Articles
IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK LUAR KAWIN DI WILAYAH PENGADILAN NEGERI SEMARANG DAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG
Gayaputri, Azelia;
Widanarti, Herni;
Mas'ut, Mas'ut
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (286.194 KB)
Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebut sebagai anak tidak sah atau anak luar kawin. Konsekuensi dari perkawinan tersebut kepada anak luar kawin membawa akibat hukum terhadap hubungan keperdataan dan perlindungan anak. Sebelum Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 46/ PUU-VIII/2010 anak luar kawin telah dirugikan hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Dengan adanya putusan ini maka anak luar kawin memperoleh persamaan derajat dengan anak sah pada umunya. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini mengenai perlindungan anak luar kawin sebelum dikeluarkannya putusan tersebut serta bagaimana implementasinya di wilayah Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Agama Semarang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif komparatif. Pengumpulan data melalui wawancara, studi dokumen dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan anak luar kawin sebelum putusan ini hanya sebatas mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja. Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi ini belum dapat diterapkan di wilayah Pengadilan Negeri Semarang karena bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh hakim dan nilai yang ada di dalam masyarakat, tetapi dapat di terapkan di wilayah Pengadilan Agama Semarang, selama perkawinan tersebut sah menurut Hukum Islam. Perlu adanya sosialisasi hukum perkawinan agar tidak merugikan kepentingan anak di masa depan.
Penyuluhan Hukum Terpadu Mengenai Hukum Perkawinan Pada Masyarakat di Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang
Widanarti, Herni
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (JPHI) Volume 3 (1) November 2020
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15294/jphi.v3i1.40257
Tingginya jumlah perkawinan di kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang membawa permasalahan hukum tersendiri bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat. Atas kondisi tersebut, maka tim pengabdian kepada masyarakat bagian hukum keperdataan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro akan menyelenggarakan penyuluhan hukum yang diikuti dengan tanya jawab terkait dengan salah satu permasalahan yang ada, yaitu mengenai Pentingnya pemahaman mengenai Dispensasi Perkawinan bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Pemalang Kecamatan Warungpring Jawa Tengah.
Penyuluhan Hukum Terpadu Mengenai Hukum Perkawinan Pada Masyarakat di Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang
Widanarti, Herni
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (Indonesian Journal of Legal Community Engagement) JPHI Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15294/jphi.v3i1.40257
Tingginya jumlah perkawinan di kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang membawa permasalahan hukum tersendiri bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat. Atas kondisi tersebut, maka tim pengabdian kepada masyarakat bagian hukum keperdataan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro akan menyelenggarakan penyuluhan hukum yang diikuti dengan tanya jawab terkait dengan salah satu permasalahan yang ada, yaitu mengenai Pentingnya pemahaman mengenai Dispensasi Perkawinan bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Pemalang Kecamatan Warungpring Jawa Tengah.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERMOHONAN PENGESAHAN PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN (ISTBAT NIKAH)
Herni Widanarti
Masalah-Masalah Hukum Masalah-Masalah Hukum Jilid 42, Nomor 2, Tahun 2013
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (3242.143 KB)
|
DOI: 10.14710/mmh.42.2.2013.172-180
Abstract Every marriage in Indonesia should be based on Law No 1, 1974 of year about Marriage. But oftentimes because one/something a marriage is not booked, so a couple cannot have marriage certificate as an evidence for legal marriage that unacknowledged by country. Using normative methods, with specification writing of descriptive the analysis, the author will examine the application validation marriage that is not registered (marriage istbat). Every Judge’s consideration on accepting a request for legalization a not registered marriage (marriage istbat) is based on provision Article 7 paragraph (3) letter (e) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Keywords : marriage, not registered marriage, legalization of marriage that is not registered (Marriage Istbat) Abstrak Setiap perkawinan di Indonesia harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun seringkali karena sesuatu hal, perkawinan tidak dicacatkan sehingga tidak mempunyai akta nikah sebagai bukti sahnya perkawinan yang diakui oleh negara. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan spesifikasi penulisan deskriptif analisis, penulis akan menelaah permohonan pengesahan perkawinan yang tidak dicatatkan (itsbat nikah). Setiap pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan pengesahan perkawinan yang tidak dicacatkan (istbat nikah) adalah berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (3) huruf (e) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Kata Kunci : Perkawinan, Perkawinan Tidak Dicatatkan, Pengesahan Perkawinan yang Tidak Dicatatkan (Istbat Nikah).
Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap Hukum Perkawinan di Indonesia
Herni Widanarti
Law, Development and Justice Review Vol 3, No 1 (2020): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/ldjr.v3i1.7999
Perjanjian kawin adalah suatu perjanjian yang dibuat atas permintaan dari sepasang calon suami istri, dimana mereka berdua telah setuju dan sepakat untuk membuat pemisahan harta mereka masing-masing. Menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Perkawinan, pada prinsipnya perjanjian kawin tidak dapat dilakukan setelah perkawinan berlangsung, namun pada tanggal 27 Oktober 2016 keluarlah “Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015” yang pada intinya perjanjian kawin dapat dilakukan setelah perkawinan dilangsungkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam “Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015” serta menganalisa implementasi putusan tersebut terhadap hukum perkawinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris yang menggunakan penelitian lapangan dan pendekatan Undang-Undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahirnya “Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015” yang membawa perspektif baru tentang kesepakatan perkawinan di mana perjanjian kawin dapat dilakukan selama dalam ikatan perkawinan berlangsung atau setelah perkawinan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dengan tidak merugikan pihak ketiga.
Arti Penting Jawaban Atas Gugatan Sebagai Upaya Mempertahankan Hak - Hak Tergugat
Ery Agus Priyono;
Herni Widanarti;
Dharu Triasih
Law, Development and Justice Review Vol 2, No 1 (2019): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/ldjr.v2i1.5135
Jawaban atas gugatan adalah satu tahapan dalam proses pemeriksaan perkaraperdata dan dilakukan setelah gugatan dibacakan penggugat dalam persidangan. Jawabanatas gugatan penggugat merupakan upaya bagi tergugat untuk mempertahankan hak-haknya terhadap dalih dan dalil penggugat. Tidak jauh berbeda dengan membuat gugatan,bagaimana bentuk dan susunan dari jawaban gugatan dan eksepsi dalam perkara perdatatidak diatur oleh peraturan perundang-undangan, kecuali hanya disebutkan bahwa gugatanharus memenuhi syarat formal dan materil.
Dispensasi Perkawinan dalam Pelaksanaan Perkawinan di Bawah Umur
Herni Widanarti
Law, Development and Justice Review Vol 4, No 1 (2021): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/ldjr.v4i1.10984
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman pentingnya perkawinan dan Dispensasi Perkawinan bagi masyarakat yang akan melangsungkan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan oleh pasangan yang belum cukup umur menurut Undang – Undang di Kabupaten Wonogiri dan Perlu pemahaman tentang tata cara pengajuan perkawinan di bawah umur bagi, Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini merupakan salah satu langkah awal bagi civitas akademika untuk lebih berperan dalam menyelesaikan permasalahan perkawinan di Indonesia melalui program penyuluhan hukum dengan pembahasan mengenai dispensasi perkawinan. Dengan kegiatan penyuluhan hukum ini diharapkan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan dispensasi perkawinan. Setelah itu masyarakat di Kabupaten Wonogiri diharapkan dapat memperhatikan syarat – syarat sah yang harus dipenuhi untuk melangsungkan perkawinan.
Kesadaran Masyarakat Terhadap Akibat Hukum Perkawinan Dan Pembatalan Perkawinan
Herni Widanarti
Law, Development and Justice Review Vol 3, No 2 (2020): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/ldjr.v3i2.9522
Perkawinan yang tidak memenuhi syarat atau rukun perkawinan maupun perkawinan yang dilakukan karena penipuan salah satu pihak maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Bahwa suatu perkawinan yang berlangsung, tetapi setelah perkawinan tersebut salah satu pihak ataupun pihak ketiga mengetahui adanya syarat perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dapat di batalkan. Melihat permasalahan tersebut dilakukan lah kegiatan Pengabdian pada Masyarakat dalam bentuk penyuluhan hukum ini, maka diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman akan arti pentingnya penyuluhan hukum mengenai Hukum Perkawinan khususnya pembatalan perkawinan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pelaksanaan kegiatan Penyuluhan oleh Dosen sebagai pemenuhan Tri Darma Perguruan Tinggi sebaiknya tetap memperhatikan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam memahami setiap materi penyuluhan yang diberikan agar masyarakat mendapat ilmu yang bermanfaat dan dapat dengan mudah menrapkan apabila timbul suatu permasalahan perkawinan dikemudian hari. Pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila perkawinan tersebut berlangsung 7 (tujuh) bulan setelah itu tidak bisa.
KENDALA PELAKSANAAN JUAL BELI PROPERTI BAGI PASANGAN PERKAWINAN CAMPURAN
Herni Widanarti;
Husni Kurniawati;
Kornelius Benuf
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 2 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/mmh.51.2.2022.153-161
Konsepsi harta bersama oleh pasangan campuran tidak sejalan dengan asas nasionalisme yang dianut oleh UUPA sehingga hal ini menyebabkan pasangan perkawinan campuran tidak dapat melakukan jual beli property. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis kendala jual-beli property bagi pasangan perkawinan campuran dan tata cara pelaksanaan jual-beli property bagi pasangan perkawinan campuran. Metode yang digunakan yakni yuridis empiris. Hasil dari penelitian bahwa perkawinan campuran menyebabkan bersatunya harta menjadi harta bersama sehingga pasangan perkawinan campuran tidak dapat melakukan jual beli property karena WNA tidak boleh memiliki status kepemilikan terhadap property. Hal ini sesuai dengan asas nasionalisme dalam UUPA, kecuali dengan cara menggunakan atas nama orang lain, menggunakan atas nama anak dan melakukan perjanjian perkawinan untuk pemisahan harta.
PELAKSANAAN DISPENSASI KAWIN BERDASARKAN UNDANG -UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 22/PUU-XV/2017 TERKAIT DENGAN BATAS UMUR PERKAWINAN DI KOTA SEMARANG
Raden Maestro Broto Ariyo;
Yunanto Yunanto;
Herni Widanarti
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (961.505 KB)
Pelaksanaan perkawinan harus memenuhi berbagai persyarakatan, salah satunya terkait dengan batasan umur. Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan ditentukan batas usia yakni 16 (enam belas) tahun bagi wanita dan 19 (Sembilan belas) tahun bagi laki-laki.Apabila para pihak yang hendak melangsungkan perkawinan belum mencapai batas umur, maka diajukan dispensasi kawin pada pengadilan. Setelah dikeluarkan Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 dinyatakan bahwa syarat usia perkawinan baik pria maupun wanita dinaikkan menjadi adalah 19 (sembilan belas) tahun. Hal ini kemudian diatur dalam aturan pelaksan dari putusan MK tersebut yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui urgensi pengajuan dispensasi kawin dan pelaksanaan pengajuan dispensasi kawin setelah keluarnya Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 di Kota Semarang. Metode yang digunakan yakni yuridis empiris. Hasil dari penelitian bahwa urgensi pengajuan dipensasi kawin adalah untuk mengakui status perkawinan, melindungi status anak dan mencegah kemungkaran. Pelaksanaan perkawinan anak sebelum maupun setelah keluarnya Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 sama-sama melalui pengajuan dispensasi kawin. yang membedakan hanyalah batas usia minimal perkawinan.