Ariosta Ariosta
Department Of Clinical Pathology, Faculty Of Medicine, Diponegoro University

Published : 21 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

GAMBARAN GANGGUAN IRAMA JANTUNG YANG DISEBABKAN KARENA HIPERTIROID Widjaja, Daniel Karen; Setiawan, Andreas Arie; Ariosta, Ariosta
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.873 KB)

Abstract

Latar belakang :Aritmia adalah variasi – variasi di luar irama normal jantung berupa kelainan pada kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls, atau urutan aktivasi, dengan atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang mendasari. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia pada populasi usia 15 tahun ke atas adalah 9,2%, dimana 5,9 % diantaranya mengalami gejala aritmia.Hormon tiroid memiliki hubungan secara langsung dan tidak langsung terhadap miokardium dan mempengaruhi sistem saraf otonom pada jantung yang menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.Tujuan :Mendapatkan informasi tentang gambaran aritmia yang disebabkan oleh hipertiroid.Metode :Penelitian menggunakan metode deskriptif retrospektif. Data diambil dari catatan medik pasien dengan hipertiroid yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2013 dan telah menjalani pemeriksaan penunjang elektrokardiografi.Subjek penelitian berjumlah 21 orang dan didapatkan secara consecutive sampling.Hasil : Gambaran gangguan irama jantung pada pasien hipertiroid adalah 6 orang atrial fibrilasi respon cepat, 4 orang sinus takikardi, 3 orang atrial fibrilasi respon normal, 3 RBBB, 2 VES benigna, 1 SVES, 1 atrial flutter, dan 1 RBBB dengan sinus takikardi.Kesimpulan : Gambaran gangguan irama jantung pada pasien hipertiroid adalah atrial fibrilasi respon cepat, sinus takikardi, atrial fibrilasi respon normal, RBBB,VES Benigna, SVES, atrial flutter,RBBB dengan sinus takikardi  .
PENGARUH EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus) TERHADAP FUNGSI HEPAR TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PLUMBUM ASETAT Muyassar, Abyan Mursyid; Ariosta, Ariosta; Retnoningrum, Dwi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.324 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23779

Abstract

Latar Belakang : Pencemaran timbal merupakan salah satu masalah yang sulit dikendalikan berbagai negara karena pencemarannya bisa melalui udara, tanah, makanan dan minuman. Kadar timbal yang tinggi dalam tubuh menyebabkan peningkatan radikal bebas. Radikal bebas akan merusak sel organ terutama hepar. Sel hepar yang rusak akan melepaskan enzim SGOT dan SGPT dalam darah. Daun kumis kucing mengandung flavonoid sebagai antioksidan yang bermanfaat dalam menetralisir dan membantu mengurangi kerusakan pada sel hepar. Tujuan : Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak daun kumis kucing terhadap fungsi hepar pada tikus wistar yang diinduksi oleh Pb asetat. Metode : Penelitian quasi experimental dengan rancangan post test only control group design. Subjek penelitian adalah tikus wistar jantan usia 2 bulan, berat 150-200 gram (n=25) dibagi 5 kelompok secara simple random sampling yaitu kelompok kontrol positif (pakan standar), kontrol negatif (pb asetat 30 mg/kgBB) dan kelompok perlakuan diberi pb asetat 30 mg/KgBB dan ekstrak daun kumis kucing dengan dosis bertingkat (50 mg/KgBB, 100 mg/KgBB dan 200 mg/KgBB). Penelitian ini menggunakan uji normalitas dan One-Way ANOVA. Hasil : Rerata SGPT K(-), K(+), P(1), P(2), P(3) adalah 63,90±5,37 U/l, 56,58±9,28 U/l, 62,42±9,99 U/l, 62,42±9,99 U/l dan 61,10±14,65 U/l. Uji One-Way ANOVA tidak didapatkan perbedaan (p=0,794). Rerata SGOT adalah 165,06±21,07 U/l, 169,18±27,13 U/l, 170,24±41,99 U/l, 152,10±21,34 U/l dan 167,38±12,23 U/l. Uji One-Way ANOVA tidak didapatkan perbedaan (p=0,819).  Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kumis kucing dalam dosis bertingkat (50mg/kgBB, 100mg/KgBB, 200mg/kgBB) dan plumbum asetat 30mg/kgBB terhadap fungsi hepar tikus wistar selama 14 hari.Kata Kunci  : Ekstrak daun kumis kucing, Pb asetat , SGPT, SGOT
TERAPI TOPIKAL TRETINOIN 0,025% + ZINC ORAL DIBANDINGKAN TOPIKAL NICOTINAMIDE 4% + ZINC ORAL PADA AKNE VULGARIS Gloria Permata Usodo; Dhega Anindita Wibowo; Ariosta Ariosta
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.448 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18576

Abstract

Latar Belakang : Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi pada remaja dan dewasa. Terapi topikal untuk akne dapat digunakan sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan terapi sistemik. Terapi topikal yang digunakan dalam penelitian ini adalah tretinoin dan nicotinamide, dan terapi sistemiknya adalah zinc.Tujuan : Menganalisis perbandingan efektivitas antara terapi topikal tretinoin 0,025% yang dikombinasikan dengan zinc oral dan topikal nicotinamide 4% yang dikombinasikan dengan zinc oral pada akne vulgaris.Metode : Experimental dengan pendekatan kohort dan rancangan comparison group pre and post test design. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2016. Sampel penelitian adalah penderita akne vulgaris derajat ringan-sedang usia 17-25 tahun yang tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran UNDIP. Sampel penelitian sebanyak 30 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak untuk mendapat pengobatan tretinoin 0,025% + zinc oral dan nicotinamide 4% + zinc oral, digunakan 1 kali sehari tiap malam selama 4 minggu Analisis data unutk derajat kesembuhan lesi menggunakan uji kolmogrov-smirnov.Hasil : Jumlah lesi pada kelompok terapi tretinoin 0,025% + zinc oral (p= 0,00) dan nicotinamide 4% + zinc oral (p= 0,00) mengalami penurunan yang sangat bermakna (p<0,05). Presentase kesembuhan lesi pada kelompok tretinoin 0,025% + zinc oral sebesar 61% sedangkan kelompok nicotinamide 4% + zinc oral sebesar 60%. Tidak ada perbedaan efektivitas yang bermakna antara dua kelompok terapi (p= 1,00 ; p > 0,05).Kesimpulan : Tretinoin 0,024% + Zinc Oral dan Nicotinamide 4%+ Zinc Oral sama – sama efektif menurunkan jumlah lesi akne vulgaris.
HUBUNGAN KADAR LAKTAT TERHADAP LAMA PERAWATAN DI INSTALASI RAWAT INTENSIF PADA PASIEN PASCABEDAH PINTAS ARTERI KORONER Dhika Adhi Pratama; Sulistiyati Bayu Utami; Ariosta Ariosta
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 6, No 4 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.025 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i4.18380

Abstract

Latar Belakang : Penyakit jantung koroner merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Salah satu penatalaksaan yang dapat dilakukan adalah bedah pintas arteri koroner (BPAK). Hiperlaktatemia pascabedah dengan Cardiopulmonary Bypass dikaitkan dengan rendahnya perfusi jaringan, yang akan memperburuk luaran pascabedah. maka dibutuhkan suatu penanda untuk memprediksi luaran pascabedah.Tujuan : Mengetahui adanya hubungan kadar laktat dengan lama rawat inap di ruang Instalasi Rawat Intensif pada pasien pasca BPAK.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian korelasi observasional dengan rancangan Kohort Prospektif. Subjek penelitian sebanyak 55 orang dipilih secara consecutive sampling dari pasien pascabedah pintas arteri koroner di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Uji hipotesis menggunakan uji komparatif Mann-Whitney dan Uji Korelasi Spearman.Hasil : Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar laktat dan lama rawat  IRIN. (p=0,002). Nilai korelasi spearman (0,400) menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara variabel. Tidak terdapat perbedaan bermakna lama rawat antara kelompok kadar laktat <4 mmol/L dan ≥4 mmol/L (p=0,612). Rata-rata kadar laktat darah pada pasien pascabedah pintas arteri koroner adalah 4,1 mmol/L.Simpulan : Terdapat hubungan kadar laktat dengan lama rawat di Instalasi Rawat Intensif pada pasien pascabedah pintas arteri koroner. Tidak terdapat perbedaan bermakna lama rawat inap pada pasien pascabedah katup jantung rematik dengan kadar laktat <4 mmol/L dan ≥4 mmol/L.
THE DIFFERENCES IN TROPONIN I AND CK-MB VALUES IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION PATIENTS WITH ST ELEVATION AND WITHOUT ST ELEVATION Paulus Rio Kurniawan; Andreas Arie Setiawan; Charles Limantoro; Ariosta Ariosta
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 2 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v10i2.29601

Abstract

Background: Acute myocardial infarction includes STEMI and NSTEMI. In STEMI and NSTEMI, an increase in cardiac biomarkers especially troponin I and CK-MB are affected by the ischemic process. In STEMI thrombus blocks the entire artery lumen while in NSTEMI thrombus does not block the entire artery lumen. This can lead to different ischemic processes. Aim: To prove the differences in troponin I and CK-MB values in acute myocardial infarction patients with ST-elevation and without ST- elevation. Methods: An observational analytic study using a cross-sectional design was conducted between April and September 2020. The total sample of the study was 48 samples, consists of 25 samples with STEMI and 23 samples with NSTEMI. The normality test was analyzed using  Shapiro-Wilk test. The difference test was analyzed using Mann-Whitney test. Results: Mean troponin I values of STEMI and NSTEMI patients were 30.40 ± 20.79 ng/mL; 1.38 ± 1.76 ng/mL, respectively. Mean CK-MB values in STEMI and NSTEMI patients were 386.12 ± 319.70 U/L; 42.39 ± 27.54 U/L, respectively. There were statistically significant differences in troponin I and CK-MB values (p respectively 0.00; 0.00) in STEMI patients compared to NSTEMI patients. Conclusion: There were differences in troponin I and CK-MB values between STEMI and NSTEMI patients. The troponin I and CK-MB values in STEMI patients were higher than in NSTEMI patients.
THE IMPACT OF BODY MASS INDEX TO ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION IN-HOSPITAL PATIENTS MORTALITY RATE IN DR. KARIADI HOSPITAL Indra Adhim Karunia Aji; Andreas Arie Setiawan; Ariosta Ariosta; Setyo Gundi Pramudo
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 9, No 3 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.454 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i3.27497

Abstract

Introduction. Populations with high BMI are at risk for cardiovascular disease because these populations usually have high levels of fat in the body. In contrast, there are several studies that prove that body weight below normal BMI also increases cardiovascular disease risk and death. The aim of this study was to determine the impact of BMI on mortality rates of in-hospital patients with acute myocardial infarction at dr. Kariadi Hospital. Methods. This research is a retrospective analytic observational study with cross sectional design. The sample of this study was acute myocardial infarction patients who were undergoing treatment at the RSUP dr. Kariadi between January 2013 - December 2018 complete data on body weight, height, and status of death or survival. Data comparisons were made using fisher exact test with statistical significant p value was less than 0.05. Results. Statistical analysis using fisher exact test showed association between body mass index and mortality rate is not significant (p = 0,258). Age is the only one confounding variable that showed significant association with mortality rate (p =0,032). Relative risk of age is 1.8 with a cutoff at 60 years. Conclusions. Body mass index (BMI) did not have a significant impact on the mortality rate of AMI in-hospital patients at dr. Kariadi Hospital.Keywords: body mass index, acute myocardial infarction, mortality 
PERBANDINGAN RAWAT INAP ULANG PASIEN GAGAL JANTUNG KRONIK BERDASARKAN FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI Mega Femina Qurrati; Charles Limantoro; Ariosta Arisota; Andreas Arie Setiawan; Yosef Purwoko
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.551 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20938

Abstract

Latar belakang: Gagal Jantung Kronik (GJK) terkait dengan dampak kerugian besar pada kualitas hidup dan harapan hidup. Pada gagal jantung kiri, ventrikel kiri jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Terdapat dua jenis gangguan fungsi jantung kiri yaitu disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik. Gagal jantung kronik sering mengakibatkan rawat inap berulang pada pasiennya dan memiliki tingkat kematian yang tinggi. Penyebab GJK secara pasti belum diketahui, tetapi secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya gagal jantung.                                                                                                  Tujuan: Mengetahui frekuensi rawat inap ulang pasien gagal jantung kronik berdasarkan HFpEF, HFmrEF,HFrEF, dan perbandingan rawat inap ulang pasien gagal jantung kronik berdasarkan fraksi ejeksi.                                                 Metode: Penelitian ini menggunakan metode Case-control. Subjek penelitian adalah pasien gagal jantung kronik yang telah menjalani pemeriksaan ekokardiografi di RSUP dr Kariadi Semarang.                                          Hasil: didapatkan 70 subjek dengan jumlah laki- laki 46 dan perempuan 24 dengan nilai tengah pada frekuensi rawat inap ulang HFpEF 1 kali , pada HFmrEF 1 kali, dan pada HFrEF 2 kali. Perbandingan rawat inap ulang pasien gagal jantung kronik tidak memperoleh hasil yamg signifikan dengan fraksi ejeksi (p>0,05).Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara rawat inap ulang pasien gagal jantung kronik terhadap tipe fraksi ejeksi ventrikel kiri.
PENGARUH PIJAT AKUPUNTUR (ACCUPRESSURE) TELINGA TERHADAP KADAR LEPTIN PADA OBESITAS Ariosta Ariosta; Dwi Retnoningrum; Aryu Candra; Darmawati Ayu Indraswari; Salma S Salma S; Vonny Folanda; Josevaldo Bagus P; Jessica Christanti
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 9, No 4 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.214 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i4.27674

Abstract

Latar Belakang: Obesitas merupakan suatu kelainan metabolik yang disebabkan banyak faktor, salah satu diantranya adalah pola makan dan kadar leptin yang menghambat nafsu makan. Pijat akupunktur pada telinga (acupressure) merupakan salah satu traditional chinese medicine yang dapat mengurangi nafsu makan sehingga berat badan menurun. Penelitian ini berfungsi untuk melihat apakah terdapat pengaruh acupressure terhadap kadar leptin, dan food frequency questionnaire. Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan desain one  group pre and post test design. Sampel penelitian berjumlah 31 sampel pasien obesitas sesuai kriteria BMI menurut Asia. Kadar leptin dan asupan makanan karbohidrat, protein dan lemak sebelum dan sesudah acupressure dihitung dengan menggunakan food frequency questionnaire. Uji normalitas menggunakan uji saphiro wilk. Sampel penelitian adalah pasien obesitas. Uji beda antara kadar leptin sebelum dan sesudah dialkukan acupressure menggunakan uji wilcoxon. Uji beda asupan karbohidrat dan asupan lemak sebelum dan sesudah acupressure menggunakan paired t test, sedangkan asupan protein sebelum dan sesudah acupressure menggunakan uji wilcoxoon. Hasil: Didapatkan penurunan kadar leptin secara bermakna sebelum dan sesudah acupressure sebesar -4,67 ± 6,12 ng/ml dimana p<0,05 dengan uji wilcoxon. Didapatkan perbedaan bermakna asupan karbohidrat dan protein dimana p<0,05, namun tidak didapatkan perbedaan bermakna asupan lemak sebelum dan sesudah acupressure p>0,05. Kesimpulan: Acupresure akan menurunkan kadar leptin seiring dengan penurunan berat badan selain itu akan menurunkan asupan karbohidrat dan protein namun tidak mempengaruhi asupan lemak.
THE EFFECT OF THE ACIDITY OF FERMENTED MILK AGAINST THE HARDNESS OF NANOHYBRID COMPOSITE RESIN Hanny Tiara A Sinaga; Diah Ajeng Purbaningrum; Ariosta Ariosta; Dwi Retnoningrum
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 9, No 6 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (Jurnal Kedokteran Diponegoro)
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v9i6.29336

Abstract

Background : The hardness of nanohybrid composite resin can decrease due to the acidic condition of the oral cavity. The acidic condition of the oral cavity can cause continuous degradation in composite resin. Fermented milk is a beverage that is widely sold in the market and is good for consumption however this beverage has the acid potential of hydrogen (pH) which can reduce the composite resin toughness. Aim : To determine the acidity effect of fermented milk on the hardness of nanohybrid composite resin. Method: Experimental study with a post test control group design. There were 27 samples of nanohybrid composite resin. One time immersion for three seconds in each group of beverages namely Milk, Cimory, and Yakult. After 15 days, a composite resin hardness test was performed using a Micro Vickers Hardness Tester with a load of 100 grams for 10 seconds. Statistical tests using One Way ANOVA. Results: The nanohybrid composite resin exhibited significant reduction in hardness between three beverage groups. Post hoc LSD test showed that there were significant differences between Milk with Yakult (p = 0.006) and Cimory with Yakult (p = 0.008) while Milk with Cimory (p = 0.907) did not have significant. Conclusions : There is a effect of fermented milk influences the hardness. There is a significant difference between Milk and Yakult and between Cimory and Yakult and there is no significant difference between Milk and Cimory.
Difference in Profiles of Oxidative Stress Marker (MDA) in STEMI and NSTEMI Kaninta Nuga Sekunda; Ariosta Ariosta; Charles Limantoro; Andreas Arie Setiawan
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 2 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v10i2.29673

Abstract

ABSTRACT Introduction: Acute Myocardial Infarction (AMI) results in necrosis of the myocardium due to blockage in the coronary artery. AMI is classified into two categories, STEMI and NSTEMI. AMI is a multifactorial condition closely related to the increase in production of reactive oxygen species (ROS). As the end product of lipid peroxidase, Malondialdehyde (MDA) is often used as a biomarker for oxidative stress. Purpose: To prove the difference between profiles of oxidative stress marker (MDA) in STEMI and NSTEMI. Methods: An observational analytic study with a cross-sectional study approach done in Dr. Kariadi Central Public Hospital and Diponegoro National Hospital, Semarang, Central Java, between April and September 2020. Subjects were diagnosed by the presence of chest pains and an increase in CKMB and troponin levels. The study was conducted on 47 subjects consisting of 20 STEMI samples and 27 NSTEMI samples. Serum MDA was examined using the TBARS method. Data were analyzed by a computer program. Results: Mean serum MDA in STEMI and NSTEMI was 0,22 ± 0,12 μmol/L and 0,82 ± 0,92 μmol/L respectively. From the statistical analysis, results showed that the difference in serum MDA concentrations between STEMI and NSTEMI were significant (p = 0,007). Conclusion: Malondialdehyde concentration in NSTEMI was significantly higher than in STEMI. It is suggested that further research be done to know which type of MDA is more accurate, to understand the effect of lipid profile towards STEMI and NSTEMI, and to put patient’s medical history into consideration. Key Words: Acute Myocardial Infarction, Reactive Oxygen Species, Oxidative Stress, Malondialdehyde