Claim Missing Document
Check
Articles

Criminal Sanctions’ Reformulation in the Reclamation of the Mining Community Faisal Faisal; Derita Prapti Rahayu; Yokotani Yokotani
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 16 No 1 (2022)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v16no1.2222

Abstract

The norm of sanctions in Mining Law 2020 through irrational legislative policies can trigger criminal disparities and become a criminogenic factor. Reformulation efforts are needed in formulating sanctions regarding reclamation. This research aims to realign the purpose of criminalizing the post-mining reclamation obligation in the community mining category. The discussion is focused on the provisions reformulation for the community mining category's reclamation obligation. The problem will be researched using normative legal research methods. According to this research, the reclamation obligation sanction is an omission offense. The reclamation omission offense is both a passive law and a formal offense. Reformulation is based on the basic idea of ​​balancing the double-track system of criminal sanctions. Criminal sanctions become the last instrument if the sanctions are ignored. Action sanctions prioritize restoring post-mining environmental conditions. The criminal sanctions threat and fines in the community mining category must be lighter.
Fairness in Fair Dealing on Industrial Design Protection Sigit Nugroho; Derita Praptirahayu; Mieke Yustia Ayu Ratna Sari
Yuridika Vol. 36 No. 2 (2021): Volume 36 No 2 May 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.871 KB) | DOI: 10.20473/ydk.v36i2.26009

Abstract

Fair dealing is an important element in industrial design legislation. Analysing the concept of fair dealing can help society achieve fairness in protecting industrial design works. Fair dealing means that other parties can use industrial design for education and research purposes as long as it does not prejudice the interests of industrial design rights holders. This study aims to analyse the value of fairness in the concept of fair dealing in industrial design law to be used as guidelines for the rights holders and the public so they do not violate industrial design law and advance the welfare of society. This study uses normative legal research through statutes, conceptual approaches, and primary and secondary legal materials. This study finds that fairness in fair dealing and the protection of industrial design can be achieved by balancing the rights of designers and society. Fairness for both can be achieved if the rights holders and society have opportunities to use and enjoy industrial designs. Industrial design rights holders have limited monopoly rights, and the public can use the results of industrial design in a limited manner for their welfare. This is in line with Aristotle’s observation that justice is given in accordance with values of propriety that are not the same.
PEMBANGUNAN HUKUM INDONESIA DALAM KONSEP HUKUM PROGRESIF Sulaiman Sulaiman; Derita Prapti Rahayu
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i1.1124

Abstract

Perkembangan teori hukum tidak bisa dilepaskan dari lingkungan zamannya. Upaya memahami hukum harus dimulai dengan mamahami tatanan sosial lingkungannya. Tatanan sosial tersebut pada dasarnya mewakili cara berfikir manusia terhadap lingkungan sosialnya, yang selalu terikat dengan ruang dan waktu. Artikel ini ingin menjawab masalah utama yakni: apa saja pemikiran hukum Satjipto Rahardjo dalam kerangka ilmu hukum? Bagaimana kerangka pemikiran berbasis teori hukum dari Satjipto Rahardjo terkait dengan pembangunan hukum dalam konsep hukum progresif? Pemikiran hukum progresif dari Satjipto Rahardjo, lahir karena keadaan Indonesia pada masa lalu, berkaitan dengan usaha dari pemikir hukum untuk menawarkan gagasannya agar persoalan hukum di negeri ini tidak menemui ‘jalan buntu’. Namun demikian konsep pembangunan hukum, konsep hukum progresif berperan penting di dalamnya.
Eksistensi Pertambangan Rakyat Pasca Pemberlakuan Perubahan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Derita Prapti Rahayu; Faisal Faisal
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 3, Nomor 3, Tahun 2021
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v3i3.337-353

Abstract

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara eksistensi pertambangan rakyat dari aspek perizinan, pengawasan, pembinaan, hingga pengelolaan lingkungan hidup semakin menyulitkan masyarakat kecil. Tujuan penelitian ingin mengetahui sejauh mana keberpihakan negara terhadap eksistensi pertambangan rakyat pasca perubahan regulasi yang baru. Sisi manfaat dalam hal kebijakan hukum dalam rangka memperkuat posisi hukum pertambangan rakyat. Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil kajian dari penelitian ini antara lain; pertama, dengan diberlakukannya Undang-Undang Minerba Tahun 2020 membuat kewenangan perizinan pemerintah daerah telah dihapus. Pengorganisasian perizinan menjadi sentralistik oleh pemerintah pusat. Kedua, eksistensi pertambangan rakyat menjadi tidak jelas pihak mana yang berwenang menetapkan wilayah pertambangan rakyat. Ketiga, peran strategis pemerintah daerah telah dicabut dan saat ini pemerintah daerah hanya menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat sehingga akan muncul budaya birokratisasi dalam tata kelola pertambangan rakyat.
Urgensi Badan Hukum Pada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Berbentuk Perkumpulan (Studi Pokdarwis Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka) Derita Prapti Rahayu; Faisal; A. Cery Kurnia; Winanda Kusuma; Komang Jaka Ferdian
Perspektif Hukum VOLUME 21 ISSUE 2
Publisher : Faculty of Law Hang Tuah University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/ph.v21i2.89

Abstract

The role of the community is very strong and cares about the cultural heritage in their area in the form of the Kotakapur site. Communities who are members of POKDARWIS Bekawan, Kotakapur vilage, trying to make a historical tourism village are not easy, it requires the participation of the Regency Government and related agencies in overcoming one by one the problems that become obstacles to the construction of the site. The problem in this writing is what is the scope of Pokdarwis as a community organization? and secondly how is the urgency of legal entities in community organizations in the form of associations?. Problems will be analyzed using normative research methods, by producing answers, namely first, Pokdarwis is a social organization in the form of associations, second, the urgency of legal entities in Pokdarwis is their legal position as legal subjects.
TUJUAN PEMIDANAAN UNDANG-UNDANG MINERBA DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN KRIMINALISASI Faisal Faisal; Derita Prapti Rahayu
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 2 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.408 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v5i2.189

Abstract

ABSTRAKKetentuan pidana Pasal 162 UU Minerba menetapkan perbuatan menghalang-halangi kegiatan usaha pertambangan sebagai perbuatan pidana (delik). Tujuan penelitian ingin mengetahui secara kritis tujuan pemidanaan delik Pasal 162 dalam perspektif kebijakan kriminalisasi. Asas manfaat yang diharapkan agar dapat melihat secara objektif dalil teori kriminalisasi, sehingga dapat memberikan masukan bagi pembentuk undang-undang dalam memformulasikan ketentuan pidana. Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menyimpulkan kebijakan kriminalisasi pada delik Pasal 162 tidak dapat dibenarkan menurut teori moral dan teori liberal individualistik. Hakikat nilai moralitas masyarakat terdistorsi dengan keberlakuan delik tersebut. Negara telah membatasi ruang kebebasan warga negara untuk hidup merdeka menyampaikan dan memperjuangkan hak-hak dasarnya. Bahkan kebijakan kriminalisasi yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang tidak mendapat legitimasi yang kuat dari esensi tujuan pemidanaan yang sejalan dengan prinsip nilai, prinsip kemanfaatan, dan prinsip kemanusiaan. Rekomendasi kedepan agar kebijakan legislasi haruslah dilakukan dengan pendekatan rasional dan pendekatan kebijakan. Kata kunci: teori kriminalisasi; kebijakan; pemidanaan; pertambangan.ABSTRACTCriminal provisions Article 162 of the Minerba Law stipulates that obstructing mining business activities is a criminal act (offense). The research objective is to know critically the purpose of criminalization of Article 162 in the perspective of criminalization policy. The principle of benefit is expected to be able to see objectively the arguments of criminalization theory, so that it can provide input for legislators in formulating criminal provisions. The research method uses normative legal research. The results of the research conclude that the criminalization policy on the offense of Article 162 cannot be justified according to moral theory and liberal individualistic theory. The nature of the moral values of society is distorted by the enactment of this offense. The state has limited the space for the freedom of citizens to live in freedom to convey and fight for their basic rights. Even the criminalization policies carried out by legislators do not get strong legitimacy from the essence of the purpose of punishment which is in line with the principles of values, principles of benefit, and principles of humanity. Future recommendations so that legislative policies must be carried out with a rational approach and a policy approach.Keywords: criminalization theory; policy; criminalization; mining.
The Urgency of Integration of Local Wisdom Related to Environmental Conservation in the Bangka Belitung Islands Hasmonel; Derita Prapti Rahayu; Faisal
Jurnal Mulawarman Law Review VOLUME 6 ISSUE 2 DECEMBER 2021
Publisher : Faculty of Law, Mulawarman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/mulrev.v6i2.618

Abstract

Local wisdom becomes the full authority of the Regency/City Government as clearly stated in the Table of Division of Authority for the Sub-Division of Local Wisdom Based on Law no. 23 of 2014 concerning Regional Government. Therefore, it is very necessary to know the urgency of the integration of local wisdom related to environmental conservation in the Bangka Belitung Islands. This study uses a socio-legal approach, namely the object of research remains in the form of law, namely laws and regulations related to local wisdom and the environment with the use of methods and theories of social sciences to assist researchers in conducting analysis. Local Wisdom is very important to be integrated in regional policies related to environmental conservation because there is a reciprocal relationship between humans and nature, where people who pay attention to local wisdom related to the environment always place the balance of nature in environmental management and must be accepted or approved, which means that the regulation gets recognition. legitimacy) from the community because it comes from local wisdom that lives in the community.
Law Enforcement in the Context of Legal Culture in Society Derita Prapti Rahayu; Faisal Faisal; Rafiqa Sari; Ndaru Satrio
LAW REFORM Vol 16, No 2 (2020)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.768 KB) | DOI: 10.14710/lr.v16i2.33780

Abstract

Law enforcement is a series of processes to describe values, ideas, ideals, and subsequently become legal objectives. The awareness and compliance of sailing administration to Matras fishermen in catching fish is very much determined by the legal culture of the community. The purpose of this discussion is to determine law enforcement in the context of legal culture in society. The results of the discussion conclude that the legal culture of Matras fishermen displays something unique, namely a spiritual presence and a contextual existence. Therefore, law enforcement in the cultural context is sharing space with the other side of the value that is believed to be sacred in religious substance and believing in the value of local wisdom. The pattern of law enforcement with a cultural dimension is a manifestation of synchronization of the various aspects of substance, structure and culture itself
Pemaknaan Kebijakan Kriminal Perbuatan Santet dalam RUU KUHP Faisal Faisal; Derita Prapti Rahayu; Anri Darmawan; Muhamad Irfani; Ahda Muttaqin
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 5, Nomor 1, Tahun 2023
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v5i1.220-232

Abstract

Santet kerap kali menimbulkan keresahan masyarakat, belum ada hukum positif yang mengatur tentang santet. RUU KUHP Nasional yang akan datang, santet dirumuskan dalam Pasal 252. Politik hukum dalam memformulasikan santet hanya menjangkau dimensi perbuatan bukan akibat dari perbuatan tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis konstruksi nilai dan pemaknaan kebijakan kriminal perbuatan santet. Hasil kajian menunjukkan, bahwa berdasarkan maksud dari Pasal 252 mencegah praktik main hakim sendiri, konstruksi nilai dibangun berbasis pada ide dasar pencegahan berorientasi pada kebijakan perlindungan masyarakat (social defence policy). Perspektif nilai yang ingin ditegaskan tercermin dalam teori relatif dicirikan bahwa tujuan pidana adalah mencegah kejahatan terjadi dan sebagai sarana memperbaiki pelaku kejahatan. Pemaknaan normatif, santet merupakan delik formil yang dilarang adalah perbuatannya bukan akibat yang ditimbulkan. Pemaknaan integrasi-sosial ialah upaya mendukung terwujudnya masyarakat yang patuh hukum maka kriminalisasi santet ditujukan pemeliharaan stabilitas masyarakat agar saling melindungi tidak membalas dengan perbuatan main hakim sendiri.
PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN KEMITRAAN USAHA MIKRO MELALUI MEDIASI Wiragian timabad; Derita Prapti Rahayu; Fauzan Hakim; Ita Rosdiana
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 16, No 1 (2023): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v16i1.7806

Abstract

Pemerintah berkewajiban untuk melindungi seluruh kepentingan perkembangan usaha mikro ketika akan menjalin kemitraan. Dalam perjalanannya, hubungan kemitraan tersebut akan ada pasang surutnya. Karena itu, untuk melindungi pelaku Usaha Mikro dari kerugian dan mencegah permbuatan melawan hukum, perlu adanya advokasi dan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dan efesien. Penelitian ini menganalisis penyelesaian perselisihan atau sengketa pelaku usaha mikro dalam bermitra dan bagaimana penyelesaian perselisihan atau sengketa selain persaingan usaha dalam perjanjian kemitraan yang efektif dan efisien. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil dari penelitian ini adalah mendorong penyelesaian perselisihan atau sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa perjanjian kemitraan melalui Mediasi.