Sthepanie Paulina Magdalena Tarihoran*, Yunanto, Herni Widanarti, Sthepanie Paulina Magdalena Tarihoran*,
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 34 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Penyelesaian Sengketa Transaksi Pajak Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan di Kabupaten Kendal Alda Aulia Ardellia; Yunanto Yunanto
Notarius Vol 15, No 2 (2022): Notarius
Publisher : Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/nts.v15i2.41416

Abstract

AbstractTax disputes can occur between taxpayers and the government because of differences in calculations regarding the amount of tax that must be paid. Likewise, in the sale and purchase of land and buildings, there can be tax disputes due to differences in calculations between the seller and the buyer and the government (local government) regarding the amount of PPh and BPHTB that must be paid in practice. Underpaid Tax (SKPKB).“This research uses a normative juridical”approach. “The settlement of tax disputes on land and building sale and purchase transactions in Kendal Regency is carried out by means of a negotiation process between the taxpayer and the”Dispenda through a Notary/PPAT. If the negotiation is not successful, the taxpayer will take legal remedies for objections, appeals and reviews. In practice, taxpayers do not take such legal remedies, but taxpayers through a Notary/PPAT still pay/pay the underpayment in accordance with the Underpaid Tax Assessment Letter. Obstacles that arise in resolving Tax Disputes include: Difficulty in Negotiation, because each Party (taxpayer and Dispenda) feels that the calculation is correct. Lack of understanding of taxpayers about legal remedies for objections (taxpayers feel that the objection process takes a long time).Keywords: tax disputes; buy and sell; landAbstrakSengketa pajak dapat terjadi antara wajib pajak dengan pemerintah karena adanya perbedaan perhitungan mengenai besarnya pajak yang harus dibayar. Demikian juga dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan dapat terjadi sengketa pajak dikarenakan perbedaan perhitungan antara penjual dan pembeli dengan pemerintah (Pemerintah Daerah) tentang besarnya PPh dan BPHTB yang harus di bayar dalam praktek kadang-kadang terdapat sengketa pajak, yang diakibatkan karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Penelitan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Adapun penyelesaian sengketa pajak atas transaksi jual beli tanah dan bangunan di Kabupaten Kendal dilakukan dengan cara proses negosiasi antara wajib pajak dengan pihak Dispenda melalui Notaris/PPAT. Apabila dengan bernegosiasi tidak berhasil, maka wajib pajak akan menempuh upaya hukum keberatan, banding dan peninjauan kembali. Pada prakteknya wajib pajak tidak menempuh upaya hukum tersebut tetapi wajib pajak melalui Notaris/PPAT tetap melunasi/membayar kurang bayar tersebut sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Hambatan yang timbul dalam menyelesaikan Sengketa Pajak antara lain : Kesulitan dalam Negosiasi, karena masing-masing Pihak (wajib pajak dan Dispenda) merasa bahwa perhitungannya benar. Kurangnya pemahaman Wajib Pajak tentang upaya hukum keberatan (wajib pajak merasa proses keberatan memerlukan waktu yang lama).Kata Kunci : sengketa pajak; jual beli; tanah
AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XIV/2016 TERHADAP LEGALITAS PERKAWINAN BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN (STUDI PADA WILAYAH HUKUM DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SEMARANG) Riska Dwi Aulia; Yunanto Yunanto; Aminah Aminah
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 4 (2022): Volume 11 Nomor 4, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak diakui sebagai suatu agama dan tidak pula dijadikan sebagai agama baru, hal ini telah berimplikasi pada legalitas perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan. Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan tidak dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil (KCS) sebagai instansi pelaksana pencatat perkawinan, karena perkawinan tersebut dilakukan diluar ketentuan agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan akibat hukum serta pelaksanaan pencatatan perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 pada Wilayah Hukum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Semarang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan telah memperoleh legalitas pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang mengakui eksistensi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa disamping keenam agama dalam peraturan perundang-undangan. Adapun Penghayat Kepercayaan dapat melakukan pencatatan perkawinan pada Dispendukcapil, dengan terlebih dahulu melakukan perkawinan di hadapan Pemuka Penghayat Kepercayaan.
Gaji Sebagai Objek Jaminan Utang di Bank Menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia Oryza Justisia Rizqy Winata; Yunanto Yunanto; Mujiono Hafidh Prasetyo
Notarius Vol 14, No 2 (2021): Notarius
Publisher : Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/nts.v14i2.43789

Abstract

Fiduciary Guarantee Institutions have been widely used by the public as consumers and business actors, especially financing and banking companies. This article discusses the issue of the position of salary as an object of bank loan guarantee, and legal protection for the recipient of a fiduciary guarantee (creditor) with a Salary Guarantee if the fiduciary guarantee provider defaults according to Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee. The research method used is normative juridical where the research refers to the norms contained in the legislation. Based on the results of the study, it was concluded that salaries as objects of debt guarantees in banking according to the Fiduciary Guarantee Act are categorized as recipients of rights as receivables, so that they can be used as objects of fiduciary guarantees. Banks in granting credit to civil servants and private employees/labor are required to make a Guarantee Deed at a Notary and registered at the Fiduciary Registration Office under the scope of the Ministry of Law and Human Rights, to provide legal certainty and protect the parties concerned. The bank anticipates losses due to default by insuring creditors at the time of submitting a credit application at the bank.Keywords: Salary: Receivables: Fiduciary GuaranteeAbstrakLembaga Jaminan Fidusia sudah banyak digunakan masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku usaha terutama perusahaan pembiayaan dan Perbankan. Artikel ini membahas persoalan mengenai kedudukan gaji sebagai objek jaminan utang bank, dan perlindungan hukum terhadap penerima jaminan fidusia (kreditur) dengan Jaminan Gaji apabila pemberi jaminan fidusia wanprestasi menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dimana dalam penelitian mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa Gaji sebagai Objek Jaminan Utang di perbankan menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia dikategorikan sebagai penerima hak sebagai Piutang, sehingga dapat dijadikan sebagai Objek Jaminan Fidusia. Pihak bank dalam pemberian kredit kepada pegawai negeri sipil dan karyawan swasta/buruh diharuskan dibuatkan Akta Jaminan di Notaris dan didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia di bawah lingkup Kementerian Hukum dan HAM, untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi para pihak terkait. Pihak bank mengantisipasi kerugian akibat adanya wanprestasi dengan mengasuransikan kreditur pada waktu pengajuan permohonan kredit di bank.Kata Kunci : Gaji: Piutang: Jaminan Fidusia
Urgensi Pengaturan Pelaksanaan Cyber Notary Terkait Dengan Pandemi Covid-19 Cheung Joan Karmel; Yunanto Yunanto
Notarius Vol 15, No 1 (2022): Notarius
Publisher : Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/nts.v15i1.46022

Abstract

  The world is now facing a novel pandemic caused by COVID-19, prompting countries, including Indonesia to take steps to contain gushing numbers of COVID-19 cases. The pillar of Indonesia’s response is enforcing a Large Scale Social Restriction (LSSR) to minimize physical contacts in society, one of them through closing down schools and workplaces. Notary, as a member of society, is also obliged to maintain this social distancing policy and minimize meetings with clients physicaly. Such means is possible through Cyber Notary Concept, a concept where notaries do their jobs using various high technologies, including internet.  Indonesian Regulation has mentioned this concept once in the Indoensian Notary Codes, but no further regulation follows to execute this concept. Author will be using the normative legal research method for this paper. This reasearch is aiming is to study the urgenciesof forming regulations regarding the practice of Cyber Notary to prop up the government in the attempt of surpressing the escalating numbers of those who are infected by the virus. Cyber Notary is one effective way to decrease physical contacts between notaries and their clients, because this kind of activities could be done with the technology of ellectronics, therefore following regulation is desperatelyneeded.Keywords: Cyber Notary; Technology; UrgencyAbstrak Dunia sekarang ini dihadapkan dengan pandemi COVID-19 yang menuntut setiap negara, termasuk Indonesia untuk melakukan upaya-upaya sedemikian rupa untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Salah satu cara adalah dengan melakukan penjagaan jarak fisik melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Notaris sebagai warga negara juga memilik kewajiban untuk sedapat mungkin menghindari kontak fisik ataupun berhadapan dengan kliennya. Hal demikian dimungkinkan melalui konsep Cyber Notary, suatu konsep dimana dalam menjalankan fungsi jabatannya, seorang notaris menggunakan dan memanfaatkan teknologi. Namun konsep ini belum dapat diterapkan karena kekaburan dan minimnya pengaturan Cyber Notary di Indonesia. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menggali dan memahami urgensi pengaturan Cyber Notary sebagai salah satu upaya penanganan pandemi COVID-19. Hasil dari penelitian ini adalahpemerintah harusnya segera dapat lebih memperhatikan peraturan pelaksanaan praktik Cyber Notary di Indonesia melalui pembuatan peraturan baru maupun pembaharuan Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai penyempurna dan penjelas pengaturan Cyber Notary yang secara cepat dibutuhkan masyarakat untuk meminimalisis kegiatan tatap muka dan kehadiran fisik di depan notaris, yang seharusnya dapat dilakukan melalui media telekonferensi dan tanda tangan elektronik.Kata Kunci: Cyber Notary; Teknologi; Urgensi