Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Faktor Pembentuk Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki Sebagai Ruang Sosial Perkotaan Di Pusat Kota Banda Aceh Yusuf, Myna Agustina; irwansyah, Mirza; Nanda, Qisthina
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 3 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research (Special Issue)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i3.14337

Abstract

Pedestrian way merupakan salah satu ruang publik sebagai bagian dari ruang jalan. Hal ini berarti jalur pejalan kaki sebagai ruang aktivitas sosial masyarakat yang dapat menunjang pergerakan perkotaan. Penyediaan jaringan pejalan kaki yang baik dan nyaman penting bagi keberhasilan mobilitas dan aktivitas sosial perkotaan bagi masyarakat kota dengan ciri utama pergerakan yang dinamis. Kondisi ini harusnya dimiliki Kawasan Kampung Baru Kota Banda Aceh sebagai kawasan dengan aktivitas tinggi namun jalur pedestriannya banyak yang telah dialihfungsikan sebagai penempatan atribut barang dagangan dan parkir liar kendaraan mengakibatkan ketidaknyamanan dan fungsi dasar ruang publik/sosial kawasan ini hilang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan jalur pedestrian serta bagaimana mendukung fungsinya sebagai ruang sosial perkotaan. Variabel yang digunakan adalah sirkulasi, iklim atau cuaca, kebisingan, kebersihan, aroma, bentuk, kenamanan dan keindahan. Teknik pengumpulan data yaitu observasi dan kuisioner, serta teknik analisis yang digunakan adalah analisis faktor dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan 6 faktor pembentuk yaitu faktor 1 yaitu kualitas jalur pedestrian, faktor 2 mengenai sirkulasi, faktor 3 yaitu keamanan dan keindahan, faktor 4 mengenai kebersihan, faktor 5 yaitu fasilitas pendukung dan tfaktor 6 yaitu iklim/cuaca. Faktor kualitas menjadi faktor utama yang menandakan bahwa minat dan kenyamanan seseorang untuk menggunakan pedestrian way sangat ditentukan oleh kualitas fisik pedestrian sebagai sebuah ruang yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki. Fakto-faktor ini menjadi faktor utama dalam mendukung pengoptimalan fungsi jalur pejalan kaki kawasan kampung baru sebagai ruang publik dengan fungsi pergerakan dan fungsi sosial. Pemanfaatan kawasan sebagai ruang sosial yaitu adanya aktivitas sosial dapat dikembangan kawasan ini merupakan kawasan dengan tingkat aktivitas tinggi. Wadah aktivitas dan interaksi sosial di ruang publik di Kota Banda Aceh harus dikembangkan mengingat saat ini yang dominan digunakan adalah ruang publik privat seperti warung kopi. .
The spatial distribution pattern of coffee shops in Kuta Alam District, Banda Aceh Yusuf, Myna Agustina; Nurnazirah, Nurnazirah; Arafah, Yunita
Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin Vol 7, No 3 (2024): Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin
Publisher : Geuthèë Institute, Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52626/jg.v7i3.380

Abstract

The Aceh Province, recognized as one of the world's finest coffee producers, is also known as the "Land of 1001 Coffee Shops," reflecting its deeply rooted coffee-drinking culture. In Banda Aceh, the growth of coffee shops has increasingly concentrated in the city center, driven by a shift in young people's preferences for public social spaces. Coffee shop locations play a dual role as commercial facilities and public spaces, emphasizing their significance in connecting activities within specific zoning and spatial functions. This study aimed to identify the distribution pattern of coffee shop locations in the Kuta Alam subdistrict, designated in Banda Aceh’s Detailed Spatial Plan for trade, services, residential, and public service zones. Data collection involved identifying 109 coffee shop locations. The analysis employed quantitative and spatial methods. The findings revealed that the spatial distribution of coffee shops in Kuta Alam predominantly occurs along local roads, with clustering along secondary arterial roads and the least presence on primary arterial roads. Most coffee shops are located near residential areas, regardless of road classifications. All coffee shops in Kuta Alam exhibit clustered spatial distribution (average nearest neighbor index below 1) clustering occurs in areas like Bandar Baru and Peunayong and along roads such as Syiah Kuala.
Advokasi Kesiapsiagaan Bencana Gunung Api Berbasis Budaya dan Teknologi: Cerita Gunung Seulawah dan Gunung Fuji pada Festival Bunkasai USK 2025 Agustina, Sylvia; Yusuf, Myna Agustina; Gani, Asri; Ardiansyah, Ardiansyah; Rusdi, Muhammad; Sofyan, Sofyan; Fakhrana, Siti Zahrina
PESARE: Jurnal Pengabdian Sains dan Rekayasa Vol 3, No 3 (2025): Oktober 2025
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/pesare.v3i3.49720

Abstract

This community service project focuses on disaster advocacy in Aceh, Indonesia, by drawing lessons from Japans experience with Mount Fuji. The subject of dedication is the local community and university students in Banda Aceh, particularly those with limited knowledge and preparedness regarding the volcanic hazards of Mount Seulawah. The aim of this program is to raise disaster literacy, strengthen awareness, and encourage proactive preparedness through an innovative advocacy model that combines technology and cultural approaches. The methodology of this program involved several stages: information gathering and literature review about Mount Seulawah and Mount Fuji; team discussions and planning to design advocacy content; interactive media displays such as VR application MSeulawah, 360-degree videos, banners, brochures, and cultural arts; and public advocacy conducted during the Bunkasai Festival at Syiah Kuala University. Tactics included the use of cardboard VR for immersive experiences, video screenings, interactive games to test disaster knowledge, and cultural elements such as Japanese art and traditional games to increase community engagement. The outcomes demonstrate that the integration of technology and cultural strategies was effective in attracting participation, especially among students. Visitors reported an increase in knowledge and awareness of volcanic risks, while the interactive media successfully enhanced retention and engagement. This initiative highlights the potential of hybrid advocacy models to strengthen community resilience and suggests the establishment of a Seulawah Museum as a long-term educational platform.