Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Diversity of Culinary Ecolexicon of Main Cuisine in Malay Communities on the East Coast of North Sumatra Dwi Widayati
JURNAL ARBITRER Vol. 6 No. 2 (2019)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.6.2.113-121.2019

Abstract

This paper aims to describe the diversity of the main culinary eco-lexicon in Malay society. Data were collected through interviews with informants who were very familiar with the traditional culinary eco-lexicon. An in-depth discussion with content analysis is carried out on each culinary eco-lexicon, especially in the effort of meaning and description. The analysis of the diversity of culinary eco-lexicon is done by using ecolinguistic theory. From the results of the analysis it was concluded that there is a diversity of culinary eco-lexicons which refer to certain types of culinary, for example for culinary weaving, four variations of the eco-lexicon, namely anyang buas-buas (Langkat Malay, and Asahan Malay), anyang sibuas-savas leaves (Serdang Malay), anyang sibuih-buih (Batubara Malay), and labar buas-buas (Panai Malay). It indicates that the eco-lexicon diversity of culinary names and types of herbs reflects the understanding of the speaker toward their environment. The more lexicons use to reflect the environment indicates the richness of the environment itself.
Marine Ecolexicon of Noun-Verb of the Coast Community in Pesisir Barus, Central Tapanuli Rosliana Lubis; Dwi Widayati
JURNAL ARBITRER Vol. 8 No. 1 (2021)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.8.1.82-92.2021

Abstract

This study aims to describe the lingual form, which is a manifestation of the understanding of the speech community of the environment towards its environmental dimension. The theory used in this research is ecolinguistic. Data in the form of basic lexicons and affixed lexicons related to the marine environment were collected through interviews with informants. Furthermore, the data were analyzed by grouping them based on the word class, environmental category, and the affixation process contained in the affixed words. The results of the study show that many marine environmental lexicons which are divided into noun lexicon and verb lexicon. The noun lexicon is divided into four lexicon categories, namely: (1) Marine Environmental Fauna Lexicon (88 lexicons); (2) Flora of the Marine Environment Flora (9 lexicons); (3) Lexicon of Facilities / Infrastructure for Marine Environmental Activities (16 lexicons); and (4) Nominal Environmental Lexicon (7 lexicons). The number of vocabulary that is still recorded in the cognition of the Barus coastal Malay language community indicates that the community is very familiar with its environment and therefore the vocabularies are preserved.
Leksikon kegulmaan pada masyarakat Jawa di Perkebunan Fajar Agung, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai: Kajian ekolinguistik Wiradi Putra; Dwi Widayati; Dardanila Dardanila; Sharina Amanda
KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol. 7 No. 1 (2021): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/kembara.v7i1.15432

Abstract

Masyarakat Jawa Fajar Agung merupakan pekerja perkebunan yang sangat akrab dengan leksikon-leksikon kegulmaan. Keakraban ini dapat terlihat dari penggunaan leksikon yang masih bertahan sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu cara dalam pencegahan punahnya istilah Jawa dalam bentuk leksikon kegulmaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman masyarakat Jawa terhadap leksikon kegulmaan di Perkebunan Fajar Agung, serta menjelaskan faktor yang memengaruhi tingkat pemahaman masyarakat Jawa terhadap leksikon kegulmaan di Perkebunan Fajar Agung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung berupa perhitungan hasil respondensi secara kuantitatif. Data leksikon kegulmaan diperoleh melalui angket. Angket berisi data daftar leksikon kegulmaan yang sebelumnya diperoleh melalui wawancara kepada informan kunci. Adapun hasil penelitian ini, yaitu Leksikon kegulmaan pada masyarakat Jawa di Perkebunan Fajar Agung berjumlah 75 buah. Berdasarkan pada pembahasan pertama tingkat pemahaman T (tahu) kelompok usia I (25-45 Tahun) yaitu 83,53% dan kelompok usia II (46-60 Tahun) yaitu 83,15% sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa di Perkebunan Fajar Agung masih mengenal dan menggunakan leksikon-leksikon kegulmaan dalam bahasa Jawa. Berdasarkan pembahasan kedua, terdapat dua faktor kebertahanan yang memengaruhi tingkat pemahaman leksikon kegulmaan pada MJFA, yaitu yaitu faktor yang berkaitan dengan linguistik dan non-linguistik. Faktor linguistik yang memengaruhi kebertahanan leksikon kegulmaan pada MJFA, yaitu berhubungan dengan tendensi MJFA terhadap bahasa Jawa. Kemudian faktor non-linguistik, yaitu perilaku konservatif MJFA terhadap gulma, adaptasi fisiologi gulma terhadap herbisida, konsistensi penggunaan peralatan tradisional pengendalian dan pemberantasan gulma, kesejahteraan MJFA, pendidikan MJFA.
Language and Ecology In Silau Malela Society (Ecolinguistics Study) Akmal akmal; Dwi Widayati
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya Vol 11, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Bahasa dan Budaya Asing (FBBA), Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/lensa.11.2.2021.185-193

Abstract

This study focused on to ecolinguistics study that talks about the language and ecology in the Silau Malela society. This study was to find out how the people who lived in Silau Malela, merged into the environment to keep the balance between human and their environment. Ecolinguistics is an interdisciplinary study between ecology or environment and language (linguistics) which is expressed by the human. So this study was not focused on ecology, but it discussed language in life. This study used qualitative research by doing observation and interviewing the people who lived in Silau Malela. This research describes the relationship between human and environmental communication. This society is so familiar with their environment and they also keep the situation so that they can communicate to the surroundings such as their cows, dogs, and others (the pets) and plantations when they do their activities with their pets and plantation. They also gave the name for their pets and sometimes to their plantation so that they understood the meaning of their owner when they were talking to their environment.
KEKERABATAN BAHASA JAWA DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Muhammad Surip; Dwi Widayati
Jurnal Bahasa Lingua Scientia Vol 11 No 1 (2019)
Publisher : Pusat Pengembangan Bahasa IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/ls.2019.11.1.1-26

Abstract

This study aims to reveal the kinship relationship of Javanese and Gayo languages ​​seen from some vocabulary similarities, as well as estimate the time separation with the run of error. The method used is descriptive qualitative and quantitative with the techniques refer to note. This research data is a vocabulary in BJ and BG obtained from various written sources and informant interview. From 200 words Swadesh to BJ and BG there are 13% ie 25 words pairs of relatives. These data provide evidence that BJ and BG are not close relatives because the core vocabulary equation is less than 36% or part of sub-grouping. But the language of both comes from the same pilum or stock. Both languages ​​have identical word pairs that are all similar phonemes of 16 relatives couples; 12 relatives couples have a phonemic correspondence; 9 relatives couples who are phonetically similar; and 13 relatives couples who have a different phoneme. The time of split of both languages ​​was 3,393 thousands of years ago. It is thought that this second language was a single language about 3.4 thousands years ago and is thought to have begun to separate from a proto language about the 5th century BC. It is estimated that the age of both languages ​​is a single language on 4,712 + 335 years ago and at 5,047+335 years ago.
HUBUNGAN KEKERABATAN ANTARA BAHASA MINANGKABAU, BAHASA KARO, DAN BAHASA GAYO Kemala Hutri; Dwi Widayati
Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 10 No 1 (2019): Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fokus penelitian ini pada kajiaan leksikal. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kedekatan fonetis, leksikal dan melihat tingkat kekerabatan antara Bahasa Minangkabau, Bahasa Karo dan Bhasa Gayo menggunakan pendekatan leksikostatistik. Penelitian ini melihat sejauh mana ketiga bahasa ini berkerabat dikarenakan kedekatan jarak, tetapi beda provinsi. Data diambil dari 200 kata Swadesh dan beberapa kata tambahan yang telah ditranskripsi ke dalam Bahasa Minangkabau, Karo dan Gayo. Dari penelitian ini ditemukan Bahasa MinangkabauBahasa Gayo dan Bahasa Karo memiliki tingkat kemiripan fonologi dan leksikal yang sangat dekat, menurut perhitungan leksikostatistik tingkat kekerabatan Bahasa Minangkabau dengan bahasa Karo adalah 34 %, bahasa Minagkabau dengan bahasa Gayo 31,5 % dan kekerabatan antara bahasa Gayo dan bahasa Karo adalah 29% persentase yang cukup besar dan dapat diklasifikasikan pada Bahasa Minangkabau dengan bahasa Karo dan kekerabatan antara ketiga bahasa tersebut termasuk kekerabatan Families of stock.
KEKERABATAN KOSAKATA BAHASA BATAK ANGKOLA, BAHASA BATAK TOBA, DAN BAHASA KARO (KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF) Mayang Putri Shalika; Dwi Widayati
Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 10 No 2 (2019): Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berjudul “Kekerabatan Kosakata Bahasa Batak Angkola, Bahasa Batak Toba dan Bahasa Karo: Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik sadap, cakap, dan rekam. Metode dan teknik analisis data yang digunakan masing-masing adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik. Identifikasi terhadap 200 kosakata dasar dalam bahasa Batak Angkola, Bahasa batak Toba dan bahasa Karo menujukkan tingkat kekerabatan bahasa batak angkola dan bahasa batak toba adalah 41% kedua bahasa berada dalam satu keluarga (family),tingkat kekerabatan bahasa batak angkola dan bahasa karo adalah 24% kedua bahasa berada dalam dalam satu rumpun (stock),tingkat kekerabatan bahasa batak toba dan bahasa karo adalah 23% kedua bahasa berada dalam dalam satu rumpun (stock).
ECOSOPHY OF SYAIR IKAN TERUBUK Mohd. Fauzi; Tengku Silvana Sinar; Dwi Widayati; Bahagia Tarigan
English Language and Literature International Conference (ELLiC) Proceedings Vol 4 (2021): Creative and Innovative Learning Strategies in The Field of Language, Literature, Ling
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study is intended to analyze the Ecosophy of Syair Ikan Terubuk using a critical ecolinguistic approach. This type of research is descriptive qualitative. In collecting data, researchers used the documentation method. The data of this research are lexicons, phrases, and verses containing the ecosophy of environmental preservation, especially the aquatic environment, which is sourced from Syair Ikan Terubuk. The results showed that the lingual units in Syair Ikan Terubuk has positive values and encourage people to love, care for and preserve their environment (ecosophy values). This Syair Ikan Terubuk presents 60 types of fish in the Bengkalis sea and in Puyu-Puyu Lake with their respective characters. Although this poem is a symbolic poem about human behavior, but it has a very strong connection with the environment. It is proven that in the past a large number of fish mentioned in the previous poem existed and became a source of sustenance for the Bengkalis community, but nowadays it is very difficult to find them, even most of them are no longer found. At least by analyzing these verses, the current generation and so on will not make matters worse. The ecosophy values of the Malay ancestors in caring for and living side by side with their natural surroundings are clearly stated in this Syair Ikan Terubuk.
PERUBAHAN BUNYI BAHASA PROTO AUSTRONESIA KE DALAM BAHASA JAWA DIALEK SUMATERA (KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF) Fahmi Anggia Rizqi; Dwi Widayati
KULTURISTIK: Jurnal Bahasa dan Budaya Vol. 5 No. 2 (2021): Juli 2021
Publisher : Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kulturistik.5.2.3380

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini berkaitan tentang kajian linguistik historis komparatif yang membahas tipe-tipe perubahan bunyi dari Bahasa Proto-Austronesia ke dalam Bahasa Jawa Dialek Sumatera. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dengan teknik rekam dan catat. Sumber data didapatkan dari informan yang merupakan penutur asli bahasa Jawa Dialek Sumatera. Kosakata yang diambil dari rekaman penutur adalah yang terdaftar di daftar swadesh. Pada perubahan bunyi bahasa proto Austronesia ke dalam Bahasa Jawa Dialek Sumatera berdasarkan posisi bunyi hanya ada enam perubahan dari tujuh perubahan yaitu metatesis, afresis, sinkop, apokop, protesis dan paragog. Kata kunci: Comparative Historical Linguistic
Kekerabatan Bahasa-Bahasa ‘Negara Bawahan’ Majapahit Dalam Kitab Nagarakertagama: Kajian Linguistik Historis Komparatif Jamaluddin Nasution; Dwi Widayati
Dikmas: Jurnal Pendidikan Masyarakat dan Pengabdian Vol 2, No 2 (2022): June
Publisher : Magister Pendidikan Nonformal Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37905/dikmas.2.2.711-724.2022

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kekerabatan bahasa-bahasa di wilayah yang disebut dalam teks Pupuh XIII di Kitab Negarakertagama yang didominasi oleh bahasa Melayu, seperti Malaya (Malaysia) Jambi, Palembang, Kandis, Siak, Rokan, Kampar, dan Palembang. Dan dalam penelitian ini dipilih bahasa Mandailing (BM), bahasa Minangkabau (BMK) dan bahasa Palembang (BP). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan karena adanya leksikostatistik untuk menghitung persentase perangkat kognat (kekerabatan) dan menghitung tahun pisah ketiga bahasa tersebut. Metode kualitatif digunakan karena akan menentukan bentuk kognat antara BM, BMK, dan BP. Berdasarkan data kekerabatan BM, BMK, dan BP dalam daftar 200 kata Swadesh, ditemukan hasil sebanyak 132 kata yang berkerabat, baik kata yang identik atau kata yang mengalami perubahan bunyi vokal maupun konsonan. Ditemukan 50 kata yang berkerabat identik dan memiliki makna yang sama serta bunyi yang sama untuk BMK dan BP dan kedua bahasa ini memiliki kekerabatan kata yang terbanyak. Dalam perubahan bunyi baik vokal maupun konsonan yang paling banyak adalah antara BMK dengan BP yakni 33 kata. Tahun berpisah antara BM, BMK, dan BP diperkirakan adalah 2022 – 985 = 1037 M (dengan asumsi hitung di tahun 2022). Tahun 1037 M ini dapat dikatakan semasa dengan penjelasan bahwa India/Indochina menganut agama Hindu, budaya, peradaban, teknologi, sistem pemerintahan berbaur dengan masyarakat asli setempat membentuk suatu bangsa, masyarakat, suku, etnik, budaya, peradaban baru sesuai dengan kultur masing-masing daerah tersebut sekitar 1030 M sampai dengan 1365 M.