Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

KAJIAN MUTU IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) ASAP UTUH YANG DIKEMAS VAKUM DAN NON VAKUM SELAMA 2 HARI PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR Kaiang, Deliaspriake Buntu; Montolalu, Lita ADY; Montolalu, Roike Iwan
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.4.2.2016.13034

Abstract

Ikan merupakan sumber protein, juga diakui sebagai functional food yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin serta makro dan mikro mineral. Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik. Namun demikian proses pengasapan ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional menggunakan peralatan yang sederhana, selain itu kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higienis sehingga dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan terjadi polusi udara. Salah satu cara yang tepat untuk mempertahankan daya awet ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap yaitu dengan dikemas vakum. Prinsip utama dari pengemasan vakum adalah pengeluaran khususnya O2 dari produk sehingga dapat memperpanjang masa simpan. Selanjutnya dimodifikasi dengan penyimpanan dingin untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kemunduran mutu kimiawi ikan tongkol asap selama 0 hari dan 2 hari, penyimpanan pada suhu kamar yang dikemas vakum dan non vakum dengan pengujian mutu meliputi Kadar air, pH, Total Plate Count (TPC), Total Volatile Base Nitrogen (TVB-N), dan Organoleptik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen eksploratif yaitu mengungkapkan fakta-fakta berdasarkan permasalahan yang ada melalui hipotesa. Parameter yang digunakan dalam penelitian adalah uji Kadar Air, uji pH, uji TPC, uji TVB-N, dan uji Organoleptik. Hasil penelitian yang diperoleh dari 5 parameter uji, diperoleh nilai kadar air tertinggi (63,4%), terendah (63,85%); nilai pH tertinggi 6,31, terendah 5,87; nilai TVB tertinggi (89,46mg N/100g), terendah (36,54mg N/100g); nilai TPC tertinggi (186,5x102), terendah (<30); nilai Organoleptik (Rasa) tertinggi (7,6), terendah (1.3); nilai Organoleptik (Kenampakan) tertinggi (7,5), terendah (5,0); Nilai Organoleptik (Bau) tertinggi (7,3), terendah (1,5); nilai Organoleptik (Tekstur) tertinggi (7,2), terendah (3,9).
KUALITAS SEMI-REFINED CARRAGEENAN CHIPS PADA RUMPUT LAUT MERAH Kappaphycus alvarezii YANG DIKERINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN CABINET DRYER Dumondor, Brian; Makapedua, Daisy Monica; Taher, Nurmeilita; Dotulong, Verly; Mongi, Eunike Louisje; Montolalu, Roike Iwan
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.7.1.2019.21306

Abstract

Rumput laut merah Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu komoditas ekspor dan program utama revitalisasi perikanan yang berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat karena mengandung zat karaginan yang merupakan bahan campuran dalam industri pangan dan non pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas semi-refined carrageenan rumput laut merah Kappaphycus alvarezii yang dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer. Penelitian ini menggunakan konsentrasi larutan KOH 8% serta menggunakan metode pengeringan cabinet dryer dengan suhu 50–60°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan pengeringan A1 (12 Jam) dan A2 (24 Jam) memenuhi syarat yang ditentukan oleh FAO. Tetapi perlakuan terbaik adalah perlakuan A2 (24 Jam) dimana kadar air yang didapat adalah 6,75%, kadar abu 25,04%, kadar abu tidak larut asam 0,04%, viskositas 14,52 cP, rendemen 26% dan memiliki nilai pH 9,85.
The content of mercury (Hg) in oilfish (Ruvettus pretiosus) and escolar (Lepidocybium flavobrunneum) in the fish processing units in Jakarta and Bitung, Indonesia Samad, Sulthana; Berhimpon, S; Montolalu, Roike I; Lasut, Markus T
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7307

Abstract

Research on the mercury (Hg) content in oilfish (Ruvettus pretiosus) and escolar (Lepidocybium flavobrunneum) has been carried out, which aims to examine and assess the quality of the fish based on Hg content. Measurement of Hg performed using the analysis procedures in accordance with the Indonesian National Standard (SNI 01-2354-2006). The results showed that Hg measured in all fish samples in which its amount varies based on the size and place, and is influenced by the size (weight) of the sample. Furthermore, it can be concluded that the smaller the size of the fish sampled, then the lower the content of Hg, and the size (weight) >11 kg, the two types of fish that have bad quality where it is not safe for consumption, because it contains Hg higher than the safety limit set by the Government of Indonesia (0.5 ppm). Penelitian tentang kandungan merkuri (Hg) pada ikan oilfish (Ruvettus pretiosus) dan escolar (Lepidocybium flavobrunneum) telah dilakukan, yang bertujuan untuk menelaah dan menilai mutu kedua jenis ikan tersebut terhadap kandungan Hg. Pengukuran Hg dilakukan menggunakan prosedur analisis sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2354-2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hg terukur pada semua sampel ikan di mana jumlahnya bervariasi berdasarkan ukuran dan tempat, serta dipengaruhi oleh ukuran (berat) sampel. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran ikan sampel, maka makin rendah kandungan Hg, dan pada ukuran (berat) >11 kg, kedua jenis ikan tersebut memiliki mutu yang tidak baik di mana tidak aman untuk dikonsumsi, karena memiliki kandungan Hg lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia (0,5 ppm).
Analysis of growth and quality of seaweed carrageenan Kappaphycus alvarezii in different locations on the Banggai’s Waters, Central Sulawesi Sangkia, Frederik Dony; Gerung, Grevo S; Montolalu, Roike I
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 6, No 1 (2018): April
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.6.1.2018.24812

Abstract

Title (Bahasa Indonesia): Analisis pertumbuhan dan kualitas karagenan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada lokasi berbeda di Wilayah Perairan Banggai ProvinsiSulawesi Tengah Seaweed is a potential of coastal resources. Carrageenan is a polysaccharide extracted from seaweed or some species of red algae (Rhodophyceae). Seaweed growth is strongly influenced by two factors: internal and external factors. But twthat determine the success of the seaweed growth is the management carried out by people working on it. Banggai Regency is one of the largest seaweed production centers in Central Sulawesi. The main objective of this studyis toexamine the potential of seaweed cultivation (Kappaphycus avarezii) by looking at the growth and the carrageenan, inBanggai waters, Central SulawesiProvince. The temperature range obtained during this study r25to 31ºC. The results of carrageenananaliysis wasvery different due to differences inlocation, showed by content.  The highest and lowest ashcontentwere obtained from two locations, 1,8% (Jayabakti) and 2.8% (Liang), respectively.Rumput laut merupakan sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari beberapa spesies rumput laut atau alga merah (rhodophyceae). Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Namun yang sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan rumput laut yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh manusia. Kabupaten Banggai merupakan salah satu sentral produksi rumput laut terbesar di Sulawesi Tengah. Tujuan utama penelitian ini mengkaji tentang potensi budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) yang dikembangkan dengan melihat pertumbuhan dan analisis karaginannya di perairan Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Kisaran suhu yang didapat selama penelitian ini adalah berkisar 25–31ºC. Hasil analisa rendemen karagenan ini sangat berbeda yang disebabkan oleh perbedaan lokasi memberikan pengaruh nyata terhadap kandungannya. Nilai kadar abu tertinggi dan terendah berturut-turut yang di peroleh dari kedua lokasi ini adalah 1,8% (Jaya Bakti) dan 2,8% (Liang).
Effect of extracted seaweed with ice, Caulerpa racemosa, in different concentrations of the quality of scad fish (Decapterus sp.) Serpara, Saul A; Suwetja, I K; Berhimpon, S; Montolalu, Roike I
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 1, No 2 (2013): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.1.2.2013.7277

Abstract

This research aims to determine the effect of Caulerpa racemosa seaweed extract-ice to the quality of scad fish  (Decapterus spp.). The quality was measured by Total Volatile Bases (TVB-N), pH, and Total Plate Count (TPC), using 2 (two) treatments: seaweed extract concentration ( 75%, 50%, 25%, and 0%) and storage time (0, 5, 10, 15, and 20 days). The results showed that the TVB-N values ranged from 28.98 mg N/100 g (extract conc. 75%) to 34.34 mg N/100 g (extract conc. 0%) for the 20 days. The highest pH values for 20 days were obtained by concentration  0% i.e. 6.39, followed by 50% (6.34), 25% (6.31) and 75% (6.25). The highest TPC value at the 20th day was 8.1 x 106 cfu/g for 0% and the lowest was 3.1 x 103 cfu/g for 75%. Analysis of variance showed that the interaction of Caulerpa racemosa seaweed extract ice concentration and storage time has a significant effect on TVB-N, pH, and TPC value of scad fish. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan es ekstrak rumput laut Caulerpa racemosa terhadap mutu ikan layang (Decapterus sp.), melalui uji Total Volatile Base (TVB-N), pH, dan Total Plate Count (TPC) dengan menggunakan dua perlakuan yaitu persentase ekstrak rumput laut (A): 75%, 50%, 25%, 0% dan lama penyimpanan (B): 0 hari, 5 hari, 10 hari, 15 hari, dan 20 hari. Nilai TVB-N berkisar antara 28,98 mg N/100 g (75%) sampai 34,34 mg N/100 g (0%) pada hari ke-20. Nilai pH tertinggi pada hari ke-20 diperoleh dengan perlakuan es ekstrak rumput laut 0% yaitu 6,39, diikuti dengan perlakuan 50% (6,34), 25% (6,31), dan 75% (6,25). Nilai TPC ikan layang tertinggi pada hari ke-20 adalah 8,1 x 106 cfu/g dengan perlakuan 0% es ekstrak rumput laut dan terendah yaitu 3,1 x 103 cfu/g pada perlakuan es ekstrak rumput laut 75%. Analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa nilai TVB-N, pH, dan TPC menggunakan persentase es ekstrak rumput laut dan lama penyimpanan serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata.
Study on carrageenan content and growth of seaweed, Kappaphycus alvarezii, infected by white spot disease using different doses of NPK in Banggai Islands Poke, Aounorofiq M; Gerung, Grevo S; Montolalu, Roike I
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7303

Abstract

This study was aimed at assessing the carrageenan content and the growth of seaweed K. alvarezii in white spot disease infection conditions with different doses of NPK in Banggai waters. Results showed that all doses could increase the carrageenan content of the white spot-infected seaweed, with the highest content in treatment D (25 g of NPK/ 10 liters of water), 43.862 ± 19.546, followed by  C (20 g of NPK /10 liters of water) 35.685 ± 14.693, B (15 g of NPK/10 liters of water), 23.208 ± 5.992, A (10 g of NPK/10 liters of water),19.132 ± 4.405, and K (without dose), 10.225 ± 2.782, respectively. The highest growth was recorded in treatment D, 401.333 ± 3.215 g, followed by treatment C, 310.000 ± 6.000 g, B, 7.211 g ± 298.000+ 7.211 g, A,  256. 667 ± 11.547 g, and the lowest in control treatment, 218.000 ± 9.849 g, respectively. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kandungan karaginan dan pertumbuhan dari rumput laut K. alvarezii pada kondisi terkena penyakit white spot dengan dosis NPK yang berbeda di Perairan Kabupaten Banggai. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua dosis mampu meningkatkan kandungan karaginan pada rumput laut yang terinfeksi white spot. Kandungan tertinggi terdapat pada perlakuan D (dosis NPK 25 g/10 liter air) yaitu 43.862±19.546, diikuti perlakuan C (dosis NPK 20 g/10 liter air) 35.685±14.693, B (dosis NPK 15 g/10 liter air) 23.208±5.992, A (dosis NPK 10 g/10 liter air) 19.132±4.405 dan K (tanpa dosis) 10.225±2.782. Pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu sebesar 401.333 ± 3.215 gram, kemudian diikuti oleh perlakuan C 310.000 ± 6.000 gram, B 298.000 ± 7.211 gram, A sebesar 256.667 ± 11.547 gram, dan terendah pada perlakuan kontrol  yaitu sebesar  218.000 ± 9.849 gram.
Efek Suhu dan Waktu Simpan terhadap Kualitas Bagian Tengah Yellowfin Tuna Segar (Thunnus albacares) Putra, Debriga; Dien, Henny A; Montolalu, Roike I; Onibala, Hens; Makapedua, Daisy M; Sumilat, Deiske A; Luasunaung, Alfret
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 8, No 3 (2020)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.8.3.2020.29537

Abstract

Decline quality of Tuna as a result of abuse temperature and long shelf life time. Histamine, microbial and sensory odours become one of the global problems that can cause health problems. Large number of bacteria dominated in viscera area rather than other fish parts. This study was conducted to determine the effect of storage temperature on histamine, microbial and sensory odours on middle of Yellowfin Tuna. This study used descriptive explorative method, sampel were periodically taken for analyses at intervals 48 hours (0ºC), 8 hours (10ºC) and 4 hours (25ºC). Yellowfin Tuna was rejected earlier by the sensory odours than TPC and histamine. During storage at 0ºC for 720 hours histamine levels still acceptable for consumption however TPC already exceeded the limit after 672 hours and rejected by sensory odours for 624 hours storage. During storage at temperature 10ºC did not reached the limit for 120 hours while TPC value already reached 2x106 cfu/g for 88 hours storage and rejected by sensory odours for 72 hours storage. During storage at temperature 25ºC histamine reached 67.3 ppm for 32 hours, ALT reached 5.5x105 cfu/g for 24 hours and rejected by sensory odour for 20 hours of storage. Histamine formation correlates with the growth of microbial counts and decrease of sensory odours value. Suhu yang tinggi dalam waktu simpan lama berpengaruh terhadap penurunan kualitas ikan tuna. Histamin, mikroba dan bau busuk menjadi salah satu permasalahan global yang dapat menyebabkan masalah kesehatan. Bagian tengah ikan menjadi sumber bakteri paling tinggi dibandingkan bagian lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan histamin, ALT dan sensori bau pada bagian tengah Tuna sirip kuning dalam penyimpanan suhu yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif, sample di analisis secara berkala pada suhu 0ºC (48 jam), 10ºC (8 jam) dan 25ºC (4 jam). Tuna sirip kuning mengalami pembusukan lebih awal berdasarkan parameter sensori bau, kemudian disusul ALT dan Histamin. Kandungan histamine pada suhu 0ºC masih layak untuk dikonsumsi setelah 720 jam, namun nilai ALT melebihi batas aman setelah 672 jam penyimpanan dan nilai sensori bau setelah 624 jam penyimpanan. Penyimpanan suhu 10ºC tidak menyebabkan peningkatan histamin melebihi batas limit setelah penyimpanan selama 120 jam, sedangkan nilai ALT mencapai 2x106 cfu/g setelah 88 jam dan nilai sensori bau menyatakan ikan busuk setelah penyimpanan selama 72 jam. Penyimpanan suhu 25ºC histamin mencapai 67,3 ppm setelah penyimpanan 32 jam dan nilai ALT 5,5x105 cfu/g pada penyimpanan ke 24 jam serta ikan dinyatakan busuk berdasarkan sensori bau setelah 20 jam penyimpanan. Peningkatan histamin berkorelasi dengan pertumbuhan jumlah mikroba dan penurunan nilai sensori bau.
Cemaran Mikrobiologi Pada Tepung Karagenan Salawati, Abraham Imanuel; Montolalu, Roike Iwan; Damongilala, Lena Jeane; Reo, Albert Royke; Wonggo, Djuhria; Makapedua, Daisy Monica; Sanger, Grace
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.9.1.2021.29583

Abstract

The purpose of this study was to examine the microbiological contamination of carrageenan flour made by the steam method. In this study raw seaweed was used with 0.1%, 0.2%, 0.3% NaOH, and drying time. The results of this study obtained the highest yield at the concentration of NaOH 0.3% for 8 hours drying of the Sun that is equal to 19.48%. The lowest water content at the NaOH concentration of 0.3% increases in the drying time of the 12-hour drying cabinet which is 3.7%. Frequency pH stability 8.44 - 9.7. Research Results in The best total Plate Figures at a concentration of NaOH 0.3% for 8 hours of Sun Drying is 3000 colonies / g. The results of the study of Escherichia coli, Salmonella sp. Get negative results.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui cemaran mikrobiologis pada tepung karagenan yang dibuat dengan metode uap. Pada penelitian ini digunakan perlakuan bahan baku rumput laut dengan dengan pelarut NaOH 0.1%, 0.2%, 0.3% dan lama pengeringan. Hasil penelitian ini diperoleh rendemen terbanyak pada konsentrasi NaOH 0.3% lama Pengeringan Matahari 8 jam yaitu sebesar 19.48%. Kadar air terendah pada konsentrasi NaOH 0.3% lama pengeringan Pengeringan Cabinet dryer 12 jam yaitu sebesar 3.7%. Stabilitas pH berkisar 8.44 – 9.7. Hasil Penelitian Angka Lempeng Total terbaik pada konsentrasi NaOH 0.3% dengan lama Pengeringan Matahari 8 jam yaitu sebesar 3000 koloni/g. Hasil penelitian Escherichia coli, Salmonella sp diperoleh hasil negatif.  
Ekstraksi Kolagen Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp) DENGAN ASAM KLORIDA Sembiring, Tuhu Edi Suranta; Reo, Albert Royke; Onibala, Hens; Montolalu, Roike Iwan; Taher, Nurmeilita; Mentang, Feny; Damongilala, Lena Jeane
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 8, No 3 (2020)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.8.3.2020.29573

Abstract

Previously, commercial collagen are obtained from mammals and poultry. However, there is a huge concern about Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE, “mad cow disease”) and avian influenza from the consumers, that is why many researcher are trying to explore the utilization of marine animals as source of collagen. The aim of this study is to gathering information about extraction collagen from Tuna (Thunnus sp.) using 1% and 3% Chloride Acid. The result indicated that the rendement was 1,42 % and 5,65 %, moisture contents 7 % and 12 %, and acidity (pH) 4,30 % and 5,19 %. These results suggested that the using 3% chloride acid in the extraction process produced higher collagen. Sebelumnya, kolagen komersial diperoleh dari mamalia dan unggas. Namun demikian, terdapat kekhawatiran yang sangat besar terhadap Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE, “penyakit sapi gila”) dan flu burung dari konsumen, oleh karena itu banyak peneliti yang mencoba untuk mengeksplorasi pemanfaatan hewan laut sebagai sumber kolagen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang ekstraksi kolagen dari ikan tuna (Thunnus sp.) Menggunakan Asam Klorida 1% dan 3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen 1,42% dan 5,65%, kadar air 7% dan 12%, serta keasaman (pH) 4,30% dan 5,19%. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan asam klorida 3% dalam proses ekstraksi menghasilkan kolagen yang lebih tinggi.  
PROFIL ASAM AMINO KECAP IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) YANG DIFERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN NENAS Angela, Gabriella Caristy; Mentang, Fenny; Onibala, Hens; Montolalu, Roike; Sumilat, Deiske; Luasunaung, Alfret
Media Teknologi Hasil Perikanan Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/mthp.9.2.2021.30944

Abstract

Kecap ikan adalah salah satu produk hasil fermentasi dengan bahan baku ikan. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol ( Euthynnus Affinis C. ) yang merupakan hasil tertinggi komoditi perikanan di Sulawesi Utara yang memiliki kandungan protein, asam lemak omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi dan juga sangat kaya gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi terbaik dari buah nenas yang ditambahkan dan meningkatkan pengaruh konsentrasi buah nenas terhadap lama fermentasi dan profil asam amino. Penelitian menggunakan penambahan sari buah nanas dengan konsentrasi (0%, 10%, 15% dan 20%) dan garam 10% dengan lama penyimpanan selama 10 hari dalam inkubator.Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Asam Amino, Kadar Protein, Kadar Karbohidrat, Kadar Lemak, Kadar Nitrogen, Kadar Abu, Kadar Air, dan pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel kecap ikan sari buah nanas 15% dengan garam 10% dapat mempercepat proses hidrolisis pada hari ke-10. Dari mutu kimiawi, hasil laporan asam amino LC / MS didapatkan 9 kandungan utama yang ada pada kecap ikan tongkol 15% yaitu: L-Leucine, L-Valine, L-Tryosine, L-Cystine, AABA, L-Alanine, L-Glutamic Asam, Glisin, dan L-Serin.Hasil analisis kandungan proksimat (kadar air 61,3%, kadar abu 9,22%, kadar lemak 1,52%, kadar protein 3,98%, kadar karbohidrat 3,11%) pada kecap ikan tongkol 15% masih dalam standar mutu kecap ikan yang baik, dan kandungan nitrogen kecap ikan tongkol 15% dapat memenuhi Standar Industri Thailand Grade 1.