Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENGGUNAAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE SEMANAN, JAKARTA BARAT Sarwahita, Sarira Apsarini; Astono, Widyo; Aphirta, Sarah
Jurnal Lingkungan dan Kota VOLUME 4, NUMBER 1, MEI 2024
Publisher : Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/bhuwana.v4i1.19024

Abstract

Industri tempe skala rumah tangga di Kawasan Industri Semanan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui efektivitas dari biokoagulan biji asam jawa dalam mengolah limbah cair tempe. Kegiatan penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel limbah cair tempe, pembuatan larutan biokoagulan biji asam jawa, analisis jartest, dan pengujian dengan reaktor batch berpengaduk. Variasi dosis biokoagulan pada penelitian ini yaitu 0, 10, 20, 30, 50, 70, 100, 500, 600, dan 700 mg/L. Variasi waktu pengadukan koagulasi pada penelitian ini yaitu 1, 2, 3 menit dan flokulasi yaitu 15, 30, 45 menit. Variabel tetap pada penelitian ini yaitu kecepatan koagulasi 150 rpm, flokulasi 80 rpm, dan sedimentasi 60 menit. Penurunan kekeruhan pada dosis 500 mg/L sebanyak 69%. Biokoagulan biji asam jawa mampu menurunkan nilai BOD, COD, dan TSS pada waktu pengadukan koagulasi 3 menit dan flokulasi 45 menit. Parameter BOD menurun 78%, COD menurun 45%, TSS menurun 61%, dan nilai pH menjadi 3,77. Efluen cair hasil pengujian dengan reaktor batch berpengaduk belum memenuhi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014.
EFEKTIVITAS BIOKOAGULAN BIJI KELOR PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TEMPE (STUDI KASUS: INDUSTRI TEMPE SEMANAN, JAKARTA) Manora, Winda; Astono, Widyo; Aphirta, Sarah
Jurnal Lingkungan dan Kota VOLUME 4, NUMBER 1, MEI 2024
Publisher : Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/bhuwana.v4i1.19025

Abstract

Pencemaran di kawasan Semanan disebabkan pembuangan langsung limbah cair industri tempe ke badan air tanpa pengolahan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh efektivitas larutan biji kelor sebagai biokoagulan guna mengurangi pembuangan limbah cair tanpa pengolahan. Metode penelitian meliputi jar test dan reaktor batch berpengaduk dengan proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Biokoagulan menggunakan konsentrasi 10% dari serbuk biji kelor dengan kulitnya dan NaCl. Volume sampel jar test sebanyak 500 mL limbah cair proses perendaman dengan variasi dosis biokoagulan yaitu 0, 10, 20, 30, 50, 70, 100, 500, 600, 700, 800 mg/L. Variasi waktu pengadukannya yaitu koagulasi 2, 3, dan 4 menit dan flokulasi 10, 12, dan 15 menit. Hasil jar test dapat menyisihkan TSS 58%, kekeruhan 69%, BOD 88%, dan COD 75% dengan dosis optimum 500 mg/L dan waktu pengadukan koagulasi optimum 2 menit (100 RPM), flokulasi 45 menit (40 RPM), serta sedimentasi 60 menit. Volume sampel reaktor batch berpengaduk sebanyak 16 L limbah cair tempe dan 8 L larutan biji kelor dengan waktu pengadukan koagulasi 1 menit (100 RPM), flokulasi 10 menit (20 RPM) dengan sedimentasi 60 menit. Hasil batch reaktor menunjukkan larutan biji kelor efektif sebagai biokoagulan karena mampu menyisihkan >50% parameter TSS, kekeruhan, BOD, dan COD walaupun belum memenuhi baku mutu.
LAHAN BASAH BUATAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH GREY WATER MENGGUNAKAN SALVINIA ROTUNDIFOLIA Salsabila, Difa; Aphirta, Sarah; Hendrawan, Diana; Marendra, Sheilla
Jurnal Lingkungan dan Kota VOLUME 4, NUMBER 1, MEI 2024
Publisher : Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/bhuwana.v4i1.19615

Abstract

Household wastewater consists of 80% grey water and 20% black water. The decline in water quality can have adverse impacts on well-being. Constructed wetland is an engineered system designed to harness the ecological principles of natural wetlands to address water pollution issues. The Free Water Surface system within the constructed wetland involves the flow of water on the surface. An appropriate plant example for use in a constructed wetland is Salvinia rotundifolia. Plant acclimatization was carried out for 12 days. The reactor operation continued for 12 days using a continuous system. The percentage removal of parameters in the constructed wetland reactor were as follows: COD 23.40-84.38%, BOD 37.93-72.73%, TSS 43.24-85%, phosphate 59.47-65%, and nitrate 10.99-31.08%. The values of areal removal rate constant (kA) and volumetric removal rate constant (kV) for the constructed wetland reactor were as follows: for COD, 1.48-3.75 m/day and 0.80-22.28 /day; for BOD, 1.70-3.73 m/day and 1.43-15.59 /day; for TSS, 2.11-8.83 m/day and 1.70-22.77 /day; for phosphate, 1.40-6.61 m/day and 2.89-11.20 /day; and for nitrate, 0.18-2.32 m/day and 0.58-1.54 /day. This study demonstrates that the constructed wetland reactor with Salvinia rotundifolia plants achieves removal efficiencies of up to 85%, thus meeting the standards set by the Minister of Environment and Forestry Regulation No. 68 of 2016 regarding Domestic Wastewater Quality Standards.
PERBANDINGAN BIJI PEPAYA (Carica papaya l.) SEBAGAI BIOKOAGULAN DAN POLY ALUMUNIUM CHLORIDE (PAC) SEBAGAI KOAGULAN KIMIAWI PADA PENGOLAHAN AIR TANAH, KELURAHAN KOTA BAMBU SELATAN, JAKARTA BARAT Cahyaningrum, Nadia Amalia; Kusumadewi, Riana Ayu; ., Winarni; Aphirta, Sarah
Jurnal Reka Lingkungan Vol 12, No 3 (2024)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v12i3.299-313

Abstract

Air tanah di Kelurahan Kota Bambu Selatan mengandung kekeruhan dan TDS yang tinggi, sehingga harus diolah terlebih dahulu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil dan biaya pengolahan air tanah menggunakan biokoagulan biji pepaya dan koagulan PAC untuk menyisihkan parameter kekeruhan dan TDS. Metode yang digunakan adalah koagulasi dengan variasi G.td koagulasi 17.000, 34.000, 48.000, dan 96.000; flokulasi G.td 28.000; variasi dosis biokoagulan 100-500 mg/L; dan variasi dosis PAC 5-25 mg/L. Hasil dari pengolahan menggunakan biokoagulan biji pepaya telah menyisihkan kekeruhan dan TDS sebesar 96,54% dan 44,86%, sedangkan hasil dari PAC telah menyisihkan kekeruhan dan TDS sebesar 75,93% dan 17,57%. Penggunaan biokoagulan biji pepaya membutuhkan biaya sebesar Rp 254,26/liter dan penggunaan koagulan PAC membutuhkan biaya sebesar Rp 350,18/liter. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penyisihan kekeruhan dan TDS pada air tanah dengan menggunakan biokoagulan biji pepaya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan koagulan PAC dan juga penggunaan biokoagulan biji pepaya memiliki biaya yang lebih ekonomis dibandingkan dengan penggunaan koagulan PAC.