Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Makna Khashyah dalam Al-Qur’an: Analisis Kritis atas Emosi Dasar dalam Psikologi Islam Jarman Arroisi; Abdul Rohman; Harits Mu’tasyim; Khoiruddin Abdullah; Adrian Syahidu
AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29240/alquds.v6i1.3252

Abstract

The Meaning of Khashyah in Al-Qur'an: Critical Analysis of Basic Emotions in Islamic PsychologyFear is something that is human nature. Fear that is processed properly will be able to affect human psychic growth. The feeling of fear in Islam is called al-khashyah which has been mentioned many times in the Qur'an and by previous scholars. This paper aims to discuss the meaning of k hasyah in the Qur'an and its analysis in the perspective of Islamic psychology. This paper is in the type of literature review with the main reference source being the Holy Qur'an and its interpretations and books related to Khasyah. This paper is a qualitative research with semantic method used by the author to find the meaning of the Khashyah in the Qur'an, and then it will be analysed critically based on the frame of Islamic psychology. The results of this study indicate that the Qur'an explains a lot about the Khasyah in various derivations of its form, so that the Khasyah itself has various meanings. However, the essence of the meaning of Khashyah is the fear of Allah as a symbol of the perfection of one's faith. Knowledge is an important factor that can direct fear in the right path and direction. Fear that is guided by knowledge will be able to grow the mental health of its owner, in the form of good ethics, the spirit of worship, doing good deeds, and being far from lust. Thus, khasyah, faith, and knowledge are three interrelated things
MENGURAI DISRUPSI PAHAM KEISLAMAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF TIPOLOGI EPISTIMOLOGI ABID AL-JABIRI Mohammad Muslih; Amir Reza Kusuma; Ryan Arief Rahman; Abdul Rohman; Adib Fattah Suntoro
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.151 KB) | DOI: 10.15575/jaqfi.v6i2.14028

Abstract

Diskursus pemahaman keagamaan masyarakat Indonesia masa kini menjadi perhatian sebagian tokoh dan cendekiawan belahan dunia. Pemahaman dan perbuatan yang dilakukan oleh sebagian umat Muslim tidak mencerminkan universalitas dan “rahmatan” ajaran Islam. Ada sebagian kaum muslimin yang sangat tekstualis dalam memahami dan mengamalkan Islam, ada pula yang liberal sekuler dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Oleh karena itu dalam menghadapi problem tersebut. Peneliti ingin mengurainya berdasarkan tipologi epistimologi Abid al-Jabiri yaitu epistimologi bayani, burhani dan irfani. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis. Ketiga tipologi epistimologi tersebut dapat dijadikan sebagai metode dan dasar dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan menjaga nilai Rahmatan dan Univeralitasnya. Penggunaan tipologi epistimologi Abid al-Jabiri dalam memahami dan mengamalkan Islam juga dapat menjadikan umat Islam sebagai umat yang berpegang teguh terhadap nushus (teks), antusias mencari kemaslahatan segala realitas, dan responsif terhadap segala tantangan/perubahan zaman. AbstractDiscourse of religious understanding in Indonesia today is a concern of some Indonesian figures and scholars and a wide part of the world. The understanding and deeds of some Muslims do not reflect the universality and "rahmatan" of Islamic teachings. There are some Muslims who are very textual and radical in understanding and practicing Islam, some are secular liberals in understanding and practicing the teachings of Islam. Therefore, in the face of this problem. Researchers wanted to parse it based on abid al-Jabiri's epistimology, namely epistimology bayani, burhani and irfani. This study uses the descriptive-analysis method. The three Epistimological Typologies can be used as a method and basis in maintaining the purity of Islamic teachings and maintaining the value of Rahmatan and its Univerality.The use of Abid al-Jabiri epistimology typology in understanding and practicing Islam can also make Muslims as a ummah who hold on to nusush (text), enthusiastically seek the benefit of all reality and responsive to all challenges/changes of the times. 
Konsep Kepemimpinan Islam: Telaah Pemikiran Politik Islam al-Mawardi Rashda Diana; Abdul Rohman; Harisman H
Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 19, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/klm.v19i2.6490

Abstract

AbstractImportant discourse if we talk about the state is the leader. Many countries fail to realize their ideals because their leaders are unable to bear the burden. Therefore, knowing the concept of leadership is really considered necessary. Islam as a perfect religion has developed basic principles about the concept of leadership. The Muslim intellectual figure who is considered the basics of the concept of leadership in a comprehensive and detailed manner is Imam al-Mawardi. He is known as an expert in Islamic politic jurispudence (fiqh siyasah), and of course the discourse on leadership is one of the focuses of his discussion. Presumably this is in the book al-Aḥkam al-Sulṭāniyyah. His leadership concept by many scholars is considered relevant if applied to modern countries today. The author in examining the leadership concept of Imam al-Mawardi uses a qualitative method with a literature study approach. After researching some related literature, the author concludes that according to Imam al-Mawardi it is known that leadership can be effective and needs some basic things which include the leader criteria, selection criteria, duties and rights of leaders, dismissal of leaders. If all this is known for certain, it will give birth to a just and true leader according to Islamic teachings who will realize the benefit of the state and society.Abstrak Diskursus penting jika kita berbicara tentang negara adalah pemimpin. Banyak negara gagal mewujudkan cita-citanya karena pemimpinnya tidak mampu menjalankan tanggungjawabnya. Oleh karena itu, mengetahui konsep kepemimpinan yang benar kiranya dianggap perlu. Islam sebagai agama yang sempurna telah mengindikasikan prinsip-prinsip dasar tentang konsep kepemimpinan. Tokoh cendekiawan muslim yang dianggap mampu memetakan dasar-dasar konsep kepemimpinan secara komprehensif dan detail adalah Imam al-Mawardi. Beliau dikenal sebagai ahli bidang fikih siyasah, dan tentunya diskursus tentang kepemimpinan merupakan salah satu fokus pembahasannya. Kiranya ini tercermin dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyyah. Konsep kepemimpinannya oleh banyak sarjana dianggap relevan jika diterakan pada negara modern sekarang. Penulis dalam menelaah konsep kepemimpinan Imam al-Mawardi menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Setelah meneliti beberapa literatur terkait, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa menurut Imam al-Mawardi agar kepemimpinan dapat berjalan efektif dan efisien perlu diketahui beberapa hal mendasar yang meliputi kriteria pemimpin, kriteria pemilih, prosedur pemilihan pemimpin, tugas dan hak pemimpin, pemecatan pemimpin. Jika semua ini diketahui secara pasti, maka akan melahirkan pemimpin yang adil dan benar sesuai ajaran Islam yang akan mewujudkan kemaslahan bagi negara dan masyarakat.
Pengembangan Ilmu Sosial Model Fenomenologi dan Hermeneutika Mohammad Muslih; Abdul Rohman; Yusuf Al Manaanu; Abdul Aziz
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30870/hermeneutika.v7i1.10160

Abstract

Penerapan metodologi yang digunakan dalam paradigma positivisme kepada ranah ilmu sosial menjadikan problem tersendiri. Karena metodologi yang digunakan sebagai alat mengukur ilmu-ilmu alam diterapkan pula kepada ilmu-ilmu sosial. Hal ini tentu saja bertolak-belakang dengan karakteristik manusia sebagai subjek dari ilmu sosial. Dampaknya adalah hilangnya subjektifitas dalam penerapan penelitian terhadap ilmu sosial. Dari sini kemudian muncullah beberapa tawaran baru mengenai metodologi penelitian ilmu sosial seperti fenomenologi dan hermeneutika. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menganalisis pengembangan ilmu sosial yang dilakukan melalui model fenomenologi dan hermeneutika, yang pada prinsipnya mengembalikan peran subjek dalam ilmu sosial yaitu manusia. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan fenomenologi dan hermeneutika berikut beberapa tokohnya. Agar data yang diperoleh tersebut dapat diungkap secara jelas, karenanya peneliti menggunakan metode analisa isi teks yang menginterpretasikan tema-tema yang dibahas dalam buku-buku yang menjelaskan fenomenologi dan hermeneutika tersebut. Dan setelah dilakukannya penelitian, peneliti mendapatkan hasil bahwa ada kesinambungan alur perkembangan ilmu sosial mulai fenomenologi Husserl, hermeneutika klasik Schleiermacher, Dilthey hingga Gadamer. Dan tentunya mengembalikan manusia sebagai objek penelitian. Karena bagaimanapun ketika berbicara mengenai ilmu sosial tentunya tidak dapat lepas dari manusia sebagai aktor utamanya. Sehingga, peneliti sampai pada kesimpulan bahwa dari fenomenologi hingga hermeneutika, merupakan estafet alur pengembangan ilmu sosial yang pada akhirnya akan memunculkan produktivitas ilmu-ilmu sosial yang baru. 
PROBLEM OTENTITAS HADITS (Kritik Musthafa Azami terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher) Abdul Rohman; Amir Sahidin; Yusuf Al Manaanu; Muhammad Nasiruddin
Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol 7, No 1 (2021): Juli 2021
Publisher : IAIN Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/zjpi.v7i1.3008

Abstract

Makalah ini akan membahas mengenai keraguan Ignaz Goldziher atas keotentikan hadits Nabi. Dengan metodologi kritik historis dia meragukan keotentikan hadits. Pandangan ini tentunya membuat kegelisahan bagi sarjana Muslim, karena sudah menjadi kesepakatan bahwa hadits adalah sumber hukum Islam kedua. Untuk menjawab keraguan tersebut Musthafa Azami melakukan kritik terhadap pemikirannya. Oleh karenanya penulis akan membahas tentang kritik Musthafa Azami terhadap pemikiran Ignaz Goldziher terkait keotentikan hadits. Artikel ini berjenis studi pustaka (library research). Dengan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif-analisis kritis dapat disimpulkan beberapa hal penting: Pertama, pernyataan Goldziher bahwa kodifikasi hadits baru dilakukan setelah beberapa abad wafatnya Nabi itu tidak benar, karena sudah ada beberapa sahabat yang mencatat hadits Nabi meskipun sedikit; Kedua, hadits hanyalah refleksi doktrinal dari perkembangan politik itu tidak tepat, karena tidak ditemukannya data yang otentik dari apa yang dipaparkan Goldziher; Ketiga, tuduhan pelarangan penulisan hadits itu keliru, karena faktanya Nabi hanya melarang jika hadits ditulis dalam satu tempat bersama ayat al-Qur’an untuk menghindari tumpang-tindihnya hadits dengan ayat al-Qur’an; Keempat, tudingan bahwa ahli hadits hanya berfokus pada kritik sanad itu salah, karena sejak dahulu terdapat dua tradisi kritik hadis yakni kritik sanad dan kritik matan yang keduanya tidak dapat dipisahkan dalam menentukan keshahihan hadis.
THE ESSENCE OF 'AQL AS KAMĀL AL-AWWAL IN THE VIEW OF IBNU SĪNĀ Abdul Rohman; Amir Reza Kusuma; Muhammad Ari Firdausi
Dialogia: Islamic Studies and Social Journal Vol 20, No 1 (2022): DIALOGIA : JURNAL STUDI ISLAM DAN SOSIAL
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article aims to examine the essence of 'aql as kamāl al-awwal in Ibn Sīnā's philosophy. In this article, the author uses a qualitative research method with a descriptive-analytical and philosophical approach. This study found several important points which include: first, 'aql by Ibn Sīnā is defined as a potential of nafs insāniyyah or nafs nāṭiqah which helps humans to achieve knowledge and truth; secondly, the essence of 'aql for Ibn Sīnā is kamāl al-awwal, therefore it is immaterial and not material; third, the essence of 'aql as kamāl al-awwal makes it correlate with the nafs, rūḥ, and qalb which are human spiritual entities; fourth, 'aql as kamāl al-awwal also shows its potential as a tool to gain knowledge, where the process begins with the capture of phenomena through the five senses and then digested by 'aql and assisted in conceptualizing it through the emission of 'Aql Fa'āl; fifth, Ibn Sīnā's idea of the essence of 'aql may have been influenced by earlier Muslim philosophers such as al-Kindī and al-Fārābī, besides having undergone several explorations. In addition, he also succeeded in influencing later Muslim philosophers such as al-Ghazālī. is something that settles in life and appears in the action easily without the need of thinking first. Morals are not deeds, strengths, and knowledge. Morals are "Haal" or conditions of the soul and the inner shape
Implementasi Teknik Pomodoro dan Lockscreen pada Aplikasi Locktimer Berbasis Android Dihin Muriyatmoko; Triana Harmini; Abdul Rohman
METIK JURNAL Vol 6 No 2 (2022): METIK Jurnal
Publisher : LPPM Universitas Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47002/metik.v6i2.376

Abstract

Teknik pomodoro merupakan teknik yang digunakan untuk membagi durasi belajar dan istirahat dengan tepat. Manfaat yang didapat ketika memakai teknik pomodoro yaitu dapat mengasah daya pikir untuk dapat fokus dengan pekerjaan yang sedang dikerjakan. Ketika otak sering dilatih untuk fokus dengan pekerjaan yang sedang dikerjakan, maka pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan baik. Terkadang saat belajar, mahasiswa mulai menurun konsentrasi penglihatan matanya dalam belajar disebabkan pemakaian komputer dalam waktu yang lama. Sedangkan waktu istirahatnya digunakan untuk menatap layar komputer atau smartphone, sehingga mengakibatkan terjadinya Computer Vision Syndrom (CVS). Misi dari penelitian ini yaitu sebagai peringatan awal agar terhindar dari CVS. selalu menjaga kesehatan mata ketika waktu istirahat dengan menggunakan aplikasi yang sudah dilengkapi dengan lock screen pada setiap timernya selesai. Perancangan aplikasi dengan metode Multimedia Development Life Cycle. Perancangan aplikasi pembelajaran ini menggunakan teknik pomodoro dan lock screen untuk membantu mahasiswa dalam membagai waktu belajar, istirahat dan menjaga kesehatan mata. Hasil pengujian pada aplikasi, yaitu aplikasi dapat beroperasi dengan baik di Smartphone.
Sunan Kalijaga’s Da'wah Strategy in Suluk Linglung and Its Implication to Indonesian Radicalism Movement Mohammad Muslih; Abdul Rohman; Ahmad Ahmad; Ahmad Saifullah
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 23, No 1 (2021): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/eh.v23i1.11672

Abstract

Sunan Kalijaga was known as a creative da’i in spreading da'wah. One of the media for his da’wah is a literary work entitled Suluk Linglung. In the Suluk Linglung manuscript, two da’wah strategies had been employed by Sunan Kalijaga, both of which were expected to be relevant if applied in Indonesia today, considering the many issues of radicalism. This research is a literature review. Data were collected by using documentation method through a research on Suluk Linglung. Therefore, to dissect the contents of the manuscript, the authors used qualitative research methods and Gadamer's hermeneutic approach. Finally, it suggested that Sunan Kalijaga used two da'wah strategies, Sufistic da'wah strategy and multicultural da’wah strategy. It is expected that the use of the strategies in the current da’wah can dismiss the radicalism movement. Therefore, it brings out the principle of da’wah that is gentle, friendly, and nurturing to people, or da'wah rahmatan li-l 'alamin.Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang da’i yang kreatif dalam menyebarkan dakwah. Salah satu media dakwah beliau adalah melalui karya sastra yang berjudul Suluk Linglung. Dalam manuskrip Suluk Linglung tercermin dua strategi dakwah yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga, yang keduanya itu diharapkan akan relevan jika diterapkan di Indonesia pada zaman sekarang meninjau banyak sekali isu radikalisme. Penelitian ini berjenis kajian kepustakaan. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi melalui penelitian manuskrip Suluk Linglung. Oleh karenanya, agar dapat membedah isi manuskrip Suluk Linglung, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan hermeneutika Gadamer.  Adapun untuk teknik analisa data menggunakan teknik analisis isi. Akhirnya, setelah melakukan penelitian lebih lanjut peneliti mendapatkan hasil bahwasanya dalam manuskrip Suluk Linglung, Sunan Kalijaga menggunakan dua strategi dakwah yang meliputi strategi dakwah sufistik dan strategi dakwah multikultural. Jika dua strategi dakwah tersebut diterapkan pada zaman sekarang, maka diharapkan akan berimplikasi terhadap gerakan radikalisme yakni menepis gerakan radikalisme. Sehingga, akan memunculkan prinsip dakwah yang lembut, ramah, dan mengayomi kepada mad’u atau dapat disebut sebagai dakwah rahmatan li-l ‘alamin.