Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Konsep Pengasuhan Bersama (Join Custody) Pasca Perceraian dalam Pemeliharaan Anak Mernurut Hukum Islam Asy’ari, Abdul Hamid; Nelli, Jumni; Jera, Almi
Posita: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 3 No. 1 (2025)
Publisher : STIS Ummul Ayman, Pidie Jaya, Aceh, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52029/pjhki.v3i1.245

Abstract

Penelitian ini membahas konsep pengasuhan bersama (Join Custody) dalam pemeliharaan anak menurut Hukum Islam. Pengasuhan bersama dalam pemeliharaan anak pasca perceraian atau perpisahan merupakan isu yang sangat penting dalam hukum islam karena sangat erat kaitannya dengan perlindugan dan kesejahteraan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuai konsep pengasuhan bersama pasca perceraian menurut hukum islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian untuk memberikan data yang teteliti mungkin tentang pemeliharaan anak menurut hukum islam. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengasuhan bersama (Join Custody) sangat penting untung perkembangan dan pertumbuhan pemikiran anak dengan pertimbangan yang sangat cermat. Serta memberikan pedoman yang sangat jelas bahwa pengasuhan anak (Join Custody) pasca perceraian ada pada kedua orangtuanya karena yang pertama harus diperhatikan adalah kemampuan anak dan kepentingan anak serta kesanggupan untuk memberikan rasa nyaman kepada anak. Oleh karena itu, konsep pengasuhan bersama (Join Custody) tidak hanya berfokus terhadap aspek hukum tetapi juga pada aspek moral dan etika yang bertujuan untuk menjamin tumbuh kembang anak dalam lingkungan yang penuh perhatian dan kasih sayang.
KEARIFAN LOKAL DALAM SISTEM WARIS MAYORET DI INDONESIA Kalsum, Umi; Jamal, Khairunnas; Jera, Almi
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran Vol. 8 No. 2 (2025): Volume 8 No. 2 Tahun 2025
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v8i2.46422

Abstract

Penelitian ini mengkaji sistem waris mayoret sebagai salah satu bentuk kearifan lokal dalam masyarakat adat Indonesia yang masih bertahan di tengah pluralisme hukum nasional. Sistem waris mayoret memberikan hak waris utama kepada anak sulung—biasanya laki-laki—dengan dasar tanggung jawab sosial dan pelestarian nilai keluarga. Meskipun sistem ini memiliki akar dari tradisi Eropa seperti di Inggris, Jerman, Perancis dan Spanyol. Praktik serupa juga ditemukan pada suku-suku di Indonesia seperti Batak, Bali, Bugis, dan dalam komunitas bangsawan tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis untuk mengeksplorasi ontologi, epistemologi, dan aksiologi waris mayoret dalam konteks lokal, serta tantangannya ketika dihadapkan pada hukum waris nasional (Islam, Perdata) dan prinsip kesetaraan gender. Temuan menunjukkan bahwa meskipun sistem ini dianggap adil menurut nilai komunitas, ia sering menimbulkan konflik hukum ketika berhadapan dengan aturan pewarisan formal negara. Dengan demikian, diperlukan upaya harmonisasi antara nilai adat dan sistem hukum nasional untuk menjaga keadilan serta keberlanjutan nilai budaya masyarakat lokal.
Compilation of Islamic Law within the Framework of State Typology: A Critical Analysis of the Reform of Islamic Family Law in Indonesia Muslih, Muslih; Jera, Almi
ADHKI: JOURNAL OF ISLAMIC FAMILY LAW Vol. 6 No. 1 (2024): ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Publisher : Indonesian Association of Islamic Family Law Lecturers

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37876/adhki.v6i1.212

Abstract

Objective: This article analyzes the Islamic Law Compilation (KHI) as a manifestation of state engagement with Islamic law, utilizing a state typology framework for analysis. Methods: Employing both doctrinal and socio-legal methodologies, the research elucidates how the political-religious dynamics in Indonesia influence the codification and reform of Islamic family law. Results: The study illustrates that Indonesia occupies a unique position among Muslim-majority nations, embodying a synthesis of secular regulation and religious accommodation. Three key findings emerge from this analysis: (1) the KHI occupies an ambiguous status within Indonesia's legal hierarchy, which constrains its enforcement capabilities; (2) recent rulings from the Constitutional Court have redirected the trajectory of Islamic family law reform, frequently circumventing formal legislative procedures; and (3) a more adaptive approach to reforming Islamic family law necessitates a methodological transition from a textual-normative interpretation to a contextual-substantive interpretation. Conclusion: The article concludes that future reforms in Islamic family law in Indonesia must strike a balance among religious values, constitutional principles, international human rights standards, and local wisdom to ensure sociological legitimacy while striving for legal certainty and justice.
PELAKSANAAN UANG JEMPUTAN DALAM ADAT PERKAWINAN ORANG MINANG PARIAMAN DI KOTA DUMAI PERSPEKTIF PSIKOLOGIS DAN SOSIOLOGIS Pasla, Jimmi; Rajab, Khairunnas; Tohirin, Tohirin; Jamal, Khairunnas; Jera, Almi
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran Vol. 8 No. 2 (2025): Volume 8 No. 2 Tahun 2025
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v8i2.46913

Abstract

Fokus penelitian ini adalah bagaimana pertukaran uang Japuik, juga dikenal sebagai uang jemputan, digunakan dalam pernikahan masyarakat pariaman di Kota Dumai dan bagaimana status sosialnya berpengaruh jika dilihat dari perspektif psikologis dan sosiologis. Untuk menentukan besar nominalnya uang jemputan ditentukan berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak sampai mereka menyetujui jumlah yang akan diberikan kepada pihak laki-laki. Dengan cara musyawarah dapat mengubah tradisi ini. Dengan berkembangnya zaman, tradisi ini tidak lagi seperti sebelumnya, yang mewajibkan bagi  perempuan menyerahkan uang kepada keluarga laki-laki berdasarkan status sosial dan gelar mereka. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data meliputi survei langsung di lokasi penelitian (Kelurahan Jayamukti dan Kelurahan Tanjung Palas) dan beberapa sumber literatur. Teori pertukaran sosial Levi-Strauss digunakan untuk menganalisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Uang Jemputan di Kelurahan Jayamukuti dan Kelurahan Tanjung Palas di Kota Dumai disesuaikan dengan kebutuhan dan persetujuan keluarga saat proses pertukaran dilakukan, tidak selalu mengikuti standar konvensional. Sebagai contoh, di Pariaman ada sistem selo yang diperuntukkan bagi ninik mamak, tetapi di Kota Dumai hal tersebut belum bisa dterapkan, sebab kedua telah pihak telah setuju untuk tidak memberatkan pihak perempuan. Uang jemputan dianggap penting untuk pelestarian adat oleh sebagian masyarakat, tetapi ada juga yang menolak karena tidak etis. Bagi orang minang pariaman di Kota Dumai, uang jemputan dilihat berdasarkan status sosial si pria; jika tinggi status sosialnya pria tersebut, maka juga tinggi uang jemputan yang akan diterimanya.
Nikah Misyar dalam Perspektif Fikih Klasik dan Kontemporer: Kajian Normatif Atas Keabsahan dan Implikasinya Kholiq, Abdul; Rajab, Khairunnas; Jamal, Khairunnas; Jera, Almi; Tohirin, Tohirin
HUKUMAH: Jurnal Hukum Islam Vol 8, No 1 (2025): HUKUMAH
Publisher : STAI Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55403/hukumah.v8i1.1101

Abstract

Nikah misyar merupakan bentuk pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat syar‘i, namun di dalamnya terdapat kesepakatan bahwa pihak istri melepaskan sebagian haknya, seperti nafkah atau tempat tinggal. Meskipun istilah ini tidak ditemukan secara eksplisit dalam literatur fikih klasik, konsep serupa dapat dilacak dalam pembahasan para ulama mengenai akad nikah yang disertai syarat tambahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan mazhab fikih klasik mengenai keabsahan nikah misyar, mengkaji pendapat ulama dan lembaga fatwa kontemporer, serta menilai implikasinya terhadap maqashid al-shariah dan hukum keluarga modern. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan normatif-yuridis, memanfaatkan bahan hukum primer berupa sumber-sumber fikih klasik, fatwa kontemporer, serta bahan hukum sekunder dari artikel jurnal ilmiah dan penelitian terdahulu yang terverifikasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa keempat mazhab fikih besar mengakui keabsahan nikah misyar apabila terpenuhi rukun dan syarat formil, meskipun terdapat perbedaan dalam menilai implikasinya terhadap hak-hak istri. Ulama dan lembaga fatwa kontemporer membolehkan praktik ini dengan syarat ketat, tetapi mengingatkan risiko sosial dan moral yang mungkin timbul. Dari perspektif maqashid al-shariah, nikah misyar dapat menjaga kehormatan dan mencegah zina, namun berpotensi mengabaikan tujuan pernikahan yang lebih luas seperti kestabilan rumah tangga dan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Oleh karena itu, meskipun sah secara syar‘i, penerapan nikah misyar memerlukan regulasi yang memastikan perlindungan hak-hak dan kemaslahatan sesuai prinsip syariat.
Reinterpreting the Concept of Āsyirūhunna bil Ma‘rūf in QS. An-Nisā’ Verse 19 through the Qira’ah Mubādalah Approach Harahap, Adi Harmanto; Rizki, Muh.; Jera, Almi
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art1

Abstract

The interpretation of the concept ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf in QS. An-Nisā’ verse 19 has become increasingly significant in contemporary Islamic discourse, particularly concerning gender justice and marital relations. Classical tafsir traditions tend to interpret this concept within a patriarchal framework, positioning the husband as the dominant figure in the household. This study aims to offer an alternative reading using the Qira’ah Mubādalah approach, which emphasizes reciprocity, equality, and justice in gender relations. Employing a qualitative method based on literature review, this article analyzes classical interpretations such as those by Ibn Kathīr, al-Ṭabarī, and al-Qurṭubī, alongside contemporary perspectives developed by Faqihuddin Abdul Kodir. The findings reveal that the phrase ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf is not merely a command for husbands to treat their wives kindly but reflects a principle of mutual and equitable relationship. The Qira’ah Mubādalah approach allows for a more contextual and inclusive reconstruction of this verse’s meaning, making it relevant to the evolving social realities of contemporary Muslim communities. This study contributes to the development of gender-just Qur'anic interpretations and strengthens the paradigm of marital partnership rooted in mutual respect and fairness. [Penafsiran terhadap konsep ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf dalam QS. An-Nisā’ ayat 19 menjadi penting dalam diskursus keislaman kontemporer, terutama terkait isu keadilan gender dan relasi suami-istri. Dalam tradisi tafsir klasik, konsep ini cenderung ditafsirkan dalam kerangka patriarkal yang menempatkan suami sebagai figur dominan dalam rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menawarkan pembacaan alternatif melalui pendekatan Qira’ah Mubādalah, yang menekankan prinsip kesalingan, kesetaraan, dan keadilan dalam relasi gender. Dengan menggunakan metode kualitatif berbasis studi pustaka, artikel ini menganalisis berbagai tafsir klasik seperti karya Ibn Kathīr, al-Ṭabarī, dan al-Qurṭubī, serta tafsir kontemporer seperti yang dikembangkan oleh Faqihuddin Abdul Kodir. Hasil kajian menunjukkan bahwa frasa ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf tidak semata merupakan perintah bagi suami untuk berbuat baik kepada istri, melainkan mencerminkan prinsip relasi timbal balik yang adil dan setara. Penafsiran melalui Qira’ah Mubādalah mampu merekonstruksi makna ayat ini secara lebih kontekstual dan inklusif, serta relevan dengan dinamika sosial masyarakat Muslim saat ini. Temuan ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan tafsir berbasis keadilan gender dan memperkuat paradigma relasi pernikahan yang berlandaskan kemitraan.]