Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Unknown Affiliation

Published : 40 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

PERAN DINAS SOSIAL DALAM MENANGANI ANAK TERLANTAR BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Ni Ketut Rianingsih Waringin; I Gusti Ngurah Wairocana; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2018)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (323.831 KB)

Abstract

Tingginya penduduk di Indonesia yang tergolong anak-anak mendapat perhatian khusus dari pemerintah, salah satunya anak-anak terlantar. Guna melindungi anak umumnya dan anak terlantar khsusunya, maka pemerintah Kabupaten Buleleng membuat Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Dinas Sosial Kabupaten Buleleng sebagai pihak terkait yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap kegiatan sosial wajib menangani dan menyelesaikan permasalahan terkait anak terlantar di Kabupaten Buleleng. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan memahami bagaimana upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam menangani anak terlantar beserta hambatannya. Dalam jurnal ini menggunakan penelitian hukum empiris berupa pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan fakta. Kewenangan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng memberikan pelayanan dibidang sosial, khususnya anak terlantar dengan melakukan pembinaan rutin dan pelayanan sekaligus menjamin perlindungan bagi anak-anak terlantar di Kabupaten Buleleng. Hambatan yang terjadi dalam melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 disebabkan kurangnya arahan, pedoman yang menjadi panduan serta kewenangan yang jelas dan sinergis antara Dinas Sosial dengan pihak terkait, lemahnya kesadaran masyarakat dalam menaati peraturan, dan tindak pidana oleh anak-anak. Kesimpulan penelitian ini bahwa kewenangan Dinas Sosial dalam menerapkan Perda Perlindungan Anak terhadap anak terlantar belum dapat dicapai dengan maksimal karena aturan hukum yang tidak mengatur dengan tegas terkait anak terlantar, serta perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerja Dinas Sosial bidang pelayanan sosial anak khususnya agar tiap anak terlantar bisa dibimbing secara utuh dan mendalam. Kata Kunci :Peraturan Daerah, Kewenangan, Anak Telantar
EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERKAIT PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN I Putu Yoko Sunarmayasa; I Nyoman Suyatna; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 02, Maret 2018
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.707 KB)

Abstract

Lingkungan hidup merupakan aset yang patut dijaga dan dilestarikan guna menunjang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan hidup adalah tidak dikelolanya limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) dengan baik dan benar. Pasal 52 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan penghasil LB3 untuk mengelola LB3 yang dihasilkannya. Salah satu kegiatan dari pengelolaan LB3 adalah penyimpanan LB3. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung masih terdapat penghasil LB3 yang tidak memiliki tempat penyimpanan sementara LB3 atau ada yang memiliki tempat penyimpanan LB3 namun tidak sesuai dengan teknis persyaratan. Adapun permasalahan hukum dalam penulisan ini adalah bagaimana efektivitas pengaturan penyimpanan LB3 di Kabupaten Badung dan upaya pemerintah dalam peningkatan pelaksanaan pengaturan LB3 di Kabupaten Badung. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Kesimpulan penulisan ini adalah belum efektifnya pengaturan penyimpanan LB3 di Kabupaten Badung dari segi hukum atau norma hukum, dari segi penegak hukum, segi sarana atau fasilitas pendukung penegakan hukum dan segi masyarakat dan budaya. Upaya yang dilakukan untuk meningkat pelaksanaan pengaturan penyimpanan LB3 adalah dengan sosialisasi tentang pengelolaan LB3 dan meningkatkan pengawasan terhadap penghasil LB3. Kata kunci : Lingkungan Hidup, Penyimpanan, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
KEWENANGAN PENGELOLAAN WISATA BAHARI OLEH PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN BADUNG (SUATU STUDI PENGELOLAAN WISATA BAHARI DI DESA PECATU) Kadek Ariek Dwijaya; I Made Arya Utama; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 03, Mei 2014
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.079 KB)

Abstract

One of local authority of central government which is delegated to the village shall be tourism affairs. Pecatu Village has numerous marine tourism destinations. Pecatu Village is affirmed as marine tourism area as it is supported by its natural potential of the sea. Thus, local government is expected to conduct a strategic effort that the community can benefit from the development of the tourism sector in the region of Pecatu Village. This paper aims to understand and comprehend concerning marine tourism management authority by the government in the Pecatu village and also to identify supporting factors and obstacles in the management of marine tourism in the Village of Pecatu. This paper applies empirical methods of judicial writing. Rural authority in the management of marine tourism shall include : Management of tourist attraction in the village excluding from the tourism master plan, management of recreation and public entertainment places in the village, recommendation on issuance of licenses of cottage in the urban tourism sector. Implementation of the management of marine tourism in the Village of Pecatu shall be influenced by supporting factors from both internal and external aspects, and there are also the obstacles in the implementation of the management itself.
PENGATURAN PENDIRIAN BIOSKOP DI KOTA DENPASAR I Made Suartana; I Nyoman Suyatna; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 05, No. 03, Jun 2017
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan Bioskop Cinema XXI di Mall Level 21 belakangan ini mendapat sorotan dari masyarkat karena TDUP Bioskop Cinema XXI di Mall Level 21 diduga melanggar aturan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pengaturan Pendirian Bioskop. Perlu diketahui bagaimana persyaratan penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi untuk bioskop di Kota Denpasar dan bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pengaturan Pendirian Bioskop. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris. Persyaratan ijin bioskop meliputi: permohonan bermaterai, kartu tanda penduduk, akte pendirian perusahaan, dokumenlingkungan, fotocopy ijin teknis sesuai peraturan perundangundangan, fotocopy dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, status penguasaan atas tanah, dan melampirkan surat pernyataan kesediaan perusahaan ikut serta program BPJS Kesehatan. Dalam pelaksanaan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pengaturan Pendirian Bioskop, Bioskop Cinema XXI di Mall Level 21 sudah sesuai dengan persyaratan pendirian bioskop. IMB Bioskop Cinema XXI di Mall Level 21 sudah terlebih dahulu terbit pada tanggal 19 April 2016, sedangkan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pengaturan Pendirian Bioskop diterbitkan dan diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2016, Bioskop Cinema XXI di Mall Level 21 juga sudah memiliki ijin dari Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar.
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps) Ayu Septiari; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 03, No. 03, September 2015
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.551 KB)

Abstract

Salah Satu permasalahan yang kadang terjadi di dalam pelaksanaan perjanjian, yaitu wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban (prestasi) sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara para pihak. Di dalam penulisan karya ilmiah yang berjudul “analisis yuridis perkara wanprestasi dalam perjanjian ganti rugi (studi kasus putusan pengadilan negeri denpasar)”, terdapat permasalahan yaitu apakah akibat hukum wanprestasi dan dasar pertimbangan putusan hakim. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode normatif. Akibat hukum apabila dalam perjanjian salah satu pihak melakukan wanprestasi adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Serta yang menjadi dasar pertimbangan putusan hakim adalah pasal 1238, 1234 dan 1244 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
EKSISTENSI WISATA SELFIE DI DESA WANAGIRI DITINJAU DARI ASPEK PENATAAN RUANG Guruh Ari Mandala Putra; I Ketut Sudiarta; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 03, Mei 2018
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.035 KB)

Abstract

Kabupaten Buleleng merupakan suatu kawasan yang terletak di Pulau Bali bagian utara dengan berbagai panorama alam yg indah. Panorama alam seperti Air Terjun Gitgit, Pantai Lovina, Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Pemandangan Danau Buyan dan Danau Tamblingan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai latar belakang dari wisata selfie yang terdapat di Desa Wanagiri. Wisata selfie yang terdapat di Desa wanagiri berdiri pada kawasan Taman wisata alam Danau buyan-danau tamblingan. Sehingga pemanfaatan kawasan tersebut sebagai tempat wisata selfie harus memiliki dasar hukum yang jelas. Adapun karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum dan tindakan pemerintah terhadap wisata selfie. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum empiris yang dipadukan dengan pendekatan fakta serta penelusuran peraturan perundang-undangan. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa di dalam taman wisata alam bisa dilakukan kegiatan wisata alam. Ketentuan pasal tersebut merupakan dasar dari keberadaan wisata selfie di Desa wanagiri. Pemerintah telah melakukan tindakan langsung berupa pemberian surat peringatan, penutupan sementara dan pembongkaran terhadap wisata selfie yang tidak sesuai aturan. Tindakan tidak langsung berupa pengaturan kawasan tempat berdirinya wisata selfie sebagai kawasan lindung. Untuk itu pemerintah sebaiknya melakukan pengawasan yang lebih intensif agar kesalahan pemanfaatan ruang bisa dicegah. Kata Kunci: Wisata Selfie, Dasar Hukum, Tindakan Pemerintah.
Gross Violations of Human Rights Veiled within Xinjiang Political Reeducation Camps Ayu Suci Rakhima; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Patrika Vol 41 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2019.v41.i01.p01

Abstract

Xinjiang reeducation camps are dedicated to cleanse the practice and existence of religion, and majorly subjects the Uighur moslems. China has constantly denied the conduct of gross human rights violations of Uighur moslems within Xinjiang political reeducation camps. This article will elaborate on the actions done by Xinjiang officials to unveil the gross violations of human rights towards the Uighurs within Xinjiang reeducation camps. The article will also examine the available possibility to criminally hold the perpetrators liable and provide effective relief to the victims. This article is constructed using normative legal research method with statutory, case, and fact approaches, along with conceptual/analytical approach. The result shows that there exist gross violations of human rights towards the Uighurs within Xinjiang reeducation camps in a form of arbitrary detention and torture. Moreover, there are some available possibilities to criminally hold the perpetrators liable and provide effective relief to the victims, namely through a municipal court proceeding and through the Committee against Torture.
SOSIALISASI DAN KONSULTASI HUKUM BISNIS, HUKUM KEWARGANEGARAAN, HUKUM PIDANA DAN HUKUM ADAT & MASYARAKAT DI KLINIK HUKUM INTERAKTIF RADIO SUARA JANGER POLDA BALI NI KETUT SUPASTI DHARMAWAN; I GUSTI NGURAH WAIROCANA; NI KETUT SUDIARTA; NYOMAN MAS ARYANI; NI GUSTI AYU DYAH SATYAWATI
Buletin Udayana Mengabdi Vol 7 No 1 (2008): Volume 7 No.1 – April 2008
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (29.895 KB)

Abstract

ABSTRACT The team lecturers from Faculty of Law socialized Business law, Nationality law, Criminal law and Adat law at the Legal Clinic Radio Polda “SUARA JANGER” on July 2007. This community services used interactive method by using telephone, SMS and e-mail. The all session of interactive legal consultation were well done and got positive response from the communities as proven by the receipt of 4 to 5 calls within a one hour interactive duration conducted once a week. Through this services community and legal consultation several legal issues such as industrial design, children’s protection who were born from mix marriage, good governance, money laundering, terrorism, and polygamy were discussed and the further legal solutions were advised by the team advisors refer to the Act No. 31 year 2000, the Act No. 12 year 2006, and the Act No.15 year 2003.
RETIRE IN PARADISE: URGENSI PENGATURAN PARIWISATA PENSIUNAN (RETIREMENT TOURISM) DI INDONESIA I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja; I Made Budi Arsika; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati; Putu Tuny Cakabawa Landra
Arena Hukum Vol. 11 No. 1 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8288.993 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01001.1

Abstract

AbstractConsidering to a series of problems, particularly related to the environment of conventional tourism development patterns, Indonesia should start developing retirement tourism. Compare to conventional tourism, retirement tourism has more significant benefits, both seen from the financial ability of tourists, job opportunities, tourist attractions, and its proximity with the vision of sustainable tourism. From international, national, and local regulations, the Indonesian government has a legal basis to create and develop retirmenet tourism. In relation to the construction of regulatory model of retirmenet tourism in Indonesia, there would be three model to be considered, namely (1) the regulatory model that considers the special nature and needs of retirement tourist; (2) the regulatory model that supports the concept of sustainable tourism; and (3) the regulatory model that collaborates with other tourism-related institutions. In addition, as a comparative form of study, this model should consider the law and practice of retirement tourism in other ASEAN countries, especially if they have a more organised system in handling retirement tourism.Abstrak Dengan memperhatikan sederet permasalahan, khususnya terkait lingkungan hidup dari pola pengembangan pariwisata konvensional, Indonesia sudah selayaknya mulai mengembangkan pariwisata pensiunan. Pariwisata pensiunan memiliki sejumlah keuntungan, baik dilihat dari kemampuan finansial wisatawannya, peluang kerja, atraksi wisata, dan kedekatan visi pengembangannya dengan visi pariwisata berkelanjuta. Dengan melihat pengaturan internasional, nasional, dan lokal, pemerintah Indonesia memiliki dasar yuridis untuk mengembangkan pariwisata pensiunan secara integral dan komprehensif. Terkait dengan konstruksi model pengaturan pariwisata pensiunan, terdapat tiga model pengaturan yang dapat dikembangkan meliputi: (1) model pengaturan yang memperhatikan sifat dan kebutuhan khusus wisatawan pensiunan; (2) model pengaturan yang mendukung konsep pariwisata berkelanjutan; dan (3) model pengaturan yang bersinergi dengan instansi lain yang terkait. Disamping itu, sebagai bentuk komparatif studi, model pengaturan pariwisata pensiunan selayaknya mempertimbangkan model pengaturan pariwisata pensiunan di Negara ASEAN lainnya terutama di negara yang lebih dulu dan lebih terorganisir dalam mengelola pariwisata pensiunan.
A PENGATURAN PENURUNAN DARI HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN BAGI PERSEROAN TERBATAS Tabitha Christina Sihotang; Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 1 (2023)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Land is the center of human life which also functions as a place to live and a place of life. Besides getting a life, it is also a place to live. In agrarian law, land ownership can be in the form of property rights, cultivation rights, building rights, rental rights, and use rights. Limited Liability Company as a business entity has the right to have building rights. Limited Liability Companies engaged in housing must change the status of property rights to building use rights. The problems in this paper are the first, the procedure for reducing property rights to building use rights carried out by a Limited Liability Company. Second, the obstacle in decreasing the status of land rights from property rights to building rights by Limited Liability Companies. Third, how to overcome obstacles to the decline in the status of property rights to building use rights. This study uses a normative research method with a statutory approach, a conceptual approach, and an analytical approach, namely legal norms related to land rights by Limited Liability Companies. The procedure for reducing property rights to building use rights by a Limited Liability Company is carried out by submitting an application to the local land agency accompanied by the identities of the parties, certificates of property rights being requested for reduction, location permits and in-principle permits. Meanwhile, there are obstacles in reducing property rights to building use rights in the form of complex implementation and long time. To overcome these obstacles, the National Land Agency needs to improve bureaucratic efficiency and narrow or shorten the time for the reduction of their rights.