Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA KEJAHATAN MAKAR PADA KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MARTABAT PRESIDEN DAN KEAMANAN NEGARA Ismail Pettanase; Kinaria Afriani
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol 26, No 1, Maret 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Makar merupakan kejahatan terhadap keamanan negara dan termasuk kedalam delik politik. Perspektif kriminologi terhadap tindak pidana kejahatan terhadap negara atau makar memiliki unsur yang sama dengan delik percobaan, yakni dimulai dengan adanya niat dan permulaan pelaksanaan. Akan tetapi didalam makar tidak ada alasan penghapus penuntutan, sedangkan pada percobaan apabila pelaku kejahatan membatalkan niat jahatnya oleh diri sendiri maka hapuslah penuntutan pidana terhadap perbuatan tersebut. Perbedaan lain yang terdapat antara makar dengan percobaan adalah bahwa makar memiliki kekhususan pada objeknya, karena objek dalam perbuatan makar hanya beberapa hal tertentu yang diatur dalam KUHP.Kejahatan terhadap keamanan Negara (‘makar’) menurut Pasal 104 KUHP.“MAKAR” dengan maksud untuk meghilangkan nyawa atau merampas kemerdekaan atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden memerintah diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun. Yang disebut MAKAR secara mutlak perlu adanya suatu permulaan dari tindakan pelaksanaan, seperti yang dimaksud pasal 53 KUHP. Pada makar tindak pidananya sendiri merupakan suatu tindakan pelaksanaan seperti yang dimaksudkanpasal 53 ayat (1) KUHP, maka tidak mungkin terdapat suau percobaan untuk melakukan suatu makar. Disyaratkan keharusan tentang adanya permulaan pelaksanaan pada tindak pidana makar, tidak cukup dari seorang pelaku, itu baru merupakan tindak persiapan melainkan harus sudan terwujud dalam suatu permulaan dari tindakan pelaksanaan. Kata Kunci:Makar,Penuntutan Pidana, Tindak Pidana,dan Pidana Mati ABSTRACT The plot is a crime against state security and is included in political offenses. The criminological perspective on the crime of crime against the state or treason has the same element as the trial offense, which begins with the intention and beginning of implementation. However, in treason there is no reason for the removal of prosecution, whereas in the trial if the perpetrator of the crime cancels his malicious intentions by himself then delete the criminal prosecution against the act. Another difference that exists between treason and experiment is that treason has specificity on its object, because the object in treason is only certain things that are regulated in the Criminal Code. Crime against State security ('treason') according to Article 104 of the Criminal Code. eliminate lives or seize independence or negate the ability of the president or vice president to be threatened with capital punishment or imprisonment for life or imprisonment for a maximum of 20 years. The so-called MAKAR absolutely needs the beginning of an implementation action, as referred to in article 53 of the Criminal Code. In the treason the crime itself is an act of implementation as intended in paragraph 53 paragraph (1) of the Criminal Code, it is not possible to have an attempt to commit a plot. It is imperative that there is an initial implementation of a criminal offense, insufficient from an offender, it is only an act of preparation but must be realized in the beginning of an act of implementation.
MODEL PENGEMBALIAN ASET (ASSET RECOVERY) SEBAGAI ALTERNATIF MEMULIHKAN KERUGIAN NEGARA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Darmadi Djufri; Derry Angling Kesuma; Kinaria Afriani
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol 26, No 2, September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Dalam usaha mengembalikan uang pengganti perkara korupsi, kejaksaan (Jaksa Penuntut Umum) selaku wakil negara atau pemerintah berdasarkan kewenangan menurut undang-undang dapat melakukan tindakan hukum yang dianggap perlu antara lain adalah melakukan mediasi, negosiasi serta melakukan gugatan di pengadilan. Upaya pemulihan aset sebagai supaya pengembalian kerugian negara atas tindak pidana korupsi, dapat dilakukan dengan perampasan aset hasil korupsi melalui jalur tuntutan pidana dan melakukan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui gugatan perdata. Kata Kunci : Pengembalian Aset, Kerugian Negara, Tindak Pidana Korupsi ABSTRACT In an effort to return the replacement money for a corruption case, the prosecutor (Public Prosecutor) as the representative of the state or government based on the authority according to the law can take legal action deemed necessary, including mediation, negotiation and litigation in court. Efforts to recover assets as an effort to recover state losses from corruption can be carried out by confiscating assets resulting from corruption through criminal prosecution and confiscating assets resulting from criminal acts of corruption through civil suit.
UPAYA DAN SANKSI HUKUM TERHADAP KELUARGA YANG MENYEMBUNYIKAN ANGGOTA KELUARGANYA PECANDU NARKOBA Kinaria Afriani; Enni Merita
Jurnal Hukum Tri Pantang Vol 7 No 2 (2021): JURNAL HUKUM TRI PANTANG
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Tamansiswa Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51517/jhtp.v7i2.327

Abstract

Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan,pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa adanya pengendalian,pengawasan yang ketat dan seksama. Penyalahgunaan narkotika adalah suatu bentuk penggunaan narkoba tanpa hak dan melawan hokum, namun masih ada pihak yang menyembunyikan pemakai narkoba terutama yang sering dilakukan oleh pihak keluarga, dengan berbagai alasan mereka tidak ada keinginan melaporkan keluarganya melakukan penyalagunaan narkoba tersebut. Adapun upaya yang dapat dilakukan jika mengetahui ada saudara/anggota keluarga yang menjadi penyalahguna/korban penyalahguna narkotika yang akhirnya kecanduan menggunakan narkotika, seorang pecandu narkotika wajib melaporkan dirinya sendiri maupun melalui keluarga agar direhabilitasi pada lembaga rehabilitasi/rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah setelah melalui proses assessment, sehingga mereka dapat dipulihkan atau disembuhkan dari ketergantungan akan narkotika
KONSEP HUKUM PROGRESIF DALAM PEMERINTAHAN DAERAH Candra, Andi; Kinaria Afriani; Jauhari, Jauhari
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 29 No. 2 (2023): Juni
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v29i2.103

Abstract

Abstrak Hukum progresif adalah hukum yang hidup dan berkembang, yang didukung peran aktif baik masyarakat maupun aparatur pemerintahan yang tidak hanya mampu mendengarkan suara hati rakyat tetapi juga aparatur pemerintahan yang berani dan menjalankan hukum dan pemerintahan tidak hanya dengan logikanya akan tetapi juga dengan menggunakan kecerdasan spiritualnya. Dari adanya suatu konsep hukum progresif diharapkan terwujud suatu pemerintahan daerah yang didukung dengan aparatur pemerintahannya yang mampu dan mau mendengarkan suara hati rakyatnya. Dengan penerapan hukum progresif dalam pemerintahan di daerah sebagai suatu gagasan diharapkan mampu mendukung pelaksanaan otonomi daerah sehingga tercapai kebahagiaan, keamanan, ketertiban, serta kesejahteraan bagi masyarakat. Kata Kunci : Hukum Progresif, Pemerintah, Otonomi Daerah Abstract Progressive law is a law that lives and develops, which is supported by the active role of both the community and government officials who are not only able to listen to the voices of the people's hearts but also government officials who are brave and run the law and government not only with logic but also by using their spiritual intelligence. From the existence of a progressive legal concept, it is hoped that a regional government will be supported by government officials who are able and willing to listen to the voices of the people's hearts. With the application of progressive law in regional government as an idea, it is hoped that it will be able to support the implementation of regional autonomy so that happiness, security, order and welfare for the community are achieved. Keywords: Progressive Law, Government, Regional Autonomy
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENIPUAN INVESTASI ONLINE BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Tedy Kuswoyo; Wawan Kurniawan; Muhammad Reza Oktariansyah; Fresky Fralesta; Septian Dewa Pratama; Kinaria Afriani
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.065 KB)

Abstract

AbstrakPerkembangan teknologi informasi akan memberikan dampak yang sangat baik, bagi masyarakat perkembangan teknologi dapat membantu mobilitas karena aktifitas yang sangat padat, juga membawa kemudahan berinteraksi antara satu sama lain nyaris tanpa batas-batas negara dan wilayah. Berbagai kemudahan tersebut, diharapkan akan membawa masyarakat lebih maju, sejahtera dan mendatangkan kebaikan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai akibat perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat dan cepat tersebut, maka cepat atau lambat akan mengubah prilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global, karena teknologi informasi membuat dunia tanpa batas. Hal ter-sebut juga memacu timbulnya penipuan secara online. Penipuan online adalah kejahatan yang menggunakan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan bisnis perusahaan yang konvensional yang nyata. Salah satu penipuan online adalah investasi. Dimana tawaran investasi dengan keuntungan bunga yang tinggi, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Syarat dalam pembebanan pertanggungjawa-ban pidana pada pelaku tindak pidana penipuan online adalah terpenuhinya segala unsur tindak pidana dan tujuan dari perbuatan tersebut dapat dibuktikan bahwa memang sengaja dilakukan dengan keadaan sadar akan dicelanya perbuatan tersebut oleh undang-undang. Untuk menentukan pertanggung jawaban pidana terhadap tindak pidana penipuan jual beli melalui online harus mengacu kepada undang-undang yang bersifat khusus, karena untuk menghindari salah penafsiran jika mengunakan alat bukti konvensional dan terhindar dari timbulnya penafsiran lain, dan perlu adanya pemahaman dari penegak hukum dari perluasan alat bukti tersebut agar terhindar dari kesalah pahaman supaya mempunyai suatu pemikiran yang sama tentang nilai kekuatan pembuktian alat bukti elektronik terdapat dalam UU ITE. Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku Penipuan, Investasi Online. AbstractThe development of information technology will have a very good impact, for the community the development of technology can help mobility because the activities are very dense, it also brings ease of interacting with each other almost without national and regional boundaries. These various facilities are expected to bring the community more advanced, prosperous and bring goodness to the lives of the Indonesian people. As a result of the rapid and rapid development of technology and information, sooner or later it will change the behavior of society and human civilization globally, because information technology makes the world borderless. It also spurred the emergence of online fraud. Online fraud is a crime that uses the internet for business and commerce purposes so that it no longer relies on real conventional company business. One of the online scams is investment. Where is an investment offer with high interest profits, and others. This study uses a normative juridical approach. The condition for imposing criminal liability on perpetrators of online fraud is the fulfillment of all elements of a criminal act and the purpose of the act can be proven that it was intentionally done with a state of awareness of the rebuke of the act by law. To determine criminal liability for fraudulent acts of buying and selling online, it must refer to laws that are specific in nature, because to avoid misinterpretation when using conventional evidence and avoid the emergence of other interpretations, and it is necessary to have an understanding from law enforcers from the expansion of tools. This evidence is to avoid misunderstandings in order to have the same thought about the value of the power of proof of electronic evidence contained in the ITE Law.
Pandangan Hukum Ekonomi Islam Dalam Etika Bisnis Terhadap Kehidupan Manusia Candra, Andi; Windi Arista; Warmiyana Zairi Absi; Kinaria Afriani
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 30 No. 4 (2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v30i4.133

Abstract

This research discusses the perspective of Islamic economic law on business ethics in relation to human life. Islamic economic law, which is based on Sharia principles, offers ethical and moral guidelines in conducting business activities. Business ethics in Islam not only aim to achieve material profit but also consider aspects of justice, balance, and sustainability in social life. This research explores how the application of Islamic ethical values in business can create harmony between the interests of individuals, society, and the environment. With a literature-based qualitative approach, this article highlights the importance of integrating Islamic economic principles and modern business practices to support human well-being comprehensively. The results show that the application of Islamic business ethics can be a solution in facing global economic challenges, such as social inequality and moral crises, as well as promoting sustainable development.