Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Praktek Otonomi Daerah di Batam : Dinamika dan Permasalahan Penerapan Kebijakan Free Trade Zone (FTZ) Muhammad Zaenuddin; Wahyudi Kumorotomo; Samsubar Saleh; Agus Heruanto Hadna
PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN Prosiding Seminar Nasional Cendekiawan 2017 Buku II
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/semnas.v0i0.2173

Abstract

Free Trade Zone (FTZ) merupakan kebijakan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Kota Batam dalam rangka untuk peningkatan daya saing global terutama untuk menarik investasi di Batam. Meski demikian sebelum diterapkan sebagai FTZ, Batam telah mendapatkan berbagai regulasi dan kebijakan khusus yang berbeda dengan daerah lain sehingga dilihat dari perkembangan Batam sebenarnya menunjukkan bahwa sejak pembentukan Otorita Batam (OB) sebagai kawasan pembangunan, secara de facto praktik kawasan perdagangan bebas atau FTZ (free trade zone). Regulasi khusus yang diberikan kepada Batam mendukung sepenuhnya perkembangan ekonomi Batam dan memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional. Persoalan mulai muncul dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang mulai memunculkan persoalan dualisme kepemimpinan dan kewenangan antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam termasuk kelambanan pemerintah dalam menyusun dan merevisi regulasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) memperpanjang ketidakpastian hukum dan kelembagaan di Batam. Ketidakpastian hukum dan kelembagaan ini berdampak terhadap penurunan perekonomian dan investasi di Batam. Dengan menggunakan kajian literatur dan penelitian sebelumnya tentang bagaimana implementasi FTZ di negara lain, studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Free Trade Zone (FTZ) di Batam ditinjau dari pelaksana dan pelaku FTZ di Batam.  Dengan melakukan deep interview kepada institusi pelaksana FTZ, pelaku industri dan masyarakat terhadap kendala, permasalahan, dan solusi bagaimana perbaikan Free Trade Zone ke depan. Kajian terhadap implementasi FTZ di Batam, bisa digunakan sebagai role model untuk pengembangan kebijakan serupa di daerah lain di Indonesia.
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PASCA DITERAPKAN OTONOMI DAERAH DI KOTA BATAM DAN ALTERNATIF SOLUSI KEBIJAKAN MENDATANG Muhammad Zaenuddin; Wahyudi Kumorotomo; Samsubar Saleh; Agus Heruanto Hadna
PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL CENDEKIAWAN 2018 BUKU II
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/semnas.v0i0.3441

Abstract

Batam telah menjadi salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. Sejak dibangun pada tahun 1970-an oleh Otorita Batam (saat ini bernama BP Batam), Pulau Batam telah berkembang dan memiliki berbagai keunggulan secara ekonomi. Titik awal permasalahan krusial yang dihadapi Kota Batam adalah sejak diterapkannya otonomi daerah di Batam. Kehadiran Pemerintah Kota Batam pada tahun 2000 sebagai pelaksana otonomi daerah dan memiliki kedudukan hukum dan politik yang sangat kuat, memunculkan fakta munculnya dualisme kelembagaan dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang telah hadir sejak tahun 1970-an. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran apa saja permasalahan yang dihadapi oleh Kota Batam terkini dan alternatif solusi kebijakan apa yang dapat diterapkan di Batam. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif, selain menggunakan data sekunder, juga menggali sumber data primer dengan cara melakukan survei dan wawancara langsung dari berbagai narasumber di Batam yang dianggap expert, memahami dan/atau sebagai pelaku kebijakan di Batam. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh Kota Batam secara berurutan adalah adanya dualisme kelembagaan dan/atau kewenagan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Batam, makin menurunnya investasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi di Batam, masalah pengangguran, adanya ketidakpastian hukum dikarenakan sering terjadinya pergantian kebijakan di Batam, masalah perburuhan, penurunan daya saing Batam, dan permasalahan sosial di Batam. Selain itu, dari hasil penelitian juga memunculkan beberapa alternatif kebijakan yang dapat diterapkan di Batam, antara lain dipertahankan kebijakan Free Trade Zone (FTZ) di Batam, penerapan kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, dan menerapkan otonomi khusus di Batam. Urutan berikutnya adalah diterapkannya sebagai pusat Kawasan industri, mengembalikan kebijakan Batam seperti tahun 1970-1990an, dikelola Otorita Batam  dan agar menerapkan otonomi penuh oleh Pemko Batam. seperti daerah lainnya di Indonesia.
DUALISME KELEMBAGAAN ANTARA PEMERINTAH KOTA DAN BADAN PENGUSAHAAN BATAM SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DI KOTA BATAM Muhammad Zaenuddin; Wahyudi Kumorotomo; Samsubar Saleh; Agus H. Hadna
JOURNAL OF APPLIED BUSINESS ADMINISTRATION Vol 1 No 2 (2017): Journal of Applied Business Administration - September 2017
Publisher : Politeknik Negeri Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (689.68 KB) | DOI: 10.30871/jaba.v1i2.613

Abstract

The development of special areas of Batam began in the 1970s. With the support of special regulations made by the central government, Batam City becomes a competitive place for investment in Indonesia. Moreover Batam has geographical advantage because of its strategic location and adjacent to Malaysia and Singapore. However, problems arise when the central government begins to impose regional autonomy. The birth of Batam City caused an overlapping of authority between the Local Government of Batam and the Batam Authority which caused the management of Batam Island to be not harmonious. This study aims to identify the problem of institutional dualism that occurred between the Local Government of Batam and the Batam Authority and its impact on economic performance in Batam City. This research is explanatory, the data used are primary and secondary data. The results show the fact that the main problems in governance in Batam City is the occurrence of dualism authority between the Local Government of Batam and the Batam Authority. This is shown by the fact that the overlapping of authority between Local Government of Batam and the Batam Authority occurs in several sectors, especially in land management, overlapping licensing in Batam, airport and port management. This condition led to a decline in economic performance in Batam and the decline of Batam's economic competitiveness.
Perbandingan Completed Contract Method dan Percentage of Completion Method sebagai Alternatif Pilihan dalam Mengakui Pendapatan Ekky Nariswari; Muhammad Zaenuddin; Fahruddin Lubis
Journal of Applied Accounting and Taxation Vol 1 No 1 (2016): Journal of Applied Accounting and Taxation (JAAT)
Publisher : Pusat P2M Politeknik Negeri Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.1307266

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode pengakuan pendapatan yang berbasiskan SAK. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomis yang timbul dari aktifitas normal perusahaan selama satu periode. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksplanatori menggunakan single case study dengan membandingkan sebuah kasus penggunaan pengakuan pendapatan dan dicari kebermanfatan dan kerugian penggunaan metode penelitian tersebut. Hasill penelitian menunjukkan bahwa arus masuk mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontibusi penanam modal. Pengakuan pendapatan dilakukan baik dengan menggunakan metode persentase penyelesaian maupun metode kontrak selesai untuk menghitung pendapatan dan laba bersih pada proyek yang sedang berjalan menghasilkan temuan yang berberda. Pendapatan diakui bila besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan mengalir ke perusahaan dan manfaat ini dapat diukur dengan benar. Metode kontrak selesai lebih mudah diterapkan daripada metode persentase penyelesaian. Hasil penelitian menujukkan bahwa metode persentase penyelesaian tidak cocok untuk proyek jangka pendek dan biaya yang muncul tidak dapat ditentukan secara layak.
Motivasi dan Kendala Investasi di Batam Muhammad Zaenuddin
JURNAL INTEGRASI Vol 1 No 1 (2009): Jurnal Integrasi - April 2009
Publisher : Politeknik Negeri Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The research is aimed to identify the motivation and obstacles of investment as well as to analyze factors influencing investment decisions in the industrial estates in Batam. 25 companies and the management from 8 industrial estates are selected as respondents using convenience sampling. The result of this research indicates that the major motivation of choosing investment location in Batam are labor factor, cost, licensing administration, the importance of tax incentive, the importance of FTZ in Batam, contiguity to Singapore and market factors. Other reasons are the availability of skilled and woman labors, electricity, export and access to regional/ global markets, rental cost, and also port facility. Investment constraint is administrative affair and licensing and also uncertainty of the implementation of FTZ in Batam. While according to industrial area management, investment constraints that require to be corrected are bureaucracy problems, high cost economics, taxation, customs, immigration, labor, and land problems.
Maraknya Praktek Transaksi Ilegal di Kawasan Free Trade Zone Batam Muhammad Zaenuddin; Didi Istardi; Muslim Ansori
JURNAL INTEGRASI Vol 4 No 1 (2012): Jurnal Integrasi - April 2012
Publisher : Politeknik Negeri Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Batam sebagai daerah yang letaknya di sisi jalur perdagangan internasional paling ramai di dunia. Perannya yang demikian tersebut penting sebagai salah satu gerbang dan ujung tombak ekonomi nasional. Letak wilayahnya yang berdekatan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura, membuat Batam menjadi tempat yang sangat strategis untuk bidang jasa dan perdagangan. Apalagi ditunjang dengan penetapan Batam sebagai Free Trade Zone yang akan menjadi payung hukum yang kuat dan menjadi hukum positif bagi perkembangan industri di Batam. Sama halnya dengan setiap kebijakan ekonomi yang lain, penerapan FTZ di Batam memiliki konsekwensi munculnya ‘ekonomi ikutan’ yang berimplikasi positif maupun negatif. Salah satu efek FTZ ”menyeluruh” (the black shadow of FTZ) yang harus diantisipasi adalah berkembangnya bisnis gelap (illegal trading). Catatan dari media cetak dan elektronik di Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau dalam beberapa tahun terakhir mengindikasikan maraknya praktek dan modus operan di “illegal business” di perairan sekitar dan di dalam kawasan FTZ/Freeport. Kasus-kasus penyeludupan barang, binatang dan uang (smuggling) dari Batam ke Singapura, transaksi BBM illegal, praktek money laundry, trafficking, illegal fishing adalah sebagian dari praktek-praktek ilegal yang terjadi. Praktek-praktek “underground economy” semacam ini memang tidak berdiri sendiri karena disinyalir melibatkan oknum petugas dan adanya ‘transaksi’ antara oknum petugas dan oknum pengusaha. Praktek semacam ini tentu saja tidak hanya merusak sistem dan regulasi yang telah berjalan namun juga sangat berpotensi merugikan negara dari sisi ekonomi. Sebagai daerah yang bertipikal sebagai perbatasan dan berdampingan secara langsung dengan dua Negara tetangga Singapura dan Malaysia, perlu dikaji seberapa besar pengaruh penerapan CAFTA di Indonesia terutama di Batam apalagi daerah ini merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apakah praktek-praktek illegal di atas memiliki kaitan dengan akan diterapkannya CAFTA di Indonesia mengingat produk-produk Cina yang terkenal murah banyak diperjualbelikan di Batam. Perlu dilakukan penelitian untuk menggali dan mengidentifikasi secara mendalam praktek-praktek ilegal apa saja yang terjadi di Batam, mengidentifikasi sektor, pola, pelaku, tempat, waktu, dan pihak-pihak berwenang yang terlibat dalam praktekpraktek ilegal di Batam, serta menghitung berapa dan apa saja potensi kerugian negara atas praktek-praktek ilegal di Batam termasuk juga kaitan dengan penerapan CAFTA di Indonesia. Studi ini tidak hanya dilakukan dengan melakukan survei ke instansi/lembaga terkait, namun juga melakukan investigasi dan konfirmasi ke lapangan kepada pihak-pihak yang terkait dengan transaksi-transaksi tersebut.
Motivasi dan Kendala Investasi di Batam Muhammad Zaenuddin
JURNAL INTEGRASI Vol 4 No 1 (2012): Jurnal Integrasi - April 2012
Publisher : Politeknik Negeri Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The research is aimed to identify the motivation and obstacles of investment as well as to analyze factors influencing investment decisions in the industrial estates in Batam. 25 companies and the management from 8 industrial estates are selected as respondents using convenience sampling. The result of this research indicates that the major motivation of choosing investment location in Batam are labor factor, cost, licensing administration, the importance of tax incentive, the importance of FTZ in Batam, contiguity to Singapore and market factors. Other reasons are the availability of skilled and woman labors, electricity, export and access to regional/global markets, rental cost, and also port facility. Investment constraint is administrative affair and licensing and also uncertainty of the implementation of FTZ in Batam. While according to industrial area management, investment constraints that require to be corrected are bureaucracy problems, high cost economics, taxation, customs, immigration, labor, and land problems.
Rendahnya Kemandirian Daerah Seluruh Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Muhammad Zaenuddin
EKO-REGIONAL Vol 4, No 2 (2009)
Publisher : Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (708.505 KB) | DOI: 10.20884/1.erjpe.2009.4.2.421

Abstract

 The research is aimed to know the local government ability in decentralization schema according to the local government financial report that using decentralization fiscal level between central and local government. The result shows that ratio between the local government income (PAD) and total income of local government (TPD) for all local government in Yogyakarta Province in 1996-2006 is very low, less than 10%. The ratio between production sharing for tax and non-tax (BHPBP) and total income of local government (TPD) is also low. Therefore, these phenomena indicate that the ratio of decentralization financial is very low. Other ways to know the local government financial report is using independent level of government local that used the income of the local government for their budget. This shows that the local governmet income (PAD) contribution in the total expenditure of local government (TKD) is still low; therefore the local government financial autonomy is very low. According to those results, the decentralization implementation in Yogyakarta province is not success. The factors that influence in financial autonomy level are contribution level, aid level, government funding, and economy potential. These factors contribute in local government financial level at Yogyakarta Province. This paper shows that contribution level (BM) and PDRB significantly affect local government financial level. Therefore, the BM has negative relation but PDRB has positive one to the autonomy financial level. Beside that, aid variable (BN) and government funding (PP) only have a small effect in the autonomy financial level. Keywords: decentralization, financial autonomy level, local government income
Kajian Free Trade Zone (FTZ) Batam-Bintan-Karimun (Permasalahan, Implementasi, dan Solusinya) Muhammad Zaenuddin
EKO-REGIONAL Vol 7, No 2 (2012)
Publisher : Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.858 KB) | DOI: 10.20884/1.erjpe.2012.7.2.462

Abstract

Based on UU No 44 Tahun 2007 Free Trade Zone (FTZ) is applied in Batam, Bintan, and Karimun (BBK). Actually, FTZ has been implemented before that regulation was issued. It was indicated by giving incentive and eliminating of PPN and PPnBM. By means of issuing that regulation, the legality of FTZ implementation, hopefully it becomes a great momentum to attractive more investors. This research is aimed to identify the problems faced by operational institutions, Dewan Kawasan (DK) and Badan Pengusahaan Kawasan Batam, Bintan, and Karimun, deal with FTZ. It also aims to study deeply how many industrial business give response of that implementation. The research method applied is direct interview to the key persons in FTZ institution and businessmen of manufactures. This research finds the facts that FTZ of BBK has not been implemented well so it is needed improvement in regulation and organization structure of operational institution. Beside that, the implementation of FTZ, since April 1, 2009, has not completed by supporting tools such as organization and aparatures that ought to be ready for system and regulation changes from bonded zone to free trade zone. This research gives shorterm and longterm recommendations. For shorterm one it is needed to arrange development roadmap of FTZ and for longterm one it is important to set up grand strategy or blue print of FTZ development. Keywords: Free Trade Zone (FTZ), Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan
Kajian Penetapan Komoditi Pertanian Unggulan UMKM di Kota Batam Dwi Kartikasari; Muhammad Zaenuddin
EKO-REGIONAL Vol 5, No 2 (2010)
Publisher : Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (786.153 KB) | DOI: 10.20884/1.erjpe.2010.5.2.432

Abstract

This paper concerns about commodity/products/business selection on the priority to develop for micro-small-medium enterprise in Batam municipality according to Analytical Hierarchy Process (AHP) method. The objectives aimed in the method are a) vocation creation, b) competitiveness improvement, and c) economic growth. The criteria taken for sub-district-level business selection are a) the number of businesses, b) market extent, c) materials availability, and d) local economic contribution. And the criteria given for municipality-level business selection are a) skilled labor availability, b) raw materials, c) financial capital, d) production utilities, e) technology, f) socio-culture, g) management, h) market, i) price, j) labor absorption, k) regional economic contribution. The respondents are stakeholders in sub-district level and municipality level. As a whole, the result of this research is that large frog (kangkung) is considered as superior commodity of small enterprise to develop in Batam. Keyworlds: agriculture commodity selection, AHP, small medium enterprise