Knowledge about sexual harassment committed by males with intellectual disabilities remains limited, despite extensive research on offenders without disabilities. Evidence from the late 1990s suggests that Cognitive Behavioral Therapy (CBT) can be effective for this population, with adjustments for cognitive deficits. This study systematically reviews the application of CBT to address cognitive distortions in sexual offenders with intellectual disabilities. Data were sourced from Web of Science, PubMed, Scopus, ProQuest, Jstor, and Emerald Insight. Articles were assessed using QATFQS for quality and ROBINS-I for bias risk. Six studies involving 127 participants (ages 17–65 years) demonstrated that CBT effectively reduced cognitive distortions up to 12 months post-intervention. Success factors included the presentation of information, therapist engagement, participant motivation, prior experiences of sexual harassment, and autism spectrum diagnoses. Strengths included simplified CBT interventions, availability of manuals, and group implementation. Weaknesses involved reliance on core steps adapted from general sexual offender programs, limited manual accessibility, and a lack of control groups for evaluating intervention effectiveness. Pengetahuan tentang pelecehan seksual oleh laki-laki dengan disabilitas intelektual masih terbatas, meskipun banyak studi tentang pelaku tanpa disabilitas. Bukti pada akhir 1990-an menunjukkan bahwa CBT dapat membantu mereka, dengan penyesuaian untuk defisit kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah secara sistematis penerapan CBT mengatasi distorsi kognitif pada pelaku pelecehan seksual dengan disabilitas intelektual. Sumber data yang digunakan adalah Web of Science, PubMed, Scopus, Proquest, Jstor dan Emerald Insight. Penilaian kualitas artikel menggunakan QATFQS dan penilaian risiko bias menggunakan ROBINS-I. Sebanyak 6 studi dengan 127 partisipan (usia 17–65 tahun) menunjukkan CBT efektif mengurangi distorsi kognitif hingga 12 bulan pasca-intervensi. Keberhasilan dipengaruhi oleh faktor seperti penyajian informasi, keterlibatan terapis, motivasi partisipan mengikuti intervensi, pengalaman pelecehan seksual dan diagnosis spektrum autisme. Kelebihan yang ditemukan dari keseluruhan studi yaitu menggunakan intervensi CBT yang telah disederhanakan, ketersediaan manual intervensi dan pelaksanaan intervensi secara berkelompok. Kelemahan yang ditemukan yaitu penggunaan langkah-langkah inti yang diadaptasi dari program intervensi pelaku seksual umum, manual intervensi yang tidak tersedia secara luas dan kurangnya kelompok kontrol dalam menguji keberhasilan intervensi.