Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Hubungan besar sudut sit up dengan perubahan lingkar perut pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Todingan, Raja T.; Moningka, Maya; Danes, Vennetia
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.11286

Abstract

Abstract: Abdomen is the central part of human body. Abdomen (waist) circumference >90cm in men and >85cm in women are a state of person in low health quality (obese). Sit up is one of physical activity-resistance training to abdomen muscles by lifting the upper body from lie back position then creating 90° of sit up angle. There are variations by changing the 90° of sit up angle to 45° and 120°. There are also moderately strong evidences that prove sit up changes the abdomen adiposity, so it wills benefits health quality. The goals of this study are not only to understand the correlation between sit up angles and changes of waist circumference but also to compare the changes of waist circumference between sit up angle 45°, 90° and 120°. 25 Students of Medical Faculty of Sam Ratulangi University were divided into 3 groups of sit up angle (45°,90°and 120°), each sample instructed to do 50 sit ups a day within 15 days of study. Before the first day of training and the last day after training, waist circumference was measured. Then, data were analyzed by IBM SPSS version 20 with the univariate analysis test. IBM SPSS version 20 with the univariate analysis test (α= 0, 05) shows the mean differences of waist circumference in group 45° sit up angle is 10 mm (p= 0,015), in group 90° sit up angle is 12,22 mm (p= 0,005), and in group 120° sit up angle is 13,75 (p= 0,045). Conclusion: There’s significant correlation between sit ups angle (45°, 90°, 120°) and waist circumference changes (p<α=0,05). The most significant correlation shown in group of 90° sit up angle. Keywords: sit up, waist circumference, sit up angle, waist circumference changesAbstrak: Perut adalah bagian sentral dari tubuh manusia. Ukuran lingkar perut >90cm bagi pria dan >85cm bagi wanita adalah tanda rendahnya kualitas kesehatan seseorang (obesitas). Sit up merupakan salah satu aktivitas fisik-latihan resistensi yang gerakannya melatih otot-otot perut mengangkat beban tubuh sampai membentuk sudut 90° dari posisi berbaring. Variasi dari sit up antara lain dengan mengubah sudut sit up dari 90° menjadi sudut 45° dan 120°. Sit up memiliki bukti cukup kuat mengurangi ukuran lingkar perut yang akhirnya meningkatkan kualitas kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan sudut sit up dengan perubahan lingkar perut dan juga mengetahui perbandingan perubahan lingkar perut pada sudut sit up 45°, 90° dan 120°. 25 mahasiswa fakultas kedokteran UNSRAT dibagi dalam tiga kelompok sudut sit up (45°,90°dan 120°), tiap sampel diinstruksikan untuk 50 kali sit up sehari selama 15 hari penelitian. Sebelum latihan hari pertama dan setelah latihan hari ke-15 dilakukan pengukuran lingkar perut. Kemudian data dianalisa dengan uji analisis univariat menggunakan aplikasi pengolah data statistik IBM SPSS version 20. Uji analisis univariat IBM SPSS version 20 dengan α= 0,05 didapatkan perbandingan rata-rata perubahan lingkar perut pada sudut sit up 45° adalah 10 mm (p = 0,015), pada sudut sit up 90° adalah 12,22 mm (p = 0,005), sedangkan pada sudut sit up 120° adalah 13,75 mm (p = 0,045). Simpulan: Terdapat hubungan signifikan antara sudut sit up dengan perubahan lingkar perut (p<α=0,05). Hubungan sangat signifikan didapat pada sudut sit up 90°. Kata kunci: sit up, lingkar perut, sudut sit up, perubahan lingkar perut
ANALISA HASIL PENGUKURAN TEKANAN DARAH ANTARA POSISI DUDUK DAN POSISI BERDIRI PADA MAHASISWA SEMESTER VII (TUJUH) TA. 2014/2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI Amiruddin, Muh A.; Danes, Vennetia R.; Lintong, Fransiska
e-Biomedik Vol 3, No 1 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i1.6635

Abstract

Abstract: Blood pressure is the force of blood pumped by the heart against the arterial walls. Blood pressure is the driving force for blood to travel around the body to deliver fresh blood with oxygen and nutrients to the organs of the body. Blood pressure varies for many different reasons, one of conditions is changes in position. The purpose of this research is to know results of blood pressure measurements between sitting position and standing position on Medical students of Sam Ratulangi University. The experiment was conducted at Medical Faculty Collage of Sam Ratulangi University in November-December 2014. The method in this research was cross sectional analytic. The samples taken was 76 Students by simple random sampling. Data were analyzed using SPSS 20 and Wilcoxon Signed Ranks Test. The result of the data shows that there are significant differences between sitting position and standing position. The result of the data shows as follows systolic blood pressure of sitting position vs standing position (115,861±9,3039 vs 110,324±9,1302 mmHg) and diastolic blood pressure of sitting position vs standing position (76,918±7,5981 vs 75,233±7,3319 mmHg). Wilcoxon Signed Ranks Test results show that there is a significant difference between sitting position and standing position with p = 0.000 < α = 0,05. In conclusion, it is found that there is a difference of result between sitting position and standing position.Keywords: blood pressure, sitting position, standing position Abstrak: Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh jantung terhadap dinding arteri. Tekanan darah merupakan kekuatan pendorong bagi darah agar dapat beredar ke seluruh tubuh untuk memberikan darah segar yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Tekanan darah bervariasi pada berbagai keadaan, salah satunya adalah perubahan posisi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil pengukuran tekanan darah antara posisi dduk dan posisi berdiri pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat. Penelitian dilaksanakan di Kampus Fakultas Kedokteran Unsrat pada bulan November- Desember 2014. Metode pada penelitian ini yaitu observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel ditentukan secara simple random sampling yang berjumlah 76 orang. Data dianalisa menggunakan SPSS 20 dan uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara posisi duduk dan posisi berdiri. Hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut: Tekanan darah sistolik antara posisi duduk vs posisi berdiri (115,861±9,3039 vs 110,324±9,1302 mmHg) dan tekanan darah diastolik antara posisi duduk vs posisi berdiri (76,918±7,5981 vs 75,233±7,3319 mmHg). Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara posisi duduk dan posisi berdiri dengan nilai p = 0.000 < α = 0,05. Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara posisi duduk dan posisi berdiri.Kata kunci: tekanan darah, posisi duduk, posisi berdiri
PENGARUH POSISI DUDUK DAN BERDIRI TERHADAP TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DIASTOLIK PADA PEGAWAI NEGERI SIPILKABUPATEN MINAHASA UTARA Manembu, Mercy; Rumampuk, Jimmy; Danes, Vennetia R.
e-Biomedik Vol 3, No 3 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i3.10150

Abstract

Abstract: Blood Pressure (BP) is the pressure of blood that is pumped by the heart against arterial wall. Blood Pressure is the pushing force for the blood which can circulate to the whole body to give fresh blood that contains oxygen and nutrients to body organs. This study aimed to obtain the blood pressure measurements of the North Minahasa Regency civil servants in two body positions, namely sitting position (SeP) and standing position (StP). This study was conducted in the period of June to July 2015 at the complex of the Mayor office of North Minahasa Regency in Airmadidi District. This was an observational analytical study with a cross sectional approach. Samples were determined with simple random sampling and the amount of samples was 42 people. The data were analyzed by using SPSS 20 with the Wilcoxon signed ranks test. The results showed that there was a significant difference between measurements of blood pressure during sitting position (SeP) and standing position (StP). The data showed that Systoloc BP SeP = 117.9841±12.5877 mmHg vs Systolic StP = 124.7302 ±11.9546 mmHg, whereas Diastolic BP SeP = 79.2698±9.0656 mmHg vs Diastolic StP = 87.5238 ±8.6639 mmHg. The Wilcoxon signed ranks test indicated that there was a significant difference between the two groups (p=0.000 < α=0.05). Coclusion: Body positions namely sitting position and standing position affected both systolic and diastolic blood pressure. Blood pressure in standing position showed a tendency to be higher than that of sitting position.Keywords: systolic, diastolic, blood pressure, sitting position, standing position, civil servantsAbstrak: Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh jantung terhadap dinding arteri. Tekanan darah merupakan kekuatan pendorong bagi darah agar dapat beredar ke seluruh tubuh untuk memberikan darah segar yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil pengukuran tekanan darah antara posisi duduk dan posisi berdiri pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara. Penelitian dilaksanakan di kompleks Kantor Bupati Minahasa Utara, Airmadidi pada bulan Juni-Juli 2015. Metode penelitian ini yaitu observasional analitik dengan pendekatan potong lintang. Sampel ditentukan secara simple random sampling yang berjumlah 42 orang. Data dianalisis menggunakan SPSS 20 dengan Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil pengukuran tekanan darah antara posisi duduk dan posisi berdiri. Tekanan darah sistolik antara posisi duduk vs posisi berdiri 117,9841±12,5877 mmHg vs 124,7302±11,9546 mmHg dan tekanan darah diastolik antara posisi duduk vs posisi berdiri 79,2698±9,0656 mmHg vs 87,5238±8,6639 mmHg. Hasil Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara posisi duduk dan posisi berdiri dengan nilai p=0,000 <α=0,05. Simpulan: Posisi badan yaitu posisi duduk dan berdiri pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah memengaruhi hasil tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Pada posisi berdiri tekanan darah cenderung lebih tinggi dibanding pada posisi duduk.Kata kunci: tekanan darah, posisi duduk, posisi berdiri
PERBANDINGAN DAMPAK PENGGUNAAN HEADSET TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PENYIAR RADIO DAN YANG BUKAN PENYIAR RADIO DI KOTA MANADO Wongso, Lily; Danes, Vennetia R.; Supit, Wenny
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2607

Abstract

Abstract: Excessive use of headsets for a long period of time may cause hearing loss. While using a headset, the ears receive sound waves which are converted into electrical pulses transmitted to the auditory cortex via the auditory nerve. Exposures to noises can damage the cochlea hair cells that worsen the degenerative process of the auditory nerve. Radio announcing is one of the professions with a frequent use of a headset. This study aimed to find  the difference of the auditory functions between people who used headsets frequently and those who did not use headsets. This was a case-control study consisting of a group of people frequently using headsets (radio announcers, the case group) and a group without using headsets (non-radio announcers, the control group). Each group consisted of 20 respondents aged 20-40 years. Hearing functions were measured by using an audiometer while the noise levels generated by the headsets were measured with a sound level meter. The results showed that by using the Fisher exact test, there was a highly significant relationship between the usage of headsets and the hearing loss of the respondents’ left ears  (P = 0.001 <0.01) and right ears (P = 0.010 <0.05). Conclusion: There was a difference of hearing in both ears between the radio announcers and non-radio announcers. Keywords: noise exposure, headset, hearing function, radio announcer.     Abstrak: Pemakaian headset berlebih dalam kurun waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Pada penggunaan headset, telinga menerima gelombang suara yang kemudian diubah menjadi pulsa listrik yang diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Pada telinga yang terpapar bising untuk waktu lama dapat terjadi kerusakan sel-sel rambut di koklea saraf pendengaran yang memperburuk proses degenerasi saraf pendengaran. Penyiar radio merupakan salah satu profesi dengan tingkat pengunaan headset yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbedaan fungsi pendengaran antara pengguna headset dan yang tidak menggunakan headset. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol (case-control study) dengan melakukan perbandingan antara kelompok yang memakai headset (penyiar radio, kelompok kasus) dan kelompok lainnya yang tidak memakai headset (bukan penyiar radio, kelompok kontrol). Masing-masing kelompok terdiri dari 20 responden berusia 20-40 tahun. Fungsi pendengaran diukur dengan audiometer sedangkan tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh headset di ukur dengan sound level meter. Analisis statistik menggunakan uji Fisher exact menunjukkan terdapat hubungan yang sangat bermakna antara penggunaan headset dan gangguan pendengaran pada telinga kiri (P = 0,001 <0,01) dan telinga kanan (P = 0,010 <0,05). Simpulan: Terdapat perbedaan fungsi pendengaran kedua telinga antara penyiar radio dan yag bukan penyiar radio. Kata kunci: paparan bising, headset, fungsi pendengaran, penyiar radio.
FIBRILASI ATRIAL DARI SUDUT PANDANG BIOFISIKA Ruray, Indra N. S.; Danes, Vennetia R.; Lintong, Fransiska
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2598

Abstract

Abstract: Atrial fibrillation (AF) is the most common type of arrhythmia found in daily practices. Moreover, AF is one of the risk factors of emboli stroke and myocardial ischemia in patients with coronary heart diseases. From the biophysics perspective, alterations in ion currents (especially K+) that play some important role in the occurence of action potential can lead to an arrhythmia state. Mutations of genes S140G and V141M that create slow activation of ion channels can participate in the occurence of AF. Keywords: atrial fibrillation, arrhythmia, biophysics, heart disease.     Abstrak: Fibrilasi atrial (FA) merupakan bentuk aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. FA merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan stroke emboli, dan dapat mencetuskan gejala iskemik pada kasus dengan dasar penyakit jantung koroner. Ditinjau dari sudut biofisika, gangguan terhadap arus ion (terutama ion K+) yang berperan penting dalam menimbulkan potensial aksi bagi jantung, dapat memicu terjadinya aritmia jantung. Mutasi gen S140G dan V141M yang menyebabkan pengaktifan lambat dari saluran ion turut berperan dalam terjadinya FA. Kata kunci: fibrilasi atrial, aritmia, biofisika,  penyakit jantung.
UJI INVITRO AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI Lansium domesticum Correa (LANGSAT) Korompis, Grace; Danes, Vennetia R.; Sumampouw, Oksfriani J.
CHEMISTRY PROGRESS Vol 3, No 1 (2010)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/cp.3.1.2010.68

Abstract

Traditional medicine usage can be a breakthrough for alternative medication with regard of the resistancy ofdiseases-agent to common drugs. Lansium domesticum has been reported containing therapeutic-substancestherefore, has the capacity as a medicine. This research aimed to further elaborate the antibacterial activities ofseeds, fruitshield and bark skin of Lansium domesticum. The in vitro experimental research was conducted,initiated by extract maseration and continued by antibacterial test to bacterial isolation: Salmonella typhii,Escherichia coli, Vibrio cholerae, dan Staphylococcus aureus. Antibacterial activities test has been done bycomparing to several antibiotics and statistically test by ANOVA followed by LSD or BNT test. The study resultshowed that the extract of L. domesticum effectively inhibited the bacterial’s activities. Fitochemistry test of theextract should be conducted to detect the active compound as well as in vivo research for treatment againstbacterial.
GAMBARAN AKTIVITAS LISTRIK JANTUNG PASIEN RAWAT INAP DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IRINA F-JANTUNG RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO Raka, I Made S. K.; Danes, Vennetia R.; Supit, Wenny
eBiomedik Vol 3, No 3 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.3.3.2015.9625

Abstract

Abstract: Congestive Heart Failure (CHF) occurs when the heart is unable to pump the blood to fulfill body's need of blood related to tissue metabolism. Electrical activity of the heart is the state in which the heart has to pump the blood and to contract, triggered by an action potential that spreads through the membrane of muscle cells. Electrocardiogram (ECG) is generated by the electrical activity of the heart muscle. It is a recording of a heart condition obtained by placing electrodes on the body. This study aimed to describe the heart electrical activity of patients with congestive heart failure. This was a retrospective descriptive study. The population was all patients hospitalized in Irina F Cardiac Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. Samples were ECG recordings of all patients with CHF hospitalized at Irina F Cardiac Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado during Desember 2012-January 2013. The results showed that hypertensive heart disease (HHD) was the most frequent cause of CHF (45.5%). Meanwhile, CHF due to old myocardial infarction (OMI) was rare (18.2%). Conclusion: The most common cause of CHF among hospitalized patients at Irina F Cardiac Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Manado was HHD. ECG of patients with CHF et causa HHD showed an overview of normal heart rhythm and tachycardia, PR interval and a normal QRS complex, left axis deviation, ST segment elevation, depression on different leads, and pathological Q.Keywords: congestive heart failure, electrical activity, electroCardiogramAbstrak: Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) terjadi bila jantung tidak dapat memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh untuk metabolisme jaringan. Aktivitas listrik jantung yaitu keadaan dimana jantung dapat memompa darah, jantung harus berkontraksi yang dicetuskan oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel-sel otot. Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang elektroda pada badan seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran aktivitas listrik jantung pada pasien gagal jantung kongestif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif. Populasi ialah semua pasien rawat inap di Irina F Jantung RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel ialah rekaman EKG semua pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif di Irina F Jantung RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama bulan Desember 2012- Januari 2013. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penyebab gagal jantung kongestif yang terbanyak ialah hypertensive heart disease (HHD) (45,5%), dan yang paling sedikit ialah old myocardial infarction (OMI) (18,2%). Simpulan: Penyebab terbanyak gagal jantung kongestif pada pasien rawat inap di Irina F-Jantung RSUP Prof. Kandou Manadoialah HHD. EKG pada pasien CHF et causa HHD memberikan gambaran irama jantung yang normal dan juga takikardi, interval PR dan kompleks QRS normal, aksis deviasi kekiri, elevasi dan depresi segmen ST pada sadapan yang berbeda, dan Q patologik.Kata kunci:gagal jantung kongestif, aktivitas listrik jantung, elektrokradiogram
Determination of L-Type Calcium Current in the Primary Hypertrophied Left Ventricular Cardiomyocytes of Hypertrophy Heart Rats/HHR Vennetia R. Danes
MEDIA MEDIKA INDONESIANA 2009:MMI VOLUME 43 ISSUE 6 YEAR 2009
Publisher : MEDIA MEDIKA INDONESIANA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.952 KB)

Abstract

Background: The molecular mechanisms responsible for electromechanical derangements found in primary left ventricular (LV) hypertrophy have not been clearly elucidated. Of particular interest is the voltage gated L-type Ca current (ICa L) which plays crucial role in the EC-coupling. This study aimed to investigate cardiomyocyte ICa(L) in newly developed line of rats namely HHR (hypertrophy heart rat) and NHR (normal heart rat).Methods: A pure experimental study has been conducted using male HHR (n=7 rats) and NHR (n=9 rats), aged 19-25 week. Cardiomyocytes were isolated enzymatically. By using whole cell patch clamp techniques, ICa were measured and normalized (pA/pF) for cell size determined by capacitance (Cm). In Na-free superfusate, the ICa(L) of HHR (n=18 cells) and NHR (n=12 cells) obtained at holding potential (HP) -50 mV were analyzed using Student’s t-test and one-way ANOVA (repeated measures). p<0.05values were considered significance.Results: Myocyte mean Cm of HHR slightly increased but not significantly greater than that of NHR (364.3±22.33 pF vs 300.2±27.78 pF, p=0.08). In HHR, peak Ca current density was significantly increase, i.e, at HP -50 mV, the ICa(L) evoked at test potential (TP) -10 mV were -7.74±0.86 (HHR) vs -4.68±1.09 (NHR) pA/pF, p<0.02.Conclusions: Peak Ca current density of HHR increases approximately 1.6 times that of the NHR (-7.74±0.86 vs -4.68±1.09 pA/pF). This increase is attributed primarily to L-type Ca current, best known to peak at around TP -10 mV. The dramatic increase in sarcolemmal calcium influx in the HHR provides evidence of altered EC coupling processes in primary LV hypertrophy.Keywords: HHR rats, LV hypertrophy, cardiomyocyte, L-type calcium currentABSTRACT Penentuan arus kalsium tipe L pada kardiomiosit tikus yang mengalami hipertrofi primer ventrikel kiri (Hypertrophy Heart Rats/HHR)Latar belakang: Mekanisme molekuler yang bertanggung jawab pada munculnya kelainan elektro-mekanik pada hipertrofi primer ventrikel kiri masih belum jelas, khususnya arus kasium tipe L, ICa(L), yang berperan penting pada ‘EC-coupling’. Tujuan penelitian ini untuk mengukur dan menganalisis ICa(L) kardiomiosit dari tikus jenis baru bernama HHR (hypertrophy heart rat) dan NHR (normal heart rat).Metode: Eksperimen murni laboratorik dilakukan pada tikus jantan NHR (n=9) dan HHR (n=7) berusia 19-25 minggu. Kardiomiosit diisolasi menggunakan teknik enzimatika. Dengan teknik ‘whole cell patch clamp’; arus kalsium ICa(L) diukur dan dinormalisasi sesuai ukuran selnya (pA/pF), yang ditentukan melalui pengukuran kapasitans membran (Cm). Pada kondisi bebas Na, ICa(L) dari kedua kelompok sel HHR (n=18) dan NHR (n=12), yang didapat dari ‘holding potential’ (HP) -50mV dianalisis dengan Student’st-test dan one-way ANOVA (repeated measures). Nilai p<0,05 dianggap bermakna.Hasil: Rerata kapasitans membran (Cm) dari HHR dan NHR secara statistik tidak beda secara bermakna (364,3±22,33 pF vs 300,2±27,78 pF, p=0,08). Pada HP -50 mV, densitas arus kalsium ICa(L) yang dihasilkan dari ‘test potential’ (TP)-10 mV  meningkat secara bermakna pada HHR dibanding NHR -7,74±0,86 vs -4,68±1,09 pA/pF (p<0,02).Simpulan: Terjadi peningkatan densitas arus kalsium pada HHR yaitu 1,6 kali NHR (-7,74±0,86 vs -4,68±1,09 pA/pF). Peningkatan ini seluruhnya disebabkan oleh ICa(L), karena tipe ini biasanya memuncak pada TP sekitar -10 mV. Peningkatan influx kalsium sarkolemma HHR yang sangat besar ini, merupakan bukti adanya perubahan proses ‘EC coupling’ pada ventrikel kiri yang mengalami hipertrofi primer.
Pengaruh Frekuensi Latihan Push-Up Terhadap Peningkatan Massa Otot Pectoralis Pada Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2023 Sumenda, Seven Steve Figel; Danes, Vennetia R.; Rumampuk, Jimmy F.
Jurnal Inovasi Global Vol. 3 No. 2 (2025): Jurnal Inovasi Global
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jig.v3i2.271

Abstract

Kesehatan fisik berperan penting dalam kehidupan manusia, dengan otot sebagai indikator utama kebugaran jasmani. Peningkatan massa otot melalui hipertrofi dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan fisik, sementara atrofi dapat mengurangi fungsi otot. Push-up merupakan latihan sederhana yang efektif dalam meningkatkan massa otot pectoralis tanpa memerlukan alat tambahan. Namun, frekuensi latihan yang optimal masih menjadi perdebatan, karena frekuensi yang terlalu rendah tidak memberikan stimulus cukup, sedangkan frekuensi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan overtraining. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh frekuensi latihan push-up terhadap peningkatan massa otot pectoralis pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2023. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan pendekatan pre-test dan post-test serta kelompok kontrol. Sampel penelitian terdiri dari mahasiswa laki-laki yang dibagi ke dalam kelompok dengan frekuensi latihan push-up yang berbeda. Analisis data dilakukan menggunakan uji t berpasangan untuk membandingkan perubahan massa otot sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan push-up terhadap peningkatan massa otot pectoralis. Nilai p yang diperoleh adalah p < 0,001 pada kelompok dengan frekuensi latihan ringan maupun sedang, menunjukkan peningkatan massa otot yang signifikan setelah latihan. Kesimpulannya, frekuensi latihan push-up yang optimal memiliki peran penting dalam meningkatkan massa otot pectoralis, sehingga dapat menjadi strategi efektif dalam meningkatkan kebugaran jasmani.