Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

The Effect of Liprotide-Encapsulated Vitamin D3 on MDA and SOD in Rats Deficient Vitamin D and Calcium Untari Untari; Gemala Anjani; Faizah Fulyani; Adriyan Pramono; Endang Mahati; Sylvia Rahmi Putri; Reza Achmad Maulana
Journal of Biomedicine and Translational Research Vol 9, No 1 (2023): April 2023
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jbtr.v9i1.16289

Abstract

Background: Vitamin D deficiency is frequently correlated with elevated malondialdehyde (MDA) levels and decreased superoxide dismutase (SOD) activity. Several studies have demonstrated that vitamin D3 can reverse intracellular oxidative stress. However, vitamin D is prone to deterioration and instability. Liprotides contain lipids and proteins that can prevent vitamin D from oxidating.Objective: This study aims to investigate the effects of liprotide-encapsulated vitamin D3 on MDA concentrations and SOD activity in calcium and vitamin D-deficient rat models.Methods: The experimental post-test-only control group study used 24 Wistar rats randomly in 4 groups. Groups K(-), K(+), and P were fed a vitamin D and calcium-depleted AIN-93M diet for 14 days. Standard feed AIN-93M was received by normal groups (KN). Groups K- were deficient rats in vitamin D and calcium without intervention. The groups of  K+ and P were given vitamin D3 (180 IU) which was non-encapsulated and liprotide-encapsulated for 28 days.The SOD activity was quantified with Superoxide Dismutase (SOD) Activity Assay Kit, while MDA levels were determined using Thiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS) method. The statistical analysis used One-way ANOVA test with Least Significant Difference follow-up test.Results: The MDA levels and SOD activity in the K+ and P groups had significant differences (p<0.05) against the control group. Liprotides-encapsulated vitamin D3 significantly reduced MDA levels and enhanced SOD activity compared to non-encapsulated in rats with a deficiency in vitamin D and calcium.Conclusion: Liprotide-encapsulated vitamin D3 has the potential to increase SOD activity and decrease MDA levels. 
Edukasi Pengukuran Antropometri Kader Posyandu RW 02 Kelurahan Wonotingal Kecamatan Candisari Kota Semarang Devi, Chindya Paramitha; Untari
Ngudi Waluyo Empowerment: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 3 No. 2 (2024): Ngudi Waluyo Empowerment: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Fakultas Komputer dan Pendidikan Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Status gizi menggambarkan keadaan tubuh berdasarkan variabel tertentu, seperti tinggi badan, berat badan, dan usia. Status gizi dipengaruhi oleh faktor makanan, penyerapan, dan penggunaan zat gizi. Banyak metode digunakan dalam penentuan status gizi, salah satunya dengan data antropometri. Metode pengukuran antropometri cukup mudah, sederhana, dan aman. Cara pengukuran antropometri yang tidak tepat dapat menyebabkan kesalahan dalam penentuan status gizi. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengukuran antropometri pada kader posyandu sering terjadi karena masih jarang adanya pelatihan pengukuran antropometri pada anak balita. Dalam hal ini, kegiatan pengabdian kepada masyarakat di posyandu RW 02 Kelurahan Wonotingal Kecamatan Candisari Kota Semarang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para kader. Sebanyak 10 kader di Posyandu RW 02 Kelurahan Wonotingal memperoleh materi pengetahuan dan selanjutnya dilakukan praktik langsung cara pengukuran antropometri dengan benar. Kuesioner pengetahuan diberikan pada sebelum dan sesudah mendapatkan materi pengetahuan dari narasumber. Hasil menunjukkan bahwa pengetahuan kader posyandu mengalami peningkatan setelah kegiatan materi dan pelatihan yaitu dari 68 point menjadi 84 point. Secara observasi keterampilan dalam pengukuran antropometri juga sudah bisa dilakukan dengan benar oleh para kader.
Gambaran Pemilihan Bahan dan Higienitas Pengolahan Makanan Balita di Posyandu Wonotingal Kecamatan Candisari Semarang Devi, Chindya Paramitha; Untari
Jurnal Informatika dan Kesehatan Vol. 2 No. 1 (2025): IKN : Jurnal Informatika dan Kesehatan
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/ikn.v2i1.3389

Abstract

Nutritional problems in Indonesia occur due to various factors, such as food intake, environment including hygiene and sanitation, socio-economic, family characteristics, and the presence of infection. Children who have poor nutritional status are susceptible to infection, because children were lack of immunity. Conversely, children who suffer from infections do not have sufficient appetite, resulting in children being malnourished and falling into poor nutritional status. So, infection and nutritional status were correlated. Malnutrition in children is influenced by the level of knowledge, attitudes and behavior of mothers in choosing the right food ingredients. The practice of selecting ingredients and hygiene of food processing is closely related to the emergence of certain diseases or infections, so further research is needed. This descriptive study focused on the description of the selection of ingredients and processing of toddler food by mothers, which wass carried out using a research instrument in the form of a questionnaire. The results of the study of 20 respondents (mothers of toddlers) conducted at the Posyandu of Wonotingal Village regarding the practice of mothers in preparing food for children (toddlers) were classified as "Defficient" in terms of the aspect of selecting ingredients and hygiene aspects of food processing, namely with indicators of selecting types of spices and toddler snacks, as well as the implementation of Clean and Healthy Living Behavior.   ABSTRAK Masalah gizi di Indonesia terjadi karena beragam faktor, seperti asupan makanan, lingkungan termasuk higiene dan sanitasi, sosial ekonomi, karakteristik keluarga, adanya infeksi. Anak yang mempunyai status gizi kurang mudah terkena infeksi, karena anak tidak mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. Sebaliknya, anak yang menderita infeksi tidak mempunyai nafsu makan yang cukup, akibatnya anak kekurangan gizi dan jatuh pada status gizi kurang, sehingga keterkaitan infeksi dengan status gizi mempunyai hubungan timbal balik yang kuat. Kurangnya gizi pada anak dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam memilih bahan makanan yang benar. Praktik pemilihan bahan dan higienitas pengolahan bahan pangan erat kaitannya dengan munculnya penyakit atau infeksi tertentu, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Penelitian deskriptif ini berfokus pada gambaran pemilihan bahan dan pengolahan bahan makanan balita oleh Ibu, yang dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuisioner. Hasil penelitian terhadap sejumlah 20 responden (ibu balita) yang dilaksanakan di Posyandu Kelurahan Wonotingal terkait praktik ibu dalam penyiapan makanan anak (balita) tergolong “Kurang Baik” ditinjau dari aspek pemilihan bahan dan aspek higienitas pengolahan pangan, yaitu dengan indikator pemilihan jenis bumbu dan makanan selingan balita, serta penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Kadar MDA (Malondialdehyde) dan Aktivitas SOD (Superoxide Dismutase) pada Tikus Defisiensi Vitamin D dan Kalsium: Malondialdehyde (MDA) Levels and SOD (Superoxide Dismutase) Activity in Vitamin D and Calcium Deficiency Rat Untari; Gemala Anjani; Faizah Fulyani; Reza Achmad Maulana
JURNAL GIZI DAN KESEHATAN Vol. 17 No. 1 (2025): JURNAL GIZI DAN KESEHATAN
Publisher : UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/jgk.v17i1.732

Abstract

Vitamin D and calcium deficiencies are often associated with increased oxidative stress. Oxidative stress conditions can cause cell damage and metabolic stress and induce degenerative diseases. Several parameters that are often used to measure oxidative stress are MDA (malondialdehyde) and SOD (superoxide dismutase) which can be found in blood or body tissue. This study aims to determine MDA levels and SOD activity in the livers of mice with vitamin D and calcium deficiency. This research used a pre-experimental design with a static group comparison design. A total of 12 male Wistar white rats (Rattus novergicus) were divided into two groups. The first group (K+) is a healthy control group without any treatment and the second group (K-) is a deficiency group given feed without vitamin D and calcium content (Modified AIN-93M (vitamin D and calcium depleted)). After 14 days of treatment, the MDA levels and SOD activity in the liver tissue were seen. MDA levels were measured using TBARS (Thiobarbituric Acid Reactive Substances) and SOD activity was measured using the Superoxide Dismutase (SOD) Activity Assay Kit. The results showed that MDA levels in the deficiency group (K-) were higher than in the control group (p<0.001) and SOD activity was lower than in the control group (p<0.001). MDA levels were higher and SOD activity was lower in the group of deficient mice (K-) compared to the group of healthy control mice (K+). Vitamin D and calcium deficiency conditions increase oxidative stress conditions in the liver of rat.   ABSTRAK Defisiensi vitamin D dan kalsium sering dihubungkan dengan peningkatan stress oksidatif. Kondisi stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan sel dan stress metabolik dapat menginduksi penyakit degenerative. Beberapa parameter yang sering digunakan untuk mengukur stres oksidatif yaitu MDA (malondialdehyde) dan SOD (superoxide dismutase) yang bisa ditemukan di darah atau jaringan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar MDA dan aktivitas SOD pada organ hati tikus dengan defisiensi vitamin D dan kalsium. Penelitian ini menggunakan rancangan pra-eksperimental (pre-experimental) dengan design static group comparison. Sebanyak 12 ekor tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Wistar dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (K+) yaitu kelompok kontrol sehat tanpa diberikan perlakuan apapun dan kelompok kedua (K-) yaitu kelompok defisiensi dengan diberikan pakan tanpa kandungan vitamin D dan kalsium (AIN-93M Termodifikasi (vitamin D and calcium depleted)). Setelah 14 hari perlakuan, dilihat kadar MDA dan aktivitas SOD di jaringan organ hati. Pengukuran kadar MDA menggunakan TBARS (Thiobarbituric acid reactive substances) dan pengukuran aktivitas SOD dengan menggunakan Superoxide Dismutase (SOD) Activity Assay Kit. Hasil penelitian menunjukkan kadar MDA pada kelompok defisiensi (K-) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p< 0.001) dan aktivitas SOD lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (p<0.001). Kadar MDA lebih tinggi dan aktivitas SOD lebih rendah pada kelompok tikus defisieni (K-) dibandingkan kelompok tikus kontrol sehat (K+). Kondisi defisiensi vitamin D dan kalsium meningkatkan kondisi stres oksidatif pada organ hati tikus.
Gambaran Pola Konsumsi Makanan Selingan dan Status Gizi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo Untari; Chindya Paramitha Devi; Afni Nadya Ramadhani; Umi Lailatun Nikmah
Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol. 7 No. 1 (2025): Pro Health Jurnal Ilmiah Kesehatan, January 2025
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Asupan makan dapat mempengaruhi status kesehatan dan gizi individu. Status gizi yang baik dipengaruhi oleh asupan makan utama dan selingan yang mencukupi. Adanya perubahan konsumsi makan pada masyarakat modern saat ini mempengaruhi asupan makan terutama pada usia remaja dan dewasa yang selalu mengikuti tren. Konsumsi makanan selingan yang berlebihan dan menghilangkan makan utama, dapat berkontribusi terhadap status gizi. Frekuensi dan pemilihan makanan selingan mempengaruhi jumlah asupan energi yang mempengaruhi status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola konsumsi makanan selingan baik frekuensi dan pemilihan makanan selingan serta status gizi mahasiswa Fakultas Kesehatan Univeristas Ngudi Waluyo. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan cross-sectional dengan pemilihan subjek penelitian ditentukan secara purposive. Teknik pengambilan subjek dilakukan dengan simple-random-sampling dan diperoleh subjek sebanyak 68 mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan pola konsumsi makanan selingan pada subjek dalam penelitian ini yaitu sebanyak 52% frekuensi konsumsi tidak lebih dari dua kali per hari, dengan pemilihan jenis olahan makanan berupa makanan yang diproses secara sederhana yang umumnya memiliki kandungan lemak lebih tinggi dengan kandungan protein lebih rendah. Mayoritas subjek memiliki status gizi normal. Pola konsumsi makanan selingan subjek dalam penelitian ini adalah frekuensi konsumsi tidak lebih dari dua kali per hari, dengan pemilihan jenis olahan makanan berupa makanan yang diproses secara sederhana. Mayoritas status gizi subjek termasuk normal yang menunjukkan mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo memiliki pengetahuan gizi yang memadai dan menerapkannya dalam keseharian.
Pendampingan Guru dalam Pencegahan Sindrom Metabolik di SMA N 1 Bergas, Kabupaten Semarang Afiatna, Puji; Sugeng Maryanto; Umi Setyoningrum; Untari; Anisa Puspitasari
INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY EMPOWERMENT (IJCE) Vol. 7 No. 1 (2025): Indonesian Journal of Community Empowerment Mei 2025
Publisher : UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/ijce.v7i1.4080

Abstract

Metabolic syndrome is a condition that can lead to the development of cardiovascular disease (CVD), coronary heart disease (CHD), and type 2 diabetes mellitus (T2DM). These diseases are frequently referred to as "noncommunicable diseases," and they account for the highest global mortality rates. The occupation of school teachers has been identified as a profession with a high risk of obesity. This is due to the fact that teachers engage in relatively sedentary daily activities, exhibit excessive eating patterns, frequently engage in snacking, and consume foods that are high in calories and carbohydrates. This condition places school teachers at high risk of developing metabolic syndrome and may adversely impact their performance. It is imperative to enhance our understanding and competencies regarding metabolic syndrome and its prevention. A series of educational initiatives have been implemented to promote the prevention of metabolic syndrome among teaching professionals. These initiatives employ a multifaceted approach, incorporating lecture-style presentations, interactive discussions, and hands-on demonstrations. The content of these sessions encompasses an in-depth examination of metabolic syndrome, its underlying causes, the ramifications it can have on individuals, and effective strategies for its prevention. Prior to the commencement of the activity, a series of anthropometric measurements and health assessments were conducted. Additionally, the presentation encompassed material on the role of functional foods in the prevention of metabolic syndrome, along with the processing of healthy foods. Demonstrations of food portioning according to nutritional needs and metabolic syndrome prevention exercises were carried out. The results obtained after the material was administered revealed a 26.55-point increase in the average score of teacher knowledge. A substantial majority of teachers exhibit a commendable degree of pedagogical expertise, with a notable 93.1% demonstrating a high level of proficiency. Teachers' curiosity about the prevention of metabolic syndrome has been shown to encourage active participation in activities. The subject displays a high level of motivation.   ABSTRAK Sindrom metabolik merupakan kondisi yang dapat berkembang menjadi penyakit  gagal jantung (CVD), jantung coroner (CHD) dan diabetes melitus tipe 2 (T2DM). Penyakit tersebut yang sering disebut ”noncommunicable diseases” dan penyebab utama kematian di dunia. Guru sekolah merupakan kelompok dengan risiko obesitas tinggi karena memiliki aktivitas harian tergolong ringan, pola makan yang berlebih, sering ngemil, makan makanan tinggi kalori dan karbohidrat. Kondisi ini menyebabkan guru sekolah berisiko tinggi mengalami sindrom metabolik dan akan berdampak pada performa guru. Diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan menganai sindrom metabolik dan pencegahannya. Kegiatan pendampingan pencegahan sindrom metabolik pada guru dilakukan dengan metode ceramah, diskusi dan demonstrasi mengenai sindrom metabolik, faktor penyebab, dampak dan pencegahannya. Kegiatan didahului dengan pengukuran antropometri dan pemeriksaan kesehatan. Selanjutnya disampaikan materi mengenai pangan fungsional untuk pencegahan sindrom metabolik dan pengolahan makanan yang sehat. Dilakukan demonstrasi pemorsian makanan sesuai kebutuhan gizi dan senam pencegahan sindrom metabolik. Hasil yang didapat setelah diberikan materi adalah meningkatnya rerata skor pengetahuan guru  sebesar 26,55 poin. Hampir seluruh guru memiliki tingkat pengetahuan guru menjadi baik (93,1%). Keingintahuan guru yang mengenai pencegahan sindrom metabolik menjadi penyemangat guru untuk aktif mengikuti kegiatan. Motivasi yang tinggi untuk memiliki pola makan dan pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar perubahan perilaku menjadi perilaku yang lebih sehat.
PENINGKATAN KAPASITAS KADER MELALUI PELATIHAN MANAJEMEN POSBINDU INTEGRASI LAYANAN PRIMER DI RW XI P4A KELURAHAN PUDAKPAYUNG KOTA SEMARANG Priyanto; Untari; Ummu Muntamah; Ade Pratama; Mufidatun Qothrun Nada; Salma Nadia; Afni Nadya Ramdhani
Empowerment Journal Vol. 5 No. 2 (2025): September
Publisher : Universitas 'Aisyiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30787/empowerment.v5i2.2175

Abstract

Chronic diseases are a major health problem in Indonesia, including in Semarang City, with risk factors affecting 37% of the adult population in RW XI P4A, Pudakpayung Village. However, the capacity of Posbindu ILP cadres for the prevention and management of chronic diseases is still low. This community service program aims to improve the capacity of cadres through Posbindu ILP management training. The method used was descriptive quantitative with a pre-post intervention approach applied to 20 cadres. The intervention included theoretical material on administration, service flow, early detection of chronic disease risk factors, counselling, and referral, as well as simulated practice of service flow, manual and digital recording, and role-play counselling and referral. Data were collected through questionnaires and practice observation and analysed using the Wilcoxon Signed Rank Test. The results showed significant improvements in all aspects: understanding of governance (p=0.003), recording and reporting (p=0.001), early detection of chronic disease risks (p=0.006), counselling and health education (p=0.008), and referral and follow-up of participants (p=0.010). Self-confidence (95%) and teamwork (100%) also increased. This training has proven effective in improving the capacity of cadres. It is recommended that mentoring and further training be provided on a regular basis, that record-keeping and administration be standardised, and that community participation continue to be increased in order to maintain the sustainability of ILP Posbindu services