Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP SISTEM PENGEMBALAN UANG KEMBALIAN PELANGGAN PADA INDUSTRI RETAIL DI MANADO Allove Risard Manolong; Grace H. Tampongangoy; Edwin N. Tinangon
LEX PRIVATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah Mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan hukum perlindungan konsumen sistem pengembalian uang di Industri Retail dan Mengetahui dan memahami bagaimana akibat hukum dari sistem pengembalian uang kembalian pelanggan di Industri Retail. Dengan metode penelitian yuridis normative: 1. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu persyaratan untuk melakukan transaksi jual beli adalah adanya alat tukar yang “sah”. Hal tersebut dipertegas dengan merujuk pada UU Bank Indonesia dalam pasal 2 ayat (2), yang menyebutkan “Uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Republik Indonesia”. Penggantian uang kembalian menggunakan permen ini seringkali dilakukan dengan alasan para pelaku usaha di Industri retail tidak mempunyai uang kembalian ataupun kehabisan stok uang koin. Namun jika dilihat dalam Pasal 7 huruf a UU Perlindungan Konsumen (UUPK) seharusnya pelaku usaha sudah seharusnya memiliki kemauan atau itikad yang baik untuk memberikan sisa uang kembalian dengan memakai uang rupiah sebagai alat pembayarannya. 2. Mengacu pada UU No 7 Tahun 2011 tentang mata uang, alat pembayaran yang sah pada dasarnya adalah uang. Dan bukan permen atau yang lainnya. Selain itu, masih di aturan yang sama, Pasal 21 ayat 2 dijelaskan, bahwa rupiah wajib digunakan dalam penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah Indonesia. Jadi, bagi penjual atau pedagang yang tidak menjalankan ketentuan tersebut, sesuai pasal 33 ayat 1 UU Mata Uang, bisa dikenai pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. Kata Kunci: perlindungan konsumen, sistem pengembalian uang, industri retail.
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEKERJA YANG MENGUNDURKAN DIRI SEBELUM MASA PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BERAKHIR Thrisya Elisabeth Engelina Ch. A. Langi; Jemmy Sondakh; Edwin N. Tinangon
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 2 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana tinjauan yuridis mengenai pekerja yang mengundurkan diri sebelum masa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berakhir dan untuk mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaian hukum terhadap pekerja PKWT yang tidak membayar denda kepada perusahaan setelah melakukan pengunduran diri. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Menurut Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003, penjatuhan sanksi kepada pekerja yang mengundurkan diri sebelum masa kontrak habis dapat dikenakan sanksi yaitu pekerja yang mengakhiri hubungan kerja, diwajibkan untuk membayar ganti rugi karena dianggap telah merugikan perusahaan dan akan dikenakan denda yang berbeda-beda sesuai dengan pekerjaannya. Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 17, menyebutkan bahwa “Dalam hal salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/buruh.”. 2. Mekanisme penyelesaian hukum terhadap pekerja yang tidak membayar denda kepada perusahaan setelah melakukan pengunduran diri adalah dengan melakukan penyelesaian hubungan industrial diluar pengadilan, yaitu perundingan seperti perundingan bipartrit, perundingan tripartrit yang didalamnya terdapat mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Apabila dalam proses itu tidak ditemukan titik terang antar pihak maka perusahaan dapat melakukan pengajuan ke lembaga penyelesaian hubungan industrial. Kata Kunci : pekerja yang mengundurkan diri, PKWT
TINJAUAN PIDANA TERHADAP PENYADAPAN GETAH PINUS DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SOPUTAN Jeremy Peter Lasut; Herlyanty Y. A. Bawole; Edwin N. Tinangon
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 2 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait kasus penyadapan getah pinus dan untuk mengetahui bagaimana pemberian sanksi tindak pidana terhadap pelaku penyadapan getah pinus. Dengan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan : 1. Pengaturan hukum penyadapan getah pinus terdapat beberapa undang-undang dan regulasi yang mengatur penyadapan getah pinus di Indonesia, termasuk Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pencegahan Perusakan Hutan. Ketepatan, kejelasan, dan konsistensi implementasi peraturan ini masih memerlukan perhatian lebih. 2. Terdapat sanksi pidana yang telah diatur dalam undang-undang yang dapat diterapkan terhadap pelaku penyadapan getah pinus tanpa izin, yakni dalam praktiknya, penegakan hukum dan konsistensi penerapan sanksi masih menjadi permasalahan. Kata Kunci : penyadapan getah pinus, hutan lindung gunung soputan
KAJIAN PUTUSAN NOMOR 7/Pid.B/LH/2022/PN TONDANO ATAS KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN DI LUAR WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN Natanael Mario Pantouw; Herlyanty Y. A. Bawole; Edwin N. Tinangon
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 3 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum tindak pidana pertambangan di luar wilayah izin usaha pertambangan dan untuk mengetahui kajian tentang putusan nomor 7/Pid.B/LH/2022/PN Tondano dalam perkara kerusakan lingkungan akibat pertambangan di luar wilayah izin pertambangan. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administrative, perdata dan pidana. Selanjutnya penegak hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Kegiatan pertambangan tanpa izin merupakan faktor timbulnya kerusakan kawasan hutan yang tidak terkendali akibat tidak diterapkannya good mining practices. Maraknya kegiatan pertambangan illegal mining tidak terlepas dari beberapa faktor yang melandasi keberadaannya, yaitu faktor ekonomi, pelaku ingin menghindari kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan, sulitnya mendapatkan IUP, minimnya sosialisasi mengenai peraturan perundang-undangan, dan lemahnya penegakan hukum. 2. Perbuatan pertambangan tanpa izin adalah suatu kejahatan karena melanggar ketentuan dalam Pasal 158 Undang-Undang Minerba, mendatangkan kerugian baik secara materil maupun imateril kepada masyarakat dan negara, serta menghalangi cita-cita negara dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengaturan perbuatan ini merupakan bagian dari upaya penanggulangan kejahatan menggunakan sarana pidana. Kata Kunci : pekerja pada perjanjian kerja waktu tertentu
Objek Sengketa Konsumen Yang Bukan Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Bpsk) Faren Marhan Wokas; Fonnyke Pongkorung; Edwin N. Tinangon
LEX PRIVATUM Vol. 14 No. 5 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Negara Indonesia sebagai negara hukum senantiasa menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara, termasuk perlindungan terhadap konsumen. Dalam konteks perekonomian yang berkembang pesat, konsumen sering kali dihadapkan pada ketidakseimbangan dalam hubungan dengan pelaku usaha, yang dapat memicu sengketa. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang mencakup penyelesaian sengketa konsumen baik melalui jalur litigasi di pengadilan maupun non-litigasi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Namun, masih ada ketidakpastian mengenai kewenangan BPSK dalam menangani sengketa konsumen, khususnya ketika objek sengketa di luar kewenangan BPSK. Hal ini sering menimbulkan protes dari pihak yang merasa dirugikan, baik konsumen maupun pelaku usaha. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan BPSK dalam mengadili sengketa konsumen serta memberikan pemahaman mengenai kepastian hukum bagi konsumen terkait putusan BPSK yang objek sengketanya berada di luar kewenangan BPSK. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan mengumpulkan data dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai perlindungan konsumen dan peran BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen. Kata Kunci : Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Perlindungan Konsumen, Sengketa Konsumen
UPAYA MEDIASI PENAL TENTANG PROSES TERJADINYA SENGKETA MEDIS Pamela Ginati Lapian; Karel Y. Umboh; Edwin N. Tinangon
LEX PRIVATUM Vol. 15 No. 1 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum dalam menyelesaikan sengketa Medis dan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa medis dengan menggunakan upaya penal. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan kesimpulan yaitu: 1. Pada prinsipnya mediasi dalam perkara pidana (mediasi penal) tidak dikenal dalam hukum pidana, walaupun dalam ketentuan ada pengaturan tentang penyelesesaian di luar pengadilan. Mediasi penal ialah suatu perwujudan dari adanya keadilan restoratif (restorative justice) yang garis besarnya untuk terciptanya sebuah keadilan bagi korban dan pelaku tindak pidana agar dapat dipulihkan kedudukannya. 2. Mediasi penal dalam penanganan sengketa malpraktik medis hanyalah bersifat untuk meringankan tuntutan saja dimana pelaku tetap akan dipidana sebagaimana awalnya akan tetapi melalui penerapan mediasi penal ini bisa saja pidananya akan diperingan. Kata Kunci : mediasi penal, sengketa medis
ANALISIS PERAN PENGAWASAN BANK INDONESIA UNTUK MENJAGA STABILITAS SISTEM KEUANGAN Marcella G. H. A. Wowor; Edwin N. Tinangon; Grace Karwur
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan peran pengawasan Bank Indonesia untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan untuk mengetahui pelaksanaan peran pengawasan Bank Indonesia untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan kesimpulan yaitu: 1. Dalam tugas pengawasan bank terdapat koordinasi antara bank Indonesia dengan OJK. Bank Indonesia melakukan kewenangannya di bidang macroprudential, dan OJK di bidang microprudential. OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan. 2. Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki peran sentral dalam pengaturan serta pengawasan sektor perbankan. Dalam menjalankan tugas ini, Bank Indonesia mengimplementasikan strategi pengawasan yang berbasis pada prinsip kehati-hatian serta kolaborasi dengan lembaga pengawas lainnya, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan landasan hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, lembaga ini bertanggung jawab menjaga kesehatan perbankan, melindungi nasabah, dan memastikan sistem keuangan yang aman dan stabil. Selain itu, pembentukan OJK sebagai pengawas independen menambah kekuatan pengawasan dengan mencakup sektor jasa keuangan secara lebih komprehensif, sehingga mampu meminimalkan risiko sistemik. Kata Kunci : bank Indonesia, OJK, pengawasan
ANALISIS HUKUM DAMPAK REKLAMASI PANTAI TERHADAP EKOSISTEM LAUT DI KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO Rafael Josep Lahutung; Herlyanty Y. A. Bawole; Edwin N. Tinangon
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami regulasi reklamasi pantai di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dan untuk mengetahui dan memahami penegakkan hukum terhadap dampak yang ditimbulkan reklamasi pantai di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan kesimpulan yaitu: 1. Pengelolaan reklamasi berpedoman pada regulasi nasional, seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Terkecil. 2. Penegakkan hukum terhadap dampak yang ditimbulkan akibat reklamasi pantai di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, masih menghadapi banyak kendala baik dari segi regulasi maupun implementasi. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak reklamasi pantai terhadap ekosistem laut di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, menjadi suatu masalah serius dan berdampak besar terhadap ekosistem laut ketika reklamasi pantai dibiarkan. Kata Kunci : reklamasi pantai, kabupaten kepulauan Sitaro
KAJIAN HUKUM TERHADAP KEPAILITAN BANK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN (STUDI KASUS PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT INDOTAMA UKM SULAWESI di MAKASSAR) Angelina Marchella Lumunon; Sarah D. L. Roeroe; Edwin N. Tinangon
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketentuan hukum mengenai kepailitan bank berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan untuk mengkaji kasus kepailitan PT. Bank Perkreditan Rakyat Indotama UKM Sulawesi di Makassar dari perspektif hukum. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan kesimpulan yaitu: 1. Ketentuan hukum kepailitan di Indonesia awalnya diatur oleh Faillissements-verordening Staatsblad 1905, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan akhirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. 2. Kasus PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indonesia menunjukkan bagaimana UU No. 10 Tahun 1998 diimplementasikan dalam kasus kepailitan bank. Proses pailit dimulai setelah pengajuan oleh kreditur melalui Pengadilan Niaga, yang akhirnya memutuskan bahwa PT. BPR Indonesia pailit. Kata Kunci : kepailitan, BPR Indotama UKM Sulawesi
HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA PARIWISATA TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN DI DESTINASI WISATA BUKIT KASIH KANONANG Maria Regina Sondakh; Merry Elisabeth Kalalo; Edwin N. Tinangon
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 2 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak dan kewajiban pengusaha pariwisata terhadap kelestarian lingkungan di destinasi pariwisata. Dengan metode normatif dapat ditarik kesimpulan : 1. Hak pengusaha pariwisata Setiap orang berhak : Memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata, Melakukan usaha pariwisata, Menjadi pekerja/buruh pariwisata dan, Berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan. Setiap orang dan/ atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas : Menjadi pekerja/ buruh, Konsinyasi; dan Pengelolaan. Setiap orang berkewajiban: Menjaga dan melestarikan daya tarik wisata, Membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. Pasal 26 huruf k, Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban: Memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri, huruf l. Memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya. Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan dari adanya hubungan hukum, yaitu hak dan kewajiban. Akibat hukum yang timbul dari tidaknya dilakukan kewajiban adalah sanksi. Dalam hal ini sanksi itu berupa sanksi administratif yaitu berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha dan pembekuan sementara kegiatan usaha, dan ketentuan pidana dalam pasal 64 Undang-undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Kata Kunci : Hak dan Kewajiban, Destinasi Pariwisata, Kelestarian Lingkungan