Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Pengaturan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Pesisir Pantai Provinsi Sumatera Barat: Analisis Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Tahun 2010-2020 Rosari, Anton
Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan Vol 3, No 2 (2021): JURNAL KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/khdk.v2i2.3486

Abstract

Pariaman City Regional Regulation Number 21 of 2012 concerning Pariaman City Spatial Planning 2010-2020, South Coastal Regency Regulation Number 7 of 2011 concerning South Coastal Regency Spatial Planning 2010-2020, based on West Sumatra Province Regional Regulation Number 12 Year 2018 concerning the Zoning Plan for Coastal Areas and Small Islands of West Sumatra Province for 2010-2030. The research method used is prescriptive normative. This regulation is part of Spatial Planning management which consists of Planning, Organizing, Actuating, and Control/Monitoring (POAC). Based on this regulation, the Government Authorities in the City and Regency and Provincial Governments are formed. This authority has been carried out according to the rules, but from the substance of the Planning there is still no detailed Spatial Plan for the city and district, so this can result in inadvertence in granting permits and development.Keywords: Coastal Area, Government, Spatial Planning, Regional Regulation
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jual Beli Perumahan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dalam Proses Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan di Kota Medan Lizty, Sheilla; Warman, Kurnia; Rosari, Anton
UNES Law Review Vol. 6 No. 3 (2024): UNES LAW REVIEW (Maret 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i3.1779

Abstract

Pada praktiknya jual beli perumahan dengan KPR sering menimbulkan permasalahan, baik konflik yang bersumber dari pelaku pengembang, dimana banyak terjadi sengketa disebabkan oleh pelaku pengembang yang tidak menepati janjinya sehingga konsumen dirugikan oleh pelaku pengembang akibat buruk dari komitmen yang diajukan saat menawarkan produk tidak diindahkan oleh pelaku pengembang tersebut. Hal ini tentu menyalahi ketentuan Pasal 42 ayat 2 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman tersebut. Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: Bagaimana perlindungan terhadap konsumen (pembeli) dalam hal pengembang ingkar janji (wanprestasi) atas kewajibannya berdasarkan PPJB di Kota Medan? Dan bagaimana proses penyelesaian jual beli tanah dan rumah melalui KPR berdasarkan PPJB di Kota Medan, sehingga konsumen (pembeli) dapat memperoleh tanah dan rumahnya serta sertipikat hak atas tanahnya?.Adapun metode penelitiannya adalah metode pendekatan yuridis empiris (emphrical legal research), sifat penelitian ini bersifat deskriftif analitis. Adapun kesimpulannya Ketidaksesuain tersebut meliputi ketidakjelasan informasti yang diberikan tentang identifikasi dan deskripsi tentang prasarana, sarana dan utilitas umum yang ada. dengan realita pembangunan dan keterlambatan waktu proses pembangunan. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Usaha mempercepat penyelesaian sengketa konsumen, khususnya melalui BPSK, yang putusannya dinyatakan final dan mengikat namun UUPK masih membuka kemungkinan pihak yang keberatan atas putusan tersebut, untuk mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri, hanya saja pihak yang tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri tersebut, tidak dapat lagi mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
OPTIMALISASI PERAN SUB BIDANG PENGAMANAN INTERNAL BIDPROPAM POLDA SUMATERA BARAT DALAM PENETAPAN HASIL PENYELIDIKAN DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DAN KODE ETIK PROFESI POLRI Faldi, Aulia; Khairani, Khairani; Rosari, Anton
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.1925

Abstract

Proses penyelidikan kasus dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri (KEPP) yang dilakukan oleh oknum kepolisian di wilayah kerja Polda Sumbar yang dilaksanakan oleh Unit Subbidpaminal mengacu kepada Pasal 9 s/d Pasal 27 Perkadiv Nomor 1 tahun 2015 tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan Pengamanan Internal Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi perencanaan, pengumpulan, pengolahan dan pelaporan. Permasalahan dalam tesis ini adalah 1) Bagaimanakah penegakan disiplin dan kode etik profesi Polri di Polda Sumbar? 2) Aspek-aspek apa saja yang berkaitan dengan peran Sub Bidang Pengamanan Internal Bidpropam Polda Sumbar dalam penetapan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri? 3) Bagaimanakah cara mengoptimalkan peran Sub Bidang Pengamanan Internal Bidpropam Polda Sumbar dalam menetapkan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri? Metode yang dipakai adalah metode pendekatan yuridis empiris atau sosiologis dengan tipe penelitiannya yaitu deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Hasil Penelitian dan pembahasan memperlihatkan bahwa: 1) Penegakan disiplin dilakukan dengan memperhatikan prinsip legalitas, profesionalistas, proporsionalitas, akuntabilitas dan tidak diskriminatif. Setiap penegakan disipilin terhadap anggota polri sudah sesuai dengan standar operasional proses prosedur yang berlaku dalam lingkungan polri. Penegakan disiplin dan Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang telah dilaksanakan di wilayah hukum Polda Sumbar. 2) Aspek yang berkaitan dengan peran Subbidpaminal Bidpropam Polda Sumbar dalam penegakan hukum terkait penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran disiplin dan pelanggaran KEPP dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, diantaranya adalah: sumber daya manusia, sarana atau fasilitas, anggaran dan masyarakat. 3) Pengoptimalan peran Subbidpaminal Bidpropam Polda Sumbar dalam menetapkan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran disiplin dan KEPP dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a) Meningkatkan jumlah personel Polri b) Mengadakan kendaraan operasional dan peralatan komunikasi handy talky (HT) sesuai kebutuhan c) Menyiapkan anggaran sesuai kebutuhan d) Menyusun tata cara terkait proses pengaduan yang dilakukan pelapor ke instansi kepolisian dan sosialisasi.
Kedudukan Surat Pengakuan Utang Dilegalisasi Oleh Notaris Terkait Pembuatan Akta Kuasa Menjual Dalam Hal Terjadi Sengketa di Kota Padang Agusvia Rahmi Yanti; Warman, Kurnia; Rosari, Anton
UNES Law Review Vol. 6 No. 4 (2024): UNES LAW REVIEW (Juni 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i4.1947

Abstract

Article 15 paragraph (2) letter a of Law Number 2 of 2014 Amendment to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of a Notary that the Notary in his/her position has the authority to ratify signature and determine the exact date of the letter under hand, by registering it in a special book. A debt acknowledgment letter that already contains an element of default and gives rise to legal consequences can be executed with a deed of power of attorney to sell. 1) What is the process for making a debt acknowledgment letter as collateral for a debtor's debt in Padang City? 2) Why does the making of debt acknowledgment letters in Padang City tend to still be done privately and therefore require legalization by a notary? 3) What is the position of a power of attorney to sell that has been legalized by a notary regarding making a power of attorney deed to sell in the event of a dispute in Padang City? By using empirical juridical research methods, this research concludes that the process of legalizing a debt acknowledgment letter in Padang City is that the debt acknowledgment letter must be in the form of a private deed and can be agreed upon by the parties, then the debt acknowledgment letter is signed by the parties and legalized before a notary, the contents of which are the responsibility of both parties in the principle of agreement/consensus, the signing is ratified before a notary, the contents of which are the responsibility of both parties. In the process of legalizing a debt acknowledgment letter, the notary only witnesses the signing of the private letter on the same day, date, month and year at the time of legalization and then provides a legalization number, affixes a stamp/position seal to each page and records it in the private letter reportorium book. confirmed. The reasons debt acknowledgment letters in Padang City tend to still be done privately are: Factors from the community and Factors from the Notary. The position of a debt acknowledgment letter legalized by a notary regarding the making of a power of attorney deed to sell in the event of a dispute in the city of Padang, namely, a debt acknowledgment letter legalized by a notary can be used as evidence in court if a civil case occurs, and the additional guarantee of the sale power deed made before a notary is null and void. law if one of the parties to the agreement dies. As explained in Article 1813 of the Civil Code regarding the end of the grant of power of attorney. However, a power of attorney deed to sell has the same status as a debt acknowledgment letter and can be used as evidence in court.
Penyelenggara Magang Calon Notaris Sebagai Kewajiban Notaris di Kota Padang Arief Wicaksana, Tegar; Warman, Kurnia; Rosari, Anton
UNES Law Review Vol. 6 No. 4 (2024): UNES LAW REVIEW (Juni 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i4.2204

Abstract

Notaris berhimpun dalam suatu wadah Organisasi Notaris yang dikenal dengan nama Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI mempunyai institusi pengawasan melalui Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia. Dewan Kehormatan Notaris berfungsi mengontrol terlaksananya kode etik di lapangan yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan kepentingan dengan masyarakat secara langsung. Permasalahan dalam tesis ini adalah: 1) Bagaimana Pratek magang calon Notaris di kota Padang?; 2) Bagaimana Pengawasan terhadap Kewajiban Notaris Dalam Pelaksanaan Magang Calon Notaris di Kota Padang?; 3) Bagaimana Sangsi Terhadap Notaris yang tidak yang tidak melaksanakan kewajiban dalam penyelengaraan magang calon notaris di kota Padang?. Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris: 1) Belum semua notaris melaksanakan sebagaimana yang di perintahkan oleh Undang undang jabatan notaris tentang kewajiban notaris dalam menerima magang calon notaris, karna adanya peraturan tempat magang harus pada kantor notaris yang telah mempunyai masa jabatan selama lima tahun. 2) Koordinasi organisasi dengan notaris yang ada di kota padang belum terjalin sebagaimana mestinya, karna tidak adanya suatu lembaga magang yang jelas Dewan Kehormatan INI Daerah Kota Padang dan Majelis Pengawas Daerah Kota Padang dalam penegakan Kode Etik belum berjalan dengan sebagaimana mestinya. 3) Tidak adanya aturan yang jelas mengenai sangsi bagi Notaris yang belum menjalankan kewajiban dalam penyelengaraan magang calon Notaris di Kota Padang.
Penyelesaian Perbedaan Luas Lahan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 4/Kabupaten Agam atas Nama PT Mutiara Agam di Kabupaten Agam Wahyuni, Hesty; Khairani, Khairani; Rosari, Anton
UNES Law Review Vol. 6 No. 4 (2024): UNES LAW REVIEW (Juni 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i4.2235

Abstract

Perbedaan luasan terhadap HGU No. 4 Kabupaten Agam atas nama PT Mutiara Agam yang semula seluas 8.625 Ha (delapan ribu enam ratus dua puluh lima hektar) menjadi 6.067,79 Ha (enam ribu enam puluh tujuh koma tujuh puluh sembilan hektar) pada saat perpanjangan haknya. Salah satu penyebabnya karena terkena ketentuan PIPPIB seluas 405,8 Ha (empat ratus lima koma delapan hektar). Namun area PIPPIB tersebut dapat dikeluarkan dari ketentuan PIPPIB dengan adanya pengajuan permohonan klarifikasi terhadap areal PIPPIB oleh PT Mutiara Agam. Namun belum ada harmonisasi hukum antara Standar operasional prosedur (SOP) dalam pengurusan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha dan SOP permohonan klarifikasi PIPPIB di Kementeriann Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan data primair yang diperoleh dengan cara mewawancarai Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Barat dan PT Mutiara Agam dan juga menggunakan data sekunder berupa dokumen terkait permasalahan dimaksud. Dari hasil Penelitian diperoleh:1) Mengapa terjadi perbedaan luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) No. 4/Kabupaten Agam atas nama PT Mutiara Agam semula seluas 8.625 Ha menjadi 6.067,79 Ha pada saat perpanjangan Hak Guna Usaha 2) Penyelesaian perbedaan luas lahan pada Hak Guna Usaha (HGU) No. 4/Kabupaten Agam atas nama PT Mutiara Agam berdasarkan Amar ke 11 dan 12 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No.SK.7594/MSNLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/9/2022 dan Surat Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1568/IPSDH/PSDH /PLA.1/12/2022 Tanggal 14 Desember 2022, sehingga dalam prakteknya terdapat disharmonisasi hukum antara Standar operasional prosedur (SOP) dalam pengurusan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha dan SOP permohonan klarifikasi PIPPIB di Kementeriann Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Perlindungan Hukum Atas Tanah Pusako Kaum dalam Keluarga yang Belum Terdaftar di Kota Pariaman Adryzeb Z, Glanovix; Warman, Kurnia; Rosari, Anton
UNES Law Review Vol. 7 No. 1 (2024): UNES LAW REVIEW (September 2024)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanah merupakan sumber daya yang sangat penting dan bernilai ekonomi. Pemanfaatan Tanah dalam kegiatan usaha merupakan salah satu upaya pendorong pertumbuhan ekonomi. Pada UUPA memberikan kesempatan bagi orang perorangan ataupun badan usaha untuk memanfaatkan tanah untuk kegiatan usaha dengan diberikannya Hak Guna Usaha diatas Tanah Negara, maupun tanah dengan Hak Pengelolaan. Terhadap Pemanfaatan tanah dengan Hak Guna Usaha memiliki jangka waktu pemanfaatan yang dimana apabila telah berakhir maka tanah tersebut harus dikembalikan ke Negara dan negara akan mengelola kembali terkait pemberian hak kepada pihak yang mengurus baik itu memperpanjang atau memperbaharui hak tersebut. Salah satunya pada HGU No.1 di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat yang telah dikelola selama 30 tahun dan telah berakhir pada tahun 2018 namun pada tanah bekas HGU masih dikuasai dan dikelola oleh pemegang Hak terdahulu yaitu PT. Inang Sari dan sampai saat ini belum melakukan perpanjangan hak. Sehingga pengusahaan tanah yang telah lewat waktunya ini dapat dikategorikan suatu Perbuatan Melawan Hukum dan perlu sikap tegas dari Kementerian ATR/BPN dalam pemanfaatan atas tanah negara. Berdasarkan hal ini perlu diteliti apa saja hal yang menyebabkan bekas pemegang hak tidak melakukan perpanjangan hak, bagaimana pengawasan terhadap negara bekas hak, dan bagaimana proses pemberian hak diatas tanah bekas HGU, sehingga untuk menemukan jawaban dari permasalahan ini diperlukan suatu metode penelitian empiris guna melihat permasalahan hukum yang terjadi dilapangan apakah telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian Empiris ini dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif yang akan menggambarkan permasalahan yang terjadi secara rinci dengan penggunakan teori keadilan bagi pihak yang akan memanfaatkan tanah, teori kepastian hukum terkait jaminan dan perlindungan hukum bagi para pemegang hak agar terciptanya suatu rasa aman. pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan observasi lapangan yang akan di analisa secara kualitatif.
Kepastian Hukum Pada Pengajuan dan Jangka Waktu Klaim Konstruksi Berdasarkan Standar Kontrak FIDIC Putra, Muhammad Imam Dani; Ferdi, Ferdi; Rosari, Anton
Nagari Law Review Vol 8 No 1 (2024): Nagari Law Review
Publisher : Faculty of Law, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/nalrev.v.8.i.1.p.115-126.2024

Abstract

In construction services law, claims or compensation are part of the construction implementation period. There are several cases where the contractor submitted the claim after the final work handover period. Claims are submitted through an arbitration institution based on the principle of separation. Apart from that, Article 1967 of the Civil Code stipulates that all material and personal legal claims are extinguished due to the expiration of thirty years. This argument makes the arbitration panel declare that the claim submission is valid. This causes legal uncertainty regarding the contract period, especially claims. The construction work contract uses FIDIC standards with specific references for submitting claims. The research methodology is empirical juridical, which emphasizes the legal awareness of the parties regarding the contract that has been agreed upon and the claim clause and whether it violates the expiration rules. The research results found that in the principle of pacta sunt servanda, the principle of freedom of contract, and the principle of justice in the construction services law, the parties have agreed to the rules regarding claims in Subclause 20.1, namely the provision that claims must be submitted in writing to the engineer within 28 days after the contractor becomes aware of an incident to claim a right. Article 1381 of the Civil Code also explicitly states that payment for achievement is one of the conditions for ending a contract, so claims should not be submitted after the final handover of work. The principle of separation of arbitration provides opportunities for contractors to submit claims even though the main contract has ended.
Implementasi Sanksi Daftar Hitam Terhadap Penyedia Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Mukti, Danu Tejo; Yasniwati, Yasniwati; Rosari, Anton
Nagari Law Review Vol 8 No 1 (2024): Nagari Law Review
Publisher : Faculty of Law, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/nalrev.v.8.i.1.p.183-202.2024

Abstract

This research aims to analyse the implementation of Blacklist Sanctions in Government Procurement, analyse the factors that can caused Providers who are subject to Blacklist Sanctions to sign contract with PPK, analyse sanctions for negligence of Procurement Actors from the Government and Legal Actions that can be taken by Service Providers subject to Blacklist Sanctions. This research adopts a normative-empiric and descriptive approach, utilizing a statute approach to legal provisions and equipped with empirical data. Research results: the implementation of Blacklist Sanctions is carried out by determining and displaying Blacklist Sanctions on the National Blacklist Portal, the sanctions are valid from the date of the Decree of Determining Blacklist Sanctions, Blacklist Sanctions do not apply retroactively (non-retroactive). The factors that can cause the Providers who are subject to Blacklist Sanctions to signed contract with PPK, among others any mistake is found in the evaluation process carried out by Selection Committee, PA/KPA being late in displaying Blacklist Sanctions on the National Blacklist Portal and the Blacklist Sanctions for Provider not appearing due to system errors. Government Procurement Actors may be subject to administrative sanctions for their negligence in contract with providers who are subject to Blacklist Sanctions. Providers can take legal action in the form of objections, postponements and cancellation of Blacklist Sanctions in accordance with applicable regulations.
Pengaturan Persetujuan Bangunan Gedung Di Kota Payakumbuh Haswin, Olvi Sri Hilda; Fendri, Azmi; Rosari, Anton
Nagari Law Review Vol 8 No 1 (2024): Nagari Law Review
Publisher : Faculty of Law, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/nalrev.v.8.i.1.p.65-78.2024

Abstract

Building Approval is a change in nomenclature from Building Permit. It has been the case since Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation took effect. When organizing a building, whether constructing a new one or making changes to an existing one, ownership of the Building Approval (PBG) is required. The authority for issuing PBGs has shifted from the One-Stop Investment and Integrated Service (DPMPTSP) through the OSS Site (Online Single Submission) to the Public Works and Public Housing Office (PUPR) through SIMBG (Building Management Information System) managed by the Ministry of PUPR. In this change, the problems that will be studied are: 1. How is the building approval regulation in Payakumbuh City? 2. What are the benefits of implementing building approvals in Payakumbuh City? The author uses empirical juridical research methods and a descriptive-analytical approach to answer these questions. The primary data in this research was obtained through interviews. Secondary data is obtained by conducting document studies. Data analysis is conducted qualitatively. The research yielded the following results: 1. During the transition period from IMB to PBG, there is no local regulation related to PBG in Payakumbuh City. However, the PUPR and DPMPTS offices continue to exercise their authority based on the law and its implementation regulations. Several impacts exist, including reduced local revenue, challenges in employee capabilities and qualifications, issues with technology implementation, a lack of community understanding regarding the procedures and requirements for PBG applications through the SIMBG system, and overlapping regulations related to Building Approval Retribution. 2. The research also identified several benefits of having a PBG, including enhanced Legality, Security, Order, Commercial Advantages, Ease of Licensing, A Healthier Environment, and Increased Local Revenue.