA LEMPUING KOTA BENGKULU Kamilah, Santi Nurul; Wulandari, Dwi Ayu
Konservasi Hayati Vol 15, No 1 (2019): APRIL
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/hayati.v1i1.10944

Abstract

Cows are one of the ruminant animals which have high economic value because they have various needs for human life. In Bengkulu many cattle farms are found, but this is not free from parasitic infections which have special disadvantages on very large cattle. The purpose of this study was to identification the types of parasites found in cow feces in the village of Lempuing Bengkulu. The research was conducted on 2 July-2 August 2018 at the UPTD Laboratory and Bengkulu Animal Health Clinic using three methods: the native method, the sedimentation method and the mammalian faecal sedimentation method with 3 faecal samples. In the nativemethod no parasites were found containing worm eggs. In the method of sedimentation of cow feces (Bos sp.) obtained positive results of parasites containing worm eggs of Ascaris sp., Schistosoma sp. and Oesophagostomum sp. In the mammalian faecal sedimentation method, the presence of parasitic worm eggs Fasciola sp. and Paramphistomum sp.
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ZAT WARNA RUMPUT LAUT MERAH Gracillaria salicornia DARI PERAIRAN PULAU ENGGANO Fitriani, Dyah; Kamilah, Santi Nurul; Wirahmi, Nori
Jurnal Ilmiah Pharmacy Vol 6, No 1 (2019)
Publisher : Sekolah Tinggi Kesehatan Al-Fatah Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi zat warna yang terkandung pada rumput laut merah dari jenis Gracillaria salicornia yang berasal dari perairan Pulau Enggano. Metode yang dilakukan dalam mengekstraksi yaitu dengan menggunakan larutan buffer fosfat dengan berbagai variasi rentang pH yaitu pH 5,6,7,8 dan 9. Kemudian akan dilihat serapan tertinggi dari zat warna Gracillaria salicornia pada variasi pH tersebut. Analisis gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak diidentifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak zat warna Gracillaria salicornia mengandung senyawa fikoeretrin. Ekstrak Gracillaria salicornia dalam larutan asam hingga basa berwarna kuning kecoklatan dengan nilai absorbansi tertinggi pada pH 9. Serapan maksimum ekstrak Gracillaria salicornia berada pada panjang gelombang 210 nm. Berdasarkan hasil FTIR, memberikan indikasi ada empat jenis senyawa dalam ekstrak dan memiliki gugus fungsi yakni gugus hidroksi bebas dan terikat ikatan hidrogen serta gugus C=O.1Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu
Variasi Pola Sidik Jari dan Pola Palmar pada Masyarakat Suku Rejang Bengkulu Resiliani, Tiara; Kamilah, Santi Nurul; Lestari, Dian Fita; Jarulis, Jarulis; Sipriyadi, Sipriyadi; Muslim, Choirul
Jurnal Ilmiah Biologi UMA (JIBIOMA) Vol 5, No 2 (2023): November
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/jibioma.v5i2.1775

Abstract

The Rejang tribe is one of the indigenous communities in Bengkulu. They are dispersed throughout several areas of Bengkulu, however, the majority of them live in the Rejang Lebong district. The Rejang tribe is classified as a Malayan Mongoloid race. Generally, every tribe has distinctive characteristics. These characteristics include language, culture, religion, and physical characteristics. The purpose of this study was to analyze the characteristics of the Rejang tribal community residing in Pematang Sapang village, North Bengkulu, with a focus on their fingerprint and palm patterns. Data was gathered from 100 individuals of the Rejang tribe, who fulfilled the inclusion criteria. The data was analyzed quantitatively. The study determined that there are three fingerprint patterns in the Rejang community, with the loop pattern being most prevalent at 59.8%. There are only two palmar patterns; normal and simian, with the normal pattern being dominant at 94.5%. Statistical analysis revealed no significant correlation between fingerprint or palmar patterns and sex. Furthermore, there was no observable relationship between fingerprint and palmar patterns.  The Rejang tribe is characterized by the prevalence of the loop patterns for fingerprints and the normal patterns for palmar.
Pencegahan Risiko Penularan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dari Penggunaan Alat Selam Bersama pada Kelompok Penyelam di Pulau Enggano Atmaja, Vestidhia Yunisya; Kamilah, Santi Nurul; Lestari, Dian Fita; Lubis, Ashar Muda; Sipriyadi, Sipriyadi; Bastian, Muhammad Chandra; Wulandari, Gustina Dwi; Utama, Ahmat Fakhri
Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol 9 No 1 (2024): Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat
Publisher : Universitas Mathla'ul Anwar Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30653/jppm.v9i1.649

Abstract

Penyakit yang dapat disebabkan akibat penggunaan alat selam secara bersama yang tidak aseptik yaitu Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). ISPA merupakan penyakit yang menginfeksi saluran pernapasan atas dan menginfeksi seluruh bagian pernapasan bawah (alveoli). ISPA dapat menular melalui droplet mengandung virus atau bakteri terhirup oleh orang sehat. Penggunaan alat selam secara langsung akan bersentuhan dengan bagian mulut dan hidung, apabila perawatan alat penyelaman kurang tepat akan menimbulkan adanya risiko penularan ISPA. Kelompok penyelam di Pulau Enggano menggunakan alat selam bersama untuk aktivitas mencari ikan dan menyewakan untuk para wisatawan. Namun para penyelam masih minim pengetahuan terkait dampak risiko penyakit dari penggunaan alat selam bersama. Kegiatan dihadiri oleh perwakilan 5 kelompok penyelam yang ada di Pulau Enggano. Kegiatan pengabdian meliputi pembukaan, sosialisasi, pelatihan mengenai cara membersihkan alat selam yang benar, tanya jawab, evaluasi kegiatan, dan penutupan. Hasil evaluasi dari kegiatan ini, kelompok penyelam menilai sangat bermanfaat dan membantu meningkatkan pengetahuan peserta. Para penyelam menjadi sadar akan pentingnya kebersihan dan perawatan alat selamnya. Secara umum, berdasarkan hasil evaluasi, menunjukkan bahwa masyarakat puas dengan pelaksanaan kegiatan ini dan mengucapkan terima kasih atas penyerahan alat dan bahan pembersih alat selam untuk kelompok penyelam. Pemahaman dan penerapan aseptik pada alat selam ini perlu dilakukan secara berkelanjutan agar menjadi nilai lebih untuk kelompok penyelam. Tidak hanya untuk kesehatan para penyelam yang mencari ikan namun juga untuk wisatawan yang hendak menggunakan alat selam. Diseases that can be caused by sharing diving equipment that is not aseptic are Acute Respiratory Infections (ARI). ARI is a disease that infects the upper respiratory tract and infects the entire lower respiratory tract (alveoli). ARI can be transmitted through droplets containing viruses or bacteria inhaled by healthy people. Using diving equipment will directly come into contact with the mouth and nose, if the diving equipment is not maintained properly it will pose a risk of transmitting ARI. Groups of divers on Enggano Island use diving equipment together for fishing activities and rent them out to tourists. However, divers still lack knowledge regarding the impact of disease risks from using shared diving equipment. The activity was attended by representatives of 5 diving groups on Enggano Island. Service activities include opening, socialization, training on how to properly clean diving equipment, questions and answers, activity evaluation, and closing. As a result of the evaluation of this activity, the diving group considered it very useful and helped increase the participants' knowledge. Divers become aware of the importance of cleanliness and maintenance of their diving equipment. In general, based on the evaluation results, it showed that the community was satisfied with the implementation of this activity and expressed their gratitude for the delivery of diving equipment and cleaning materials to the diving group. The understanding and application of aseptics in diving equipment needs to be carried out on an ongoing basis so that it becomes an added value for groups of divers. Not only for the health of divers looking for fish but also for tourists who want to use diving equipment.
Molecular Characteristics of Geoffroy's Rousette Rousettus amplexicaudatus Based on Cytochrome C Oxidase Subunit I and Cytochrome b Genes Kamilah, Santi Nurul; Jarulis, Jarulis; Sitompul, Aida Fitriani; Mardiah, Mifta; Ervinda, Mira; Khoirillah, Fanni; Lestari, Fitri Dwi; Zulkani, Dinda
BIOEDUSCIENCE Vol 9 No 1 (2025): BIOEDUSCIENCE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22236/jbes/15226

Abstract

Background: Rousettus amplexicaudatus is widely distributed across Indonesia, including the Suruman Cave in South Bengkulu. Due to similarities in morphology within the Rousettus group, identification can be challenging. We conducted a molecular analysis using COI and Cytochrome b genes from mitochondrial DNA to explore its genetic traits. DNA was extracted from the blood tissue of seven individuals from the Suruman Cave population, and gene amplification was performed with 20 bp primers. Sequence data were analyzed using MEGA XI software. Results: As a result, characteristics of the COI gene, which is 897 bp in length, were characterized by a high frequency of base pairs Adenine-Thymine (55.5%) and Guanine-Cytosine (44.5%), with the majority of the DNA sequence exhibiting a high degree of conservation sites (97.8%). The average intrapopulation genetic distance based on the COI gene was 0.77%, with four specific sites for R. amplexicaudatus Suruman Cave. The Cytochrome b gene, which is 635 bp long, is characterized by Adenine-Thymine base pairs of 53.7% and Guanine-Cytosine of 46.3%. Cytochrome b is more conserved than the COI (99.1%). The average intrapopulation genetic distance based on the Cytochrome b gene is 0.3% and has no population-specific sites. Conclusions: Both sequences showed a consistent pattern in phylogenetic tree analysis, which suggests the Suruman population is the group of R. amplexicaudatus. Therefore, these sequences can be proposed as molecular markers for R. amplexicaudatus, particularly when compared to the whole sequences of the COI and cytochrome b.
Aktivitas Harian Macaca fascicularis di Kawasan Kebun Campuran Sarti, Yili; Kamilah, Santi Nurul; Jarulis, Jarulis
ORGANISMS: JOURNAL OF BIOSCIENCES Vol. 4 No. 1 (2024): Organisms: Journal of Biosciences
Publisher : Pusat HKI, Paten, dan Publikasi Ilmiah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/organisms.v4i1.22217

Abstract

Indonesia is the largest habitat for numerous species of primate, one of them is Macaca fascicularis. This species can live in various habitats, ranging from primary forests to residential areas. One of the habitats where M. fascicularis lives is a mixed garden area in Kepala Curup Village, Binduriang Sub-district, Rejang Lebong Bengkulu, which is adjacent to a residential area. The objective of this study was to observe the daily activities of a group of M. fascicularis in that area. Data were collected from April to June 2020. The sample objects were determined using the focal animal sampling method, which consisted of four individuals: alpha males, adult females, adolescents, and juveniles. Each individual was identified based on their physical characteristics. Data were collected using the continuous-time recording method, with a total observation of 16,800 minutes. The study revealed that M. fascicularis activity in the mixed garden area was highest in feeding (34.36%), followed by moving (26.43%), resting (25.36%), playing (7.20%), grooming (5.61%), vocalizing (0.55%), and conflict (0.50%). No mating activity was observed. The group size of the M. fascicularis in this area was limited (n = 9) and consisted of only one male. All adult females were in the period of lactation, which resulted in a low level of mating activity and conflict within the group AbstrakIndonesia merupakan habitat terbesar dari berbagai jenis primata, termasuk Macaca fascicularis. Primata ini dapat dijumpai pada berbagai tipe habitat, mulai dari hutan primer hingga Kawasan pemukiman penduduk. Salah satunya habitat ditemukannya M. fascicularis adalah di kebun campuran Desa Kepala Curup Kecamatan Binduriang Kabupaten Rejang Lebong yang berbatasan dengan pemukiman penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati aktivitas harian pada satu kelompok M. fascicularis pada kawasan kebun campuran ini. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Juni 2020. Penentuan objek sampel menggunakan metode focal animal sampling, terdiri dari empat individu target yaitu jantan alfa, betina dewasa, remaja dan juvenile. Masing-masing individu telah dikenali berdasarkan ciri fisiknya. Data diambil menggunakan metode continuous time recording dengan total waktu pengamatan 16.800 menit. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa aktivitas M. fascicularis di kebun campuran tersebut tertinggi pada aktivitas makan (34,36%), kemudian diikuti aktivitas berpindah (26,43%), istirahat (25,36%), bermain (7,20%), grooming (5,61%), bersuara (0,55%), konflik (0,50%). Tidak ditemukan aktivitas kawin. Kelompok ini termasuk kelompok dengan anggota yang sangat sedikit (9 individu), dengan hanya terdapat 1 individu jantan. Semua betina dewasa dalam masa menyusui bayi. Kondisi itu berpengaruh pada rendahnya aktivitas kawin dan konflik di dalam kelompok. 
PROFIL GARIS PALMAR DAN SUDUT AXIAL TRIRADIUS DIGITAL PADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOTA BENGKULU Kamilah, Santi Nurul; Manurung, Widya C.; Lestari, Dian Fita; Haryanto, Hery; Sipriyadi, Sipriyadi; Muslim, Choirul
BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR Vol. 9 No. 2 (2024): Bioma : Juli - Desember 2024
Publisher : Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Each individual is unique, one of which is the palmar line pattern on the surface of the palm skin. Children with special needs from the Down syndrome tend to have a Simian pattern. The purpose of this study was to analyze the palmar line and the angle of Axial Triradius Digital (ATD) on the palms of special needs students from the deaf, deafblind, and physically disabled groups at Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Bengkulu City. This research was conducted in September-October 2021 using interview and direct data collection methods on students who met the inclusion requirements. The results indicated that three distinct palmar patterns were observed in the three groups of students. The most prevalent pattern was the normal pattern, which was observed in 84.8% of deaf students, 70.4% of retarded students, and 83.3% of disabled students. The ATD of 350-500 was the most prevalent angle for entire groups of students: 87% of the deaf students, 84.3% of the deafblind students, and 100% of the physically disabled students. Furthermore, the Chi-Square test demonstrated that there was no relationship between palmar line patterns, ATD angles, and the group of special needs students. Keywords: Axial Triradius Digital (ATD) angles, Palmar, Student with special needs
Variasi Pola Sidik Bibir Pada Siswa Penyandang Down Syndrome dari Beberapa Sekolah di Kota Bengkulu Kamilah, Santi Nurul; Aryanti, Fepta; Lestari, Dian Fita; Jarulis, Jarulis; Sipriyadi, Sipriyadi
MAXIMUS: Journal of Biological and Life Sciences Vol. 1 No. 2 (2023)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Lampung, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35472/maximus.v1i2.1150

Abstract

ABSTRAK Down Syndrome merupakan kelainan genetik autosomal karena kelebihan pada jumlah kromosom21 (Trisomi). Salah satu kekhasan pada penyandang down syndrome adalah mulut selalu terbuka, bibir memiliki celah dan relatif tebal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pola sidik bibir pada penyandang down syndrome. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2021-Februari 2022 menggunakan metode wawancara dan pendataan langsung terhadap siswa penyandang down syndrome yang memenuhi syarat inklusi dari beberapa sekolah di Kota Bengkulu. Identifikasi pola sidik bibir mengacu pada klasifikasi menurut Suzuki dan Tsuchihashi. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square pada program SPSS versi 22. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siswa penyandang down syndrome ditemukan dua pola sidik bibir yaitu tipe I dan tipe II dengan pola dominan pada tipe I. Persentase pola sidik bibir tipe I pada siswa laki-laki sebesar 66,7% dan pada siswa perempuan 57,1%. Pola sidik bibir tipe II pada siswa laki-laki sebesar 33,3% dan pada siswa perempuan 42,9%. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Chi-square, tidak terdapat hubungan antara pola sidik bibir dengan rasio tebal bibir dan panjang bibir, serta tidak terdapat hubungan antara pola sidik bibir dengan kemampuan berbicara, kemampuan berjalan, kemampuan menggenggam pena dan kemampuan menulis pada siswa penyandang down syndrome dari beberapa sekolah di kota Bengkulu. Pola sidik bibir dominan tipe I dan II yang ditemukan pada siswa penyandang down syndrome juga umum ditemukan pada non-down syndrome. Kata Kunci: Cheiloscopy, Down syndrome, Pola sidik bibir ABSTRACT An excess of chromosomal number 21 (Trisomy) causes the autosomal genetic disease known as down syndrome. One of the characteristics of people with down syndrome is that their lips have a gap and are rather thick, and their mouths are always open. This study's objective was to examine the characteristics of down syndrome students' lip print patterns. The study was carried out at multiple schools in Bengkulu City between December 2021 and February 2022 using interviews and direct data collecting on Down syndrome pupils with inclusion requirements. The classification of Suzuki and Tsuchihashi is used to identify lip print patterns. The Chi-square test was used to examine the data in SPSS version 22. Data were analyzed using the Chi-square test in the SPSS version 22. The findings indicated that students with Down syndrome had type I and type II lip print patterns, with type I predominating. Male students had a type I lip print pattern prevalence of 66.7%, compared to 57.1% for female students. 33.3% of male students have type II lip print patterns, compared to 42.9% of female students. According to the Chi-square analysis, there is no correlation between lip print patterns, the ratio of lip thickness to lip length, and speaking, walking, pen grasping, and writing abilities in down syndrome from various schools in Bengkulu city. Since the dominating lip print pattern of types I and II observed in down syndrome students is also frequently shown in non-down syndrome individuals, this pattern cannot be used to predict specific motor skills in down syndrome students. Keywords: Cheiloscopy, Down syndrome, Lip print patterns
Pola lengkung telapak kaki dan ujung jari kaki masyarakat suku Lembak Bengkulu Putri, Agitha Febysanti; Kamilah, Santi Nurul; Lestari, Dian Fita; Sipriyadi, Sipriyadi; Jarulise, Jarulise
Filogeni: Jurnal Mahasiswa Biologi Vol 3 No 2 (2023): Mei-Agustus
Publisher : Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/filogeni.v3i2.33941

Abstract

Beberapa suku masyarakat di Indonesia diketahui memiliki karakter fenotipe yang khas. Karakter ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Salah satu suku masyarakat di Indonesia adalah suku Lembak. Masyarakat suku Lembak merupakan salah satu suku asli yang mendiami wilayah Provinsi Bengkulu. Suku ini merupakan bagian dari ras Malayan Mongoloid. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik masyarakat suku Lembak berdasarkan fenotipe pola lengkung telapak kaki dan pola ujung jari kaki pada masyarakat suku Lembak di Desa Pulau Panggung, Bengkulu. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pengambilan data dilakukan terhadap 100 orang masyarakat suku Lembak yang telah memenuhi syarat inklusi. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analisis melalui wawancara dan survei langsung dengan melakukan pencetakan telapak kaki dan pengamatan bentuk ujung jari kaki masing-masing individu. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola lengkung telapak kaki dengan pola dominan yaitu normal arch (89%) dan ditemukan enam dari sepuluh pola ujung jari kaki (Aboriginal, African, Egyptian, Greek, Mongolian dan Orient) dengan pola dominan pada pola orient (42%). Analisis statistik menggunakan uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola lengkung telapak kaki, ujung jari kaki dengan perbedaan jenis kelamin, serta pola lengkung kaki dengan ujung jari kaki. Karakteristik kaki pada masyarakat suku Lembak di Desa Pulau Panggung didominasi pola lengkung kaki normal arch dan pola ujung jari kaki orient.
Jenis-Jenis Tumbuhan Pakan Bajing Kelapa Callosciurus notatus di Desa Kepala Curup Bengkulu Kamilah, Santi Nurul; Jarulis, Jarulis; Eliza; Syarifuddin; Darmi
Konservasi Hayati Vol 19 No 1 (2023): APRIL
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/hayati.v19i1.26598

Abstract

ABSTRAK Bajing kelapa Callociurus notatus merupakan hewan mamalia dari famili Sciuridae. Mereka bersifat arboreal, aktif mencari makan pada siang hari atau disebut juga sebagai hewan diurnal. Bajing kelapa dapat ditemukan pada berbagai tipe habitat. Mereka cukup toleran dengan kehadiran manusia sehingga sering dijumpai pada habitat dekat pemukiman penduduk. Penelitian terkait bajing kelapa ini dilakukan di Desa Kepala Curup Kecamatan Binduriang Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu dengan tujuan untuk menginventarisasi tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan sebagai makanan oleh bajing kelapa. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Juni 2020. Pengamatan dilakukan pada waktu aktivitas makan tinggi yaitu pada pukul 06.30-10.00 WIB dan dilanjutkan pada pukul 14.00-17.30 WIB menggunakan metode Ad libitum sampling. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 9 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan oleh bajing kelapa yaitu Singkong Manihot utilisima (bunga) 38,8%, pepaya Carica papaya (buah) 15,7%, kelapa Cocos nucifera (buah dan bunga) 13,3%, durian Durio zibethinus (buah) 10,9%, pisang Musa paradisiaca (buah) 9,4%, kemiri Aleurites moluccanus (buah) 5,3%, kapuk Ceiba petandra (daun muda) 3,3%, kopi Coffea Arabica (buah) 1,8%, dan Arenga pinnata (buah) 1,5%.. Dari keseluruhan jenis tumbuhan tersebut, bagian yang dikonsumsi berupa buah sebanyak 56%, bunga 41,6%, dan bagian daun muda 2,4%. Kata Kunci: Bajing kelapa, Callociurus notatus, Mamalia, Sciuridae ABSTRACT The plantain squirrel Callociurus notatus belongs to mammals, family of Sciuridae. They are arboreal animals, and then because they are actively during the day, they are classified as diurnal animals. Plantain squirrel can live in wide range of habitats. Since they can coexist with humans, they are frequently found near human residential areas. The purpose of this study was to identify kind of plant species that consumed by plantain squirrels in Kepala Curup village, Binduriang Subdistrict, Rejang Lebong District, Bengkulu. The study was conducted from April to June 2020, using the ad libitum sampling method. The observations began at 06.30-10.00 a.m. and ended at noon at 02.00-05.30 p.m. According to the study, plantain squirrels consume nine different types of plant, including Cassava / Manihot utilisima (flowers) 38.8%, papaya / Carica papaya (fruits) 15.7%, coconut / Cocos nucifera (fruit and flowers) 13.3%, durian / Durio zibethinus (fruits) 10.9%, banana / Musa paradisiaca (fruits) 9.4%, candlenut / Aleurites moluccanus (fruits) 5.3%, kapok / Ceiba petandra (young leaves) 3.3%, coffee / Coffea Arabica (fruits) 1.8%, and aren palm/ Arenga pinnata (fruits) 1.5%. Fruit was consumed 56%, flowers 41.6%, and young leaves by 2.4%. Keywords: Callociurus notatus, Mammals, Plantain squirrel, Sciuridae