Daniel Djokosetiyanto
Department of Aquaculture

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

The Role of Bakau Snail, Telescopium telescopium L., as Biofilter in Waste Water Management of Intensive Shrimp Culture Hamsiah, ,; Djokosetiyanto, Daniel; Adiwilaga, E. M.; Nirmala, Kukuh
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.587 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.57-64

Abstract

ABSTRACTThe objective the experiment is to know the role of bakau snail, Telescopium telescopium L., as biofilter for improving waste water quality in shrimp culture.  The experiment was carried out at laboratory scale.  The parameters that observed in this experiment are physical, chemical and biological of waste water.  Growth and survival rate of snail were also observed. Waste water quality measurement was carried out during a week, while the growth and survival rate were measured during two months.  The aquarium of 30x40x40 cm were filled with 30 l of waste water from intensive shrimp culture.  Bakau snail were stocked to the aquarium with density of 0 (control), 6, 9 and 12 snail/aquarium, and these treatment were replicated 3 times.  The result shown that total organic matter (TOM), total ammonia, dissolved oxygen (DO) of waste water, and growth and survival rate of snail were not different between treatment of stocking density, while the biological oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS), nitrite and nitrate were significantly different (pKey words :  Bakau snail, Telescopium telescopium L.,  biofilter, shrimp culture waste water. ABSTRAKPercobaan ini bertujuan untuk mengkaji peranan keong bakau, Telescopium telescopium L., sebagai biofilter terhadap perbaikan mutu air limbah budidaya tambak udang intesif.  Pertumbuhan dan kelangsungan hidup keong bakau juga dikaji.  Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium.  Pengamatan kualitas air fisika, kimia dan biologi air limbah budidaya tambak dilakukan selama seminggu, sedangkan pertumbuhan keong dilakukan selama 2 bulan.  Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium ukuran 30x40x40 cm dan diisi air sebanyak 30 liter yang berasal dari buangan budidaya udang intensif di tambak.  Perlakuan percoban berupa padat tebar keong bakau dalam akuarium yaitu: 0 (tanpa keong), 6, 9 dan 13 ekor/akuarium, dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa respon peubah kadar bahan organik total (TOM), amoniak total, oksigen terlarut (DO) dalam air limbah, serta pertumbuhan dan kelangsungan hidup keong bakau tidak berbeda antar perlakuan kepadatan, sedangkan BOD5, padatan tersuspensi total (TSS), nitrit dan nitrat berbeda nyata (pKata kunci :  Keong bakau, Telescopium telescopium L., biofilter, air limbah budidaya udang.
Enhancement of non-specific immune response, resistance and growth of (Litopenaeus vannamei) by oral administration of nucleotide Manoppo, Henky; Sukenda, .; Djokosetiyanto, Daniel; Sukadi, Mochamad Fatuchri; Harris, Enang
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.428 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.1-7

Abstract

This research evaluated the nonspecific immune responsse, resistance, and growth of Litopenaeus vannamei fed nucleotide diet. Shrimp juveniles (mean weight 5.39±0.56 g) were reared in two groups of glass aquaria, each with three replications. Shrimps in group one and group two were fed nucleotide diet and basal diet each for four weeks. Total haemocyte count (THC) and PO activity were evaluated at the end of feeding while growth was measured at two weeks interval. At the end of feeding trial, the shrimps were intramuscularly injected with Vibrio harveyi 0.1x106 cfu.shrimp-1. THC of shrimp fed nucleotide diet significantly increased (P
Substitution time of natural food by artificial diet on survival rate and growth of pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei) postlarvae during rearing in low salinity media Taqwa, Ferdinand Hukama; Djokosetiyanto, Daniel; Affandi, Ridwan
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.776 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.38-43

Abstract

This research was conducted to determine natural food substitution time by artificial diet   after salinity acclimatization from 20 ppt until 2 ppt, which can increase survival and growth of (Litopenaeus vannamei) postlarvae during rearing period. Design experiment was completely randomized design with five treatments and three replications of natural food Chironomus sp.  (60% of crude protein) substitution time by artificial diet (40% of crude protein) at day: 1 (A), 7 (B), 14 (C), 21 (D) and full natural food without artificial diet (E) during 28 days rearing period. White shrimp postlarvae and rearing media in this experiment based from best result of earlier research that is PL25 from acclimatization in media 2 ppt with addition of potassium 25 ppm to freshwater media.  The densities of PL25 white shrimp were 20 PLs/50 liters of 2 ppt media. The result of this experiment showed that the use of artificial diet as soon as after salinity acclimatization (PL25) gave best performance production compared to which only that was given natural food Chironomus sp. during experiment or with treatment by artificial diet substitution at day-7, day-14 or day-21, shown with the highest value of food consumption level, protein retention, energy retention, daily growth rate and food efficiency. Survival rate of PL54 was above 80% and not significant different between treatment. That is supported by chemical-physical value of water quality still in range appropriate to survival rate of white shrimp post larvae during a rearing period. The result of this experiment indicated that requirement nutrient of PL25 in low salinity did not fulfilled if only rely on natural food, so that require artificial diet with nutrition content to support growth and survival rate of white shrimp post larvae more maximal. Key words: salinity, natural food, artificial diet, Pacific white shrimp   ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan yang tepat selama masa pemeliharaan postlarva udang vaname di media bersalinitas rendah setelah melalui masa aklimatisasi penurunan salinitas dari 20 ppt hingga 2 ppt, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Rancangan percobaan berupa rancangan acak lengkap dengan perlakuan yang diterapkan berupa waktu penggantian pakan alami Chironomus sp. (kadar protein 62%) oleh pakan buatan (kadar protein 40%) pada hari ke-1 (A), ke-7 (B), ke-14 (C), ke-21 (D) dan pakan alami (E) selama masa pemeliharaan. Postlarva udang vaname dan media pemeliharaan yang dipergunakan selama percobaan mengacu pada hasil terbaik yang didapatkan dari penelitian pendahuluan yaitu berupa PL25 hasil aklimatisasi di media bersalinitas 2 ppt  dengan penambahan kalium 25 ppm ke media air tawar pengencer. Padat tebar sebanyak 20 ekor/50 liter/wadah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian pakan buatan yang diberikan segera setelah masa aklimatisasi salinitas (pada awal pemeliharaan PL25) memberikan performa produksi budidaya terbaik bila dibandingkan dengan yang hanya diberi pakan alami selama masa pemeliharaan maupun waktu penggantian pakan alami oleh pakan buatan pada hari ke-7, ke-14 dan hari ke-21 yang ditunjukkan dengan tingkat konsumsi pakan, retensi protein, retensi energi, laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan yang tertinggi.  Kelangsungan hidup di akhir pemeliharaan (PL54)  di atas 80% dan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini ditunjang oleh nilai fisika kimia air yang berada dalam kisaran yang layak selama masa pemeliharaan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kebutuhan nutrisi pada stadia PL25 di media bersalinitas rendah tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan pakan alami sehingga perlu ditunjang dari pakan buatan dengankandungan nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang lebih maksimal. Kata kunci: salinitas, pakan alami, pakan buatan, udang vaname.
Additional lime of CaO in rearing medium with salinity for growing of catfish Pangasius hypopthalmus Hastuti, Yuni Puji; Djokosetiyanto, Daniel; Permatasari, Ide
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 2 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1235.87 KB) | DOI: 10.19027/jai.11.168-178

Abstract

Catfish juvenile quality improvements sought through the addition of lime to the availability of minerals in the body. Media maintenance is set at 4‰ salinity aims to reduce the level of osmotic work to reduce energy used for osmoregulation and can be allocated to the growth of catfish. Juvenile-sized fish used 2.59±0.02 cm and weights 0.13±0.01 g. Aquarium measuring 20×20×20 cm3 used 15 units, filled with water salinity of 4% as 6 L per unit, and added lime CaO appropriate treatment. During the study, the fish were fed with 28% protein content three times a day with FR 5%. Addition of CaO treatment dose 0 mg/L, 20 mg/L, 40 mg/L, 60 mg/L, 80 mg/L result in the survival rate of 100%, 100%, 100%, 96.29%, and 100% (p>0.05). The growth rate of daily weight 5.196%, 5.212%, 6.596%, 5.35% and 5.101% (p>0.05). Long absolute yield significantly different values are 1.451 cm, 1.518 cm, 1.964 cm, 1.71 cm, and 1.546 cm (p<0.05). During the study, the water quality is within the range that can be tolerated by catfish juvenile. The use of lime in the salinity of 4% is suggested as many as 40 mg/L CaO with the turnover of water every day and feeding enough.Keywords: CaO, salinity, growth, Pangasius hypopthalmus
Utilization of fermented chicken manure and catfish culture waste in recirculated sludge worm culture Putri, Diana Sriwisuda; Supriyono, Eddy; Djokosetiyanto, Daniel
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 2 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3075.089 KB) | DOI: 10.19027/jai.13.132-139

Abstract

ABSTRACT This study aimed to analyze the effect of utilization of chicken manure and catfish (Clarias sp.) waste on yield of sludge worm (Tubifex sp.) culture with recirculation systems in multi-storey container. The experimental design used was completely randomized design with four treatments and two replications. Treatments conducted were addition of fermented chicken manure into sediments (P0), fermented chicken manure into sediments and repetition once in five days (P1), fermented chicken manure into sediment and waste from intensive catfish farming (P2), fermented chicken manure into sediments and repetition once in five days and also waste from intensive catfish farming (P3). The container used to rear sludge worm was a wooden container at size of 100x50x15 cm3. Containers made multi-storey (three-level). The medium used was a sludge and chicken manure. Sludge worm was stocked as much as 100 g/m2. Silk worms were given additional fertilizer of fermented chicken manure about 500 g/container with repetition of administration done every five days. Parameters measured were individual abundance, biomass and water quality. The results showed that addition of fermented chicken manure into sediment and waste from intensive catfish farming was the best medium to increase the growth of silk worms with an average abundance at 1,697 ind/m2, and average biomass at 6,470.98 g/m2. Keywords: sludge worm, recirculation, storey container, fermentation chicken manure, catfish waste protein   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan kotoran ayam dan limbah lele (Clarias sp.) terhadap hasil panen cacing sutra (Tubifex sp.) dengan sistem resirkulasi dalam wadah bertingkat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan masing-masing terdiri atas dua ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen (P0), pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pengulangan lima hari sekali (P1), pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian limbah dari budidaya lele intensif (P2), pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pengulangan lima hari sekali dan pemberian limbah dari budidaya lele intensif (P3). Wadah penelitian yang digunakan untuk budidaya cacing sutra adalah kotak kayu berukuran 100x50x15 cm3. Wadah dibuat bertingkat (tiga tingkat). Media yang digunakan yaitu lumpur dan kotoran ayam. Cacing sutra ditebar sebanyak 100 g/m2. Cacing sutra diberi pupuk tambahan berupa kotoran ayam fermentasi sebanyak 500 g/wadah dengan pengulangan lima hari sekali. Parameter yang diamati meliputi kelimpahan individu, biomassa dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian limbah dari budidaya lele intensif (P2) merupakan media pemeliharaan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan cacing sutra dengan kelimpahan rata-rata sebesar 1.697 ind/m2 dan rata-rata biomass sebesar 6.470,98 g/m2. Kata kunci: cacing sutra, resirkulasi, wadah bertingkat, kotoran ayam fermentasi, limbah ikan lele
Production performance of indonesian eel Anguilla bicolor bicolor with the addition of calcium carbonate (CaCO3) in to the culture media Scabra, Andre Rachmat; Budiardi, Tatag; Djokosetiyanto, Daniel
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3110.457 KB) | DOI: 10.19027/jai.15.1.7

Abstract

ABSTRACT This study aimed to determine effect of calcium carbonate (CaCO3) addition in to the culture media for the production performance (survival rate, biomass growth rate, food conversion ratio, and coefficient of diversity) of Indonesian eel Anguilla bicolor bicolor. The experimental designed CRD with four treatments (calcium carbonate addition with dose A, 0 mg/L; B, 50 mg/L;  C, 100 mg/L; and D, 150 mg/L) and three replications. The eel with body weight average of 10.3±0.16 g/individual cultured in aquariums (100×50×40 cm3) with 4 g/L of stocking densities. This study was conducted for 60 days, in which the eel were fed three times a day by at satiation method. The result of this study showed that treatment B with calcium carbonate addition of 50 mg/L in to the culture media was the best treatment for production performance (survival rate 99.1%; biomass growth rate 3.48 g/day; and food conversion ratio 3.5). It was also optimal to reduce the physiological responses of the eel, in which the oxygen consumption rate ie 0.36 mg O2/g/jam and osmotic work rate ie 0.22 mOsm/L H2O. For the coefficient of diversity, the best results occur in treatment D ie 23.3%. Water quality during the study are within the range of optimal maintenance of eels (temperature 29.8–31.73 °C; pH 7.4–8.1; dissolved oxygen 4.7–5.57 mg/L; nitrite 0.10–0.78 mg/L; and ammonia 0.0008–0.0281 mg/L). Keyword : Anguilla bicolor bicolor, calcium carbonate, Indonesian eel, production performance  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh penambahan kalsium karbonat (CaCO3) pada media budidaya terhadap kinerja produksi (derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak biomassa, rasio konversi pakan, dan koefisien keragaman) ikan sidat Anguilla bicolor bicolor. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL dengan empat pelakuan (penambahan CaCO3 dengan dosis A, 0 mg/L; B, 50 mg/L; C, 100 mg/L; dan D, 150 mg/L) dan tiga ulangan. Ikan sidat yang digunakan memiliki bobot rata-rata 10,3±0,16  g/ekor dengan padat tebar 4 g/L yang dipelihara pada wadah akuarium berukuran 100×50×40 cm3. Pemeliharaan ikan sidat dilaksanakan selama 60 hari dan diberikan pakan tiga kali sehari dengan metode at satiation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan B, yaitu penambahan CaCO3 dengan dosis 50 mg/L adalah perlakuan terbaik terhadap kinerja produksi ikan sidat (derajat kelangsungan hidup 99,1%; laju pertumbuhan mutlak biomassa 3,48 g/hari; dan rasio konversi pakan 3,5). Perlakuan B juga memberikan nilai yang optimal yang dapat menurunkan tingkat konsumsi oksigen (0,36 mg O2/g/jam) dan tingkat kerja osmotik (0,22 mOsm/L H2O). Untuk parameter koefisien keragaman, hasil terbaik terjadi pada perlakuan D sebesar 23,3%. Kualitas air selama penelitian berada dalam kisaran optimal pemeliharaan ikan sidat (suhu 29,8–31,73 oC; pH 7,4–8,1; oksigen terlarut 4,7–5,57 mg/L; nitrit 0,10–0,78 mg/L; dan amonia 0,0008–0,0281 mg/L). Kata kunci : Anguilla bicolor bicolor, ikan sidat, kalsium karbonat, kinerja produksi
Survival and growth responses of snakehead fish Channa striata Bloch. juvenile in aerated and unaerated acid sulfate water Purnamawati, ,; Djokosetiyanto, Daniel; Nirmala, Kukuh; Surawidjaja, Enang Harris; Affandi, Ridwan
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3193.335 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.1.60-67

Abstract

ABSTRACT  The aim of the research was to analyze survival rate, specific growth rate, albumin, and feed efficiency and physiological (blood glucose, cortisol, dan haemoglobin) responses of snake head fish juvenil that reared at aerated and unaerated of tidal land water have been conducted in the laboratory. Experiments using completely randomized design with aerated and unaerated as a treatment, and each treatment has twelve replications. The snakehead fish juvenil wich length 2.4±0.2 cm and weight of 0.21±0.05 g reared in the aquarium that are size 30×25×35 cm (water volume 25 L) with a stocking density 2 juvenile/L, for 40 days. The fishes were fed with commercial feed with protein content about 40%, feeding two times a day (morning and afternoon) were at satiation. Replacement of water done every two days about 10% of the total water volume in the aquarium. The results showed that unaerated median significantly affected to biometric and physiological response of juvenile of snake head fish. The media un-aerated gives the best results shown by the higher value of survival (92%), specific growth rate (6.73%/ day), feed efficiency (78.22%), protein retention (41.91%), energy retention (30.81%) value of albumin (6.60 g/100 mL) and the haemoglobin (5.58 g/dL), and have the lowest value of cortisol (21.49 ng/L) and blood glucose (43.36 mg/100 mL). Keywords: acid sulfate water, growth rate, aeration, Channa striata   ABSTRAK  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respons kelangsungan hidup, pertumbuhan spesifik, albumin, dan efisiensi pakan dan fisiologis (kortisol, glukosa darah, dan hemoglobin) juvenil ikan gabus yang dipelihara dengan dan tanpa aerasi pada media air rawa pasang surut. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan aerasi dan tanpa aerasi sebagai perlakuan, dan masing-masing perlakuan memiliki 12 ulangan. Juvenil ikan gabus berukuran panjang 2,4±0,3 cm dan bobot 0,21±0,03 g dipelihara dalam akuarium 30×25×35 cm (volume 25 L) dengan padat tebar 2 ekor/L, selama 40 hari. Ikan diberi pakan berupa pakan komersial dengan kadar protein ±40%, pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan sore) at satiation. Penggantian air dan penyiponan dilakukan dua hari sekali sebanyak 10% dari volume total dalam akuarium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa aerasi berpengaruh nyata terhadap respons biometrik dan fisiologis juvenil ikan gabus. Media tanpa aerasi memberikan hasil yang lebih baik ditunjukkan oleh kelangsungan hidup (92%), laju pertumbuhan spesifik (6,73%/ hari), efisiensi pakan (78,22%), retensi protein (41,91%), retensi energi (30,81%), kadar albumin (6,60 g/100 mL), dan hemoglobin (5,85 g/dL) yang lebih tinggi, sedangkan kadar kortisol (219 ng/L) dan glukosa darah (43,36 mg/100 mL) yang terendah. Kata kunci: media sulfat masam, pertumbuhan, aerasi, Channa striata
The concentration of optimum dissolved oxygen levels for growth of mangrove crab Scylla serrata seed in recirculation system Faturrohman, Kurnia; Nirmala, Kukuh; Djokosetiyanto, Daniel; Hastuti, Yuni Puji
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3251.944 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.1.109-117

Abstract

ABSTRACT This study aimed to determine optimum dissolved oxygen (DO) through the addition of aeration and to evaluate the role of dissolved oxygen on production performance and stress responses of mangrove crab Scylla serrata. Experimental design used was complete randomized design with four treatments namely no aeration (A), one point aeration (B), two points aeration (C), and three points aeration (D). All treatments replicated three times. The crab with the average of body weight 45.6±2.1 g/individual cultured in a plastic box (40×30×30 cm3). The stocking densities was 10 crab/box. Crab was cultured within 42 days and were fed two times a day by restricted method (15% of the total biomass). The result showed that C treatment produced 5.51 mg/L dissolved oxygen and gave the best result of mangrove crabs production performance  with 60% survival, 0.83±0.03 g/day absolute growth rate and food conversion ratio 1.1. It also showed good response to the stress that indicated by the cortisol level (10.159 µg/dL). The best results of coefficient of diversity showed by D treatment that was 13.5%. The water quality during study period was fluctuative as affected by different dissolved oxygen value. Keyword: mangrove crabs, dissolved oxygen, production performance  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menentukan kadar oksigen terlarut (OT) atau dissolved oxygen (DO) yang optimum melalui penentuan titik aerasi serta mengevalusi peranan oksigen terlarut terhadap kinerja produksi dan respons stres kepiting bakau Scylla serrata. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat pelakuan (penambahan titik aerasi dengan rincian A, tidak menggunakan titik aerasi; B, satu titik aerasi; C, dua titik aerasi dan D, tiga titik aerasi) dan tiga ulangan. Kepiting bakau yang digunakan memiliki berat rata-rata 45,6±2,1 g/ekor dengan padat tebar 10 ekor/wadah. Wadah yang digunakan selama pemeliharaan adalah bak fiber plastik yang berukuran 40×30×30 cm3. Pemeliharaan kepiting bakau dilaksanakan selama 42 hari dan diberikan pakan dua kali sehari dengan metode restricted yakni sebesar 15% dari biomassa kepiting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan C yaitu penambahan dua titik aerasi menghasilkan nilai kelarutan oksigen rata-rata sebesar 5,51 mg/L dan memberikan hasil terbaik terhadap kinerja produksi kepiting bakau (tingkat kelangsungan hidup 60%; laju pertumbuhan mutlak 0,83±0,03 g/hari; dan rasio konversi pakan 1,1). Perlakuan C juga menunjukkan respons stres yang baik dengan memiliki nilai kortisol paling rendah dari perlakuan lain yaitu 10,159 µg/dL. Untuk parameter koefisien keragaman berat, hasil terbaik terjadi pada perlakuan D sebesar 23,3%. Kualitas air selama penelitian memiliki nilai yang fluktuatif di setiap perlakuan sebagai efek adanya perbedaan nilai kelarutan oksigen yang dihasilkan. Kata kunci: kepiting bakau, kelarutan oksigen, kinerja produksi
Optimization of salinity range for rearing glass eel Anguilla bicolor bicolor Hesti Lukas, Ade Yulita; Djokosetiyanto, Daniel; Budiardi, Tatag; Sudrajat, Agus Oman; Affandi, Ridwan
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 2 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3383.063 KB) | DOI: 10.19027/jai.16.2.215-222

Abstract

ABSTRACT Fasting is one of a method that used for measured growth of fish in a shorter period of time. This study was aimed to determine the optimum range of salinity for improve the survival and growth of glass eel Anguilla bicolor bicolor. It used a completely randomized design (CRD) with four salinity treatments and three replications, namely (A) 0 g/L, (B) 10 g/L, (C) 20 g/L, and (D) 30 g/L. The fish used were of glass eel A. bicolor bicolor with 0.15–0.23 g of weight. The experiment was conducted in an aquarium of 60×30×30 cm with a volume of 30 Liters and at a stocking density of 2 g/L for 14 days. During the maintenance, glass eels were fasted for have a significantly of biomass decline. Data collection was done at the start and the end of maintenance. Parameters measured included survival (%) and the rate of decline in absolute biomass (g). Physical and chemical parameters included temperature, dissolved oxygen, and pH which were measured daily, while ammonia and alkalinity were measured every seven days. Result showed that survival was not significantly different between treatments (P>0.05), while the rate of decline in absolute biomass was significantly different between treatments (P<0.05). Treatments of 0 g/L salinity was the lowest survival than the others. While treatment of 10 g/L salinity was the lowest rate of decline in absolute biomass. According to research, the optimum salinity was 10 g/L, and after analysis with quadratic regression analysis, the optimum range of salinity were 5.00–13.40 g/L. Keywords: optimum salinity, survival, growth, glass eel, Anguilla bicolor bicolor  ABSTRAK Pemuasaan merupakan salah satu metode pengukuran perubahan bobot ikan yang dipelihara dalam waktu singkat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kisaran salinitas optimum untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan glass eel Anguilla bicolor bicolor. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan empat perlakuan salinitas dan tiga ulangan, yaitu (A) 0 g/L, (B) 10 g/L, (C) 20 g/L, dan (D) 30 g/L. Penelitian dilakukan selama 14 hari.  Ikan yang digunakan adalah glass eel A. bicolor bicolor dengan bobot 0,15–0,23 g dengan padat tebar 2 g/L. Pemeliharaan dilakukan di akuarium berukuran  60×30×30 cm dengan volume air 30 Liter/akuarium. Selama pemeliharaan glass eel dipuasakan sehingga diperoleh penurunan biomassa yang signifikan. Pengambilan sampel data dilakukan setiap tujuh hari berupa kelangsungan hidup (%) dan laju penurunan biomassa mutlak (g). Parameter fisika kimia air berupa ammonia dan alkalinitas dilakukan setiap tujuh hari, sedangkan suhu, oksigen terlarut (DO), dan pH dilakukan setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05) sedangkan laju penurunan biomassa mutlak berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05). Berdasarkan hasil penelitian, salinitas 10 g/L, 20 g/L, dan 30 g/L  menunjukkan kelangsungan hidup 100%, sedangkan salinitas 0 g/L memberikan kelangsungan hidup terendah. Salinitas 10 g/L menunjukkan pemakaian energi terendah untuk metabolisme tubuh sehingga memberikan penurunan bobot biomassa terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.  Hasil penelitian menunjukkan salinitas optimum adalah 10 g/L, dan setelah dihitung menggunakan analisis regresi kuadratik, maka kisaran salinitas optimum adalah 5,00–13,40 g/L.   Kata kunci: salinitas optimum, kelangsungan hidup, pertumbuhan, glass eel, Anguilla bicolor bicolor
The application of phytoremediation Lemna perpusilla to increase the production performance of Nile tilapia Oreochromis niloticus in a recirculation system Utami, Rina Hesti; Nirmala, Kukuh; Rusmana, Iman; Djokosetiyanto, Daniel; Hastuti, Yuni Puji
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 1 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3531.939 KB) | DOI: 10.19027/jai.17.1.34-42

Abstract

ABSTRACTThis study aimed to evaluate the production performance and physiological of Nile tilapia using Lemna perpusilla as a phytoremediator in a recirculation system.  A completely randomized design with two treatments and three replications was applied. The treatments were Nile tilapia cultured with L. perpusilla (TL) and without L. perpusilla (L). The experimental fish in this study was the juvenile of Nile tilapia with a body length of 9.98 ± 0.08 cm and an average weight of 36.27 ± 1.07 g. The stocking density was 46 fish/pond and the container size was 275×100×60 cm3 and was separated in two areas using a fiber separator screen of 55.9% area for fish culture and 44.1% for L. perpusilla.  The Nile tilapias were reared for 60 days, fed with commercial diet and fresh L. Perpusilla with amount 2% and 1% of biomass, respectively. They were fed three times a day with fresh L. perpusilla  at noon and commercial diet in the morning and afternoon. The results showed that the Nile tilapia reared with L. perpusilla phytoremediation had normal physiological condition and production performance. The predominances of this system were lower feed conversion ratio value, more optimal values of feeding efficiency, and higher coefficient of weight uniformity. Keywords: Lemna perpusilla, physiological condition, phytoremediation, production performance.  ABSTRAKPenelitian ini bertujuan mengevaluasi kinerja produksi dan fisiologi ikan nila dengan penggunaan Lemna perpusilla sebagai fitoremediator pada sistem resirkulasi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan dua perlakuan dan tiga ulangan. Ikan nila dipelihara pada kolam tanpa L. perpusilla (TL) dan ikan nila dipelihara pada kolam dengan L. perpusilla (L). Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan nila dengan panjang baku 9,98 ± 0,08 cm dan bobot rata-rata 36,27 ± 1,07 g. Padat tebar ikan tiap kolam pemeliharaan 46 ekor/kolamdengan ukuran kolam 275×100×60 cm3. Setiap kolam diberi sekat dengan luasan 44,1% L. perpusilla dari luasan kolam. Ikan nila dipelihara selama 60 hari pemeliharaan dengan pakan berupa pakan komersial dan L. perpusilla dengan jumlah pakan masing-masing 2% dan 1% dari biomassa. Pada pagi dan sore hari diberi pakan komersial, dan siang hari ikan diberi pakan L. perpusilla. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan nila yang dipelihara dengan fitoremediasi L. perpusilla menghasilkan kinerja produksi dan kondisi fisiologis yang normal. Keunggulan sistem ini adalah menghasilkan nilai konversi pakan yang lebih rendah, nilai efisiensi pemberian pakan, dan koefisien keseragaman bobot yang lebih tinggi. Kata kunci : fitoremediasi, Lemna perpusilla, kondisi fisiologis, kinerja produksi.