Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Sunari Penjor : Journal of Anthropology

Perkawinan Sedarah di Desa Ruteng Pu’u Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggarai Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur Ratna Kusuma Mahardika; I Nyoman Suarsana; Ni Luh Arjani
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 5 No 2 (2021)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.904 KB) | DOI: 10.24843/SP.2021.v5.i02.p05

Abstract

Talking about marriage is quite broad, let alone explaining the term marriage itself, marriage itself is closely related to culture and religion, as in the marriage system of the Manggarai Tribe. Marriage of the Furnace, Marriage of the Furnace, is a marriage between the children of brothers and sisters which is the subject of local religious debate. This paper aims to find out: a) why the marriage of the stove in the Ruteng Pu'u community still exists b) the implications of the marriage of the stove with the legitimacy of the church and state in the lives of the people in the village of Ruteng Pu'u, Central Manggarai Regency, East Nusa Tenggara. The support of Robert K Merton's theory of qualitative research methods which include observation, interviews, literature studies, analysis of research results shows that furnace mating is still carried out by the younger generation, but was not selected in the past because there were many conflicts with local religions.
Implementasi “One Student Saves One Family (Ossof)” Sebagai Strategi dalam Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Ni Luh Arjani
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 1 No 1 (2017)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.946 KB) | DOI: 10.24843/SP.2017.v1.i01.p02

Abstract

Dewasa ini fenomena kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat tampaknya semakin marak dan mengkhawatirkan karena kasus ini hampir setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 di Bali tercatat 186 kasus kekerasan terhadap anak dan meningkat menjadi 197 kasus di tahun 2015, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat sebagai kasus KDRT di Kota Denpasar pada tahun 2015 mencapai 78 kasus, dan meningkat menjadi 82 kasus pada tahun 2016 (P2TP2A Provinsi Bali dan Kota Denpasar, 2014-2016). Ada berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di masyarakat di antaranya: (1) kekerasan fisik (2) kekerasan seksual (3) kekerasan Psikis; (4) kekerasan ekonomi. Pada kelompok muda, kekerasan dapat terjadi dalam relasi berpacaran, praktik perdagangan anak perempuan, sampai dengan bentuk-bentuk tradisi yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan. ( https://act.oxfam.). Hal ini beralasan, karena ternyata kekerasan merupakan manifestasi perilaku emosional manusia, ketimbang perilaku rasionalnya. Oleh sebab itu, menjadi persoalan bagi kita semua adalah, sejauhmana kita semua ikut merasa bertanggungjawab untuk mencari solusi pemecahan masalah ini. Untuk kepentingan ini, kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendorong perguruan tinggi untuk ikut berperan dalam menciptakan ketahanan keluarga melalui program “one student saves one family (OSSOF)”. Program OSSOF merupakan program yang khusus ditujukan untuk perguruan tinggi yang mengintegrasikan kebutuhan keluarga dan anggota keluarganya (laki-laki, perempuan, orang tua, anak) ke dalam kegiatan yang memberikan pengalaman praktis mahasiswa untuk langsung belajar dan bekerja bersama masyarakat serta dapat berlanjut pada kegiatan tri dharma perguruan tinggi yakni: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Program OSSOF berbentuk partisipasi aktif mahasiswa dalam menangani berbagai persoalan yang dihadapi oleh keluarga yang ada di masyarakat. Peran utama mahasiswa adalah sebagai fasilitator dalam melakukan pendataan keluarga, menyusun rencana kegiatan dan memberikan penyuluhan dan edukasi secara partisipatif yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepekaan serta perilaku kepedulian terhadap permasalahan yang dialami oleh keluarga terutama yang ada di daerah pedesaan (KPPA,2015,11). Target program ini adalah individu (perempuan), keluarga (orangtua, pasangan suami-istri), dan komunitas (opinion leader, kelompok, warga komunitas). Strategi yang digunakan melalui pendekatan partisipatif (subject-to-subject), berorientasi kebutuhan, membangun empathy, dan berbasis personal atau komunitas. Salah satu strateginya, menjadikan mahasiswa sebagai sahabat yang membantu keluarga serta menggerakan komunitas dalam mengatasi kasus kekerasan, perlindungan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, mahasiswa juga menjadi konselor keluarga di daerah-daerah pelosok dalam bentuk Kuliah Kerja Profesi (KKP) atau Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Tradisi Kawin Lari (Merariq) pada Suku Bangsa Sasak di Desa Wanasaba, Lombok Timur Muh. Muhsinin; Ni Luh Arjani; Ni Made Wiasti
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 6 No 1 (2022)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.541 KB) | DOI: 10.24843/SP.2022.v6.i01.p06

Abstract

This study analyzes the tradition of elopement (merariq) of the Sasak tribe in Wanasaba Village, East Lombok Regency. The merariq tradition is a tradition that exists in the marriage of the Sasak people. The merariq tradition is considered an extreme tradition among the people, especially those outside the island of Lombok. This study focuses on two problem formulations namely; first, how is the existence of the merariq tradition in Wanasaba Village and the impact of the merariq tradition on family life and social life in Wanasaba Village. The approach used in this research is qualitative with descriptive type and analysis with Nurture and Nature theory and feminism theory. The existence factors of merariq are economic, ceremonies in the merariq tradition, extreme merariq tradition debate, and disapproval or no blessing from parents both from the female parents and the male parents.
Tradisi Kawin Lari (Merariq) pada Suku Bangsa Sasak di Desa Wanasaba, Lombok Timur Muh. Muhsinin; Ni Luh Arjani; Ni Made Wiasti
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 6 No 1 (2022)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.541 KB) | DOI: 10.24843/SP.2022.v6.i01.p06

Abstract

This study analyzes the tradition of elopement (merariq) of the Sasak tribe in Wanasaba Village, East Lombok Regency. The merariq tradition is a tradition that exists in the marriage of the Sasak people. The merariq tradition is considered an extreme tradition among the people, especially those outside the island of Lombok. This study focuses on two problem formulations namely; first, how is the existence of the merariq tradition in Wanasaba Village and the impact of the merariq tradition on family life and social life in Wanasaba Village. The approach used in this research is qualitative with descriptive type and analysis with Nurture and Nature theory and feminism theory. The existence factors of merariq are economic, ceremonies in the merariq tradition, extreme merariq tradition debate, and disapproval or no blessing from parents both from the female parents and the male parents.
Kesetaraan Gender di Bidang Politik Antara Harapan dan Realita Ni Luh Arjani
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 5 No 1 (2021)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.308 KB) | DOI: 10.24843/SP.2021.v5.i01.p01

Abstract

Sampai saat ini persoalan kesetaraan gender masih tetap menjadi permasalahan yang belum terpecahkan, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik secara nasional maupun internasional. Di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya kesenjangan gender yang masih sangat menonjol adalah di bidang politik. Untuk mengatasi persoalan ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan quota 30% keterlibatan perempuan di bidang politik. Selain kebijakan ini, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Inpres No.9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (PUG). Kebijakan ini dimaksudkan agar semua program pembangunan mengintegrasikan isu gender di dalamnya. Namun demikian kebijakan affirmative action dan PUG ini sampai saat ini belum tercapai, artinya perempuan yang terlibat sebagai penentu kebijakan di legislative masih sangat minim. Ini artinya antara harapan dan realitas untuk mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik masih belum berjalan maksimal.
Kesetaraan Gender di Bidang Politik Antara Harapan dan Realita Ni Luh Arjani
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 5 No 1 (2021)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.308 KB) | DOI: 10.24843/SP.2021.v5.i01.p01

Abstract

Sampai saat ini persoalan kesetaraan gender masih tetap menjadi permasalahan yang belum terpecahkan, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah baik secara nasional maupun internasional. Di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya kesenjangan gender yang masih sangat menonjol adalah di bidang politik. Untuk mengatasi persoalan ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan quota 30% keterlibatan perempuan di bidang politik. Selain kebijakan ini, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Inpres No.9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (PUG). Kebijakan ini dimaksudkan agar semua program pembangunan mengintegrasikan isu gender di dalamnya. Namun demikian kebijakan affirmative action dan PUG ini sampai saat ini belum tercapai, artinya perempuan yang terlibat sebagai penentu kebijakan di legislative masih sangat minim. Ini artinya antara harapan dan realitas untuk mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik masih belum berjalan maksimal.
Dinamika Pola Kepemimpinan Adat di Dusun Adat Karampuang Sulawesi Selatan Fakhira Yaumil Utami; Ni Luh Arjani; Ni Made Wiasti Ni Made Wiasti
Sunari Penjor : Jurnal of Anthropology Vol 4 No 1 (2020)
Publisher : Department of Anthropology Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (761.506 KB) | DOI: 10.24843/SP.2020.v4.i01.p04

Abstract

This research discusses the dynamics of customary leadership patterns in the Karampuang customary hamlet of South Sulawesi and the impact of these dynamics. The problems that will be discussed in this research are (1) Why is there a dynamic of customary leadership patterns in Karampuang village (2) What is the impact of the dynamics of customary leadership patterns in Karampuang customary village. This research is a qualitative research using social change theory and leadership theory. as a basis for answering both problems. The results of this study reveal that the dynamics of customary leadership patterns in the Karampuang customary village are influenced by internal factors and external factors. The dynamics of customary leadership towards the community can be classified into several fields, namely the impact in the legal and environmental, economic, socio-cultural fields all of which have a beneficial impact on indigenous peoples; whereas the field of education is less profitable for indigenous peoples due to less motivation to demand higher education.