Claim Missing Document
Check
Articles

Iconography of Woman Image in Sri Tanjung Relief at Candi Surowono Giri Nugraha; I Wayan Adnyana; Wayan Karja
Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management Vol. 1 No. 1 (2022): Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (830.265 KB) | DOI: 10.31091/jacam.v1i1.1591

Abstract

This study aims to analyze the iconographic woman image in Sri Tanjung relief at Candi Surowono located in Kediri Regency, East Java. The qualitative research done involves understanding, concepts, values, and characteristics attached to the object of research. It uses a humanities approach with Panofsky's Iconology Theory. The relief of one of the panels (1400 AD) carved at Candi Surowono is seen as an embodiment resembling two human figures. One male figure is carved holding a female figure with an expression of body anatomy full of intimacy with each other. The central human figure and the expression of holding this are present on the background of the patra motif, buds, accompanied by leaf tendrils and a motif that looks like a flower resembling a mandala is depicted shading these two human figures. The feeling of love and longing for something that cannot be described (ngalembana) is present in the embodiment of these two figures. This classic visual art presents a shock, as if space and time have melted into one. The theme of the image conveys the wisdom of the ancestors in providing a free perspective on woman, love, and compassion.
Makna Warna I Wayan Karja
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 1 (2021): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasionar Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Warna adalah cahaya dan energi, warna terlihat karena dipantulkan melalui semua jenis partikel, molekul, dan benda. Ada beragam panjang gelombang yang dapat dikategorikan sebagai cahaya. Setiap warna memiliki frekuensi dan getaran tertentu, yang diyakini banyak orang dapat berkontribusi pada sifat spesifik yang mempengaruhi energi di dalam tubuh manusia. Sel-sel tubuh bereaksi terhadap cahaya yang berpengaruh pada stabilitas fisik, emosional, mental, dan spiritual. Lingkaran warna primer (merah, kuning, dan biru), warna sekunder (oranye, hijau, dan ungu), dan pencampurannya menghasilkan warna tersier. Warna banyak digunakan sebagai tanda, simbol, ikon, dan media komunikasi visual. Di Bali makna warna sangat signifikan, mewakili bentuk dan simbol dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan filosofis agama Hindu. Artikel ini berfokus pada makna warna, utamanya tentang makna warna mandala Bali yang memainkan makna simbolis-religius-magis dalam dinamika seni dan budaya. Dalam lingkaran mandala Bali, setiap arah mata angin diwakili oleh warna tertentu, dewa, senjata, hari, angka, dan warna organ dalam tubuh. Sebagai penelitian kualitatif, metode penelitian yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Proses penelitian tersebut menemukan beberapa makna warna, diantaranya makna referensi, psikologi, dan sosial. Personifikasi pangurip-urip/pasupati; sebagai proteksi; identitas seni, dan budaya; cerminan sifat kharakter dan kepribadian; dan sebagai jembatan sakala-niskala, tangible-intangible. Warna memiliki makna terapeutik sebagai media untuk membangkitkan emosi dan kesadaran Semesta. Kontemplasi tentang cahaya warna dapat meningkatkan kepekaan kesadaran kosmik, lenyapnya kegelapan, munculnya sinar Tuhan. Sublimasi dan titik kulminasi sinar warna yang suci cerminan penyatuan Atman dan Brahman. Berdasarkan proses kajian ini, proyeksi ke depan cahaya/warna sangat penting terus diteliti karena sifatnya yang terapeutik.
REPRESENTASI AIR PADA KARYA SENI LUKIS I Wayan Karja
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 2 (2022): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasionar Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Air sebagai sumber hidup dan kehidupan memiliki lahan imajinasi penciptaan seni visual yang disertai nilai filosofis, simbolis, dan estetis yang tidak terbatas. Permukaan air yang sangat tenang dan jernih memantulkan bayangan yang sangat indah dan menarik untuk dilukis. Di sisi lain, riak gelombang dan irama air sangat menarik untuk direpresentasikan. Kompleksitas air sebagai ide pematik seni lukis mengalir seperti air itu sendiri, selalu membuka ruang baru dalam setiap kreasi. Objek representasi ini meliputi air danau, sungai, laut, dan ekspresi abstraksi personal yang bebas. Tujuan dari penciptaan adalah untuk mengabadikan air dalam bentuk karya seni lukis sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan kepekaan tentang keberadaan dan kemuliaan air. Tempat penciptaan di alam dan studio. Metode penciptaan diawali dengan observasi, renungan, sketsa-sketsa, berkarya di alam terbuka, dan kerja studio sebagai ekspresi play-flow-freedom. Hasil penciptaan berupa karya seni lukis dengan tema air berbagai ukuran dari 80 cm hingga 500 cm, akrilik di atas kanvas, satu karya diantaranya dipamerkan Galeri R.J. Katamsi Yogyakarta dan delapan lukisan di Art Jakarta, Agustus 2022.
Study of Literary Arts Education by Applying Basic Technique Learning Media of “Masatua” Bali Gusti Ayu Erma Yunita Dewi; I Wayan Karja
Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management Vol. 2 No. 2 (2023): Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jacam.v2i2.2803

Abstract

The existence of application media can facilitate the learning system, because it can be used anytime and anywhere. All of this can affect the learning outcomes of students, especially in the field of Balinese past (telling satua Bali or Balinese fairy tales or stories). This paper aims to find out the study of interdisciplinary science contained in art and literature education (the Satua Bali) through the application of learning media on the basic techniques of the Balinese past. The method used in this study is a descriptive qualitative approach method. A qualitative approach is in the form of expressions, sentences and descriptions of form, aesthetics and meaning in satua Bali, as well as other scientific studies contained in satua Bali. Masatua Bali lessons are very important to be instilled in students, because indirectly they can learn various other scientific studies through satua Bali. The lack of utilization of instructional technology media is also one of the triggers for students' lack of interest in learning Balinese past which will certainly affect student outcomes.
The Kalpika Natha Mascot Dance: A Substance of Anthropological, Semiotic, and Aesthetic Studies I Gusti Ayu Mas Nari Wulan; I Wayan Karja
Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management Vol. 2 No. 2 (2023): Journal of Aesthetics, Creativity and Art Management
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jacam.v2i2.2804

Abstract

The creation of a mascot dance entitled Kalpika Natha at SMP Negeri 2 Abiansemal is one of the ideas to create a symbol or identity through performing arts including dance, vocal art, and karawitan. In this interdisciplinary research, anthropological, semiotic, and aesthetic approaches are used. In anthropological studies, the art of mascot dance can be studied from the point of view of cultural and social aspects. The Kalpika Natha Mascot Dance as a representation of organizational identity can be a reflection of societal values and norms. Apart from that, the Kalpika Natha Mascot Dance can also be a medium to introduce and promote the culture of a region or country. Semiotic studies can assist in understanding the meaning and symbols contained therein which are interpreted through semiotic analysis to reveal the message the choreographer wants to convey. Furthermore, in the study of aesthetics, it can be seen from the form, the weight of the content of the Kalpika Natha dance. In this research, interdisciplinary studies of anthropology, semiotics, and aesthetics can provide a more comprehensive understanding of mascot dance as a form of performing art and promotional media. Thus, this research can provide broader implications for the development of the Kalpika Natha Dance in the future.
MAKEPUNG TRADITION: AESTHETICS OF ESSAY PHOTOGRAPHY THROUGH EDFAT AND SKIN MEDIA TRANSFER I Dewa Putu Ari Kresna Artha Negara; I Wayan Karja; I Komang Arba Wirawan; Ni Wayan Ardini
Journal of Aesthetics, Design, and Art Management Vol. 2 No. 2 (2022): Journal of Aesthetics, Design, and Art Management
Publisher : Yayasan Sinergi Widya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58982/jadam.v2i2.260

Abstract

Purpose: This study is to identify the makepung tradition in Jembrana Regency, Bali, through essay photography. Research methods: The process of creating this photographic work begins with designing a concept with ideas, themes, and objects to be created, namely the makepung tradition in essay photography. The EDFAT theory, namely entire, detail, frame, angle, and time is applied as the basis for the theory of creation. Cowhide is used as a print medium for the photo essay. The process starts from skin selection, drying, and editing to printing photos on the leather media. Findings: Makepung is the peak of the joy of the farmers in being grateful for their harvest. Photographic essays in the series photo genre are composed of pure photographic works, into photos with writings that aim to tell the tradition. The photo works convey messages through photo essays of the tradition. Implications: This creation can provide new experiences for creators and the community to make photo essays or series so that people know the series of makepung tradition events from beginning to end.
The Acceptance of Wayang Kamasan Porcelain Ceramics at Petitenget Temple Bali Rai, Sunarini; I Wayan, Mudra; Anak Agung Ayu Oka, Saraswati; I Ketut, Muka; I Wayan, Karja
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 39 No 3 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v39i3.2795

Abstract

Temples, integral to Hindu Dharma worship, are quintessential features of Balinese architectural tradition. Among these, Petitenget Temple stands out with its distinctive interior, adorned with ceramic plates embellishing the pelinggih (shrine). This study focuses on Petitenget Temple, where porcelain ceramic plates featuring the Wayang Kamasan motif are utilized within the Tri Angga framework, representing a novel exploration. Research related to the study of the use of porcelain ceramics as ornaments in old buildings in Bali. Previous research has been carried out but has not been studied in depth on the use of Wayang Kamasan motifs on pelinggih with the Tri Angga concept in particular. This research aims to reveal the form, meaning, and aesthetic value of porcelain ceramics with wayang kamasan motifs as ornaments on pelinggih. Using qualitative methods with a descriptive approach, data collection involved observation, in-depth interviews, and documentation, and data reduction flow. Meanwhile, the data source sampling technique uses purposive sampling. The findings obtained through analysis of the Wayang Kamasan motif applied to porcelain ceramic plates at Petitenget Temple, Kerobokan Badung, are the harmony of Wayang motif porcelain ceramics, as a prototype or reference for preserving the use of Wayang Kamasan motif porcelain ceramics in sacred buildings and other functions, and temple visitors can enjoy the form, meaning, and aesthetics displayed by the porcelain ceramics with Wayang Kamasan motifs installed. From this research, it can be concluded that Wayang Kamasan porcelain ceramics are accepted by the community, temple owners, or Petitenget Temple owners.
ABSTRAKSI LAUT DAN SAMUDERA PADA KARYA SENI LUKIS Karja, I Wayan
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 3 (2023): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Secara fisik-nonfisik, laut dan samudera adalah mahaluas, sehingga muncul ungkapan lokal Bali, segara tanpa tepi, sumber inspirasi yang tidak terbatas bagi penciptaan karya seni lukis. Artikel ini bertujuan untuk mengabstraksikan ketidakterbatasan tersebut dengan cara eksplorasi bentuk dan isi yang lebih mendalam tentang laut dan samudera pada karya seni lukis. Metode penciptaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Persiapan mental; 2) membuat sketsa; 3) memainkan elemen-elemen visual; 4) membiarkan proses mengalir alamiah; 5) membebaskan diri dari keterikatan; 6) analisis estetik-terapeutik; dan 7) visualisasi kreatif refleksi batin. Hasilnya, lukisan laut dan samudera tidak hanya mencerminkan pemandangan fisik, tetapi juga menggali makna lebih mendalam mengenai perjalanan dan keberanian dalam menghadapi tantangan kehidupan. Melalui abstraksi ini, penulis mengajak penikmat seni untuk merenung dan meresapi pesan-pesan yang terkandung pada lukisan mengenai kompleksitas laut dan samudera yang mahaluas. Bagaimana seni dapat membuka ruang imajinasi, stimulasi emosi, dan meningkatkan apresiasi terhadap keindahan dan kompleksitas alam. Implikasi dari penciptaan ini adalah mengembangkan kontemplasi perjalanan artistik untuk mengajak kita mengeksplorasi, menghargai, dan menjaga alam sebagai harta yang tidak ternilai. Proses kreatif ini merupakan panggilan batin untuk lebih menghubungkan diri dengan energi alam dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi yang tak terputuskan dalam ekspresi kreatif dan apresiasi alam terhadap esensi hidup dan kehidupan. Analisis ini berpotensi untuk menciptakan pandangan baru mengenai pemahaman, artikulasi, dan pengalaman untuk sadar menjaga keseimbangan antara diri dengan lingkungan melalui abstraksi laut dan samudera pada seni lukis.
Ambus Pati Arum: Penciptaan Karya Busana Berkonsep Tradisi Pemakaman Desa Trunyan Berkolaborasi dengan CV. Terimakasih Banyak Lestari, Kadek Ditha Oktaviani; K. Tenaya, A.A. Ngurah Anom Mayun; Karja, I Wayan
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 3 No. 1 (2023): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/bhumidevi.v3i1.2246

Abstract

Ambus Pati Arum merupakan karya busana dengan konsep tradisi pemakaman desa Trunyan atau disebut mepasah sebagai ide pemantik utama dan berkolaborasi dengan CV. Terimakasih Banyak yang akan direalisasikan ke dalam 3 jenis busana yaitu ready to wear, ready to wear deluxe dan couture. Realisasi karya tersebut memerlukan tahapan yang sistematis agar busana yang dihasilkan dapat terwujud sesuai dengan sumber ide yang telah ditentukan. Tahapan perancangan busana yang dapat diterapkan adalah tahapan proses desain fashion bertajuk Frangipani: The Secret Steps of Art Fashion oleh Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana yaitu : (1) Menemukan ide pemantik berdasarkan budaya Bali, (2) Riset dan sumber seni fesyen, (3) Analisa estetika elemen seni fesyen berdasarkan kekayaan budaya Bali, (4) Menarasikan ide seni fesyen ke dalam visualisasi dua dimensi atau tiga dimensi, (5) Memberikan jiwa-taksu pada ide seni fesyen melalui contoh, sampel, dan kosntruksi pola ,(6) Menginterpretasikan keunikan seni fesyen yang tertuang pada koleksi final (7) Mempromosikan dan membuat seni fesyen yang unik, (8) Afirmasi merek (9) Mengarahkan produksi seni fesyen melalui metode kapitalis humanis, (10) Memperkenalkan bisnis seni fesyen. Hasil dari penerapan Frangipani ini yaitu mewujudkan karya busana yang sesuai dengan prinsip desain sampai dengan tujuan komersil/bisnis.
Rong Ratri: Patung Komposisi Makhluk Mitologi Sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Busana Berkolaborasi Dengan Tudisign Febrianti, Ni Luh Nila; Sukmadewi, Ida Ayu Kade Sri; I Wayan Karja
BHUMIDEVI: Journal of Fashion Design Vol. 4 No. 1 (2024): Bhumidevi
Publisher : Pusa Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karya patung I Nyoman Tjokot yang berjudul “Komposisi Makhluk Mitologi” merupakan patung konfigurasi imajinatif tentang makhluk – makhluk dari dunia mistis. Bentuk – bentuknya cenderung mengarah pada idiom visual yang bersifat demonis dengan ekspresi yang menakutkan. Sosok – sosok totem dalam tekstur kasar, saling bertumpuk dengan bentuk dan gerak tubuh yang bebas. Rongga-rongga selain memberi batas bentuk juga menjadi aksentuasi suasana primitif. Dalam karya-karyanya, Nyoman Tjokot cenderung tidak mengukir dengan rumit, apalagi menghaluskan figur-figurnya. Patung Komposisi Makhluk Mitologi diwujudkan dalam bentuk analogi dalam sebuah karya dengan kata kunci yang terpilih. Metode penciptaan karya yang digunakan yaitu terdiri dari delapan tahapan penciptaan “Frangipani” Desain Fashion dari Dr. Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, tahun 2016 meliputi design brief, research and sourching, analizing art fashion, narrating art fashion, giving a soul, interpreting art fashion, promoting branding, affirmation branding, navigating art fashion, production business. Penciptaan karya busana ready to wear, ready to wear deluxe, dan semi couture ini diwujudkan dengan ide pemantik Patung Komposisi Makhluk Mitologi dengan style exotic dramatic. Diharapkan hasil penciptaan ini dapat memperkenalkan dan mengenang karya dari salah satu masterpiece ternama di Bali.