Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Tafsir Lughawi: Historisitas dan Perdebatannya Edi, Edi; Fangesty, Maolidya Asri Siwi
Jurnal Iman dan Spiritualitas Vol 3, No 4 (2023): Jurnal Iman dan Spiritualitas
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jis.v3i4.31248

Abstract

Diantara cara untuk mengetahui makna Al-Qur’an adalah menggunakan corak bahasa karena Al-Qur’an sendiri berbahasa Arab. Para ulama pun telah melakukan kajian menggunakan corak tafsir lughawi ini meskipun terdapat banyak perdebatan di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan sejarah, batasan, perdebatan ulama mengenai tafsir lughawi dan kitab-kitab tafsir yang bercorak lughawi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tekhnik pengumpulan data library research (studi pustaka). Secara aplikatif, menjelaskan Al-Qur’an menggunakan bahasa sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Kemudian menafsirkannya dilakukan oleh Ibnu Abbas abad 1-2 hijriyah. Namun secara teoretis tafsir lughawi muncul di abad ke 5 hijriyah. Tafsir ini memuat bahasan nahwu, sharaf dan balaghah. Adanya tafsir lughawi tak lepas dari perdebatan para ulama karena tafsir ini dinilai terlalu bertele-tele, rujukan yang digunakan menggunakan kaidah bahasa Arab bukan ayat Al-Qur’an dan hadis serta cenderung subjektif pada kepentingan golongan mufassir dan melupakan tujuan utama untuk mencari makna Al-Qur’an. Diantara kitab tafsir lughawi yang masyhur adalah tafsir al-Kasysyaf, Bahrul Muhith, al-Bayan lil Qur’an al-Karim dan al-Furqan. Tafsir lughawi mengalami perkembangan terutama dalam metode penulisan tafsir al-Bayan lil Qur’an al-Karim karya Aisyah Abdurrahman Bintu Syathi’.
Manhaj Al-Khash: Studi atas Tafsir Fath Al-Qadir Karya Imam Al-Syaukani pada QS. Al-Hajj Fangesty, Maolidya Asri Siwi; Ikhsan, Mocammad; Hamdan Taviqillaah, Muhamad; Zulaiha, Eni; Taufiq, Wildan; M. Yunus, Badruzzaman
Mauriduna: Journal of Islamic Studies Vol 5 No 2 (2024): Mauriduna: Journal of Islamic Studies, November 2024
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab Ar Raayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37274/mauriduna.v5i2.1215

Abstract

Manhaj tafsir merupakan salah satu aspek dalam disiplin ilmu Tafsir Al-Qur’an yang digunakan untuk melihat kecenderungan dari suatu kitab tafsir. Penelitian ini berusaha untuk melihat kecenderungan Kitab Tafsir Fath Al-Qadir pada QS. Al-Hajj karya Imam Al-Syaukani, baik ditinjau metode umumnya maupun metode khususnya. Penelitian ini dirasa penting dilakukan karena ingin mengetahui kecenderungan Al-Syaukani dalam menafsirkan Al-Qur’an pada karya tafsirnya tersebut, karena diketahui ia berasal dari latar belakang lingkungan Syi’ah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan penyajian analisis deskriptif yang pengumpulan datanya menggunakan studi literatur. Penulis berkesimpulan bahwa Al-Syaukani dalam metode umumnya, ia menggunakan metode tahlili dan dominan menggunakan sumber bi al-ra’y, sedangkan metode khususnya selalu konsisten dengan sebelas langkahnya, seperti menyajikan ayat dan mengelompokkannya ke dalam kelompok ayat tertentu, menganalisis bahasa, menyebutkan riwayat-riwayat yang terkait, dll. Adapun dugaan kecenderungan Syi’ah, penulis tidak menemukannya pada penafsiran Al-Syaukani di dalam QS. Al-Hajj tersebut. Manhaj tafsir is one aspect in the discipline of Tafsir Al-Qur'an which is used to see the tendency of a book of interpretation.This study attempts to see the tendency of the Book of Tafsir Fath Al-Qadir in QS.Al-Hajj by Imam Al-Syaukani, both in terms of its general method and its special method.This study is considered important to be carried out because it is intended to determine Al-Syaukani's tendency in interpreting the Qur'an in his tafsir work, because it is known that he came from a Shiite background.This study is a qualitative study with the presentation of descriptive analysis whose data collection uses literature studies.The author concludes that Al-Syaukani in his general method, he uses the tahlili method and predominantly uses bi al-ra'y sources, while his special method is always consistent with his eleven steps, such as presenting verses and grouping them into certain groups of verses, analyzing language, mentioning related narrations, etc. As for the alleged Shiite tendency, the author did not find it in Al-Syaukani's interpretation in QS. Al-Hajj.
Sosialisasi Al-Qur’an Melalui Metode Iqra di Madrasah Diniyah: Studi Komparatif di MDTA Nurul Iman dan MDTA Nurul Hikmah Sumedang Fangesty, Maolidya Asri Siwi; Rahtikawati, Yayan; Rusmana, Dadan
JIA (Jurnal Ilmu Agama) Vol 25 No 2 (2024): Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jia.v25i2.25400

Abstract

Metode Iqra merupakan cara yang marak digunakan di masyarakat terutama di desa karena eksistensinya yang telah lama muncul, tak terkecuali di Madrasah Diniyah. Namun, terdapat perbedaan efektivitas metode ini di Madrasah Diniyah. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan wawancara dan observasi dengan analisis komparatif serta menggunakan teori sosiologi struktural fungsional Emile Durkheim. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persamaan dan perbedaan pola sosialisasi Al-Qur’an melalui metode Iqra di MDTA Nurul Iman dan Nurul Hikmah serta menganalisis efektivitas metode iqra terhadap kemampuan membaca Al-Qur’an. Penelitian ini menunjukkan bahwa persamaan kedua MDTA ini adalah menggunakan Iqra versi lama, terdaftar di FKDT, santri yang mampu membaca Al-Qur’an mendapat ranking di sekolah, internal santri diklaim sebagai faktor utama tidak mampu membaca Al-Qur’an dan metode pengajaran. Sedangkan perbedaannya terletak pada jumlah santri yang mampu membaca Al-Qur’an, waktu mengaji, SDM dan fasilitas serta dukungan orangtua. Metode Iqra dinilai efektif untuk membaca Al-Qur’an karena mudah dan sistematis. Namun, terkadang keefektifitasan Iqra berkurang disebabkan oleh beberapa faktor yakni konten buku Iqra lama yang masih digunakan, waktu mengaji yang kurang sementara santri banyak, metode penyampaian guru, psikologis siswa yang lebih gemar bermain serta kurang rajin, keluarga yang kurang mendukung serta lingkungan teman dan gadget. Adapun faktor guru menjadi faktor utama yang dapat melahirkan faktor lainnya. Sebab dalam teori sosiologi struktural fungsional, guru menjadi posisi dominan dalam pembelajaran.
Re-Interpretasi Makna Perintah Isti’faf Perspektif Relasi Akhlak Mubadalah: Kajian Surah An-Nur Ayat 33 Fangesty, Maolidya Asri Siwi; Zulaiha, Eni
Az-Zahra: Journal of Gender and Family Studies Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : UIN Sunan Gunung Dajti Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/azzahra.v5i1.40770

Abstract

Penafsiran bias gender memaknai isti’faf dengan menjauhi zina yakni meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah. Namun, penafsiran adil gender memandang itu bukan satu-satunya makna. Maka dari itu diperlukan pembacaan ulang mengenai perintah isti’faf menggunakan relasi akhlak mubadalah dalam QS. An-Nur ayat 33. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prinsip-prinsip relasi laki-laki dan perempuan dalam metode mubadalah, mengetahui penafsiran bias gender dan adil gender mengenai isti’faf serta menemukan analisa gender dalam penafsiran isti’faf. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan library research. Penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip mubadalah adalah keadilan, kemaslahatan dan anti kemudaratan yang didasarkan pada prisip resiprokal atau kesalingan, bermuara pada akhlakul karimah, oleh, dari serta untuk laki-laki dan perempuan. Penafsiran isti’faf yang bias gender didapat dari Al-Qurthubi, Ath-Thabari dan Hasby Ash-Shiddieqy. Sedangkan penafsiran yang adil gender didapat dari Faqihuddin Abdul Kodir. Isti’faf dalam perspektif bias gender hanya menyasar pada laki-laki dan dimaknai menjauhi zina. Sementara perspektif adil gender menyasar laki-laki dan perempuan dan dimaknai bukan hanya menjauhi zina, tapi mendisiplinkan diri agar tidak terjerumus pada zina, yakni melakukan hal yang halal berupa hal positif dan produktif. Pemaknaan ini pada akhirnya akan menciptakan keluarga yang maslahat, berkeadilan dan minim konflik. Re-interpretasi seperti ini sesuai dengan prinsip tafsir adil gender yakni etika maslahah dan sesuai dengan maqashid syariah yakni hifdzu al-nasl (menjaga keturunan). Selain terjaganya status anak setelah menikah, terjaga pula diri pribadi anak, sebab lahir dari orangtua yang memiliki kualitas diri sehingga meniru orangtua dalam berprilaku dan berkiprah. Kemudian akan menghasilkan keturunan yang berkualitas pula bukan hanya mengedepankan kuantitas.
Interpretation of Quranic Verses: Life in the World Perspective of Tafsir Ruh Al-Ma'ani Al-Alusi Alfani, Ilzam Hubby Dzikrillah; Fitra, Akhmad Aidil; Fangesty, Maolidya Asri Siwi; Malintang, Jimmy; Khusnadin, Muhammad Hafidz
PUTIH: Jurnal Pengetahuan Tentang Ilmu dan Hikmah Vol. 10 No. 1 (2025): PUTIH: Jurnal Pengetahuan tentang Ilmu dan Hikmah Vol. X No. I
Publisher : Mahad Aly Al Fithrah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51498/putih.2025.10(1).1-16

Abstract

Worldly life refers to human activities that involve all material, social, emotional and spiritual aspects. Worldly life is often understood as a passage of time filled with challenges, opportunities, human relationships, achievements, and suffering. Therefore, this paper seeks to understand how the life of the world from the perspective of Islam through the tafsir approach. it aims to examine the life of the world from the perspective of Islam by utilizing the tafsir approach. In this case, tafsir serves as a tool to explore the meanings in the Qur'an that can provide a deeper understanding of how Muslims should live in the world. This paper is qualitative in nature by relying on written references both books, articles, and the web with regard to the theme of writing. This paper produces several points obtained from Al-Alusi's interpretation of life in the world, including advocating to do charity for the hereafter, zuhud in the world, not to be tempted by the jewelry of the world, and the world is used as a field for the hereafter. Therefore, this paper concludes that Al-Alusi's view of life in the world is that it must be tawazun (balanced) between the world and the hereafter. Life in the world is a provision for life in the hereafter. The world is double-edged, if it is used to seek the satisfaction of lust and lust, then the world has deceived humans. So that keiak will get punishment from Allah. However, if the life of the world is intended for the life of the hereafter and he does not take pleasure in the world. Then such a worldly life is the best of favors and the best of deeds for the hereafter. Thus, the zuhud life of a Sufi is not abandoning the world, but using the world for the life of the hereafter, and he can keep his mind on the divine path.
Re-Interpretasi Makna Perintah Isti'faf Perspektif Relasi Akhlak Mubadalah: Kajian Surah An-Nur Ayat 33 Fangesty, Maolidya Asri Siwi; Zulaiha, Eni
Az-Zahra: Journal of Gender and Family Studies Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : UIN Sunan Gunung Dajti Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/azzahra.v5i1.40770

Abstract

Penafsiran bias gender memaknai isti’faf dengan menjauhi zina yakni meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah. Namun, penafsiran adil gender memandang itu bukan satu-satunya makna. Maka dari itu diperlukan pembacaan ulang mengenai perintah isti’faf menggunakan relasi akhlak mubadalah dalam QS. An-Nur ayat 33. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prinsip-prinsip relasi laki-laki dan perempuan dalam metode mubadalah, mengetahui penafsiran bias gender dan adil gender mengenai isti’faf serta menemukan analisa gender dalam penafsiran isti’faf. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan library research. Penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip mubadalah adalah keadilan, kemaslahatan dan anti kemudaratan yang didasarkan pada prisip resiprokal atau kesalingan, bermuara pada akhlakul karimah, oleh, dari serta untuk laki-laki dan perempuan. Penafsiran isti’faf yang bias gender didapat dari Al-Qurthubi, Ath-Thabari dan Hasby Ash-Shiddieqy. Sedangkan penafsiran yang adil gender didapat dari Faqihuddin Abdul Kodir. Isti’faf dalam perspektif bias gender hanya menyasar pada laki-laki dan dimaknai menjauhi zina. Sementara perspektif adil gender menyasar laki-laki dan perempuan dan dimaknai bukan hanya menjauhi zina, tapi mendisiplinkan diri agar tidak terjerumus pada zina, yakni melakukan hal yang halal berupa hal positif dan produktif. Pemaknaan ini pada akhirnya akan menciptakan keluarga yang maslahat, berkeadilan dan minim konflik. Re-interpretasi seperti ini sesuai dengan prinsip tafsir adil gender yakni etika maslahah dan sesuai dengan maqashid syariah yakni hifdzu al-nasl (menjaga keturunan). Selain terjaganya status anak setelah menikah, terjaga pula diri pribadi anak, sebab lahir dari orangtua yang memiliki kualitas diri sehingga meniru orangtua dalam berprilaku dan berkiprah. Kemudian akan menghasilkan keturunan yang berkualitas pula bukan hanya mengedepankan kuantitas.
Karakteristik dan Model Tafsir Kontemporer Fangesty, Maolidya Asri Siwi; Ahmad, Nurwadjah; Komarudin, R. Edi
Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir Vol. 3 No. 1 (2024): Mashadiruna Jurnal Ilmu Al-Qurân dan Tafsir
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/mjiat.v3i1.34048

Abstract

Tafsir modern-kontemporer memberikan angin segar bagi khazanah keilmuan tafsir Al-Qur’an. Ia berusaha untuk menyingkap makna Al-Qur’an dengan cara mengembalikan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia dengan cara menerapkan prinsip al-ihtida bil qur’an, yakni menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup serta menjaga relevansi penafsiran dengan realitas kehidupan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan sejarah munculnya tafsir modern-kontemporer, model dan karakteristik tafsir modern-kontemporer serta kitab-kitab tafsir modern-kontemporer. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data library research (studi kepustakaan). Tafsir modern-kontemporer lahir pada abad 19 M akhir sampai dengan 21 M diawali oleh pemikiran Muhammad Abduh yang gencar menyebarkan paham pembaharuan atau tajdid. Ia juga melihat tafsir-tafsir di masa sebelumnya yang cenderung bertele-tele dan melupakan tujuan utama Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, terutama mengkritik tafsir yang bercorak lughawi sehingga lahirlah corak adabi ijtima’i. Corak lain yang ada pada masa ini adalah ilmi’, ilhadi dan feminisme. Sedangkan kitab-kitab tafsirnya adalah tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Raidha, Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutub dan Al-Misbah karya Quraish Shihab. Tafsir ini menggunakan sumber penafsiran bil ma’tsur dan bil ra’yi dan metode yang digunakan adalah maudhui, tahlili dan kontekstual. Diantara karakteristiknya adalah memadukan teori kekinian atau kontekstaulitas dengan kaidah teori Al-Qur’an, menyingkap dengan lugas aspek keindahan bahasa Al-Qur’an dengan singkat dan kembali memfungsikan Al-Qur’an sebagai petunjuk.Â