Zamrotul Izzah
Department Of Pharmacy Practice Faculty Of Pharmacy University Of Airlangga Surabaya Indonesia Department Of Pharmacy Faculty Of Pharmacy University Of Airlangga Teaching Hospital Surabaya Indonesia

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Diabetes Support Groups Improve Patient’s Compliance and Control Blood Glucose Levels Izzah, Zamrotul; Suprapti, Budi; Aryani, Toetik; Budiatin, Aniek S.; Rahmadi, Mahardian; Hapsari, Pharmasinta P.; Ramadiani, Fathia; Shinta, Dewi W.; Andarsari, Mareta R.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.142 KB)

Abstract

Providing information is not enough to improve diabetic patient’s compliance and achieve goals of therapy. Patient’s good awareness as well as emotional and social supports from family and community may play an important role to improve their compliance and clinical outcomes. Therefore, diabetes support groups were developed and each support group consisted of two pharmacists, two nurses, diabeticpatients and their family members. A total of 70 type 2 diabetic patient’s were enrolled and randomized into support group 1 and support group 2. Patients in the group 1 received information leaflets only, while patients in the group 2 received pharmacist counselling and information leaflets at each meeting. Patient’s awareness of diabetes and compliance with medications were assessed by a short questionnaire at baseline and final follow-up. Blood glucose and cholesterol levels were also evaluated in both groups.At the end of study, the overall patient’s awareness and compliance improved by 61.5%. The random and fasting blood glucose levels decreased over than 30% in the group 2 and around 14% in the group 1. This study reveals that collaboration between health care professionals and community in the diabetes support group might help diabetic patients to increase their knowledge and compliance with the diabetes therapy as well as glycaemic control.Key words: Diabetes, group awareness program, pharmacist, patient counselling Kelompok Dukungan terhadap Diabetes Meningkatkan Kepatuhan dan Kontrol Kadar Glukosa Darah PasienMenyediakan informasi tidak cukup untuk meningkatkan kepatuhan pasien diabetes dan mencapai tujuan terapi. Kesadaran pasien serta dukungan emosional dan sosial dari keluarga dan masyarakat dapat memainkan peran penting untuk meningkatkan kepatuhan dan hasil klinis. Oleh karena itu, kelompok pendukung diabetes dikembangkan dan masing-masing kelompok pendukung terdiri atas dua apoteker, dua perawat, pasien diabetes dan anggota keluarga mereka. Sebanyak 70 pasien diabetes tipe 2 yang terdaftar dan acak ke dalam kelompok dukungan 1 dan kelompok dukungan 2. Pasien dalam kelompok 1 menerima selebaran informasi saja, sedangkan pasien di kelompok 2 menerima konseling dari apoteker dan informasi diabetes pada setiap pertemuan. Kesadaran Pasien diabetes dan kepatuhan dengan obat dinilai oleh kuesioner singkat pada awal dan akhir. Kadar glukosa darah dan koleste-rol juga dievaluasipada kedua kelompok. Pada akhir penelitian, kesadaran dan kepatuhan pasien secara keseluruhan meningkat 61,5%. Kadar glukosa darah acak dan puasa menunjukkan penurunan 30% pada kelompok 2 dansekitar 14 % pada kelompok 1. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kolaborasi antara profesional perawatan kesehatan dan masyarakat dalam kelompok pendukung diabetes dapat membantu pasien diabetesuntuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan mereka dengan terapi diabetes serta kontrol glikemik. Kata kunci: Diabetes, program penyadaran kelompok, apoteker, konseling pasien
Effect of Attapulgite on the Oral Bioavailability of Ciprofloxacin Izzah, Zamrotul; Gratia, Veronica; Aryani, Toetik; Suharjono, Suharjono
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 2, No 2 (2013)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.014 KB)

Abstract

As a result, this drug-drug interaction may reduce ciprofloxacin bioavailability. This study was aimed to determine the effect of attapulgite on the bioavailability of a single orally-administered ciprofloxacin. Six New Zealand white rabbits received each of the following treatments in a randomized, three-way crossover sequence, separated by a 7-day washout period: (i) ciprofloxacin (23 mg/kgBW) alone; (ii) ciprofloxacin (23 mg/kgBW) given simultaneously with attapulgite (28 mg/kgBW); (iii) ciprofloxacin(23 mg/kgBW) given 2 hours after attapulgite (28 mg/kgBW). Blood samples (1 mL) were collected from the marginal ear vein up to 240 minutes postdose. The plasma concentrations of ciprofloxacin were determined by a validated high-performance liquid chromatography method. The maximum concentration and oral bioavailability (AUC0-240 min) of ciprofloxacin were significantly decreased by 49% and 32% when administered concomitantly with attapulgite (p<0.001). Attapulgite appeared to have no significant effect on the bioavailability of ciprofloxacin when administered 2 hours before ciprofloxacin. In conclusion, the oral bioavailability of ciprofloxacin is markedly reduced when administered concomitantly with attapulgite. This drug-drug interaction may decrease clinical efficacy and promote microbial resistance to ciprofloxacin. However, the interaction could be minimized by separating the adminsitration of these drugs at least 2 hours.Key words: Attapulgite, bioavailability, ciprofloxacin, drug-drug interactionPengaruh Atapulgit pada Ketersediaan Hayati Siprofloksasin OralKemampuan absorpsi atapulgit dapat menghambat absorpsi siprofloksasin pada pemberian per oral. Sebagai hasilnya, interaksi obat-obat ini dapat menurunkan ketersediaan hayati siprofloksasin. Penelitian ini bertujuan untuk  mendeterminasi efek atapulgit pada ketersediaan hayati obat siprofloksasin yang diberikan secara oral. Sebanyak 7 kelinci putih Selandia Baru menerima perlakuan secara random dengan desain three-way crossover sequence, yang dipisahkan dengan periode washout 7 hari. (i) siprofloksasin (23 mg/kgBB); (ii) siprofloksasin (23 mg/kgBB) diberikan secara simultan dengan atapulgit (28 mg/kgBB); (iii) siprofloksasin (23 mg/kgBB) diberikan 2 jam setelah pemberian atapulgit (28 mg/kgBB. Sampel darah (1 mL) dikumpulkan pada marginal ear vein setelah 240 menit pemberian obat. Konsentrasi siprofloksasin plasma dihitung dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi tervalidasi. Konsentrasi maksimum dan ketersediaan hayati oral (AUC0-240 min) siprofloksasin secara signifikan berkurang 49% dan 32% ketika dikombinasikan bersamaan dengan atapulgit (p< 0,001). Atapulgit tidak memiliki pengaruh signifikan pada ketersediaan hayati ketika diberikan 2 jam sebelum siprofloksasin. Ketersediaan hayati siprofloksasin berkurang secara signifikan ketika diberikan bersamaan dengan pemberian atapulgit. Interaksi obat dengan obat ini dapat mengurangi efikasi obat dan meningkatkan resistensi mikrob terhadap siprofloksasin. Namun, interaksi dapat dikurangi dengan pemberian obat pada jarak waktu minimal 2 jam.Kata kunci: Atapulgit, interaksi obat dengan obat, ketersediaan hayati, siprofloksasin
Efek Kronis Minuman Berenergi pada Ginjal Suharjono, .; Izzah, Zamrotul; Andarsari, Mareta Rindang; Budiatin, Aniek Setya; Rahmadi, Mahardian
JFIOnline | Print ISSN 1412-1107 | e-ISSN 2355-696X Vol 7, No 4 (2015)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Penggunaan minuman berenergi telah meluas di masyarakat hingga menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Perubahan pola hidup seperti kurang minum air putih dan sering mengkonsumsi minuman berenergi memicu terjadinya penyakit ginjal kronik. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penggunaan beberapa jenis minuman berenergi dalam jangka waktu tertentu terhadap fungsi ginjal tikus berdasarkan parameter hematologi, urinalisis dan histopatologi ginjal. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dan mendapatkan 3 jenis minuman berenergi (ED1, ED2 dan ED3) dan air sebagai kontrol selama 30 hari. Sehari setelah pemberian minuman bernergi berakhir, tikus dimasukkan dalam kandang metabolik untuk menampung urin 24 jam. Kemudian tikus dianastesi dan diambil darah dan dikorbankan dan kemudian diambil organ ginjal untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil urinalisis menunjukkan penurunan ekskresi kreatinin urin diiringi peningkatan rasio albumin terhadap kreatinin di urin. Pemeriksaan hematologi menunjukkan peningkatan kadar serum kreatinin, sedangkan pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan abnormalitas pada medulla ginjal.
Efek Kronis Minuman Berenergi pada Ginjal Suharjono, .; Izzah, Zamrotul; Andarsari, Mareta Rindang; Budiatin, Aniek Setya; Rahmadi, Mahardian
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 7, No 4 (2015)
Publisher : Jurnal Farmasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (767.533 KB) | DOI: 10.35617/jfi.v7i4.259

Abstract

Abstrak Penggunaan minuman berenergi telah meluas di masyarakat hingga menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Perubahan pola hidup seperti kurang minum air putih dan sering mengkonsumsi minuman berenergi memicu terjadinya penyakit ginjal kronik. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penggunaan beberapa jenis minuman berenergi dalam jangka waktu tertentu terhadap fungsi ginjal tikus berdasarkan parameter hematologi, urinalisis dan histopatologi ginjal. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dan mendapatkan 3 jenis minuman berenergi (ED1, ED2 dan ED3) dan air sebagai kontrol selama 30 hari. Sehari setelah pemberian minuman bernergi berakhir, tikus dimasukkan dalam kandang metabolik untuk menampung urin 24 jam. Kemudian tikus dianastesi dan diambil darah dan dikorbankan dan kemudian diambil organ ginjal untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil urinalisis menunjukkan penurunan ekskresi kreatinin urin diiringi peningkatan rasio albumin terhadap kreatinin di urin. Pemeriksaan hematologi menunjukkan peningkatan kadar serum kreatinin, sedangkan pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan abnormalitas pada medulla ginjal.
Diabetes Support Groups Improve Patient’s Compliance and Control Blood Glucose Levels Zamrotul Izzah; Budi Suprapti; Toetik Aryani; Aniek S. Budiatin; Mahardian Rahmadi; Pharmasinta P. Hapsari; Fathia Ramadiani; Dewi W. Shinta; Mareta R. Andarsari
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.142 KB)

Abstract

Providing information is not enough to improve diabetic patient’s compliance and achieve goals of therapy. Patient’s good awareness as well as emotional and social supports from family and community may play an important role to improve their compliance and clinical outcomes. Therefore, diabetes support groups were developed and each support group consisted of two pharmacists, two nurses, diabeticpatients and their family members. A total of 70 type 2 diabetic patient’s were enrolled and randomized into support group 1 and support group 2. Patients in the group 1 received information leaflets only, while patients in the group 2 received pharmacist counselling and information leaflets at each meeting. Patient’s awareness of diabetes and compliance with medications were assessed by a short questionnaire at baseline and final follow-up. Blood glucose and cholesterol levels were also evaluated in both groups.At the end of study, the overall patient’s awareness and compliance improved by 61.5%. The random and fasting blood glucose levels decreased over than 30% in the group 2 and around 14% in the group 1. This study reveals that collaboration between health care professionals and community in the diabetes support group might help diabetic patients to increase their knowledge and compliance with the diabetes therapy as well as glycaemic control.Key words: Diabetes, group awareness program, pharmacist, patient counselling Kelompok Dukungan terhadap Diabetes Meningkatkan Kepatuhan dan Kontrol Kadar Glukosa Darah PasienMenyediakan informasi tidak cukup untuk meningkatkan kepatuhan pasien diabetes dan mencapai tujuan terapi. Kesadaran pasien serta dukungan emosional dan sosial dari keluarga dan masyarakat dapat memainkan peran penting untuk meningkatkan kepatuhan dan hasil klinis. Oleh karena itu, kelompok pendukung diabetes dikembangkan dan masing-masing kelompok pendukung terdiri atas dua apoteker, dua perawat, pasien diabetes dan anggota keluarga mereka. Sebanyak 70 pasien diabetes tipe 2 yang terdaftar dan acak ke dalam kelompok dukungan 1 dan kelompok dukungan 2. Pasien dalam kelompok 1 menerima selebaran informasi saja, sedangkan pasien di kelompok 2 menerima konseling dari apoteker dan informasi diabetes pada setiap pertemuan. Kesadaran Pasien diabetes dan kepatuhan dengan obat dinilai oleh kuesioner singkat pada awal dan akhir. Kadar glukosa darah dan koleste-rol juga dievaluasipada kedua kelompok. Pada akhir penelitian, kesadaran dan kepatuhan pasien secara keseluruhan meningkat 61,5%. Kadar glukosa darah acak dan puasa menunjukkan penurunan 30% pada kelompok 2 dansekitar 14 % pada kelompok 1. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kolaborasi antara profesional perawatan kesehatan dan masyarakat dalam kelompok pendukung diabetes dapat membantu pasien diabetesuntuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan mereka dengan terapi diabetes serta kontrol glikemik. Kata kunci: Diabetes, program penyadaran kelompok, apoteker, konseling pasien
Effect of Attapulgite on the Oral Bioavailability of Ciprofloxacin Zamrotul Izzah; Veronica Gratia; Toetik Aryani; Suharjono Suharjono
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 2, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.014 KB)

Abstract

As a result, this drug-drug interaction may reduce ciprofloxacin bioavailability. This study was aimed to determine the effect of attapulgite on the bioavailability of a single orally-administered ciprofloxacin. Six New Zealand white rabbits received each of the following treatments in a randomized, three-way crossover sequence, separated by a 7-day washout period: (i) ciprofloxacin (23 mg/kgBW) alone; (ii) ciprofloxacin (23 mg/kgBW) given simultaneously with attapulgite (28 mg/kgBW); (iii) ciprofloxacin(23 mg/kgBW) given 2 hours after attapulgite (28 mg/kgBW). Blood samples (1 mL) were collected from the marginal ear vein up to 240 minutes postdose. The plasma concentrations of ciprofloxacin were determined by a validated high-performance liquid chromatography method. The maximum concentration and oral bioavailability (AUC0-240 min) of ciprofloxacin were significantly decreased by 49% and 32% when administered concomitantly with attapulgite (p<0.001). Attapulgite appeared to have no significant effect on the bioavailability of ciprofloxacin when administered 2 hours before ciprofloxacin. In conclusion, the oral bioavailability of ciprofloxacin is markedly reduced when administered concomitantly with attapulgite. This drug-drug interaction may decrease clinical efficacy and promote microbial resistance to ciprofloxacin. However, the interaction could be minimized by separating the adminsitration of these drugs at least 2 hours.Key words: Attapulgite, bioavailability, ciprofloxacin, drug-drug interactionPengaruh Atapulgit pada Ketersediaan Hayati Siprofloksasin OralKemampuan absorpsi atapulgit dapat menghambat absorpsi siprofloksasin pada pemberian per oral. Sebagai hasilnya, interaksi obat-obat ini dapat menurunkan ketersediaan hayati siprofloksasin. Penelitian ini bertujuan untuk  mendeterminasi efek atapulgit pada ketersediaan hayati obat siprofloksasin yang diberikan secara oral. Sebanyak 7 kelinci putih Selandia Baru menerima perlakuan secara random dengan desain three-way crossover sequence, yang dipisahkan dengan periode washout 7 hari. (i) siprofloksasin (23 mg/kgBB); (ii) siprofloksasin (23 mg/kgBB) diberikan secara simultan dengan atapulgit (28 mg/kgBB); (iii) siprofloksasin (23 mg/kgBB) diberikan 2 jam setelah pemberian atapulgit (28 mg/kgBB. Sampel darah (1 mL) dikumpulkan pada marginal ear vein setelah 240 menit pemberian obat. Konsentrasi siprofloksasin plasma dihitung dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi tervalidasi. Konsentrasi maksimum dan ketersediaan hayati oral (AUC0-240 min) siprofloksasin secara signifikan berkurang 49% dan 32% ketika dikombinasikan bersamaan dengan atapulgit (p< 0,001). Atapulgit tidak memiliki pengaruh signifikan pada ketersediaan hayati ketika diberikan 2 jam sebelum siprofloksasin. Ketersediaan hayati siprofloksasin berkurang secara signifikan ketika diberikan bersamaan dengan pemberian atapulgit. Interaksi obat dengan obat ini dapat mengurangi efikasi obat dan meningkatkan resistensi mikrob terhadap siprofloksasin. Namun, interaksi dapat dikurangi dengan pemberian obat pada jarak waktu minimal 2 jam.Kata kunci: Atapulgit, interaksi obat dengan obat, ketersediaan hayati, siprofloksasin
Effects of Probiotics and Vitamin B Supplementation on IFN-γ and IL-12 Levels During Intensive Phase Treatment of Tuberculosis Budi Suprapti; Suharjono Suharjono; Rahmawati Raising; Yulistiani Yulistiani; Zamrotul Izzah; Wenny Putri Nilamsari; Prastuti Asta Wulaningrum; Arief Bachtiar
Indonesian Journal of Pharmacy Vol 29 No 2, 2018
Publisher : Faculty of Pharmacy Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Skip Utara, 55281, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1643.076 KB) | DOI: 10.14499/indonesianjpharm29iss2pp80

Abstract

Tuberculosis is an acute infectious disease that primarily affects the lungs. Probiotics supplementation can increase the number and activity of NK cell in peripheral blood by modulation of IL-12, thus increasing IFN-γ production by Th1 response. Vitamin B1 acts on macrophages and affects neutrophil motility. Vitamin B6 is associated with the release of cytokines and the responsiveness of NK cells, while vitamin B12 affects to lymphocytes, Tcell proliferation, CD4+ ratios, and NK cell activity. To analyze the effects of probiotics and vitamin B1, B6, B12 supplementation on IFN-γ and IL-12 levels during intensive phase of antituberculosis treatment. The study was pre-post test randomised control by time series. The control group was TB patients with standard therapy of antituberculosis and vitamin B6, while the intervention group was TB patients receiving therapy plus once daily probiotics and vitamin B1, B6, B12supplementation during the intensive phase. Blood samples were withdrawn at baseline, one month, and two months after therapy to measure plasma IFN-γ and IL-12 levels using the ELISA method. Twenty two patients were divided equally into two groups. There was a tendency to greater increase of IFN-γ in the first month of the intervention group, followed by a significant decline after two-month therapy (p < 0.05). In both groups there was a rise in IL-12 levels after one month followed by a decrease in the second month (p > 0.05). However, the percentage was higher in the supplementation group. Adding probiotics and vitamins B1, B6, B12 could improve immune response through IL-12 and IFN-γ modulation during intensive phase therapy.
EFFECT OF DIABETES TRAINING PROGRAM ON KNOWLEDGE AND ASSESSMENT SKILL AMONG GERIATRIC WORKER COMMUNITY IN SURABAYA Zamrotul Izzah; Mahardian Rahmadi; Dewi Wara Shinta; Toetik Aryani; Aniek Setiya Budiatin
Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Services) Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Layanan Masyarakat
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.808 KB) | DOI: 10.20473/jlm.v1i2.2017.56-60

Abstract

The prevalence of diabetes mellitus (DM) is higher among other degenerative diseases in Surabaya, Indonesia. Providing information is not sufficient to improve diabetic patients’ compliance and achieve goals of its therapy. Patients’ good awareness as well as emotional and social supports from community plays an important role to improve their compliance and clinical outcomes. Therefore, diabetes training program was delivered to geriatric worker community to improve their knowledge on DM and assessment skill to check the blood glucose level of geriatric diabetic patients. A total of 20 female workers were enrolled in the program. They received a series of lectures on diabetes and its management and gained practical skill on using the self-check blood glucose test. A validated questionnaire was administered to all workers at baseline and at final follow-up to assess knowledge and practice. The overall workers’ awareness increased over than 100%. After finishing the program, all workers joined a diabetic counseling program for geriatric patients in their community. Glucose levels were evaluated from their patients to assess the outcome of the counseling program. The random and fasting blood glucose levels decreased around 31% and 14%, consecutively. This study reveals that diabetes training program for geriatric community workers is beneficial to control blood glucose levels. AbstrakDiabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memiliki prevalensi lebih tinggi di antara penyakit degeneratif lainnya di Surabaya, Indonesia. Pemberian informasi saja masih dirasakan belum cukup untuk memperbaiki tingkat kepatuhan pasien diabetes dan mencapai tujuan terapi. Kesadaran pasien serta dukungan emosional dan sosial dari masyarakat berperan penting untuk meningkatkan kepatuhan dan hasil terapi. Oleh karena itu, program pelatihan diabetes dilakukan kepada komunitas pekerja lanjut usia (lansia) untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang penyakit DM dan ketrampilan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah. Sebanyak 20 orang pekerja perempuan ikut serta sebagai peserta dalam program ini. Mereka menerima serangkaian materi tentang penyakit DM dan pengelolaannya, serta mendapatkan praktek keterampilan untuk menggunakan tes glukosa darah secara mandiri. Sebagai evaluasi kegiatan, kuesioner diberikan kepada peserta pada awal dan akhir kegiatan. Kesadaran pekerja secara keseluruhan meningkat lebih dari 100%. Setelah akhir kegiatan, semua peserta bergabung dengan program konseling diabetes untuk pasien lansia di komunitas mereka. Tingkat glukosa dievaluasi dari pasien mereka untuk menilai hasil program konseling. Tingkat glukosa darah acak dan puasa menurun sekitar 31% dan 14%, berturut-turut. Studi ini mengungkapkan bahwa program pelatihan diabetes untuk pekerja komunitas lansia ini sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar glukosa darah di komunitas.