Puspoayu, Elisabeth Septin
Unknown Affiliation

Published : 23 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Humanitarian Assistance in 21 Century: Between Humanity and Sovereignty Puspoayu, Elisabeth Septin; riyanto, sigit; Wattimena, Keanu Abinuno
Indonesia Law Reform Journal Vol. 3 No. 2 (2023): July 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/ilrej.v3i2.29702

Abstract

Humanitarian assistance is one of the actions that can be taken to limit and reduce the impact of armed conflict. Humanitarian assistance is aimed at civilians during armed conflicts. The purpose of this study is to analyze the position of humanitarian assistance in the 21st century. This research was conducted through conceptual and comparative approaches, as well as using normative legal research methods, also using prescription analysis techniques.  The results showed that the principle of distinction is the basic principle of humanitarian assistance, which means that this assistance is mandatory. State sovereignty must still be recognized and upheld in the context of providing humanitarian assistance. States have the primary responsibility to provide assistance to their peoples in the midst of armed conflict as one of the parties responsible for armed conflict, external humanitarian actors must respect the agreement and cooperation of States affected by armed conflict. Abstrak   Bantuan kemanusiaan merupakan salah satu Tindakan yang dapat dilakukan untuk membatasi dan mengurangi dampak dari adanya konflik bersenjata. Bantuan kemanusiaan ditujukan kepada masyarakat sipil selama konflik bersenjata. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisi kedudukan humanitarian assistance di abad 21. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan konseptual dan komparatif, serta  menggunakan metode penelitian hukum normatif, juga menggunakan teknik analisis preskripsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa prinsip pembedaan adalah prinsip dasar bantuan kemanusiaan yang artinya bantuan ini merupakan hal yang wajib. Kedaulatan negara harus tetap diakui dan dijunjung tinggi dalam rangka pemberian bantuan kemanusiaan. Negara mempunyai tanggung jawab utama untuk memberikan bantuan kepada masyarakatnya yang sedang dilanda konflik bersenjata sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab pada konflik bersenjata, aktor kemanusiaan eksternal harus menghormati persetujuan dan kerja sama negara-negara yang terkena dampak dari konflik bersenjata
PERLINDUNGAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENJARAHAN CAGAR BUDAYA BAWAH AIR (STUDI KASUS PENJARAHAN KAPAL DAGANG FORT ROYAL 1 DI LAUT MEDITEANIAN) Khanza, Fridina Tiara; Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 11 No. 04 (2024): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.59783

Abstract

Kasus penjarahan barang dalam Kapal Dagang Fort Royal 1 di Laut Mediteranian yang berlokasi di landas kontinen merupakan pelanggaran terhadap perlindungan hukum internasional terhadap cagar budaya bawah air. Penjarahan tersebut melanggar ketentuan dalam Konvensi UNESCO 2001. Penjarahan dapat mengakibatkan hilangnya warisan budaya manusia di masa lampau. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perlindungan mengenai cagar budaya bawah air menurut hukum internasional serta pertanggungjawaban negara akibat penjarahan cagar budaya bawah air. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Adanya kasus penjarahan barang dalam Kapal Dagang Fort Royal 1 di Laut Mediteranian membuktikan bahwa belum ketatnya penjagaan serta kurang tegasnya aturan mengenai perlindungan cagar budaya bawah air. Prancis sebagai negara pihak masih dalam proses penyelidikan pencarian pelaku penjarahan serta barang yang dijarah. Prancis sebagai negara pihak tentunya harus melakukan pertanggungjawaban akibat penjarahan yang terhadi yaitu dengan cara restitusi dan kepuasan. Kata Kunci: Perlindungan, Penjarahan, Cagar budaya bawah air
PERBANDINGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT TERKAIT EKSPLOITASI EKONOMI PEKERJA ANAK DI INDUSTRI HIBURAN Putri, Tasya Shavina; Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 11 No. 04 (2024): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v1i1.60571

Abstract

Anak-anak yang bekerja di industri hiburan berpotensi besar mengalami eksploitasi ekonomi oleh orang tua maupun pemberi kerja. Para orang tua dan pemberi kerja sering tidak menyadari telah melakukan eksploitasi kepada anak, karena mereka menganggap pekerjaan tersebut untuk mengembangkan bakat dan minat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perbandingan hukum ketenagakerjaan di Indonesia dan Amerika Serikat terkait eksploitasi ekonomi pekerja anak di industri hiburan?, (2) Bagaimana perbandingan formulasi terkait eksploitasi ekonomi pekerja anak di dunia hiburan antara hukum ketenagakerjaan Indonesia dan Amerika Serikat?. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan hukum ketenagakerjaan di Indonesia dan Amerika Serikat terkait eksploitasi ekonomi pekerja anak di industri hiburan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum (legal research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di indonesia sendiri peraturan terkait eksploitasi ekonomi terhadap pekerja anak masih kabur, tidak ada batasan konkrit terkait eksploitasi ekonomi, sedangkan salah satu negara bagian California memiliki Coogan Law yang melindungi para artis cilik dari eksploitasi ekonomi. Perubahan peraturan perundang-undangan di Indonesia dilakukan dengan cara menyisipkan atau menambah materi kedalam peraturan perundang-undangan dan menghapus atau mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan, sedangkan di Amerika Serikat dilakukan dengan cara anggota House of Representative ataupun Senate menyebarkan RUU atau meminta kepada anggota lain melalui Dear Colleague Letters untuk menandatangani rancangan tersebut. Kata kunci: pekerja anak, eksploitasi ekonomi, industri hiburan
The House of Representatives Supervision As The Initial Instrument to Impeachment The President and Vice President Widodo, Hananto; Puspoayu, Elisabeth Septin; Lovisonnya, Intan; Sulaksono, Sulaksono
International Journal of Emerging Research and Review Vol. 2 No. 4 (2024): December
Publisher : IKIP Widya Darma Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56707/ijoerar.v2i4.86

Abstract

Objective: The mechanism for dismissing the President and/or Vice President in Indonesia is regulated by the 1945 Constitution. This process is initiated by the House of Representatives submitting a proposal to the People's Consultative Assembly, stipulating that the President and/or Vice President has violated the provisions in Articles 7A and 7B, and this must be proven first by the Constitutional Court through examination and proof. If it is proven that the President and/or Vice President has violated these provisions, the results of the Constitutional Court trial will be submitted to the People's Consultative Assembly. Subsequently, the People's Consultative Assembly is obliged to hold a trial to decide whether the President and/or Vice President will be impeached. Article 7A of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia regulates the impeachment of the president and the provisions related to the presidential office in Indonesia. Method: According Mahmud Marzuki, this normative legal research, as it is defined entails the process of finding, comprehending and solving legal problems embracing the practice rather its theory. This work in particular focuses on the way in which the House of Representatives can investigate and possibly remove the President and Vice President from their offices. Result: Some of the author's findings related to the essence of impeachment in the Indonesian constitution are, first, to maintain a system of checks and balances in the presidential office through oversight. Second, the direction of the presidential impeachment regulations needs to be improved by clarifying the reasons and mechanisms for impeachment, aiming to avoid dismissing the president for political rather than legal reasons. Novelty: The present study also analyzes the Indonesian Constitution of 1945 about presidential removal from office, stressing the weak legal rationale as well as the appropriate procedure to remove a president to avoid the potential manipulation for political gains. This calls for regulatory improvement to improve checks and balances in order to prop up a better legal framework of fair and constitutional presidential accountability.
PENYELESAIAN SENGKETA BATAS WILAYAH NEGARA ANTARA CHINA DAN INDIA DI LINE OF ACTUAL CONTROL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Anindita, Dinda; Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 9 No. 04 (2022): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.43504

Abstract

China dan India mengalami sengketa mengenai batas wilayah yang sah diantara kedua negara di Line of Actual Control (LAC) sejak tahun 1960 an hingga saat ini dan saling melakukan klaim berbagai wilayah di ketiga sektor LAC tersebut. Sektor barat LAC yang terdiri dari wilayah Aksai Chin merupakan wilayah inti sengketa yang saat ini sedang berada dibawah kontrol/penguasaan China sejak terjadinya Sino-Indian War 1962. Berbagai upaya diplomatik yang dilakukan sejak tahun 1990 an hingga saat ini belum berhasil menghasilkan yang sah antara kedua negara sehingga berpotensi mengancam keamanan dan perdamaian internasional. Tujuan penilitian ini adalah untuk menganalisa dan mengetahui status wilayah di sektor barat yang menjadi sengketa di LAC antara China dan India menurut Hukum Internasional dan untuk menganalisa bentuk penyelesaian sengketa batas wilayah antara China dan India di LAC menurut Hukum Internasional. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (legal research). Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Aksai Chin merupakan wilayah sengketa yang sedang berada dibawah kontrol/kekuasaan China sejak Sino-Indian War 1962 melalui upaya aneksasi yang melanggar Article 2 ayat (4) Charter of The United Nations dan juga Declaration on Principles of International Law Friendly Relations and Co-Operation among States in Accordance with The Charter of The United Nation. Penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh China dan India antara lain : penyelesaian bersifat non-legal binding melalui mediasi ataupun konsiliasi, penyelesaian sengketa melalui organisasi internasional yaitu PBB dengan menarik perhatian Dewan Keamanan, atau juga penyelesaian yang bersifat legal binding melalui International Court of Justice (ICJ) ataupun Permanent Court of Arbitration (PCA).
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENDUDUK SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNATIONAL ARMED CONFLICT (STUDI KASUS AFGHANISTAN DENGAN TALIBAN) Harmin, Dicky Firmansyah; Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 10 No. 03 (2023): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.47453

Abstract

Hukum Humaniter Internasional membagi Konflik Bersenjata menjadi dua bagian, yakni Konflik Bersenjata Internasional dan Konflik Bersenjata Non-Internasional. Selama kurang lebih dua dekade telah terjadi Konflik Bersenjata Non-Internasional di Negara Afghanistan yang melibatkan Pemerintahan Afghanistan dengan Kelompok Pemberontak Taliban. Konflik tersebut telah menimbulkan banyak korban yang berjatuhan baik dari pihak Kombatan maupun dari pihak Penduduk Sipil Afghanistan. Penelitian ini dibuat dengan maksud untuk mengetahui bagaimana Kedudukan Hukum Para Pihak dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional di Afghanistan dan bagaimana Bentuk Penegakan Hukum Kelompok Taliban terhadap Penduduk Sipil Afghanistan menurut HHI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya hukum dibuat sebagai upaya untuk menegakkan keadilan serta memberikan rasa aman. HHI sebagai hukum yang mengatur terkait situasi perang maupun konflik bersenjata dimuat dalam Konvensi-Konvensi Internasional seperti Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Den Haag 1907, dan juga Protokol Tambahan I dan II 1977. Aturan Hukum tersebut sangat diperlukan guna membatasi pertikaian yang dapat terjadi diluar batas kemanusiaan dan juga untuk melindungi hak-hak kemanusiaan dari para korban. Dengan adanya HHI diharapkan para pihak peperangan dapat menghormati aturan-aturan yang berlaku agar tidak terjadi suatu pelanggaran maupun kejahatan internasional. Apabila terjadinya suatu pelanggaran atau kejahatan internasional maka diperlukan adanya upaya penegakan hukum secara internasional. Alternatif upaya penegakan hukum yang sesuai dengan situasi konflik bersenjata yang terjadi di negara afghanistan adalah dengan menggunakan mekanisme penegakan hukum secara langsung melalui mahkamah pidana internasional (ICC). International Criminal Court (ICC) memiliki kewenangan untuk mengadili para pelaku kejahatan berdasarkan Statuta Roma 1998. Dengan demikian, untuk memastikan agar para pelaku kejahatan tidak terhindar atau terlepas dari jeratan hukum yang biasa dikenal dengan istilah impunitas maka para pelaku kejahatan perlu diadili atas kejahatan-kejahatanya guna memenuhi rasa keadilan masyarakat internasional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT KEWENANGAN PENYIDIKAN OLEH LEMBAGA PENEGAK HUKUM DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Asror, Muh. Khozinatul; Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 10 No. 02 (2023): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.50616

Abstract

Penegakan hukum perikanan di ZEE Indonesia hingga saat ini belum terlaksana dengan baik. Penegakan hukum perikanan terkait penyidikan melibatkan tiga lembaga pemerintah yaitu Polri, PPNS Perikanan dan TNI AL. tidak jelasnya pengaturan wilayah tugas lembaga-lembaga penegak hukum yang mempunyai kesamaan tugas, fungsi, dan wewenang di wilayah ZEE Indonesia, menyebabkan disharmoni atau tumpang tindih atas kewenangan pada penegakan hukum yang terjadi diwilayah ZEE Indonesia. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bentuk disharmoni peraturan antar lembaga penegak hukum yang berwenang di ZEE Indonesia, dan upaya serta hambatan dalam mengatasi ketidakharmonisan tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konsep. Bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, kemudian bahan hukum sekunder menggunakan buku hukum, jurnal penelitian hukum, skripsi, dan dokumen lain yang menjadi fakta materiil terkait dengan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk disharmoni meliputi masing-masing lembaga yang secara yuridis formal diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, namun dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut tidak mengatur secara tegas dan jelas pembagian kewenangan, serta pengaturan mekanisme kerja yang pasti diantara lembaga yang berwenang di ZEE Indonesia. Terdapat hambatan terkait penegakan hukum di ZEE Indonesia, upaya yang dapat dilakukan: harmonisasi serta koordinasi yang sinergis antar lembaga penegak hukum, sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait lembaga penegak hukum yang berwenang di wilayah ZEE Indonesia, urgensi mengenai penerapan Coast Guard di Indonesia. Kata Kunci: disharmoni, penyidikan, lembaga, ZEE Indonesia
State Sovereignty and Humanitarian Assistance: Navigating the Tension in International Armed Conflicts Puspoayu, Elisabeth Septin; Widagdo, Setyo; Kusumaningrum, Adi; Kurniaty, Rika
International Law Discourse in Southeast Asia Vol 3 No 2 (2024): July-December, 2024
Publisher : Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper critically examines the intersection of state sovereignty and the provision of humanitarian assistance in the context of international armed conflicts, addressing a pressing and increasingly relevant issue in global legal discourse. While state sovereignty remains a cornerstone of international law, its application during armed conflict, especially regarding external humanitarian aid, raises complex questions of responsibility and intervention. Using a blend of primary and secondary legal sources, the study explores how sovereignty intersects with the state's obligations to protect and meet the needs of its citizens during conflict, in line with the theory of "responsible sovereignty." The research highlights the nuanced tension between a state's right to control its territory and its duty to ensure the welfare of its population, even in the midst of war. Despite the fundamental principle of sovereignty, states are bound by international norms to allow humanitarian assistance when their capacity to respond to crisis situations is overwhelmed, thereby preventing further human suffering. The study challenges the traditional view that external aid constitutes an infringement on sovereignty, instead arguing that the refusal of humanitarian assistance in times of need may violate international legal and moral obligations. This paper offers a novel perspective on sovereignty, proposing that in an era of global interconnectedness and humanitarian crises, responsible sovereignty should prioritize the protection of human life over rigid territorial control. The findings contribute to ongoing debates in international law, urging a rethinking of the state's role in conflict zones and the responsibility to allow external humanitarian aid in the face of dire need.
Crisis of Sovereignty: Legal Challenges in Delivering Humanitarian Assistance to Conflict Zone Puspoayu, Elisabeth Septin; Widagdo , Setyo; Kusumaningrum, Adi; Kurniaty, Rika
Jurnal Suara Hukum Vol. 7 No. 1 (2025): Jurnal Suara Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jsh.v7n1.p1-22

Abstract

The emergence of new actors as subjects of international law presents a new challenge in the application of humanitarian law. During armed conflict, the civilian population is not a party to the war and must therefore be protected. One of the forms of protection that must be applied is the provision of humanitarian assistance. The issue of the provision of humanitarian assistance in situations of armed conflict is contingent upon the concept of state sovereignty. This article will examine the relationship between humanitarian assistance and sovereignty, as well as the obstacles to state consent to provide humanitarian assistance in international armed conflicts. In order to address this issue, this article presents a comprehensive explanation based on a normative and case-specific approach to the legal framework governing corporations in international law, with a particular focus on humanitarian law. This article His research highlights the complex relationship between state sovereignty and humanitarian assistance in armed conflicts. Sovereignty obligates states to protect civilians, yet international law, particularly the Fourth Geneva Convention (1949), mandates the non-discriminatory provision of aid. When a state cannot or refuses to assist its population, it must permit external aid. Failure to do so may justify international intervention, balancing sovereignty with humanitarian imperatives.
TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN IZIN JARAK PERUMAHAN DENGAN INDUSTRI TERKAIT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 35 TAHUN 2010 Farid, Emilia NurJaurotul; Widodo, Hananto; Puspoayu, Elisabeth Septin
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 6 No. 04 (2019): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i4.30888

Abstract