Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

REINTERPRETASI HUKUM KELUARGA DALAM HUKUM NASIONAL (STUDI TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA) Mohd Rafi Riyawi; Jumni Nelli
HUKUMAH: Jurnal Hukum Islam Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : STAI Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55403/hukumah.v4i2.301

Abstract

Hukum Fikih Islam telah menjadi Hukum Nasional, karena telah dimasukan ke dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI berdasarkan INPRES No.I Tahun 1991. HukumFikih Islam bisa diterima di Indonesia menjadi Hukum Nasional, karena secara yuridis formaldan secara normatif, telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Hukumfikih Islam di samping sebagai identitas agama yang dianut oleh mayoritas pendudukIndonesia, bahkan di beberapa daerah dari segi amaliahnya telah dilaksanakan dan dianggap sakral.Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam sangat erat dan telah lama berlangsung diIndonesia. Dari segi isi, menurut Tahir Mahmood, ada 13 aspek dalam hukum keluargamuslim yang mengalami reinterpretasi, yaitu: batasan umur minimal boleh kawin, pembatasanperan wali dalam perkawinan, keharusan pencatatan perkawinan, kemampuan ekonomi dalamperkawinan, pembatasan kebolehan poligami, nafkah keluarga, pembatasan hak cerai suami,hak-hak dan kewajiban para pihak karena perceraian, masa kehamilan dan implikasinya, hakwali orang tua, hak waris keluarga dekat, wasiat wajibah, dan pengelolaan wakaf.
PEMIKIRAN POLITIK ALI ABD AL-RAZIQ Jumni Nelli
An-Nida' Vol 39, No 1 (2014): January - June 2014
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v39i1.866

Abstract

Salah satu perkembangan pemahaman yang sampai saat ini terjadi topik hangat adalah penegasan dari sebuah konsepsi mengenai sistem politik Islam, tentang konsep negara. Ali Abdul Raziq salah seorang pemikir Islam mengemukakan konsep negara sekuler. Sekularisme Ali Abdul Raziq yang lebih menekankan totalitas ajarannya. Merupakan pemikiran politik yang patut di kaji lebih lanjut, untuk mengetahui letak kekuatan dan kelemahan argumentasi yang di kemukakan oleh pemikir politik Islam tersebut. Menurut Ali Abd al-Raziq, realitas sejarah Islam tidaklah memberikan keharusan bentuk organisasi politiknya bernama khilafah dan pimpinannya disebut sebagai khalifah. Negara yang ideal menurut Ali Abd al Raziq ialah negara yang berasaskan humanisme universal yang memperjuangkan rakyatnya, demokrasi dan keadilan sosial, yaitu negara sekuler bagi kaum muslimin dan non muslim yang hidup di negara itu
PERCERAIAN DI DEPAN PENGADILAN AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA STUDI ANALISIS MULTI DISPLINER Moch Khoirul Anam; Jumni Nelli
JIL : Journal of Indonesian Law Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : State Institute of Islamic Studies (IAIN) Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/jil.v2i1.1-24

Abstract

Tulisan ini berkisah tentang perceraian, meskipun diperbolehkan dalam hukum Islam tetapi merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Solusi ini diberikan jika tidak ada jalan keluar lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara suami dan istri dalam rumah tangga mereka. Pelaksanaan talak atau cerai dalam perspektif ulama klasik sangat bebas dan tergantung kepada kehendak suami, sebab dialah yang memiliki hak cerai dan tidak perlu dengan meminta pertimbangan isteri. Talak dapat dijatuhkan di mana saja, kapan dan dalam kondisi apapun. Menurut Kompilasi Hukum Islam, talak atau cerai hanya sah jika dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah upaya damai tidak dapat dicapai. Penelitian ini mengunakan metode yuridis normative. Dalam hal teknik pengumpulan data penulis menggunakan studi kepustakaan dan studi penelitian yaitu dengan membaca dan mempelajari buku yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa Banyaknya masyarakat yang masih fanatik berpegang kepada madzhab fikih klasik sehingga menghambat semangat pembaharuan hukum Islam. Perceraian di depan pengadilan Agama mengandung asas egaliter yang sesuai dengan pasal 39 UUP. No 1 Tahun 1974 dan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian masyarakat agar tidak berfikir konservatif dan skeptis, akan tetapi harus egaliter dan berpegang kepada UUP dan KHI sebagai bukti kepatuhan dan kesadaran masyarakat terhadap pembaharuan hukum Islam.
HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM ISLAM (Usaha Memahami Nash Secara Kontekstual) Jumni Nelli
Muwazah Vol 5 No 1 (2013)
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/muwazah.v5i1.333

Abstract

Abstract : There are two opposite opinions about the permissibility of women in politics. One opinion states that women should be at home, devoted to her husband, just have a domestic role, and should not be involved in politics. Another opinion states that women have the freedom to play, both inside and outside the home as well as in politics. This happens because they don’t understand the concept of women's rights that purely political, as well as in understanding the text verse Al-Qur`an is still gender bias. The differences of those opinions related to the differences in understanding the Islamic sources especially the verses of the Al-Qur`an about politics. This paper discusses political rights of women in Islam, so that people can understand and not considered taboo against women who were involved in politics. Based on the identification, classification, and analysis of the texts of the Al-Qur'an and hadith about politics, found that women in politics have the right according to Islam. Men and women are obliged to enjoining good and forbidding evil through several ways including the political media. Islam does not distinguish between men and women in individual rights and social rights especially political rights. However, it was noted that all rights must be placed within the limits of natural as women.       Abstrak : Terjadi dua pendapat yang berseberangan tentang kebolehan perempuan berpolitik.  Satu pendapat menyatakan perempuan harus di dalam rumah, mengabdi kepada suami, dan hanya mempunyai peran domestik dan tidak boleh berpolitik. Pendapat  lain menyatakan perempuan mempunyai kemerdekaan untuk berperan, baik di dalam maupun di luar rumah demikian juga dalam bidang politik. Hal tersebut terjadi karena belum difahaminya konsep tentang hak politik perempuan secara murni, juga karena dalam memahami teks ayat al-Qur`an masih bias gender. Perbedaan pandangan tersebut terkait dengan perbedaan dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam  terutama ayat al-Qur`an yang berbicara tentang politik. Makalah ini  membahas  bagaimana sebenarnya hak politik perempuan dalam Islam, sehingga masyarakat dapat memahami dan tidak menganggap tabu terhadap perempuan yang terjun di dunia politik. Berdasarkan  identifikasi dan klasifikasi serta analisis  nash-nash dari  al-Qur’an dan hadis tentang politik dalam al-Qur`an, ditemukan bahwa perempuan mempunyai hak dalam berpolitik menurut Islam. Laki-laki dan perempuan berkewajiban untuk amar makrûf nahî munkar melalui beberapa cara termasuk diantaranya dengan media politik. Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak individu dan hak-hak kemasyarakatan utamanya hak politik. Namun demikian, yang perlu dicatat adalah semua hak tersebut harus diletakkan dalam batas-batas kodrati sebagai perempuan.
IDEAL REGULATIONS IN FULFILLING CHILDREN'S SUPPORT POST PARENTS' DIVORCE IN INDONESIA M. Alpi Syahrin; Akbar izan; Jumni Nelli
EKSEKUSI Vol 5, No 1 (2023): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v5i1.21844

Abstract

AbstractProblems regarding the maintenance of children after the divorce of parents are always a problem, because many children's rights are neglected by parents, so they are not taken care of, especially matters relating to children's basic rights, namely the need for food, shelter, education and other facilities. other supporting facilities. Even though the two parents are no longer united in a marriage bond, the problem of fulfilling the maintenance of children is the responsibility of the parents and this should not be delegated to other people. After the divorce of the parents, therefore, it is necessary to discuss the importance of regulation in fulfilling the maintenance of children after the divorce of parents in Indonesia.Keywords: Regulations, Child Feed, IndonesiaAbstrakPermasalahan tentang nafkah terhadap anak setelah perceraian orang tua selalu menjadi masalah, karena banyak hak anak yang diabaikan oleh orang tua, sehingga tidak terurus, terutama adalah hal-hal yang berkaitan dengan hak dasar anak, yaitu Kebutuhan Pangan, tempat tinggal, pendidikan dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Walaupun Kedua orangtua tidak bersatu lagi dalam satu ikatan Perkawinan, namun Permaslahan pemenuhan nafkah terhadap anak merupakan tanggung jawab orangtua dan hal ini tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Pasca perceraian orang tua, oleh Karena itu, maka perlu dibahas tentang pentingnya Regulasi dalam pemenuhan nafkah anak pasca perceraian orang tua di Indonesia.Kata kunci: Regulasi, Nafkah Anak, Indonesia
PENETAPAN ASAL USUL ANAK DARI PERKAWINAN POLIANDRI LIAR KEPADA AYAH BIOLOGISNYA (STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BUKIT TINGGI NOMOR 321/PDT.G/2022/PA. BKT) Jumni Nelli; Srifinora
Al-Qadlaya : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 2 No. 2 (2023): Al-Qadlaya
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum Lumajang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55120/qadlaya.v2i2.1339

Abstract

This study aims to find out what is the legal consideration of the Panel of Judges in the case of validating the origins of children from illegal polyandry marriages, in which it is decided that the child is assigned to his biological father. This study uses a type of normative legal research which is analyzed qualitatively with the case approach research method, conceptual approach and comparative approach. The sources and types of materials in this study are primary legal materials, namely the judge's determination No. 321/Pdt.G/2022/PA. Bkt. Secondary legal materials include legal science books, legal journals, legal reports and print and electronic media. The results of the research show that the judge granted the request for legalization of the origin of children from wild polyandry marriages assigned to their biological father based on their considerations on legal facts at trial and the views of the clergy as a symbol of living values ​​in society as stated in Article 5 paragraph (1) of the Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power, in addition to that the judges have also carried out studies of various viewpoints from philosophical, juridical to sociological, very appropriate in the context of achieving maqâshid al-syarî'ah in terms of offspring maintenance (hifzh al-nasl) and concerning children's rights and protection of children besides that according to social law children are also entitled to get guardianship rights, affection, maintenance and inheritance rights from their father.
PROBLEMATIKA HUKUM FORMIL TERHADAP KETENTUAN PERMA NOMOR 05 TAHUN 2019 TENTANG PENGAJUAN DISPENSASI KAWIN PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH Nurhilal Nazri Arif; Johari; Jumni Nelli
YUSTISI Vol 11 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i2.16670

Abstract

Penelitian ini di pengaruhi karena masyarakat lebih memilih nikah siri dibandingkan nikah secara resmi karena tidak bisa memenuhi PERMA nomor 05 tentang pengajuan Dispensasi Kawin. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Pustaka (library research). Penelitian ini memiliki rujukan dari serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Hasil penelitian ini pemohon tidak bisa menyanggupi syarat-syarat materil maka permohonan tidak bisa diajukan karena salah satu orang tua atau kedua orang tua tidak mau mengajukan Permohonan dispensasi kawin atau tidak di hadiri oleh salah satu orang tua pemohon dan termohon maka perkara akan diputuskan NO (niet ontvankelijke verklard). Akibatnya, calon suami/isteri yang mengajukan dispensasi kawin akan memilih nikah siri dibandingkan nikah secara resmi karena tidak bisa melengkapi persyaratan materil dari PERMA nomor 05 Tahun 2019 Permohonan Pengajuan Dispensasi Kawin. Kata kunci: Problematika, PERMA, dan Maslahah Mursalah
FASAKH PERKAWINAN SEDARAH DAN STATUS HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI INDONESIA Jumni Nelli; Alfi Hasanah
YUSTISI Vol 11 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i2.16674

Abstract

Perkawinan sedarah apabila dilakukan secara sengaja maka jelas hukumnya merupakan haram menurut ulama wajib ditegakkan had dengan had zina, namun apabila perkawinan dilakukan secara tidak sengaja maka akan menimbulkan permasalahan ditengah masyarakat yang dimana hal ini menjadi ambigu apakah hukum perkawinan tersebut dapat berubah atau tidak, lalu sah atau tidaknya kedudukan anak hasil perkawinan tersebut perlu dijelaskan agar terpenuhinya hak-hak anak dikemudian hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan fasakh perkawinan sedarah menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dan untuk mengetahui bagaimana status hukum anak apabila perkawinan orang tuanya telah di fasakh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Jenis penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan yuridis normative. Sumber hukum yang digunakan adalah data primer berupa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, dan data sekunder berupa buku, jurnal dan lain sebagainya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Pembatalan perkawinan terjadi setelah ditemukan pelanggaran terhadap Undang-undang perkawinan atau hukum Islam. Perkawinan sedarah merupakan salah satu alasan dibatalkannnya perkawinan, Jika ini terjadi maka Pengadilan Agama dapat membatalkannya atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. Ketentuan pembatalan perkawinan telah diatur dalam BAB IV Pasal 22-28 Undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB XI Pasal 70-76. Sedangkan terhadap anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang telah dibatalkan tidak berlaku surut, sehingga dengan demikian anak-anak ini dianggap sebagai anak sah. Kata Kunci: Fasakh, Perkawinan Sedarah, Hukum Islam, Indonesia
PROBLEMATIKA HUKUM FORMIL TERHADAP KETENTUAN PERMA NOMOR 05 TAHUN 2019 TENTANG PENGAJUAN DISPENSASI KAWIN PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH Nurhilal Nazri Arif; Johari; Jumni Nelli
YUSTISI Vol 11 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i2.16670

Abstract

Penelitian ini di pengaruhi karena masyarakat lebih memilih nikah siri dibandingkan nikah secara resmi karena tidak bisa memenuhi PERMA nomor 05 tentang pengajuan Dispensasi Kawin. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Pustaka (library research). Penelitian ini memiliki rujukan dari serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Hasil penelitian ini pemohon tidak bisa menyanggupi syarat-syarat materil maka permohonan tidak bisa diajukan karena salah satu orang tua atau kedua orang tua tidak mau mengajukan Permohonan dispensasi kawin atau tidak di hadiri oleh salah satu orang tua pemohon dan termohon maka perkara akan diputuskan NO (niet ontvankelijke verklard). Akibatnya, calon suami/isteri yang mengajukan dispensasi kawin akan memilih nikah siri dibandingkan nikah secara resmi karena tidak bisa melengkapi persyaratan materil dari PERMA nomor 05 Tahun 2019 Permohonan Pengajuan Dispensasi Kawin. Kata kunci: Problematika, PERMA, dan Maslahah Mursalah
FASAKH PERKAWINAN SEDARAH DAN STATUS HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI INDONESIA Jumni Nelli; Alfi Hasanah
YUSTISI Vol 11 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v11i2.16674

Abstract

Perkawinan sedarah apabila dilakukan secara sengaja maka jelas hukumnya merupakan haram menurut ulama wajib ditegakkan had dengan had zina, namun apabila perkawinan dilakukan secara tidak sengaja maka akan menimbulkan permasalahan ditengah masyarakat yang dimana hal ini menjadi ambigu apakah hukum perkawinan tersebut dapat berubah atau tidak, lalu sah atau tidaknya kedudukan anak hasil perkawinan tersebut perlu dijelaskan agar terpenuhinya hak-hak anak dikemudian hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan fasakh perkawinan sedarah menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dan untuk mengetahui bagaimana status hukum anak apabila perkawinan orang tuanya telah di fasakh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Jenis penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan yuridis normative. Sumber hukum yang digunakan adalah data primer berupa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, dan data sekunder berupa buku, jurnal dan lain sebagainya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Pembatalan perkawinan terjadi setelah ditemukan pelanggaran terhadap Undang-undang perkawinan atau hukum Islam. Perkawinan sedarah merupakan salah satu alasan dibatalkannnya perkawinan, Jika ini terjadi maka Pengadilan Agama dapat membatalkannya atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. Ketentuan pembatalan perkawinan telah diatur dalam BAB IV Pasal 22-28 Undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB XI Pasal 70-76. Sedangkan terhadap anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang telah dibatalkan tidak berlaku surut, sehingga dengan demikian anak-anak ini dianggap sebagai anak sah. Kata Kunci: Fasakh, Perkawinan Sedarah, Hukum Islam, Indonesia