cover
Contact Name
Yushak Soesilo
Contact Email
yushak@sttintheos.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.dunamis@sttintheos.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani
ISSN : 25413937     EISSN : 25413945     DOI : -
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani dengan nomor ISSN 2541-3937 (print), ISSN 2541-3945 (online) diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta. Tujuan dari penerbitan jurnal ini adalah untuk mempublikasikan hasil kajian ilmiah dan penelitian dalam bidang ilmu Teologi Kristen, terutama yang bercirikan Injili-Pentakosta, dan bidang Pendidikan Kristiani.
Arjuna Subject : -
Articles 350 Documents
Perbandingan Konsep Teodise John Calvin dan C. S. Lewis serta Relevansinya terhadap Sikap Fatalistik dalam Menghadapi Covid-19 Thio Christian Sulistio; Esther Gunawan
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 1 (2021): Oktober 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i1.489

Abstract

Abstract. The world is currently enduring an epidemic of COVID-19 which causes suffering and pain. Facing the COVID-19 pandemic, Indonesian people have shown various responses. One pupular respond is theological fatalism, which believe that God has determined everything so that human efforts and actions are not necessary. In connection to this, the question arouse whether Christian theology, especially Christian theodicy, which was represented in this paper by John Calvin and C. S. Lewis, fell into fatalism? To answer this question, the writer would compare of the two theodicies by using a literature research. Through this research, it was concluded that neither John Calvin's theodicy nor C. S Lewis's had fallen into theological fatalism. Both emphasized free will and human responsibility in making choices and actions. The right attitude is to submit to the authority of God's word which commands us to act by doing good to others who are suffering and sick.Abstrak. Dunia saat ini sedang dilanda wabah penyakit COVID-19 yang menyebabkan penderitaan dan kesakitan. Berhadapan dengan pandemi COVID-19, manusia Indonesia menunjukkan berbagai respon. Salah satu yang umum adalah fatalisme teologis yakni kepercayaan bahwa Allah sudah menetapkan segala sesuatu sehingga usaha dan perbuatan manusia tidak membuat perbedaan dan dampak di dalam sejarah kehidupan. Berkaitan dengan hal tersebut muncul pertanyaan apakah teologi Kristen, khususnya teodise Kristen, yang diwakili di dalam paper ini oleh John Calvin dan C. S. Lewis jatuh ke dalam fatalisme? Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis akan membandingkan kedua teodise tersebut dengan menggunakan studi pustaka. Melalui penelitian tersebut disimpulkan bahwa baik teodise John Calvin maupun C. S Lewis tidak jatuh ke dalam fatalisme teologis. Kedua-duanya sama-sama menekankan kehendak bebas dan tanggung jawab manusia di dalam melakukan pilihan dan tindakan. Sikap yang tepat adalah tunduk kepada otoritas firman Tuhan yang memerintahkan kita untuk bertindak dengan berbuat baik kepada sesama yang menderita dan sakit.
[Resensi Buku] A Pentecostal Political Theology for American Renewal: Spirit of the Kingdoms, Citizens of the Cities Yushak Soesilo
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 1 (2021): Oktober 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i1.646

Abstract

-
Tinjauan Teologis-Etis Terhadap Banalitas Kejahatan Korupsi Omnesimus Kambodji; Paulus Sugeng Widjaja
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 1 (2021): Oktober 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i1.525

Abstract

Abstract. It is an irony for Indonesia, which is well known as a very religious country but at the same time is ranked as the most corrupted country in the world. Law enforcement against perpetrators of corruption is deemed insufficient to eradicate corruption. A moral and ethical revolution is needed to prevent corruptive acts from its’ root because corruption can be categorized as a banality of crime, crime that is considered normal. This article aimed to explore the theological-ethical outlook to the banality of corruption by using a literature review approach. Through this study, it could be concluded that corruption is an act caused by the lost of the virtues that are sourced from the Bible and centered on Christ as the embodiment of divine character.Abstrak. Merupakan sebuah ironi bagi Indonesia yang dikenal sebagai negara yang sangat religius namun sekaligus berada pada peringkat negara yang sangat korup di dunia. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi dirasa tidak cukup untuk memberantas korupsi. Diperlukan revolusi moral dan etis untuk mencegah tindakan koruptif mulai dari akarnya oleh karena korupsi dapat dikategorikan sebagai banalitas kejahatan, yaitu sesuatu yang dianggap biasa dilakukan. Artikel ini bertujuan untuk menggali pendekatan teologis-etis terhadap banalitas kejahatan korupsi dengan menggunakan pendekatan kajian pustaka. Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah suatu tindakan yang diakibatkan oleh karena seseorang telah kehilangan nilai-nilai kebajikan yang bersumber dari Alkitab dan berpusat kepada Kristus sebagai perwujudan karakter ilahi.
Memaknai Ulang Ecclesia Domestica di Masa Pandemi Covid-19 Antonius Galih Arga W. Aryanto; Martinus Joko Lelono
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 1 (2021): Oktober 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i1.439

Abstract

Abstract. The pandemic covid-19 has compeled Catholic families to pray at home instead of going to the Church every Sunday, and it changed the expression of their faith. This new condition helped families to realize their role as formators of spiritual life for the family members. The purpose of this research was to look out how the social distancing effects the role of the family as the formator for faith formation of their children during pandemic covid-19. The research conducted by qualitative and quantitative approach toward fivety Catholic families. Through this research it was shown that during covid-19 pandemic family had a big chance of doing the role as the Church Family (ecclesia domestica) that emphasizing the future mission of the Church is depending on the family life. The Church Family is understood as the smallest cell of the Church as the sacrament, the visible sign of God, and becomes a place for encountering the faithful to Jesus Christ in the world.Abstrak. Pandemi covid-19 telah memaksa keluarga-keluarga Kristiani untuk beribadah di rumah dan mengubah cara menggereja mereka. Situasi itu menjadikan keluarga menyadari perannya sebagai pembina utama hidup rohani anggota keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh pembatasan sosial terhadap peran keluarga dalam pendidikan iman anak di masa pandemi covid-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif terhadap 50 keluarga Katolik. Melalui penelitian ini diperoleh gambaran bahwa dalam masa pandemic covid-19 ini keluarga berkesempatan menjalankan peran sebagai Gereja keluarga (ecclesia domestica) yang menekankan masa depan pewartaan Gereja adalah melalui hidup keluarga. Gereja keluarga dipahami sebagai sel terkecil yang menjadi bagian dari Gereja sebagai sakramen, tanda yang kelihatan dari Allah, dan menjadi medan pertemuan orang beriman dengan Yesus Kristus di dunia.
Membangun Teologi Alteritas Heteronom: Upaya Mengentaskan Sisa-Sisa Stigma Anti-Tionghoa di Indonesia Alvian Apriano; Binsar Jonathan Pakpahan
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.533

Abstract

Abstract. This study aims to build a theological construction that can help erase anti-Chinese stigma in Indonesia post-1998, so religious people, especially Christians, become more sensitive about ethnic discrimination. The discrimination against ethnic Chinese in Indonesia has occurred for a long time, usually because of their capability to control the market and business. Their success in business impacts hatred and racism and turns into an anti-Chinese stigma. The research uses qualitative study on the philosophy of heteronomous alterity, and builds a theological framework on the theory of heteronomous alterity in positivistic philosophy. The theological framework will remove the anti-Chinese stigma in Indonesia. This study concludes that the theology of heteronomous alterity can help decrease anti-Chinese stigma by appreciating trinitarian relations and accepting the other as they are.Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun konstruksi teologi yang dapat membantu menghapus stigma anti-Tionghoa di Indonesia pasca 1998, sehingga umat beragama khususnya Kristen menjadi lebih peka mengenai diskrimasi etnis. Sudah sejak lama, masalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia terjadi, yang biasanya karena kelihaian mereka menguasai pasar dan bisnis. Hal ini berdampak pada kebencian yang bersifat rasialis dan menubuh ke dalam stigma anti-Tionghoa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif yang berbasis pada analisis filosofi alteritas heteronom. Teori alteritas heteronom dalam filsafat positivistik dijadikan sebagai kerangka berpikir teologis untuk melepas stigma anti-Tionghoa di Indonesia. Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa teologi alteritas heteronom dapat membantu menghapus stigma anti-Tionghoa melalui penghayatan relasi trinitarian dan penerimaan orang selain dirinya sebagaimana adanya.
WhatsApp Group Sebagai Ruang Percakapan Pastoral di Masa Pandemi Covid-19 Antonius Denny Firmanto
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.552

Abstract

Abstract. This study discussed pastoral activities during the Covid-19 pandemic through WhatsApp group as pastoral space. It investigated group-based communication in WhatsApp based on a survey toward the Catholic Family Ministry in the Diocese of Malang. The result was that the conversations in the WhatsApp group in form of reflections, shared links, inspiration, prayers, and information showed that the ecclesiastical community has the courage to be present and involved in human life today. Conversations in WhatsApp groups taught and shared Christian values that opposed to individualism, consumerism, and hedonism, as well as to be a space to proclaim the values of Christian life, namely: love, care, fellowship, justice, peace, solidarity, sharing and living hopefully to God the source of life.Abstrak. Penelitian ini mendiskusikan aktivitas pastoral selama masa pandemi Covid-19 yang menggunakan WhatsApp group sebagai ruang pastoral. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Studi ini mensurvey percakapan yang terjadi di Whatsapp group komunitas Catholic Family Ministry Keuskupan Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percakapan dalam WhatsApp group berupa renungan, share link, inspirasi, doa, dan informasi menunjukkan bahwa komunitas gerejawi berani hadir dan terlibat dalam hidup manusia pada masa kini. Percakapan dalam WhatsApp group menampilkan nilai Kristiani yang melawan individualisme, konsumerisme dan hedonism di ruang digital, dan sebaliknya, menjadi ruang menyuarakan nilai-nilai kehidupan Kristiani, yaitu: cinta kasih, perhatian, persekutuan, keadilan, perdamaian, solidaritas, berbagi serta hidup penuh pengharapan kepada Allah Sang Sumber Hidup.
Practicing Communicability, Redeemability, and Educability: The Response of Christian Education to Violence against Women during the Covid-19 Pandemic Jeniffer Fresy Porielly Wowor
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.488

Abstract

This article explores violence against women in Yogyakarta, which increased rapidly during the pandemic. The study showed that violence against women is also the result of deep and troubling cultural structures that oppress women. Based on a see–judge–act analysis, this article proposes that church educational ministries can build relationships with women victims and their families through a variety of transformational ways, even amid a pandemic. The church can develop communication, healing, and education through a holistic approach in Christian education (practicing communicability, redeemability, and educability). The paradigm of gender equality should be integrated into our attitudes and actions in daily life and in the whole range of the church’s ministry to create spaces for women’s voices not only through education and ritual action but also actual transformation.
Pembacaan Eco Hermeneutic terhadap Narasi Air dalam Kejadian 26:12-33 Nelci Nafalia Ndolu; Robert Setio; Daniel Kurniawan Listijabudi
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.569

Abstract

Abstract. Natural restoration poses a current theological challenge. Readings that support adaptation, mitigation and recovery efforts are the purpose of writing articles to respond to these challenges. The method used in reading the selected text, namely Genesis 26:12-33, is eco hermeneutic as proposed by Norman Charles Habel. The results showed that Gerar water was compassionate toward Isaac, his family and animals as refugee in the Philistines during that time of famine. However, water stopped serving Isaac because Isaac became unfriendly to him by exploiting him when he was starving. From there Isaac was aware of Water's sovereignty in his encounter with the wells of Sitnah, Esek and Rehoboth. At the same time, Isaac realized that God as the source of Water defends Water in an effort to maintain its intrinsic value for all people fairly.Abstrak. Pemulihan alam menjadi tantangan berteologi saat ini. Pembacaan yang mendukung upaya adaptasi, mitigasi dan pemulihan komunitas alam menjadi tujuan dari penulisan dari artikel untuk merespon tantangan tersebut. Metode yang digunakan dalam pembacaan teks terpilih adalah eco hermeneutic sebagaimana yang digagas oleh Norman Charles Habel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Air Gerar berbela rasa dengan Ishak, keluarga dan hewan-hewannya sebagai pengungsi di Filistin selama masa kelaparan saat itu. Namun Air berhenti melayani Ishak karena Ishak menjadi tidak ramah kepadanya dengan mengeksploitasi dirinya saat kelaparan. Dari situ Ishak sadar akan kedaulatan Air dalam perjumpaan dengan sumur Sitnah, Esek dan Rehobot, sekaligus menyadari Tuhan sebagai sumber Air membela Air dalam upayanya mempertahankan nilai intrinsiknya bagi semua orang secara adil.
Pemaknaan Ibadah Live Streaming Berdasarkan Fenomenologi Edmund Husserl Johana Ruadjanna Tangirerung; Kristanto Kristanto
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.643

Abstract

Abstract. This study aimed to find the meaning of worship, fellowship and liturgy experienced by the congregation during Sunday Worship live streaming during the Covid-19 pandemic. The method used was descriptive qualitative phenomenological Edmund Husserl, which explains the meaning or meaning of a life experience of several people, groups of a concept, habit or phenomenon. This study found that the congregation was less able to experience the meaning of live streaming worship related to the meaning of fellowship, worship and liturgy during the Covid-19 pandemic, because they did not understand its essence. The true meaning of worship can be experienced when understanding worship as fellowship with the Triune God who transcends time and space.Abstrak. Penelitian ini bertujuan menemukan makna ibadah, persekutuan dan liturgi yang dialami jemaat dalam Ibadah Minggu secara live streaming pada masa pandemi Covid-19. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif fenomenologis Edmund Husserl, yang menjelaskan arti atau makna sebuah pengalaman hidup beberapa orang, kelompok atas sebuah konsep, kebiasaan atau fenomena. Penelitian ini menemukan bahwa jemaat kurang dapat mengalami makna ibadah live streaming terkait makna persekutuan, ibadah maupun liturgi pada masa pandemi Covid-19, karena kurang memahami esensinya. Makna ibadah yang sesungguhnya dapat dirasakan apabila memahami ibadah sebagai persekutuan dengan Allah Tritunggal yang melampaui urang dan waktu.
Akulturasi Kepemimpinan Transformasional Paulus dan Falsafah Pemimpin Negeri di Minahasa Christar Arstilo Rumbay; Wolter Weol; Handreas Hartono; Maria Magdalena; Binsar Hutasoit
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.625

Abstract

Abstract. The encounter between religion and culture receives resistance as it is considered as the syncreticsm. Acculturation approach, however, offers alternative contribution to the tension of leadership with its cultural features. Paul transformational leadership and Minahasa leadership philosophy are two discussion materials that potentially could donate insight with acculturative construction. The research question that lead this work was how is Pauline transformational leadership and Minahasan leadership philosophy acculturative construction? This research attempted to see possibities that could be an alternative contribution to cultural and Christian leadership discussion. This research involved to leadership tension with qualitative and ethnography approach. Sources such as book, article, and academic essay were combined with field interview. In sum, collaboration between Paul transformational leadership and Minahasa leadership philosophy offers a new modification and construction perspective, a continuity leadership and dichotomous with solid cultural identity.Abstrak. Perjumpaan antara agama dan budaya menerima resistensi karena dianggap sebagai realisasi sinkretisme. Namun pendekatan akulturasi menawarkan alternatif yang kontributif bagi gejolak krisis kepemimpinan bercorak budaya. Konsep kepemimpinan transformasional Paulus dan falsafah kepemimpinan di Minahasa merupakan dua objek diskusi yang berpotensi menyumbangkan pemikiran baru jika dikonstruksikan secara akulturatif. Rumusan masalah yang menuntun penelitian ini adalah, bagaimana konstruksi akulturatif kepemimpinan transformasional Paulus dan falsafah kepemimpinan Minahasa? Penelitian ini mencoba untuk melihat kemungkinan  yang dapat menjadi kontribusi alternatif bagi diskusi kepemimpinan kultural dan Kristen. Penelitian ini mendekati problematika kepemimpinan dengan metode kualitatif dan etnografi. Sumber pustaka seperti buku, artikel dan naskah akademik lainnya dikombinasikan dengan hasil wawancara di lapangan. Sebagai hasilnya, kolaborasi konsep kepemimpinan transformasional Paulus dan falsafah kepemimpinan Minahasa menawarkan sebuah modifikasi dan konstruksi baru, kepemimpinan yang kontinuitas dan terdikotonomikan dengan identitas budaya yang kuat.

Page 11 of 35 | Total Record : 350