Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

ANTIOXIDANT ACTIVITY, DEXTROSE EQUIVALENT, TOTAL DISSOLVED SOLIDS, AND VISCOSITY OF MALTED RED RICE MILK AT DIFFERENT ENZYME CONCENTRATIONS Yoga Pratama; Dina Yulia Anggraeni; Yasmin Aulia Rachma; Lita Lusiana Surja; Siti Susanti
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 18, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v18n2.2021.57-62

Abstract

Rice milk is a plant-based milk-like product that can be an alternative for people who have an allergy to bovine milk and lactose intolerance. Malting and enzymatic hydrolysis can bring out the natural sweetness of the rice milk product and thus minimize the use of sweeteners. The current research aimed to determine the total value of dissolved solids, viscosity, dextrose equivalent, and antioxidant activity in malted red rice milk with the addition of glucoamylase at different concentrations. The red rice was malted for 48 hours before drying and milling. The resulted malt powder was then diluted and added with glucoamylase enzyme at the concentration of 0%, 1%, 2%, and 3%. Enzymatic hydrolysis occurred at 60°C for 3 hours. Completely Randomized Design was used for the parameters of total soluble solids, viscosity, and dextrose equivalent while the antioxidant activity parameter was analyzed descriptively. The result showed that the addition of glucoamylase significantly (p<0.05) increased the total soluble solids, viscosity, and dextrose equivalent. The highest values were 9.960 °Brix, 1620 cP, and 1.872 for total dissolved solids, viscosity, and dextrose equivalent, respectively. Increasing antioxidant activity was also observed from 6.094% at 0% glucoamylase to 10.762% at 3% glucoamylase addition.
Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Malt Gabah Beras Merah dan Malt Beras Merah dengan Perlakuan Malting pada Lama Germinasi yang Berbeda Yasmin Aulia Rachma; Dina Yulia Anggraeni; Lita Lusiana Surja; Siti Susanti; Yoga Pratama
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 7, No 3 (2018): Agustus 2018
Publisher : Faculty of Animal and Agricultural Sciences, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17728/jatp.2707

Abstract

Gabah Beras Merah (GBM) dan Beras Merah (BM) merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Malting merupakan proses pengolahan serealia dan biji-bijian untuk meningkatkan nilai gizinya dengan tahapan perendaman, germinasi, kemudian pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik densitas kamba, kelarutan, kadar air, dextrose equivalent, dan aktivitas antioksidan pada tepung malt GBM dan malt BM dengan perlakuan malting pada lama germinasi yang berbeda. Perlakuan malting dilakukan pada lama germinasi 0, 24, 48, dan 72 jam. Data dianalisis menggunakan pola regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama germinasi pada proses malting mempengaruhi karakteristik kimia dan fisik tepung malt GBM dan tepung malt BM dengan korelasi sangat kuat. Pembuatan tepung malt BM menghasilkan tepung dengan karakter fisik dan kimia yang lebih baik dibanding GBM. Waktu tahap germinasi proses malting utamanya pada BM masih dapat dioptimalkan sehingga karakteristiknya masih berpotensi untuk ditingkatkan. Kesimpulannya, lama germinasi dapat mempengaruhi karakteristik kimia dan fisik tepung malt, baik untuk GBM maupun BM.Physical and Chemical Properties of Rough Red Rice Malt and Red Rice Malt Flour with Malting Treatment in Different Germination TimeRough red rice and red rice have high nutritional value and beneficial to health. Malting is a method of processing cereals and grains to increase its nutritional value by soaking, germination, and drying. This study aims to know the characteristic of bulk density, solubility, moisture content, dextrose equivalent, and antioxidant activity of rough red rice malt flour and red rice malt flour with malting treatment in vaious germination times. The data were analyzed using regression pattern with the treatment of malting germination time 0, 24, 48, and 72 hours. Results indicated that the various time of malting germination influenced the chemical and physical properties of rough red rice malt flour and red rice malt flour with very strong correlation. Red rice malt flour had better physical and chemical characteristics than rough red rice malt flour. Germination time in malting process specially for red rice still could be optimized. As conclusion, time of germination affected to the chemical and physical properties of malt flour from rough red rice and red rice.•|•|•
Karakteristik Perkecambahan Biji Lamtoro [Leucaena leucocephala (Lam.)de Wit] pada Perlakuan Skarifikasi serta Perubahan Nilai Gizi Setelah Perkecambahan Yasmin Aulia Rachma; Retno Indrati; Supriyadi Supriyadi
Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 7, Nomor 1, Tahun 2022
Publisher : Departemen Biologi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/baf.7.1.2022.11-19

Abstract

Lamtoro [Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit] merupakan komoditas pangan lokal Indonesia yang berpotensi sebagai pangan sumber protein, namun biji lamtoro tua kurang diminati. Proses pengolahan yang dapat diaplikasikan pada biji lamtoro tua adalah perkecambahan, yang kemudian hasilnya biasa diolah menjadi berbagai makanan khas Indonesia. Lamtoro tua memiliki kulit biji yang tebal dan keras, sehingga perlu proses skarifikasi untuk memudahkan perkecambahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik perkecambahan biji lamtoro pada perlakuan skarifikasi dengan variasi suhu dan durasi perendaman serta perubahan nilai gizi biji lamtoro setelah perkecambahan. Skarifikasi dilakukan dengan cara perendaman dalam air dengan suhu 50, 70, dan 90°C selama 5, 10, dan 15 menit kemudian dianalisis karakteristik perkecambahan berupa persen imbibisi, persen perkecambahan, dan kecepatan berkecambahnya. Kecambah dengan karakteristik perkecambahan terbaik dianalisis perubahan kandungan gizinya. Data diambil dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola imbibisi yang terjadi pada biji lamtoro bersifat trifase. Perlakuan skarifikasi dengan air pada suhu 70°C selama 15 menit menghasilkan persen imbibisi, persen perkecambahan, dan kecepatan berkecambah tertinggi, sehingga uji perubahan kandungan gizi dilakukan pada perkecambahan dengan skarifikasi pada suhu 70°C selama 15 menit. Setelah perkecambahan selama 72 jam terjadi peningkatan kadar air dan kadar protein, serta penurunan kadar lemak, abu, dan karbohidrat. Lamtoro [Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit] is a local Indonesian food commodity that can be a food source of protein, but old lamtoro seeds are less attractive. The processing process that can be applied to old lamtoro seeds is germination, which is then usually processed into various Indonesian specialities. Old lamtoro has a thick and hard seed coat, so it needs a scarification process to facilitate germination. The purpose of this study was to determine the germination characteristics of lamtoro seeds in scarification treatment with variations in temperature and soaking duration, as well as changes in the nutritional value of lamtoro seeds after germination. Scarification was carried out by immersion in water at a temperature of 50, 70, and 90°C for 5, 10, and 15 minutes and then analyzed for germination characteristics in the form of percent imbibition, germination percentage, and germination speed. Sprouts with the best germination characteristics were analyzed for changes in nutritional content. Data were taken using a completely randomized design (CRD) pattern at a 95% confidence level. The results showed that the imbibition pattern that occurred in lamtoro seeds was triphase. Scarification treatment with water at 70°C for 15 minutes resulted in the highest percent imbibition, germination percentage, and germination speed, so the test for changes in nutrient content was carried out on germination by scarification at a temperature of 70°C for 15 minutes. After germination for 72 hours, there was an increase in water content and protein content and a decrease in fat, ash, and carbohydrate content.
Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Malt Gabah Beras Merah dan Malt Beras Merah dengan Perlakuan Malting pada Lama Germinasi yang Berbeda Yasmin Aulia Rachma; Dina Yulia Anggraeni; Lita Lusiana Surja; Siti Susanti; Yoga Pratama
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 7, No 3 (2018): Agustus 2018
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17728/jatp.2707

Abstract

Gabah Beras Merah (GBM) dan Beras Merah (BM) merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Malting merupakan proses pengolahan serealia dan biji-bijian untuk meningkatkan nilai gizinya dengan tahapan perendaman, germinasi, kemudian pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik densitas kamba, kelarutan, kadar air, dextrose equivalent, dan aktivitas antioksidan pada tepung malt GBM dan malt BM dengan perlakuan malting pada lama germinasi yang berbeda. Perlakuan malting dilakukan pada lama germinasi 0, 24, 48, dan 72 jam. Data dianalisis menggunakan pola regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama germinasi pada proses malting mempengaruhi karakteristik kimia dan fisik tepung malt GBM dan tepung malt BM dengan korelasi sangat kuat. Pembuatan tepung malt BM menghasilkan tepung dengan karakter fisik dan kimia yang lebih baik dibanding GBM. Waktu tahap germinasi proses malting utamanya pada BM masih dapat dioptimalkan sehingga karakteristiknya masih berpotensi untuk ditingkatkan. Kesimpulannya, lama germinasi dapat mempengaruhi karakteristik kimia dan fisik tepung malt, baik untuk GBM maupun BM.Physical and Chemical Properties of Rough Red Rice Malt and Red Rice Malt Flour with Malting Treatment in Different Germination TimeRough red rice and red rice have high nutritional value and beneficial to health. Malting is a method of processing cereals and grains to increase its nutritional value by soaking, germination, and drying. This study aims to know the characteristic of bulk density, solubility, moisture content, dextrose equivalent, and antioxidant activity of rough red rice malt flour and red rice malt flour with malting treatment in vaious germination times. The data were analyzed using regression pattern with the treatment of malting germination time 0, 24, 48, and 72 hours. Results indicated that the various time of malting germination influenced the chemical and physical properties of rough red rice malt flour and red rice malt flour with very strong correlation. Red rice malt flour had better physical and chemical characteristics than rough red rice malt flour. Germination time in malting process specially for red rice still could be optimized. As conclusion, time of germination affected to the chemical and physical properties of malt flour from rough red rice and red rice.•|•|•
EFEK PENGOLAHAN KONVENSIONAL PADA KANDUNGAN GIZI DAN ANTI GIZI BIJI PETAI (Parkia speciosa Hassk.) Putri Maharani; Umar Santoso; Yasmin Aulia Rachma; Aprilia Fitriani; Supriyadi Supriyadi
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 23 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.789 KB) | DOI: 10.21776/ub.jtp.2022.023.02.6

Abstract

            Biji Petai (Parkia speciosa Hassk.) merupakan komoditas kacang-kacangan khas Indonesia dengan kandungan protein yang tinggi. Namun, biji Petai juga dikenal mengandung senyawa antigizi asam fitat, tanin dan tripsin inhibitor yang dapat menurunkan nilai cerna protein. Proses pengolahan konvensional kukus selama 10 menit, rebus selama 8 menit, dan goreng selama 2 menit dilakukan untuk menurunkan senyawa antigizi dan meningkatkan kecernaan protein biji Petai. Biji Petai yang digunakan untuk analisis adalah biji Petai bubuk yang telah dikeringkan menggunakan freeze dryer. Efek proses pengolahan divaluasi senyawa gizi, antigizi, dan nilai cerna protein in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengolahan kukus, rebus, dan goreng terhadap senyawa gizi (kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat), antigizi (asam fitat, tanin, serta tripsin inhibitor), dan kecernaan protein in vitro pada Petai. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap Satu Faktor, yaitu jenis proses pengolahan. Data diolah dengan One Way ANOVA menggunakan aplikasi SPSS 2.1 dengan tingkat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan uji Duncan apabila terdapat beda nyata. Diperoleh hasil bahwa ketiga proses pengolahan tersebut signifikan menurunkan konsentrasi senyawa antigizi asam fitat, tanin, serta tripsin inhibitor. Proses perebusan merupakan proses pengolahan terbaik yang dapat menurunkan senyawa antigizi asam fitat sebesar 75%, tanin sebesar 49%, dan tripsin inhibitor sebesar 70%. Proses pengolahan kukus dan rebus secara signifikan meningkatkan nilai cerna protein in vitro, yaitu masing-masing sebanyak 0,84% dan 2,55%. Temuan ini dapat dijadikan referensi proses pengolahan bagi konsumen biji Petai di Indonesia untuk mendapatkan manfaat asupan protein dari biji Petai dengan maksimal.                                              Petai seeds (Parkia speciosa Hassk) are a typical Indonesian legume commodity with high protein content. However, Petai seeds are also known to contain anti-nutritional compounds phytic acid, tannins, and trypsin inhibitors that can reduce protein digestibility. The conventional processing process was steamed for 10 min, boiled for 8 min, and fried for 2 min to reduce antioxidant compounds and increase the protein digestibility of Petai seeds. Petai seeds used for analysis are powdered Petai seeds that have been dried using a freeze dryer. The effects of the processing were evaluated for nutritional compounds, antinutrients, and protein digestibility values ​​in vitro. This study aims to determine the effect of steamed, boiled, and fried processing on nutritional compounds (water content, protein, fat, ash, and carbohydrates), antinutrients (phytic acid, tannins, and trypsin inhibitors), and protein digestibility in vitro in Petai. The research was conducted with a one-factor completely randomized design, namely the type of processing. The data was processed by One Way ANOVA using the SPSS 2.1 application with a 95% confidence level, then continued with Duncan's test if there was a significant difference. The results showed that the three processing processes significantly reduced the concentration of anti-nutritional compounds phytic acid, tannins, and trypsin inhibitors. The boiling process is the best processing process that can reduce the antioxidant compounds of phytic acid by 75%, tannins by 49%, and trypsin inhibitors by 70%. Steamed and boiled processing significantly increased the protein digestibility in vitro, which were 0.84% ​​and 2.55%, respectively. This finding can be used as a reference for the processing process for consumers of Petai seeds in Indonesia to get the maximum benefit of protein intake from Petai seeds
Karakter Organoleptik Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca L.) pada Kondisi Penyimpanan yang Berbeda.: Organoleptic Character of Banana var.Raja (Musa paradisiaca L.) at Different Storage Conditions Yasmin Aulia Rachma; Riya Andila; Christin Ardianto
Jurnal Agrifoodtech Vol. 1 No. 1 (2022): Juni: Jurnal Agrifoodtech
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.624 KB) | DOI: 10.56444/agrifoodtech.v1i1.57

Abstract

Produksi buah pisang di Indonesia melimpah setiap tahunnya, salah satunya jenis pisang raja. Pisang termasuk ke dalam buah klimaterik, sehingga kondisi penyimpanannya mempengaruhi kualitas organoleptik dan masa simpannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa kondisi penyimpanan terhadap karakteristik organoleptic rasa, tekstur, dan aroma buah pisang raja selama penyimpanan. Buah pisang raja disimpan pada 6 kondisi, yaitu penyimpanan tanpa pengemas pada suhu ruang, tanpa pengemas di kulkas (chiller), dikemas plastic pada suhu ruang, dikemas plastik di kulkas (chiller), dikemas plastic yang ditambahkan kalsium karbida pada suhu ruang, dan dikemas plastic yang ditambahkan silica gel pada suhu ruang. Uji organoleptik dilakukan pada hari ke 0, 1, 3, 5, dan 7 dengan metode scoring. Data dianalisis dengan SPSS pada tingkat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Kondisi penyimpanan yang berbeda mempengaruhi perubahan karakteristik organoleptik warna, tekstur dan aroma buah pisang raja selama penyimpanan dengan signifikan. Perubahan karakteristik warna tercepat adalah pada pisang raja yang disimpan dengan perlakuan penyimpanan tanpa pengemas, perubahan karakteristik tekstur tercepat adalah pada perlakuan dikemas plastik dan ditambahkan kalsium karbida pada suhu ruang, dan perubahan karakteristik aroma tercepat adalah pada perlakuan penyimpanan dengan plastik pada suhu ruang.
Perubahan Panjang Radikula dan Kandungan Gizi Biji Lamtoro Mlanding Selama Perkecambahan [Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit] Rosiana Khoirunnissa; Putri Maharani; Yasmin Aulia Rachma
Jurnal Agrifoodtech Vol. 1 No. 2 (2022): Desember : Jurnal Agrifoodtech
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.38 KB) | DOI: 10.56444/agrifoodtech.v1i2.243

Abstract

Biji lamtoro mlanding [Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit] memiliki kulit yang keras dan tebal sehingga jarang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Proses perkecambahan biji lamtoro mlanding dilakukan untuk meningkatkan fungsionalitasnya. Perkecambahan dinyatakan berhasil apabila telah muncul radikula dari biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan panjang radikula dan senyawa gizi biji lamtoro mlanding selama perkecambahan. Biji lamtoro mlanding diskarifikasi kemudian dikecambahkan dengan media tisu pada suhu ruang selama 72 hari. Penyinaran dilakukan 8 jam sinar matahari dan 16 jam sinar lampu. Dilakukan pengamatan setiap 24 jam hingga jam ke-72. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial. Data diolah menggunakan ANOVA dibantu dengan aplikasi SPSS pada tingkat kepercayaan 95%. Didapatkan hasil selama proses perkecambahan terjadi peningkatan panjang radikula, protein, dan karbohidrat dengan signifikan.
Pemanfaatan Teknologi Ozon Sebagai Green Technology pada Penanganan Hasil Pertanian Budi Hartoyo; Yasmin Aulia Rachma
Jurnal Agrifoodtech Vol. 1 No. 2 (2022): Desember : Jurnal Agrifoodtech
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.188 KB) | DOI: 10.56444/agrifoodtech.v1i2.328

Abstract

Food and agricultural products are perishable, so they have the potential to experience losses, both in quality and quantity during the post-harvest process and processing due to physiological changes in the form of physical, chemical and microbiological. As an effort to reduce losses during post-harvest and physiological changes, it is necessary to apply appropriate technology (appropriate technology). The application of ozone technology in the handling of fruits, vegetables and fishery products has good prospects because it is felt to be safe and effective. Ozone (O3) has the main function, namely as an oxidizer and disinfectant or a combination of these two functions. The high oxidation potential of ozone can be used to kill bacteria (sterilization process), remove color (decolorization process), remove odors (deodorization process), and decompose organic compounds (degradation process). The treatment of ozonized water in the storage of food products and agricultural products does not damage their nutritional content, because the ozone content itself will be lost by evaporation. If ozone is exposed to sunlight it will break down into oxygen compounds again. Utilization of ozone technology is widely used to reduce contamination and extend the shelf life of fresh fruit, vegetables and fishery products. This paper examines and synthesizes several research results related to the use of ozone for fruits, vegetables and other agricultural commodities during the postharvest process and handling of agricultural products.
Pengaruh Kondisi Penyimpanan terhadap Susut Bobot, Tekstur, dan Warna Pisang Kepok Kuning ( Musa acuminata balbisiana Colla): Effect of Storage Conditions on Weight Loss, Texture, and Color of Yellow Kepok Bananas (Musa acuminata balbisiana Colla) Nadya Winda Iswara; Muhammad Agus Niam; Bagus Tegar Ardi Pramana; Ahmad Nabil Al Aflah; Ali Umar Dhani; Yasmin Aulia Rachma
Jurnal Agrifoodtech Vol. 2 No. 1 (2023): Juni : Jurnal Agrifoodtech
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/agrifoodtech.v2i1.821

Abstract

Buah pisang kepok kuning (Musa acuminata balbisiana Colla) kerap dipanen sebelum mencapai kematangan karena sifatnya sebagai buah klimaterik. Untuk menghambat penurunan mutu buah pada proses distribusi dan penyimpanan, buah pisang kepok kuning harus disimpan dalam kondisi yang sesuai namun sederhana dan mudah diaplikasikan pada berbagai kondisi masyarakat. Penyimpanan buah pisang kepok kuning dilakukan dengan berbagai kondisi perlakuan, yaitu tanpa pengemas di suhu ruang, tanpa pengemas di suhu chiller -4˚C, plastik PP di suhu ruang, plastik PP di suhu chiller -4˚C, plastik PP + karbid di suhu ruang, dan plastik + silica gel di suhu ruang. Buah pisang kepok kuning kemudian diuji perubahan susut bobot, tekstur, dan warna secara organoleptik untuk melihat penurunan mutunya. Percobaan dilakukan dengan RAL Non-Faktorial, kemudian hasil dianalisis menggunakan ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan antara masing-masing kondisi penyimpanan. Susut bobot terbesar terjadi pada buah pisang yang disimpan pada kondisi penyimpanan tanpa pengemas di suhu ruang, yaitu sebesar 22,815%. Perlakuan kondisi penyimpanan yang paling cepat menurunkan kualitas buah pisang kepok kuning adalah perlakuan tanpa pengemas dan disimpan di suhu ruang, sedangkan penyimpanan yang paling bisa mempertahankan kualitas buah pisang kepok kuning adalah penyimpanan dalam kemasan plastik PP di suhu chiller (4˚C).
Total Asam, Total Padatan Terlarut, dan Rasio Gula-Asam Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca L.) pada Kondisi Penyimpanan yang Berbeda. Yasmin Aulia Rachma; Sri Darmanti
Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume 8, Nomor 1, Tahun 2023
Publisher : Departemen Biologi Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/baf.8.1.2023.36-41

Abstract

Pisang Raja (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis pisang yang populer di Indonesia. Pisang termasuk ke dalam golongan buah klimaterik, sehingga kondisi penyimpanan dan pengemasannya dapat mempengaruhi kualitas dan masa simpannya hingga sampai ke tangan konsumen. Dilakukan penghitungan total asam, total padatan terlarut, dan rasio gula-asam pisang raja yang diberi perlakuan penyimpanan berbeda, yaitu pada suhu ruang tanpa pengemas, suhu ruang dengan kemasan plastik, dan suhu ruang dengan kemasan plastik yang ditambahkan kalsium karbida. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 3, dan 7. Data diolah dengan One Way ANOVA menggunakan aplikasi SPSS 2.1 dengan tingkat kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan uji Duncan apabila terdapat beda nyata. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan total dan total padatan terlarut buah pisang raja yang disimpan pada ketiga perlakuan selama 3 hari, kemudian menurun pada penyimpanan hari ke-7. Terjadi peningkatan rasio gula-asam dengan signifikan pada ketiga perlakuan selama penyimpanan. Kondisi penyimpanan pisang raja dalam plastik yang ditambahkan kalsium karbida pada suhu ruang adalah kondisi penyimpanan terbaik yang signifikan menghambat produksi asam organik dan mempercepat pematangan dilihat dari total asam, total padatan terlarut, dan rasio gula-asam nya. Peningkatan rasa manis yang ditunjukkan dari hasil rasio gula-asam paling cepat terjadi pada pisang raja yang disimpan dalam plastik yang diberi kalsium karbida dan diletakkan di suhu ruang, yaitu sebesar 238%. Banana var. Raja (Musa paradisiaca L.) is popular in Indonesia. Bananas are classified as climacteric fruits, so storage and packaging conditions can affect their quality and shelf life until they reach consumers. Therefore, total acid, total soluble solids, and the sugar-acid ratio of plantains were calculated with different storage treatments, namely at room temperature without packaging, room temperature with plastic packaging, and room temperature with calcium carbide added plastic packaging. Observations were made on days 0, 3, and 7. The data were processed by One Way ANOVA using the SPSS 2.1 application with a 95% confidence level, then continued with Duncan's test if there was a significant difference. Based on the results of the study, it was found that there was an increase in the total acid and total soluble solids of banana fruit stored in all treatments for three days, then decreased on the 7th day of storage. In addition, there was a significant increase in the sugar-acid ratio in all treatments during storage. The storage conditions for bananas in plastic with calcium carbide added at room temperature were the best storage conditions which significantly inhibited the production of organic acids and accelerated ripening in terms of total acid, total dissolved solids, and sugar-acid ratio. The increase in sweetness shown from the results of the sugar-acid ratio was in bananas stored in plastic with calcium carbide and placed at room temperature, which was 238%.