Sofa Dewi Alfian
Department Of Pharmacology And Clinical Pharmacy, Universitas Padjadjaran, Faculty Of Pharmacy

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Prevalence of diabetes distress and associated factors among patients with diabetes using antihypertensive medications in community health centres in Bandung City, Indonesia Sofa Dewi Alfian; Imam A. Wicaksono; Norisca A. Putri; Rizky Abdulah
Pharmaciana Vol 11, No 2 (2021): Pharmaciana
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (680.849 KB) | DOI: 10.12928/pharmaciana.v11i2.20094

Abstract

Diabetes distress is common among patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM), which remains unrecognized in primary care settings. A higher level of diabetes distress was found among T2DM patients with comorbidities. The objectives of this study are to assess the prevalence rate of diabetes distress and its association with sociodemographic factors among T2DM patients using antihypertensive medication in Bandung City, Indonesia. An observational cross-sectional survey was performed in six community health centres in Bandung City, Indonesia, among T2DM patients aged at least 18 years who were using antihypertensive medications. Diabetes distress subscales (emotional, regimen, interpersonal, and physician-related distress) were evaluated using the validated Diabetes Distress Scale. Pearson χ2 and Mann–Whitney tests were performed to assess the associations of patients’ sociodemographic factors (age, gender, insurance type, education, and duration since diagnosed with diabetes and hypertension) with diabetes distress. Of 105 patients who participated and completed the survey (response rate 93.8%), most of them were female and were aged 60-69 years. A total of 38 patients (36.2%) had moderate-high diabetes distress with emotional (56.2%) and regimen (53.3%) distress as the most commonly reported distress. Moderate-high emotional and regimen diabetes distress were significantly higher among the elderly (p 0.014) and patients who could not afford to pay the health insurance premium (p 0.012). Emotional and regimen distress as dominant forms of diabetes distress was observed among T2DM patients using antihypertensive medications. A routine diabetes distress assessment is needed in T2DM patients with comorbidity in primary care settings.
TEKNOLOGI DIGITAL UNTUK MENINGKATKAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS: REVIEW ATIKEL Aeni Suciati; Sofa Dewi Alfian
Farmaka Vol 20, No 2 (2022): Farmaka (Juli)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v20i2.33943

Abstract

Diabetes mellitus menjadi masalah kesehatan global yang diperkirakan prevalensinya akan terus meningkat. Kepatuhan pengobatan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapai keberhasilan terapi dan mencegah terjadinya komplikasi. Akan tetapi, pengobatan yang kompleks dalam jangka waktu yang panjang dapat memicu rendahnya kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes mellitus. Berbagai intervensi telah dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien diabetes mellitus, salah satunya intervensi berbasis teknologi digital. Tujuan dari review artikel ini adalah untuk mengulas penggunaan teknologi digital serta efektivitasnya dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes mellitus. Metode yang digunakan berupa studi pustaka artikel pada jurnal nasional ataupun internasional yang terbit dalam 10 tahun terakhir (2011-2021) melalui media online seperti Google search, Google scholar, PubMed, dan NCBI. Review ini memuat 10 artikel mengenai penggunaan teknologi digital serta efektivitasnya dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan diabetes. Teknologi digital tersebut diantaranya layanan pesan singkat (SMS), IVR (Interactive Voice Response), telemedicine, pill box reminder, m-Health Apps (Medisafe dan Gather Health), Ios App PatientPartner, dan media sosial WhatsApp. Sebagian besar studi menunjukkan teknologi tersebut memberikan hasil yang baik dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien diabetes mellitus.
Evaluasi Aspek CDOB Penanganan Produk Rantai Dingin Berdasarkan Checklist Inspeksi Diri di Salah Satu Pedagang Besar Farmasi di Bandung Kusuma, Clara Fernanda; Alfian, Sofa Dewi; Mulyasyari, Ade Irma
Farmaka Vol 22, No 1 (2024): Farmaka (Maret)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v22i1.51291

Abstract

Dalam keberlangsungan proses distribusi produk dari PBF ke berbagai outlet, perlu dipertimbangkan dengan baik prosesnya mulai dari penerimaan produk, penyimpanan, hingga pengiriman produk ke outlet. Hal ini sangat penting terutama untuk produk rantai dingin atau cold chain products (CCP) yang sangat sensitif terhadap temperatur sehingga harus dilakukan penyimpanan yang tepat dan sesuai dengan persyaratan yang tertera pada pedoman CDOB 2020. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi aspek CDOB penanganan produk CCP di salah satu PBF yang berada di Bandung (PBF X), berdasarkan checklist inspeksi diri BPOM RI. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2023 dengan metode observasional bersifat deskriptif serta evaluatif, dengan mengisi formulir inspeksi diri PBF, membaca SOP, instruksi kerja, dan wawancara dengan Apoteker penanggung jawab PBF. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa PBF X sudah memenuhi persyaratan (19 dari 19) dari aspek penanganan produk CCP terkait penerimaan, penyimpanan, serta pengiriman. PBF X sudah menjalankan aspek CDOB dalam praktiknya berdasarkan checklist inspeksi diri. PBF X diharapkan dapat tetap mempertahankan penanganan produk CCP yang sudah baik.
Evaluasi Penerapan CDOB Aspek Psikotropika Berdasarkan Checklist Inspeksi Diri di Salah Satu PBF Kota Bandung Nauroh, Judith; Alfian, Sofa Dewi; Mulyasyari, Ade Irma
Farmaka Vol 22, No 2 (2024): Farmaka (Juli)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v22i2.51412

Abstract

Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam penyaluran obat menerapkan aspek-aspek yang tercantum pada pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk memastikan penanganan obat yang tepat serta mencegah kerusakan atau penyalahgunaan obat. Produk Psikotropika merupakan zat atau obat, alamiah ataupun sintetis bukan narkotika, yang dapat mempengaruhi prilaku, pikiran, dan emosional yang digunakan dalam psikiatri. Produk obat golongan psikotropika memerlukan pengawasan khusus dalam penanganannya dari proses pengadaan hingga penyaluran ke sarana/outlet. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi aspek CDOB penanganan produk psikotropika di salah satu PBF yang berada di Bandung, berdasarkan checklist inspeksi diri BPOM RI. Penelitian ini bersifat deskriptif, evaluatif serta wawancara langsung kepada apoteker penanggung jawab yang dilakukan pada bulan Oktober 2023 di PBF “X” Kota Bandung. Hasil penelitian mengenai penerapan aspek operasional produk psikotropika yang telah diatur dalam menunjukan bahwa pelaksanaannya telah dilakukan dengan sangat baik, dengan nilai kesesuaian 100% dari seluruh poin observasi. Kata kunci: CDOB, Psikotropika, Pengawasan, PBF
Pemetaan Suhu Ruang Karantina Cold Chain Product (CCP) Pada Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung Hidayat, Muhammad Adliansyah Prawiratama; Alfian, Sofa Dewi
Farmaka Vol 22, No 1 (2024): Farmaka (Maret)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v22i1.51136

Abstract

Mutu sediaan farmasi tidak hanya dijamin pada saat produk dibuat oleh industri farmasi, namun harus dapat terjamin selama proses pendistribusian. Pedagang Besar Farmasi (PBF) menjadi aspek penting dalam penjaminan mutu sediaan farmasi dengan memastikan sepanjang alur pendistribusian mulai dari produk masuk warehouse hingga sampai ke tangan konsumen. Apoteker Penganggung Jawab PBF dalam hal mengkarantina obat memiliki tanggung jawab sebagai pengambil keputusan. Dalam hal karantina produk Cold Chain Product (CCP), penerima produk kembalian CCP wajib untuk segera disimpan didalam showcase chiller sampai ditentukan status dari produk tersebut apakah akan menjadi good atau bad stok. Tujuan pemetaan suhu ruang karantina CCP adalah untuk mengevaluasi mutu produk karantina CCP tetap terjaga selama penyimpanan dengan suhu yang terkondisi. Metode penelitian yang digunakan menggunakan pengumpulan suhu pada area penyimpanan showcase chiller dengan kriteria 2-8°C menggunakan 7 buah Electronic Data Logging Monitors (EDLM) selama 7 hari pada interval waktu 10 menit. Hasil penelitian didapatkan variasi suhu showcase chiller ruang karantina CCP dengan suhu terkecil pada titik ke-4B dan ke-5C yaitu 2,10°C dan suhu terbesar terdapat pada titik ke-2C yaitu 7,60°C. Rata-rata suhu dari tiap EDLM didapatkan pada suhu 4,31 ± 0,4251°C. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa suhu didalam showcase chiller telah sesuai rentang cold room sebagai rentang suhu penyimpanan produk karantina CCP.
Suplemen Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Thurfah, Jihan Nurul; Puspitasari, Irma Melyani; Alfian, Sofa Dewi
Farmaka Vol 20, No 2 (2022): Farmaka (Juli)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v20i2.37399

Abstract

Tidur adalah bagian penting dari rutinitas manusia untuk memulihkan kondisi fisik dan mental. Tidur dapat mengalami gangguan yang meningkatkan risiko beberapa penyakit medis dan mental. Gangguan tidur dapat diobati dengan obat golongan sedatif (penenang), selain itu terapi tambahan dapat digunakan untuk memperbaiki gangguan tidur. Artikel ini merupakan studi literatur yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan merangkum jenis, dosis, dan efektivitas suplemen yang dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan. Pencarian literatur menggunakan basis data elektronik PubMed. Sebanyak 11 studi diidentifikasi dari 36 studi yang ditemukan. Empat dari enam suplemen menghasilkan efek signifikan terhadap penurunan gangguan tidur, yaitu melatonin, zat besi, carnosine, dan resveratrol, sedangkan vitamin D dan DHA (docosahexaenoic acid) tidak menghasilkan efek yang diharapkan. Dengan demikian, suplemen-suplemen di atas dapat digunakan sebagai terapi alternatif atau terapi tambahan untuk gangguan tidur.
Related Factors of Antiretroviral Adherence in HIV/AIDS Patients at one of the Community Health Centers in Malang City: Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral pada Pasien HIV/AIDS di Salah Satu Puskesmas di Kota Malang Putra, Dimas Setyadi; Puspitasari, Irma Melyani; Alfian, Sofa Dewi; Sari, Aisha Maulidya; Hidayati, Ika Ratna; Atmadani, Rizka Novia
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol. 9 No. 1 (2023)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.pji.2023.009.01.7

Abstract

Introduction: HIV or Human Immunodeficiency Virus has become a serious global problem due to increased yearly infections. People living with HIV/AIDS (PLHIV) must take antiretrovirals (ARV) to improve their quality of life, so adherence is the main focus of therapy. Objective: This study aims to determine the factors that influence of adherence to ARV treatment in PLWHA at one of the Community Health Centers in Malang City. Methods: This study used a descriptive cross-sectional analysis method by collecting data using the Adherence to Refills and Medication Scale (ARMS) questionnaire during the February-March 2021 period at one of the Community Health Centers in Malang City and the data was analyzed using multivariate regression to determine the factors that influence adherence to ARV treatment. Results: This study involved 85 PLHIV patients. A total of 59 people (69.4%) were included in the compliant category on antiretroviral treatment. Multivariate analysis showed that men were 4 times more likely to be disobedient (p=0.022; OR = 4.922; 95% Cl = 1.261 – 19.208), while respondents with school education were less likely to be disobedient p=0.007 ; OR = 0.118; 95% Cl = 0.025 – 0.558). As for age, marital status, and employment status did not have a significant effect on adherence to ARV treatment. Conclusion: Gender is the most dominant factor in influencing adherence where male patients are 4 times more likely to be non-adherent compared to female patients.
Related Factors of Antiretroviral Adherence in HIV/AIDS Patients at one of the Community Health Centers in Malang City: Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral pada Pasien HIV/AIDS di Salah Satu Puskesmas di Kota Malang Putra, Dimas Setyadi; Puspitasari, Irma Melyani; Alfian, Sofa Dewi; Sari, Aisha Maulidya; Hidayati, Ika Ratna; Atmadani, Rizka Novia
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol. 9 No. 1 (2023)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.pji.2023.009.01.7

Abstract

Introduction: HIV or Human Immunodeficiency Virus has become a serious global problem due to increased yearly infections. People living with HIV/AIDS (PLHIV) must take antiretrovirals (ARV) to improve their quality of life, so adherence is the main focus of therapy. Objective: This study aims to determine the factors that influence of adherence to ARV treatment in PLWHA at one of the Community Health Centers in Malang City. Methods: This study used a descriptive cross-sectional analysis method by collecting data using the Adherence to Refills and Medication Scale (ARMS) questionnaire during the February-March 2021 period at one of the Community Health Centers in Malang City and the data was analyzed using multivariate regression to determine the factors that influence adherence to ARV treatment. Results: This study involved 85 PLHIV patients. A total of 59 people (69.4%) were included in the compliant category on antiretroviral treatment. Multivariate analysis showed that men were 4 times more likely to be disobedient (p=0.022; OR = 4.922; 95% Cl = 1.261 – 19.208), while respondents with school education were less likely to be disobedient p=0.007 ; OR = 0.118; 95% Cl = 0.025 – 0.558). As for age, marital status, and employment status did not have a significant effect on adherence to ARV treatment. Conclusion: Gender is the most dominant factor in influencing adherence where male patients are 4 times more likely to be non-adherent compared to female patients.
NARRATIVE REVIEW: INCIDENCE, CAUSES AND INTERVENTION STRATEGIES OF MEDICATION ERRORS TO IMPROVE CHEMOTHERAPY SERVICES IN HOSPITALS Nurliyani, Hani; Alfian, Sofa Dewi; Rahayu, Cherry; Pradipta, Ivan Surya
Medical Sains : Jurnal Ilmiah Kefarmasian Vol 9 No 3 (2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37874/ms.v9i3.1180

Abstract

Medication errors (MEs) are medication errors that have the potential to harm patients during treatment or care. Cancer care is a complex and interconnected system and many errors can be catastrophic. ME in antineoplastic drugs have the potential to cause permanent injury and even death. Evaluation measures of ME incidence in Indonesia are still not optimally carried out, thus leading to the need for a good understanding of the potential ME incidence, especially in cancer patient care. A good understanding of the incidence of medication errors will encourage preventive efforts against the potential occurrence of ME. This narrative review aims to provide information related to the incidence of ME in the Chemotherapy department at the hospital, the causative factors, and the handling and prevention efforts. Scientific information searches were conducted on the PubMed and Google Scholar databases for the period 2012-2022. The results showed that the incidence of ME mostly occurred in the prescription phase, namely in the form of dosage errors (45–59.3%), incomplete prescriptions (43–45.5%), drug frequency errors (30.4%), and     errors in patient name, age, and diagnosis data (22.5%). Several aspects contributing to the occurrence of ME were identified, including work procedures, staff, organizational systems, and staff understanding of medication regimens. This study concluded that there is a need to regulate and evaluate several aspects, including work procedures, availability of auxiliary systems, and increasing the capacity of human resources involved. This may prevent the occurrence of ME.
Evaluasi Kuantitatif dan Total Biaya Penggunaan Antibiotik pada Periode Sebelum dan Selama Pandemi COVID-19 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Silanas, Ilman; Alfian, Sofa Dewi; Parwati, Ida; Zakiyah, Neily
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 11, No 4 (2022)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2022.11.4.294

Abstract

Pandemi COVID-19 menuntut pengendalian pengunaan antibiotik yang lebih ketat. Temuan di beberapa negara menunjukkan adanya peningkatan terapi antibiotik empirik untuk  mengatasi koinfeksi bakterial pasien COVID-19 yang dapat mendorong semakin tingginya tingkat resistensi dan biaya penggunaan. Salah satu upaya pengendalian penggunaan antibiotik adalah melakukan evaluasi kuantitas dan besaran biaya penggunaan antibiotik pada periode waktu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kuantitas dan biaya penggunaan  antibiotik sebelum dan selama pandemi. Penelitian ini merupakan penelitian repeated cross sectional, dengan pengambilan data secara retrospektif pada periode sebelum COVID 19 (Maret 2018-Februari 2020) dan periode selama pandemi COVID-19 (Maret 2020-Februari 2022) di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Data yang digunakan adalah antibiotik injeksi yang digunakan pasien dewasa pada bangsal rawat inap dan bangsal rawat intensif (ICU). Kuantitas penggunaan antibiotik ditampilkan dalam bentuk defined daily doses  per 100 hari rawat inap (DDD/100) dan drugs utilization 90% (DU90%). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan nilai DDD/100 pada periode sebelum dan selama pandemi COVID-19 di seluruh bangsal (28,79-42,23; p-value = 0,001), bangsal rawat inap (22,27-30,22 ; p-value = 0,001), dan bangsal rawat intensif (6,52-11,91 ; p-value = 0,001). Seftriakson, levofloksasin, seftazidime, meropenem dan metronidazol adalah antibiotik yang selalu masuk pada kategori DU90% di setiap periode dan di setiap bangsal. Biaya penggunaan antibiotik mengalami peningkatan selama masa pandemi (Rp. 6.058.750.700 - Rp. 9.117.439.600). Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan dan total biaya antibiotik saat pandemi COVID-19. Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik dengan spektrum luas.