Halusinasi pendengaran adalah gangguan persepsi sensori yang umum pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi pendengaran menimbulkan distres, risiko perilaku berbahaya, dan beban perawatan; intervensi non-farmakologis terstruktur seperti terapi dzikir berpotensi menjadi adjuvan untuk menurunkan intensitas gejala dan meningkatkan kontrol diri. Terapi dzikir sebagai intervensi nonfarmakologis terbukti memberikan efek menenangkan dan membantu pasien lebih fokus pada realita. Tujuan studi kasus ini untuk Mendeskripsikan perubahan skor Audiotory Hallucination Rating Scale (AHRS) setelah penerapan terapi dzikir terstruktur yang diintegrasikan dengan strategi SP1–SP4 pada seorang pasien dengan halusinasi pendengaran. Studi kasus dilakukan pada satu pasien di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Sumatera Utara selama tujuh hari menggunakan pendekatan proses keperawatan. Hasil evaluasi dengan skala AHRS menunjukkan penurunan skor dari 25 menjadi 13. Pasien mengalami penurunan intensitas halusinasi dan peningkatan kontrol diri. Kesimpulan dari studi kasus ini adalah terapi dzikir efektif diterapkan dalam asuhan keperawatan jiwa sebagai intervensi nonfarmakologis untuk membantu pasien mengontrol halusinasi pendengaran. Temuan ini mendukung integrasi terapi dzikir terstruktur sebagai adjuvan dalam SOP perawatan standar dengan pemantauan AHRS pra–pasca, disertai pelatihan singkat bagi perawat dan pelibatan keluarga untuk teknik menghardik, interaksi suportif, dan penjadwalan aktivitas; ke depan, uji terkontrol bersampel lebih besar dengan penilaian tersamar serta pencatatan waktu sesi (pagi/siang) diperlukan untuk menguatkan evidensi dan mengoptimalkan implementasi klinik.