Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Efektivitas Rehabilitasi Pecandu Narkotika (Studi di Loka Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Batam) Lysa Angrayni; Yusliati
Jurnal Hukum Respublica Vol. 18 No. 1 (2018)
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/respublica.v18i1.3954

Abstract

The purpose of this study: First, to explain the effectiveness of rehabilitation of narcotics addicts and their effects on crime rates in Indonesia at the BNN Rehabilitation Loka Batam. Second, to explain the obstacles faced in the process of rehabilitation of narcotics addicts at the BNN Rehabilitation Loka Batam, as well as explaining the role of BNN in making effective rehabilitation of narcotics addicts in general and specifically at the BNN Rehabilitation Loka Batam. This type of legal research is normative-empirical (applied law research), using a conceptual approach by analyzing theories related to criminal law specifically related to the main problem of research. The results of the study concluded the need for further study of the resident selection system. In this case the assessment process needs to do a more selective analysis in sorting resident candidates not only based on social support strata, but also paying attention to the severity of the resident so that the rehabilitation process can run more effectively. Then there needs to be a comprehensive academic study regarding rehabilitation patterns that are deemed appropriate to the conditions of the resident and local wisdom or characteristics of the people in Indonesia. The implementation of medical and social rehabilitation should be aligned with the conditions and characteristics of the Indonesian people. The substance of the program should be adjusted to the values adopted by the Indonesian people by balancing material on health, religion and society, improving the quality of medical and social personnel (counselors), and monitoring and evaluating the program needs to be done regularly so that socialization of the introduction of the program and its implementation can run systematically and consistently.
HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Lysa Angrayni
Hukum Islam Vol 15, No 1 (2015): VOL 15, NO 1 (2015): JUNI 2015
Publisher : Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/hi.v15i1.1154

Abstract

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTASI ASING YANG MASUK DI PROVINSI RIAU Lysa Angrayni
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 1 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i1.5694

Abstract

Law Number 25 Year 2007 concerning Capital Investment gives equal treatment to Domestic Investment and foreign investors with due regard to the national interest, ensures legal certainty, and security of business for investors since the process of licensing until the end of investment activities in accordance with the provisions of legislation. Under the Act it is clear that foreign investors must obtain legal protection and certainty as domestic investors. But the reality is different so the impact that arises that uncertainty is the development of unstable foreign investment, a significant increase and decrease in Riau Province. While the factors causing the decline of foreign investment in Riau Province are the differences in both licensing, raw materials and protection between foreign investors and domestic investors in Riau Province, so foreign investors feel unsafe to invest in Riau Province.
Implementasi Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Menurut Sistem Ketatanegaraan di Indonesia Febri Handayani; Lysa Angrayni
Riau Law Journal Vol 3, No 1 (2019): Riau Law Journal
Publisher : Faculty of Law, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.234 KB) | DOI: 10.30652/rlj.v3i1.6252

Abstract

Dalam masyarakat modern, keinginan untuk memperjuangkan sebuah masyarakat yang memiliki kesadaran sosial, hukum, dan budaya tinggi sepertinya baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi sebuah kondisi yang ingin “dipercepat” termasuk  keinginan untuk melakukan kontrol terhadap perbuatan pemerintah pada umumnya. Keinginan yang demikian juga dibarengi dengan harapan bahwa hak-hak masyarakat sebagai warga negara dilindungi dengan baik tanpa ada diskriminasi maupun penyimpangan yang akhirnya mendatangkan konflik antara warga negara dengan negara.Masalah perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, khususnya perlindungan terhadap hak-hak konstitusional yang dimiliki warga negara, menghendaki hal tersebut diatur dan menjadi salah satu materi dalam konstitusi (Undang-Undang Dasar). Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masalah perlindungan hak asasi manusia menjadi salah satu materi terpenting yang harus dimuat di dalam konstitusi (Undang-Undang Dasar)? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah karena negara sebagai organisasi kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan. Lalu jika terjadi juga pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya terhadap hak konstitusional warga negara, bagaimana seharusnya negara menyikapinya?  Dalam hal ini negara berkewajiban untuk mengakomodir keluhan warga negara yang hak-haknya dilanggar melalui suatu mekanisme yang dijalankan oleh badan atau lembaga yang berwenang.Dalam sistem yang berlaku di Indonesia saat ini, jalan hukum yang tersedia bagi warga negara yang hak-hak konstitusionalnya dilanggar atau dilalaikan oleh pejabat publik atau pemerintahan hanya dapat mempertahankan dan memperoleh perlindungan konstitusional lewat proses peradilan konstitusional di Mahkamah Konstitusi melalui mekanisme pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan judicial review, tetapi dalam praktik, banyak perkara yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi secara formal dalam bentuk pengujian undang-undang, tetapi secara substansial termasuk pengaduan konstitusional (Constitutional complaint dan constitutional questions). Urgensi perlunya memperluas kewenangan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan pengaduan konstitusional, sampai saat ini masih terdapat pro dan kontra di kalangan ahli hukum, sementara kebutuhan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga semakin perlu digesa. Pada tataran implementasi, karena Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan pengaduan konstitusional, tidak menutup kemungkinan banyak pengaduan konstitusional yang tidak dapat ditindak lanjuti oleh Mahkamah Konstitusi.
HAK MENGUASAI NEGARA DALAM PENGATURAN SUMBER ENERGI BARU DAN TERBARUKAN febri handayani; Lysa Angrayni
EKSEKUSI Vol 5, No 1 (2023): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v5i1.21565

Abstract

Konsep tentang hak menguasai negara seringkali menjadi perdebatan ketika cita-cita ideal yang terkandung dalam konstitusi tidak seimbang dengan implementasi yang diharapkan, terutama hak menguasai Negara di sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Kajian mengenai konsep hak menguasai negara dalam tulisan ini berkaitan dengan bagaimana seharusnya konsep hak menguasai negara dalam pengaturan EBT; dan upaya apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi penyimpangan konsep hak menguasai negara dalam perspektif hukum. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, diperoleh hasil bahwa konsep hak menguasai negara yang diatur dalam peraturan yang berkaitan dengan energi baru dan terbarukan seharusnya dirumuskan dengan konstruksi pengaturan yang jelas dan sinkron dengan rumusan norma dasar dalam UUD 1945 agar tidak terjadi penyimpangan dalam memaknai konsep tersebut. Sehingga kepastian hukum dalam pembagian wewenang antar pemangku kepentingan sangat diperlukan agar tidak terjadi konflik kepentingan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan Indonesia bebas korupsi.
KEBIJAKAN MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE Angrayni, Lysa
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.06 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1428

Abstract

Kejahatan yang tergolong ringan dengan kerugian relatif kecil lebih tepat diselesaikan melalui sarana mediasi penal. Namun, legalitas dari mediasi penal belum diakomodir dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik membahas penyelesaian perkara tindak pidana ringan dalam sistem peradilan pidana, dengan permasalahan: Apa dasar/alasan untuk menentukan kebijakan dalam menggunakan sarana mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan? Apa urgensi mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan sebagai upaya perwujudan restorative justice? Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dapat disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Hasil penelitian ini menyimpulkan dasar/alasan untuk menentukan kebijakan dalam menggunakan sarana mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan: Pertama, perlu memberikan rumusan yang tegas berkenaan dengan ketentuan mediasi penal. Kedua, dalam menentukan kebijakan untuk memformulasi mediasi penal dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, perlu ditentukan kriteria tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui jalur mediasi penal. Urgensi mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan perspektif restorative justice dari aspek administrasi peradilan adalah untuk mengurangi penumpukan perkara. Peningkatan jumlah perkara yang masuk ke pengadilan untuk saat ini menyebabkan semakin banyaknya beban pengadilan untuk menyelesaikan perkara dengan waktu yang terbatas. Namun, dapat dikemukakan urgensi perlunya mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan apabila dilihat dari perspektif restorative justice, sebagai berikut: Pertama, karena masyarakat yang lebih mendominasi berkembangnya sistem hukum. Kedua, perlunya menghadirkan hukum modern menggantikan hukum tradisional.
Problematika Ketenagakerjaan di Kota Batam Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Handayani, Febri; Angrayni, Lysa
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 2 (2017): Hukum Bisnis dan Hukum Tata Negara
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.174 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i2.1440

Abstract

Tujuan penelitian ini menjelaskan problematika hubungan ketenagakerjaan di Kota Batam menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jenis penelitian ini penelitian hukum normatif-empiris (applied law research), yaitu melihat hukum dalam kenyataan. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa problematika ketenagakerjaan di Kota Batam terkait PKWT dan upah. Faktor-faktor penyebab problematika ketenagakerjaan di Kota Batam, yaitu faktor yuridis, berupa kekeliruan penafsiran undang-undang, kelemahan sistem register, tidak diaturnya sanksi terhadap pelanggaran PKWT dan lemahnya sistem pengawasan ketenagakerjaan. Kebijakan pemerintah daerah mengatasi problematika ketenagakerjaan hanyalah melakukan pengawasan yang berkaitan dengan perlindungan norma kerja. Kesimpulan penelitian ini bahwa secara tekstual hukum ketenagakerjaan telah cukup memberikan pengakuan dan jaminan hukum terhadap hak-hak buruh. Namun, penegakan hukumnya masih lemah sehingga belum mampu mewujudkan perlindungan hak-hak buruh. Ada beberapa faktor penyebab problematika ketenagakerjaan di Kota Batam. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Batam dalam menangani permasalahan ketenagakerjaan. Upaya dilakukan, seperti pencatatan PKWT dan koreksi terhadap PKWT yang belum memenuhi peraturan, melakukan koreksi atas peraturan perusahaan yang memerlukan pengesahan, melakukan proses mediasi terhadap permasalahan tenaga kerja, dan memberikan saran-saran untuk perbaikan.
EDUKASI PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DALAM UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA INDONESIA ANTI TRAFFICKING DI KELURAHAN TANGKERANG SELATAN KOTA PEKANBARU Handayani, Febri; Angrayni, Lysa; Darwis, Muhammad; Kastulani, Mohd.
Diklat Review : Jurnal manajemen pendidikan dan pelatihan Vol. 7 No. 3 (2023): Inovasi Sosial dan Penguatan Kapasitas Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Publisher : Komunitas Manajemen Kompetitif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35446/diklatreview.v7i3.1522

Abstract

This article discusses the implementation of legal education regarding the criminal act of human trafficking as an effort to create an anti-trafficking Indonesian family. Family economic problems often cause people to look for shortcuts to make ends meet without first considering the negative effects of the actions they take. In the era of globalization which is marked by the development of digital life, new problems have emerged in society with the development of various modes of crime that need serious attention. From conventional crimes within countries, which then developed into transnational crimes, human trafficking has been categorized as a transnational crime. In implementing the Tri Dharma, universities have the task of serving dharma to the community, strengthening the community and directing the community to understand the legal aspects of human trafficking in order to strengthen the community's legal awareness in order to avoid the crime of human trafficking.
Upaya Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Di Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Aspek Pancasila Silvi Chairani; Najwa Rihadotul Aisy; Arrohmi Absus; Siti Asari; Xing Binti Samsurizal; Lysa Angrayni
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 2 No. 3 (2024): Agustus : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v2i3.3447

Abstract

Kekerasan seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan tindak pidana yang merusak harkat dan martabat manusia, serta merupakan bentuk diskriminasi yang harus diberantas. Undang-Undang Tahun 2022 No. 12 (Undang-Undang TPKS) mendefinisikan tindak pidana kekerasan seksual dalam Pasal 1 Ayat 1 sebagai perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang tersebut, serta tindak kekerasan seksual lainnya sepanjang tidak ditentukan dalam undang-undang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meminimalisir dan mencegah kasus TPKS, menciptakan keadilan bagi korban, serta mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan perguruan tinggi dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan memanfaatkan bahan pustaka atau data sekunder. Dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya kasus kekerasan seksual adalah faktor internal, yakni kedekatan emosional antara pelaku dan korban, serta faktor eksternal yang meliputi kondisi atau lingkungan sekitar korban. Penelitian ini difokuskan pada kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di Indonesia saat ini dan upaya-upaya pencegahannya. Dukungan khusus sangat diperlukan untuk korban yang umumnya berasal dari lingkungan dengan perkembangan mental yang belum sempurna.
Hak Dan Kedudukan Perempuan Korban Pelecehan Seksual Dalam Sistem Peradilan Pidana Fadyo Rezky Farel; Fadiyah Faradillah; Susila Wardani; Salsabila Fitria; Nada Putri Frissylia; Lysa angrayni
Eksekusi : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Negara Vol. 2 No. 3 (2024): Agustus : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Negara
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Yappi Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/eksekusi.v2i3.1254

Abstract

Artikel ini mengkaji hak dan kedudukan perempuan korban pelecehan seksual dalam hukum acara pidana. Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan perlindungan hukum dalam hukum acara pidana untuk menjaga hak-hak perempuan yang mengalami pelecehan seksual. Selain menjadi sasaran pelecehan, perempuan sering kali dianggap sebagai penyebab dan penggerak kejahatan pelecehan, sehingga terkadang mereka tidak mendapat perlindungan hukum yang sesuai. Perempuan sebagai korban pelecehan berada diposisi yang sangat rentan dan memerlukan perlindungan khusus dan terjaminnya hak-hak yang sesuai dan efektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan kombinasi tinjauan literature: Meninjau teks hukum, keputusan pengadilan,dan penelitian akademis yang relevan mengenai topik tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, sistem hukum saat ini kurang atau tidak efektif dalam melindungi hak-hak perempuan yang mengalami pelecehan seksual. Kurangnya kesadaran dan pemahaman mengenai pelecehan seksual di kalangan profesional hukum dan masyarakat umum serta masih berkembangnya budaya patriarki didalam masyarakat. Kesimpulan penelitian ini adalah sistem hukum saat ini tidak berfungsi secara baik dalam melindungi hak-hak perempuan ketika mereka menjadi korban pelecehan seksual. Sehingga perlu adanya perlindungan khusus dimana terpenuhinya hak-hak korban dan juga meningkatkan kesadaran mengenai pelecehan dalam masyarakat yang cenderung masih terdoktrin oleh budaya patriarki.