Claim Missing Document
Check
Articles

KEDUDUKAN VANUATU DALAM MEMBERIKAN INTERVENSITERHADAP SENGKETA KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI ORGANISASI PAPUA MERDEKA Tampubolon, Grace Hexa Christine; Yasa, Made Maharta
Kertha Desa Vol 9 No 4 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan intervensi dalam hukum internasional serta mengetahui dan menganalisis tentang kedudukan Vanuatu dalam memberikan intervensi terhadap Indonesia melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM). Artikel ini tergolong metode penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa tidak terdapat pengaturan terkait intervensi dalam hukum internasional karena alasan prinsip Non-Intervention yang diatur dalam the Charter of United Nation (C.UN). Namun prinsip tersebut telah mengalami pergeseran dengan ditenggarai oleh dukungan Chapter VII (39-51) C.UN maka dibentuk ICIS- Kanada dengan maksud “the responsibilty to protect”. Adapun kedudukan Vanuatu dalam memberikan intervensi terhadap Indonesia melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM) dinilai cacat hukum, mengingat tidak terdapat pengaturan hukum internasional yang mengakui adanya potensi untuk melaksanakan intervensi dari gerakan separatisme seperti halnya OPM. Kata Kunci: Vanuatu, Intervensi, Sengketa Kemerdekaan ABSTRACT This article aims to identify and analyze intervention arrangements in international law as well as to find out and analyze Vanuatu's position in intervening against Indonesia through the Free Papua Organization (OPM). This article is classified as a normative legal research method that uses a statutory approach and a conceptual approach. Based on the results of the analysis, it is known that there are no regulations related to intervention in international law due to the principle of Non-Intervention which is regulated in the Charter of United Nation (C.UN). However, this principle has shifted with the support of Chapter VII (39-51) C.UN, so that ICIS-Canada was formed with the intention of "the responsibilty to protect". As for Vanuatu's position in intervening against Indonesia through the Free Papua Organization (OPM), it is considered legally flawed, considering that there are no international legal arrangements that recognize the potential to carry out interventions from separatist movements such as OPM. Keywords: Vanuatu, Intervention, Independence, Dispute
YURIDIKSI INDONESIA TERHADAP KONFLIK KLAIM TRADITIONAL FISHING GROUND DI PERAIRAN NATUNA OLEH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Angelo Purba, Ivander Jonathan; Maharta Yasa, Made
Kertha Desa Vol 9 No 1 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganlisis tentang instrument hukum yang digunakan sebagai dasar dalam upaya penegakan hukum terhadap penangkapan ikan sacara ilegal di wilayah Indonesia, dan sekaligus untuk mengetahui dan menganlisis tentang upaya penyelesaian yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia mengenai Illegal Fishing Ground yang dilakukan oleh Tiongkok. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Instrument hukum yang digunakan sebagai dasar dalam upaya penegakan hukum terhadap penangkapan ikan sacara ilegal di wilayah Indonesia, antara lain meliputi: UNCLOS 1982, UU Nomor 6 Tahun, dan juga UU Nomor 5 Tahun 1983. Selanjutnya, mengenai upaya penyelesaian yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia mengenai Illegal Fishing Ground yang dilakukan oleh Tiongkok adalah melalui diplomasi multilateral yang telah diselenggarakan Indonesia dan juga dengan mendatangkan Luhut Binsar Panjaitan selaku Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Kata Kunci: Yuridiksi Negara, Traditional Fishing Ground, Perairan Natuna. ABSTRACT This study aims to determine and analyze the legal instruments used as the basis for law enforcement efforts against illegal fishing in the territory of Indonesia, and at the same time to find out and analyze the resolution efforts made by the Indonesian Government regarding Illegal Fishing Ground carried out by China. The research method used in this research is the normative method. The results showed that the legal instruments used as the basis for law enforcement efforts against illegal fishing in the territory of Indonesia included: UNCLOS 1982, Law Number 6 Year, and also Law Number 5 Year 1983. Furthermore, regarding the settlement efforts made by the Government of Indonesia regarding Illegal Fishing Ground conducted by China is through multilateral diplomacy that has been held by Indonesia and also by bringing in Luhut Binsar Panjaitan as Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs. Keywords: State Jurisdiction, Traditional Fishing Ground, Natuna Waters.
KEKUATAN MENGIKAT PARIS AGREEMENT KEPADA NEGARA-NEGARA ANGGOTANYA Panca Septiadi, Anak Agung Made Ngurah; Yasa, Made Maharta
Kertha Desa Vol 9 No 8 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang kekuatan mengikat dari suatu perjanjian internasional, utamanya kekuatan mengikat dari Paris Agreement kepada para anggotanya. Penelitian ini tergolong penelitian normatif yaitu suatu penelitian hukum yang menggunakan pendekatan-pendekatan instrument, dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil kajian, diketahui bahwa bertolak dari article 11 Vienna Convention on the law of treaties 1969 yang menyatakan untuk menunjukkan keterikatan dari suatu pihak yang dalam hal ini adalah negara terhadap suatu perjanjian internasional, maka harus di setujui melalui convention, treaty, charter, declaration, agreement, protocol, atau nama lain yang disepakati. Meskipun demikian, negara anggota masih dimungkinkan untuk menarik diri dan kemudian Kembali bergabung menjadi bagian dari Paris Agreement. Kata Kunci: Kekuatan Mengikat, Paris Agreement, Negara Anggota ABSTRACT The purpose of this study is to find out and analyze the binding power of an international agreement, especially the binding power of the Paris Agreement to its members. This research is classified as normative research, namely a legal research that uses instrument approaches and conceptual approaches. Based on the results of the study, it is known that starting from article 11 of the Vienna Convention on the law of treaties 1969 which states that to show the attachment of a party which in this case is a state to an international agreement, it must be approved through convention, treaty, charter, declaration, agreement, protocol, or other agreed name. Nevertheless, it is still possible for member countries to withdraw and then re-join to become part of the Paris Agreement. Keywords: Binding Strength, Paris Agreement, Member States
PENGATURAN DISKRIMINASI RASIAL DAN ETNIS DI DUNIA MAYA BERDASARKAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Ayu Istri Purnama Sari Dewi; Made Maharta Yasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 01, Januari 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejumlah fenomena mengenai diskriminasi rasial dan etnis di dunia maya semakin mengkhawatirkan masyarakat internasional. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan diskriminasi rasial dan etnis di dunia maya dalam hukum internasional dan hukum nasional Indonesia serta menganalisis substansi hukum yang perlu dirumuskan dalam instrumen hukum hak asasi manusia internasional dan dalam instrumen hukum nasional Indonesia. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Tulisan ini menyimpulkan bahwa pengaturan diskriminasi rasial dan etnis di dunia maya secara khusus belum termuat di dalam instrumen hukum internasional, sehingga perlu adanya perumusan substansi hukum hak asasi manusia yang sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
SISTEM BLOKIR DAN SITA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA AGRARIA DILUAR PENGADILAN UNTUK MELINDUNGI HAK PEMBELI BERITIKAD BAIK Prianggieta Ayuni; Made Maharta Yasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sengketa tanah sebuah permasalahan yang sering ditemui dalam proses berperkara di pengadilan, sehingga untuk mengantisipasi adanya peralihan hak atas tanah yang berujung pada kerugian bagi pihak yang telah membeli dengan itikad baik, maka tanah tersebut diberikan perlindungan hukum baik melalui ketentuan secara pidana yang diatur pada syarat dan tata cara penyitaan, dan atau melalui sistem blokir dan sita melalui Badan Pertanahan Nasional sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita. Penulisan Penelitian Hukum ini mengacu pada 2 (dua) rumusan masalah yakni : Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik dengan menerapakan sistem pemblokiran tanah dan sita tanah oleh Badan Pertanahan Nasional?; dan Bagaimanakah subyek hukum dapat menerapkan sistem sita dan blokir terhadap penyelesaian sengketa tanah diluar pengadilan?. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan didukung oleh pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa : Memberikan jaminan Perlindungan hukum dan kepastian hukum terhadap pembeli beritikad baik. Kehadiran sistem sita dan blokir di Badan Pertanahan Nasional juga dapat membantu penyelesaian sengketa alternative, sehingga tahap awal, seperti negosiasi dan mediasi dapat dilakukan sebaik mungkin dalam hal melindungi kepentingan subyek hukum yang memiliki atau turut memiliki hak atas tanah tersebut, sehingga konflik masalah sengketa tanah dapat diperkecil. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Sistem Pemblokiran, Sita Tanah.
MEKANISME PENGUNDURAN DIRI SUATU NEGARA DARI KEANGGOTAAN ORGANISASI INTERNASIONAL (STUDI KASUS: BRITAIN EXIT) Reynaldi Pratama Sisco; Made Maharta Yasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 3 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2022.v11.i03.p10

Abstract

Penelitian dalam artikel ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan pengunduran diri keanggotaan suatu negara dalam organisasi regional seperti ASEAN dan EU menurut hukum internasional, serta untuk mengetahui mekanisme pengunduran diri keanggotaan Britania Raya dari EU (Brexit). Melalui jenis penelitian yuridis normatif dengan analisis deskriptif kualitatif memberikan hasil bahwa perbandingan pengaturan pengunduran diri antara ASEAN dengan EU dapat dilihat dari instrumen pokoknya yang mana ASEAN Charter tidak mengatur tentang pengunduran diri negara anggotanya, sedangkan EU dalam Lisbon Treaty telah secara ekspilisit mengatur hal tersebut. Sementara itu, upaya Brexit tidak dapat dikatakan berjalan lancar karena dalam Lisbon Treaty tepatnya Pasal 50 dicantumkan mengenai syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh pihak yang ingin menarik diri dari keanggotaan EU. Kata Kunci: ASEAN, European Union, Pengunduran diri, Brexit ABSTRACT The study in this article aims to analyze membership withdrawal agreement of a country in regional organizations, such as ASEAN and the EU by international law, and to learn about the withdrawal mechanism of the United Kingdom from the EU (Brexit). Through the normatizing judical research with qualitative descriptive analysis it shows that the withdrawal agreements comparison between ASEAN and the EU can be seen from its elective instruments, which ASEAN Charter doesn’t arrange the withdrawal of its member state, whereas the EU in Lisbon Treaty explicity arranged it. However, Brexit’s effort was not successful, since chapter 50 in Lisbon Treaty specifically stated the obligatory requirements for those who wish to withdraw from EU membership. Keywords: ASEAN, European Union, Withdrawal, Brexit.
Validitas Klaim Sepihak Cina Atas Perairan Natuna Utara Ida Ayu Agung Rasmi Wulan; Made Maharta Yasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 5 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v10.i05.p04

Abstract

Studi ini bertujuan untuk menjabarkan lebih jelas mengenai kedaulatan pada Perairan Natuna dan konflik oleh Cina atas pelanggaran hak berdaulat pada Perairan Natuna beserta pelanggaran hukum internasional UNCLOS 1982. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif karena memuat ketentuan-ketentuan hukum internasional maupun nasional yang berhubungan dengan konflik yang sedang dibahas oleh penulis. Selebihnya lagi penelitian ini juga menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan yang memiliki arti menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan peristiwa hukum yang diangkat oleh penulis. Hasil studi ini meliputi Pelanggaran Cina yang melakukan klaim sepihak menggunakan peta nine dash line pada Perairan Natuna dan melakukan illegal fishing di yuridiksi Indonesia, sedangkan ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara pun telah mendapat pengakuan secara internasional berlandaskan keputusan UNCLOS tahun 1982. Dasar hukum yang digunakan atas tindakan pelanggaran hak berdaulat dan melanggar tersebut adalah konvensi Hukum Laut 1982. Kata Kunci: UNCLOS 1982, Nine Dash Line, Illegal Fishing, Pelanggaran Hak Berdaulat ABSTRACT The purpose of the study is telling and explain further regarding sovereignty of Natuna Waters also reffering to the conflict in which offense of sovereign rights in Natuna Waters and offense of international law UNCLOS 1982 by China. The writing method that used in this study is a normative research method because it contains provisions of international law as well as national conflicts that are being discussed by the author. Furthermore, in this research also uses a legislation approach which means examining laws and regulations related to law case that developed by the author. The results of this study include China’s offense who has make unilateral claims using the nine dash line map on Natuna waters and carry out illegal fishing in Indonesian jurisdiction, while Indonesia's EEZ in the North Natuna Sea has also has acknowledgement based on the 1982 UNCLOS decision. The legal basis that used for offense of sovereign rights is the United Nations Convention on The Law of the Sea 1982 (UNCLOS). Keywords: 1982 UNCLOS, Nine Dash Line, Illegal Fishing, Sovereign Rights Violation
Efektivitas Jalur Litigasi dan Jalur Non Litigasi Dalam Penyelesaian Sengketa Batas Laut Indonesia Berdasarkan Unclos 1982 I Gusti Ayu Kade Harry Adhisukmawati; Made Maharta Yasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 12 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2020.v09.i12.p07

Abstract

This study aims to examine and discuss the factors that cause Indonesian maritime boundary disputes and the effectiveness of maritime boundary dispute resolution through ITLOS. The author uses normative legal research methods carried out through an approach to legislation and an approach to cases. A dispute or border dispute between countries, islands, and the sea is a dispute that can be resolved through the role of international law by an international court. Disputes related to maritime boundaries are still frequent, for example disputes in the Malacca Strait between Malaysia and Indonesia, disputes in the Natuna Sea area between Indonesia and Vietnam, disputes over the sea boundaries of the EEZ (Exclusive Economic Zone), disputes in the South China Sea, and other maritime boundary disputes. The existence of conflict in a relationship between countries is caused by a claim unilaterally. This can occur due to the incomplete negotiation between countries, one party (state) committing violations, unclear sea boundaries, and others. UNCLOS 1982 is a Convention from the United Nations with an international scope that can be applied and only applies to countries that have ratified it. There are two routes in resolving maritime boundary disputes, namely through the litigation route and through the non-litigation route, ITLOS is the final solution for the litigation route in resolving maritime boundary disputes. Dispute resolution through litigation is more effective than dispute resolution through non-litigation in resolving maritime boundary disputes in Indonesia. Key Words: Settlement of Disputes, Sea Border Disputes, UNCLOS 1982
PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Ida Ayu Karina Diantari; Putu Tuni Cakabawa Landra; Made Maharta Yasa
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 05, No. 01, Februari 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada bulan April 2009 masyarakat internasional dikejutkan dengan pembajakan yang terjadi terhadap kapal Maersk Alabama di Teluk Aden, Somalia. Tulisan ini bertujuan untuk membahas yurisdiksi negara dalam kasus pembajakan kapal di laut ditinjau dari perspektif Hukum Internasional serta untuk menganalisis yurisdiksi negara dalam kasus pembajakan kapal Maersk Alabama di wilayah Somalia. Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengombinasikan pendekatan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini menganalisis instrumen hukum internasional yang relevan dengan isu yang dibahas, pendekatan fakta, dan pendekatan kasus. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Somalia memiliki yurisdiksi territorial dan yurisdiksi nasionalitas aktif, sedangkan Amerika Serikat memiliki yurisdiksi ekstrateritorial dan yurisdiksi nasionalitas pasif dalam kasus pembajakan kapal Maersk alabama.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Ni Made Evayuni Indapratiwi; Made Mahartayasa
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 02, Februari 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.828 KB)

Abstract

In a Incorporated Company, there are some shareholders who made up the majority shareholders and minority shareholders. Issue which is appointed is the form of legal protection for minority shareholder in incorporated company based on government law number 40 of 2007 discuss about incorporated company (Corporate Law). The methodology used in this study is normative method which is descriptively assessing the issue as a consideration to obtain a conclusion. Analysis is done by assessing the law protection for minority shareholder according to Corporate Law. The conclusion of this study is that the Corporate Law has ruled the rights of minority shareholder in forms of: personal right, derivative right, right to have investigation, right to sell back their share to other companies, pre-emptive right, right to apply for a general meeting of shareholders held, and right of shareholders to request the dissolution of the company.
Co-Authors Airlangga Wisnu Darma Putra Aisyah Putri Anak Agung Ayu Agung Cintya Dewi Anak Agung Ayu Krisnanti Larasati Anak Agung Gede Duwira Hadi Santosa Anak Agung Mirah Manik Wedagama Putri Agung ANAK AGUNG SRI UTARI Angelo Purba, Ivander Jonathan Angga Nurhadi Ari Mahartha Ayu Istri Purnama Sari Dewi Belly Riawan Cahyadi, Made Kristian Budi Yadi Christa Hasian Napitupulu Christy Oktaviani Samosir Dani Adi Wicaksana Hartati, Agustini Mawar I Gde Putra Ariana I Gede Adi Sapta Wibawa I Gede Pasek Eka Wisanjaya I Gusti Agung Ayu Niti Savita Ranjani I Gusti Ayu Kade Harry Adhisukmawati I Gusti Ngurah Artayadi I Gusti Ngurah Bayu Satriawan I Kadek Wahyu Pradnyajaya I Made Bagus Suardana I Made Pasek Diantha I Made Suwandana Putra Ida Ayu Agung Rasmi Wulan Ida Ayu Febrina Anggasari Ida Ayu Karina Diantari Ida Ayu Trisnadewi Ida Bagus Putu Abhijana Brahmastra Ida Bagus Wyasa Putra JOHN PETRUS ADITIA AMBARITA Komang Hare Yashuananda Made Suksma Prijandhini Devi Salain Made Tio Prasetya Saputra Made Widya Hatman Yogaswara Migel Apriliyanto Ni Made Dasri Librayanti Ni Made Dian Savitri Dharmayanti Ni Made Evayuni Indapratiwi Ni Ngh Dwi Candra Kusumagandhi Ni Nyoman Bunga Meki Prameswari Ni Nyoman Rani Ni Putu Karmila Dewi NI PUTU MONA CHERRY HITOMI Novita Diana Safitri Olivia Martha Setyonugroho Olivia Martha Setyonugroho Panca Septiadi, Anak Agung Made Ngurah Prianggieta Ayuni Putu Eni Aprilia Arsani Putu Jeremy Rhesa Purwita Putu Ratih Purwantari Putu Tuni Cakabawa Landra Reynaldi Pratama Sisco Ridita Aulia Rina Kusuma Dewi Rudie Charles Ticoalu Sulbianti - Tampubolon, Grace Hexa Christine Timothy Vito Setiajaya Tubagus Satria Wibawa