Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR Andri Setiawan; Oci Senjaya
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 3 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.204 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i3.1403-1409

Abstract

Tujuan dari studi ini ditujukan untuk mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku pencabulan anak dibawah umur menurut undang-undang no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku dimuka hukum serta untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara dipersidangan pada putusan nomor 390/Pid.Sus/2019/PN.Kwg. studi ini menggunakan metode penelitian normatif. Metode ini menempatkan hukum, prinsip, assas, dan doktrin sebagaii bahan prmer yang akan mendukung kerangka berfikir. Salah satu tujuan dibuatnya karya tulis ini untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pencabulan anak dibawah umur yang dimana hasil studi menunjukan bahwasanya terhadap pelaku tindak pidana pencabulan anak dibawah umur telah diputuskan oleh hakim sebagaimana dalam putusan no tersebut bahwasanya hakim memutus pelaku tindak pidana pencabulan anak dibawah umur dengan pidana 14 tahun sebagaimana yang tertuang dalam pasal 81 ayat (1) UU RI N0.17 Tahun 2016 tentang penetapan PERPU No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan ana dibawah umur. Tuntutan ini sama halnya dengan jaksa penuntut umum dimana Dalam perkara putusan No.390/Pid.Sus/2019/PN.Kwg jaksa penuntut hukum menuntut terdakwa pelaku pencabulan anak dibawah umur dengan pasal 81 Ayat (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan PERPU No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Hakim menyatan KDM als KD bin DR bersalah dan akan dijatuhi pidana 14 tahun. 
TINJAUAN KRIMINOLOGIS PELAKU TINDAK PIDANA EKSPLOITASI ANAK SECARA EKONOMI SEBAGAI PENGEMIS Mia Audina; Oci Senjaya; Uu Idjuddin Solihin
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 2 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.154 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i2.1019-1023

Abstract

           Anak adalah anugrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kedalam suatu keluarga yang harmonis. Dimana anak layak untuk dilindungi juga di perhatikan seluruh haknya. Maka sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak. Namun yang kenyataannya, keluarga, masyarakat juga negara sampai saat ini belum bisa memberikan kesejahteraan yang layak untuk anak. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana pengaturan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana eksploitasi anak secara ekonomi sebagai pengemis, juga Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab seorang anak dieksploitasi   sebagai pengemis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu memakai sumber data primer yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan dengan mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan penelitian ini. jurnal literature-literatur terkait penelitian, maupun dokumen-dokumen lainnya. serta hasil wawancara, dan sumber data sekunder yang diperoleh Lokasi penelitian adalah Dinas Sosial Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaturan hukum terhadap pelaku tindak pidana eksploitasi anak secaraekonomi adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, Faktor penyebab anak dieksploitasi sebagai pengemis adalah rendahnya ekonomi orangtua, dampak lingkungan, rendahnya pendidikan anak tersebut, paksaan keluarga, kurangnya kesadaran hukum.      
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PLATFORM MEDIA SOSIAL TERHADAP KORBAN PHISING MELALUI MASS TAGGING PORNOGRAFI Nawawi Muslim; Oci Senjaya
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 2 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.25 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i2.955-963

Abstract

Di era milenial ini, media sosial seperti sudah menjadi kebutuhan primer. Namun, media sosial juga rentan terhadap kejahatan, salah satunya adalah phising melalui mass tagging pornografi yang berujung pada peretasan akun. Tindakan ini termasuk perbuatan pidana dan diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini membahas mengenai sanksi apakah yang dapat dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana phising ditinjau dari hukum positif Indonesia dan bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum platform media sosial terhadap korban phising melalui mass tagging pornografi.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif serta menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai phising. Namun demikian, pelaku dapat dijerat dengan ketentuan KUHP dan UU ITE, sesuai dengan tindak pidana pelaku. Dan pengguna bisa mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti kerugian jika kelalaian berasal dari pemilik platform sesuai dengan Pasal 15 UU ITE.
TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP JUVENUEL DELIQUENSI ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL (STUDI PUTUSAN NOMOR : 11/Pid.Sus Anak/2020/PN.Kwg) Kevin Collins; Margo Hadi Pura; Oci Senjaya
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 6 (2021): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.679 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v8i6.1849-1858

Abstract

Fenomena kenakalan anak muda ataupun dalam istiah teori ialah Juvenile delinquency merupakan permasalahan yang sangat sosial yang sangat berarti yang hingga dikala ini belum bisa diatasi secara tuntas sebab seorang yang namanya anak muda yang ialah bagian dari generasi muda merupakan peninggalan Nasional serta ialah tumpuhan harapan untuk masa depan bangsa serta negeri dan agama. Juvenile delinquency yakni prilaku jahat ataupun kejahatan ataupun kenakalan kanak- kanak muda yang ialah indikasi sakit ataupun patologis secara sosial pada kanak- kanak serta anak muda yang diakibatkan oleh wujud pengabaian sosial, sehingga mereka itu meningkatkan wujud tingkah laku yang menyimpang.Dalam riset ini pula ditemui kalau kenakalan dipengaruhi oleh sahabat sebaya. Demikian pula kelekatan serta komitmen anak mempengaruhi pada kenakalan anak. Kedudukan pelakon diiringi dengan posisi korban dan pengaruh area buat terbentuknya kekerasan intim. Pelakon hendak jadi wujud seseorang manusia yang kandas mengatur emosi serta naluri seksualnya secara normal, sedangkan korban ( dalam permasalahan yang terjalin di Desa Cariu, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat), pula berfungsi selaku aspek kriminogen, maksudnya selaku pendorong langsung ataupun tidak langsung terhadap terbentuknya kekerasan intim tersebut, begitu pula posisi pelakon dengan korban didukung oleh kedudukan area.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA Tania Suci Maharani; Oci Senjaya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 10 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.191 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i10.p11

Abstract

Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk Mengetahui sejauh mana perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dilihat dari aturan dan undang-undang perlindungan anak di indonesia khususnya di karawang. Studi ini membahas bagaimana upaya pemerintah menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi korban di lingkungan terdekatnya yakni kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan metode normatif dengan pendekatan undang-undang dan komparatif. Studi ini mengacu pada undang-undang nomor 35 tahun 2014 atas perubahan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan dilihat lebih khusus lagi dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dan dibantu dengan peraturan pemerintah daerah karawang nomor 4 tahun 2016. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam segi pemerintahan dan peraturan perundang undangan sudah dibuat dengan sangat baik dan sesuai. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap adanya kekerasan rumah tangga dan kurangnya edukasi yang merata tentang kekerasan rumah tangga. The purpose of writing this study is to determine the extent to which legal protection for child victims of domestic violence is seen from the statutory regulations on child protection in Indonesia, especially in Karawang. This study discusses how the government seeks to handle cases of violence against children who are victims in their immediate environment, namely domestic violence in a normative manner with a law and a comparative approach. This study refers to law number 35 of 2014 concerning amendments to law number 23 of 2002 concerning child protection and is seen more specifically in law number 23 of 2004 concerning the elimination of domestic violence and is assisted by the Karawang local government regulation number 4. 2016 The results show that in terms of governance and laws and regulations have been made very well and accordingly. Lack of public awareness of the existence of domestic violence and lack of equal distribution of education about domestic violence.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN BERDASARKAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Devi Mardiana; Oci Senjaya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.403 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i02.p10

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan menurut Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan mengetahui bagaimana penilaian hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan pada putusan Nomor: 12/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Trg. Studi ini menggunakan metode penelitian normatif. Metode ini menempatkan hukum, asas, prinsip dan doktrin sebagai bahan primer yang mendukung kerangka berpikir. Salah satu tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan menurut Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (SPPA). Hasil studi menunjukkan bahwa anak yang terbukti melakukan perbuatan pidana akan dikenai pertanggungjawaban jika sang anak berusia 14 tahun. Jika sang anak berusia diatas 12 tahun namun belum berusia 14 tahun ketika ia melakukan perbuatan pidana maka sanksi yang diterimanya adalah berupa tindakan. Hukum pidana anak juga mengenal istilah double track system yang berarti anak yang terbukti secara sah melakukan perbuatan pidana akan dijatuhi sanksi pidana atau tindakan. Dalam UU SPPA menegaskan sanksi penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak yang secara sah terbukti melakukan perbuatan pidana paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimal ancaman pidana penjara yang diberikan kepada orang dewasa. Kemudian UU SPPA juga menegaskan apabila anak terbukti melakukan perbuatan pidana yang sanksi pidananya adalah pidana mati atau pidana seumur hidup, maka sanksi pidana yang dijatuhkan kepadanya adalah sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun. The purpose of this study is to find out how the criminal responsibility of children as criminals of sexual intercourse according to the Juvenile Criminal Justice System in Indonesia and to find out how judges consider the judgment in imposing criminal sanctions on children as criminals of sexual intercourse in decision Number: 12 / Pid.Sus-Anak /2020/PN.Trg. This study uses a normative research method. This method places laws, principles, principles and doctrines as the primary material that supports the writer's frame of mind. One of the goals of this scientific paper is to find out how criminal responsibility is to children as criminals of sexual intercourse according to the Child Criminal Justice System in Indonesia (SPPA). The results of the study show that a child who is proven to have committed a criminal act will be liable if the child is 14 years old. If the child is over 12 years old but not yet 14 years old when he commits the criminal act, the sanction he receives is in the form of an action. Child criminal law also recognizes the term double track system, which means a child who is proven to have committed a criminal act will be subject to criminal sanctions or actions. The SPPA Law states that imprisonment can be imposed on children who are proven to have committed a criminal act of a maximum of 1/2 (one half) of the maximum imprisonment given to adults. Then the SPPA Law also emphasizes that if a child is proven to have committed a criminal act where the criminal sanction is death or life imprisonment, the criminal sanction imposed on him is a maximum imprisonment of 10 years.
PENYEBAB TERJADINYA PEMOGOKAN KERJA Muhammad Ayub; Arda Alvin Pandu Ekaputra; Oci Senjaya
SUPREMASI: Jurnal Pemikiran, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum dan Pengajarannya Vol 16, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/supremasi.v16i1.20120

Abstract

Tenaga kerja merupakan orang-orang yang bekerja di perusahaan, perkantoran, pabrik, dan lain-lain. Tenaga kerja atau karyawan merupakan profesi pekerjaan yang biasa bekerja di suatu instasi yaitu perusahaan swasta maupun negeri. Pemogokan kerja kadang dilakukan oleh sebagian tenaga kerja yaitu sebagai guna menyampaikan aspirasai terhadap perusahaan. di Indonesia sendiri masih bayak terjadi karena kurangnya komunikasi antara pekerja/buruh kepada organisasi pengusaha. Namun banyaknya pemogokan kerja ini masih saja terjadi, ini membuktikan bahwa banyaknya pekerja/buruh kita masih kurang mendapatkan upah yang layak dan hak-hak merka yang belum terpenuhi. Karena itu masih banyaknya pemogokan kerja yang terjadi, nanmun tidak hanya dari faktor pendorong upah yang kurang layak, faktor dari adanya pekerja/buruh sendiri juga menjadi faktor pendorongnya pemogokan kerja. Dengan melakukan pemogokan dari pekerja/buruh ini agar merka dapat mendapatkan perhatian dari pihak perusahaan agar dapat didengar aspirasinya untuk berkeingin diberikan upah yang layak dan tunjangan hidup yang layak. 
KEBIJAKAN PEMBINAAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK BANDUNG BERDASARKAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oci Senjaya
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 3 No 2 (2018): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 3 Nomor 2
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/dejure.v3i2.6329

Abstract

Children are social beings who have equal rights with other creatures, therefore there is not every human or other party who may usurp the right to life and independence. The research method used is qualitative, with a juridical-normative approach. The type of research is descriptive because it is intended to describe the conditions in the Child Development Institution, and how to guide it. This study uses qualitative methods. The focus of the research is fostering Correctional Students in Child Correctional Institutions (LPKA). Tools and data collection used in this study are secondary data. The data is then analyzed using qualitative analysis techniques with interactive analysis models. Based on the results of the research The implementation of Guidance for Children in Correctional Institutions for special children (LPKA) in general has been in accordance with the laws and regulations, facilities and infrastructure for child correctional institutions (LPKA) must be optimized, and constraints remain, efforts made to overcome obstacles in the process of fostering correctional students in accordance with the mandate of Law Number 11 of 2012 concerning Children Criminal Justice System.
TANGGUNG JAWAB PPAT SECARA PRIBADI TERHADAP BATALNYA AKTA JUAL BELI AKIBAT ADANYA PERBUATAN MELAWAN HUKUM ahmad arizal; Oci Senjaya
Jurnal Hukum Positum Vol. 5 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini membahas mengenai Notaris/PPAT yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan/menerbitkan akta otentik, yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Namun dalam perkara yang penulis bahas ini adalah penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugasnya sebagai PPAT. PPPAT dalam menjalankan tugasnya berupa pembuatan akta otentik harus dilakukan secara cermat dan teliti. Adapun Tanggung jawab PPAT dapat digolongkan menjadi dua yaitu, Tanggung jawab etik, (berkaitan dengan etika profesi PPAT); dan Tanggung jawab hukum (tanggung jawab administratif, perdata, dan atau pidana). Tanggung jawab PPAT terhadap batalnya akta jual beli akibat perbuatan melawan hukum Putusan Perkara Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg., di dalam putusan dijelaskan bahwa PPAT tersebut telah melanggar hukum akibat tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif yaitu data yang telah terkumpul dari kepustakaan dan mengutip buku dan peraturan perundangang-undangan yang berhubungan masalah dalam penulisan penelitian ini. Kata-kata Kunci: Notaris/PPAT; Tanggung Jawab; Akta Otentik.
PERAN BALAI PEMASYARAKATAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG PERADILAN ANAK Niko jensen panjaitan; Oci Senjaya
Jurnal Hukum Positum Vol. 6 No. 2 (2021): Jurnal Hukum Positum
Publisher : Prodi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/positum.v6i2.5724

Abstract

ABSTRAK Anak masuk dalam sistem peradilan pidana karena melakukan pelanggaran hukum harus menjadi perhatian khusus oleh para penegak hukum, tentunya Balai Pemasyarakatan mempunyai peran besar dalam memberikan rekomendasi kepada pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dalam rangka perlindungan hak anak. Balai Pemasyarakatan melalui Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang memiliki tugas untuk melakukan penelitian kemasyarakatan berkaitan dengan anak yang terlibat dalam perkara pidana sebagaimana yang pernah diatur dalam UU Pengadilan Anak, Balai Pemasyarakatan menjadi salah satu unsur penting dalam proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan atau melibatkan anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa literatur, teori- teori, data-data tertulis maupun dokumen-dokumen yang diperoleh baik materi ilmiah atau sejenisnya dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Perilaku anak apabila dilihat dari faktor-faktor korelasional dan regresional adalah sangat kompleks. Kompleksitas tersebut dikarenakan oleh faktor yang bersumber pada kondisi kejiwaan anak itu sendiri. Kondisi anak yang masih berada dalam pembentukan jiwa menuju kedewasaan, sering memuculkan perilaku jahat yang bersumber pada transisi kejiwaan. Sifat dan hakikat perilaku jahat anak lebih kompleksitas dibandingkan dengan kejahatan orang dewasa. Maka dari itu keberlangsungan hidup serta perlindungan anak dari efek negatif yang ditimbulkan dari luar diri anak perlu dijaga. Kata Kunci : Balai Pemasyarakatan, Anak, Tindak Pidana. ABSTRACT Children entering the criminal justice system for committing violations of the law should be of special concern by law enforcement, of course, the Correctional Center has a big role in providing recommendations to the police, prosecutors, courts in the protection of children's rights. Correctional Center through Community Guidance (PK) which has the duty to conduct community research related to children involved in criminal cases as stipulated in the Children's Court Law, Correctional Center becomes one of the important elements in the process of solving criminal acts committed or involving children. This research uses normative juridical research methods, which are carried out by studying library materials in the form of literature, theories, written data and documents obtained either scientific material or the like and laws and regulations related to the issues to be discussed. A child's behavior when viewed from correlational and regressive factors is very complex. This complexity is due to factors that are sourced in the psychiatric condition of the child itself. The condition of the child who is still in the formation of the soul to maturity, often raises evil behaviors that stem from psychiatric transitions. The nature and nature of a child's evil behavior is more complex than adult crime. Therefore, the survival and protection of children from negative effects caused from outside the child needs to be maintained. Keywords: Correctional Center, Children, Criminal Acts