cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. jepara,
Jawa tengah
INDONESIA
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam
ISSN : 23560150     EISSN : 26146878     DOI : -
Core Subject : Social,
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam is a journal published by the Faculty of Sharia and Law, Islam Nahdlatul Ulama University, Jepara Indonesia. The journal focuses on Islamic law studies, such as Islamic family law, Islamic criminal law, Islamic political law, Islamic economic law, Islamic astronomy (falak studies), with various approaches of normative, philosophy, history, sociology, anthropology, theology, psychology, economics and is intended to communicate the original researches and current issues on the subject.
Arjuna Subject : -
Articles 170 Documents
Kontekstualisasi Akad-akad Bisnis Syari’ah dalam Kitab Fath al-Qarib al-Mujib Nashihul Ibad Elhas
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v2i1.672

Abstract

Tulisan ini mengkaji akad-akad muamalat dalam kitab Fath al-Qarib al-Mujib karya Muhammad Ibn Qasim al-Ghazziy (w.918 H/1512 M). Kajian dalam tulisan ini dibatasi hanya pada enam akad, yakni Bay', Sqlont, Syirkah,Qiradl, Ijarah, dan Wadi'ah. Studi yang diuraikan meliputi: periodisasi pemikiran ekonomi Islam, teori bisnis syariah, teori akad (perjanjian syariah), serla teori fiqh dan ushul fiqh. Teori-teori tersebut dipadukan untuk melakukan kontekstualisasi sesuai bidangnya masing-masing, seperti: akad-akad muamalat klasik yang menjadi akad-akad standar perbankan syariah, hukum jual beli barang najis atau mutanajjis,konsep mata uang dirham atau dinar menjadi uang representatif (token money),dan lain sebagainya. Selanjutnya,tulisan ini juga mengungkap pemikiran-pemikiran inovatif dalam kitab Fath al-Qarib yang relevan dengan situasi kekinian,antara lain:gagasan mengenai transaksi jual beli dengan media elektronik,perbedaan penggunaan kata besefia implikasi-implikasinya,seperti hal-hal teknis, kategori pelaku akad ('aqiQ, hingga konsekuensi hukum yang timbul dari perbedaan kata tersebut.
Kontribusi Para Fuqaha’ Periode Taqlid Fathur Rohman
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 4, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v4i1.700

Abstract

Artikel ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih mendalam terkait seberapa jauh para Fuqaha’ berkontribusi dalam perkembangan hukum Islam pada saat masa taklid dan jumud, yang diyakini terjadi pada periode Abbasiyah, lebih tepatnya pada awal abad ke empat hijriah sampai akhir abad ke delapan hijriah. Pada periode ini, ulama cenderung mengalami kelesuan gairah intelektualnya karena disebabkan adanya sikap merasa cukup hanya dengan mengikuti pendapat para ulama mujtahid  yang sudah mapan.  Keadaan tersebut berimbas pada munculnya kecenderungan baru di kalangan umat Islam, yaitu mempertahankan kebenaran mazhab yang diyakininya, dengan mengabaikan mazhab lain, sehingga tidak lah berlebihan dapat dikatakan bahwa pada periode ini terjadi pergeseran orientasi dari al-Qur’an dan hadis ke pendapat para imam mazhab.  Sikap taklid tersebut mengurat akar di kalangan umat Islam dan para pakar Fiqh,  sehingga, bisa dikatakan bahwa ajaran Islam seolah-seolah menjadi tersandera oleh jerat-jerat kerangka mazhab Fiqh, hingga berakhir pada kemandekan berfikir.
HUMANISME SEBAGAI FILSAFAT HUKUM ISLAM Nur Kholis
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v1i1.315

Abstract

There are two (2) issues of humanism regarding to the philosophy of Islamic law. First, humanism either as the movement of the humanities or the schools of philosophy, in the West (Christian) and the East (Islam)-grows and evolves in the dialectic of human life that is characterized by tendency to deny the others. Fundamental rights of human in the socio-cultural history is proved repeatedly crushed by the interests of abstract theology, exclusive ideology, massive feudalism, and lack of empathy for the weak. On the basis of this ridiculous "crisis of humanitarian vision", humanism exists (inductively) to save humanity through the "movement of consciousness" of the human's dignity height. Secondly, after humanism is established in a form of conception, humanism need to be spread into the real life of humanity. At this stage the deduction problem occurs, in this case, occurs in discourse of Islamic law philosophy as well. Given humanism ontology is consciousness of human dignity, and its epistemology refers to the entire human potency and nature, then humanism axiology can be articulated in the philosophy of Islamic law in favor of awareness, potential, as well as the nature of humanity itself.Keywordshuman, humanism, the West, Islam, philosophy of Islamic law Terdapat 2 (dua) persoalan tentang humanisme dalam kaitannya dengan filsafat hukum Islam. Pertama, humanisme??baik sebagai gerakan ilmu-ilmu humaniora maupun sebagai aliran filsafat, di Barat (Kristen) maupun di Timur (Islam)??tumbuh dan berkembang dalam dialektika kehidupan manusia yang diwarnai kecenderungan menafikan sesama. Hak-hak mendasar manusia dalam sejarah sosial- kebudayaannya terbukti berulangkali tergilas oleh kepentingan teologi yang abstrak, ideologi yang eksklusif, feodalisme yang massif, serta minimnya empati terhadap golongan yang lemah. Atas dasar ??krisis visi kemanusiaan? inilah humanisme mengada (secara induktif) untuk menyelamatkan manusia melalui ??gerakan kesadaran? akan tingginya harkat dan martabat manusia. Kedua, setelah humanisme terbangun dalam sebuah wujud konsepsi, humanisme perlu dipribumisasikan ke dalam kehidupan riil kemanusiaan. Pada tahap inilah persoalan deduksi terjadi, termasuk dalam hal ini juga terjadi dalam diskursus filsafat hukum Islam. Mengingat ontologi humanisme adalah kesadaran (consciousnes) akan kemuliaan manusia, dan epistemologinya mengacu pada seluruh potensi dan tabiat kemanusiaan manusia, maka aksiologi humanisme dapat diartikulasikan dalam filsafat hukum Islam dengan mengunggulkan kesadaran, potensi, serta tabiat kemanusiaan itu sendiri.
Peran Hukum Dalam Perlindungan Terhadap Perempuan Dari Tindak kekerasan Dalam Rumah Tangga Mahtumah Mahtumah
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v2i2.645

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menjawab persoalan bagaimana peran negara dan hukum dalam memberikan perlindungan bagi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga. Regulasi negara demi penghapusan segala bentuk kekerasan berupa UU No. 7 tahun 1984: UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM I ; Instruksi Presiden No.9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender serta UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga perlu diterapkan seefektif mungkin.Artikel ini menegaskan bahwa peranan hukum dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dari tindak kekerasan perlu ditegaskan,antara lain:1) peningkatan kesadaran perempuan terhadap hak dan kewajibanya, 2)peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya usaha mengatasi kekerasan terhadap perempuan;3) koordinasi antar negara dalam melakukan kerjasama penanggulangan; meningkatkan kesadaran aparat penegak hukum untuk bertindak cepat ; peningkatan bantuan dan konseling terhadap korban meningkatkan peranan media massa; perbaikan sistem peradilan pidana; pembaharuan sistem pelayanan kesehatan untuk korban;serta secara terpadu meningkatkan program pembinaan terhadap korban dan pelaku.
‘Iddah Perempuan Hamil karena Zina; Pendekatan Linguistik dalam Hukum Perkawinan Islam Arif Hidayah
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v2i1.668

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menggali bagaimana ‘iddah perempuan hamil karena zina berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 Ayat 2, serta menganalisis hukumnya. ‘iddah bagi perempuan hamil karena zina tersebut akan membawa implikasi pada kebolehan akad nikah dalam arti syah atau tidaknya perwakilan tersebut. Selain itu ‘iddah perempuan hamil karena zina tidak dijelaskan secara eksplisit baik dalam al-qur’an maupun sunnah sehingga mengundang perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ulama Syafi’iyyah dan Hanafiyyah tidak mewajibkan ‘iddah sedangkan ulama Malikiyyah dan Hanabilah mewajibkan ‘iddah yaitu sampai melahirkan. Akan tetapi mengingat dampak psikologis maupun sosiologis yang akan di timbulkan, maka akan lebih baik kalau perempuan hamil karena zina tidak mewajibkan ‘iddah meski menikah dengan laki-laki yang tidak menghamilinya, karena laki-laki yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Pada Pasal 53 Ayat 2 KHI, secara implisit menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban ‘iddah bagi perempuan hamil zina dengan apabila di kawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa harus menunggu terlebih dahulu kelahiran anak yang ada dalam kandungan. Adapun dalam hal perkawinan dengan laki-laki yang bukan menghamilinya tidak ada penjelasan. Akan tetapi tidak  menutup kemungkinan ketentuan ini juga berlaku bagi laki-laki yang tidak menghamilinya. Karena seandainya laki-laki tersebut bersedia menikahi dan tidak di sanggah oleh perempuan yang telah bersangkutan maka telah di anggap benar sebagai laki-laki yang menghamili.
Tinjauan Konsep Istihalah Menurut Imam al-Syafi‘i dan Imam Abu Hanifah, dan Implementasinya Pada Percampuran Halal-Haram Produk Makanan) Anjahana Wafiroh
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 4, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v4i1.696

Abstract

Maraknya produk makanan yang bervariasisangat meresahkan kalangan dunia Islam. Sebab realitasnya, makanan tersebut ada yang berbahan baku halal, haram bahkan ‘abu-abu’ sehingga diragukan kehalalannya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan konsep istihalah  sebagai sebuah konsep purifikasi dan penyuci bahan pangan, dengan fokus masalah utama: (1) konsep istihalah menurut ImamAbu Hanifah dan Imam al-Syafi‘i, (2) implementasi istihalah ImamAbu Hanifah dan Imam al-Syafi‘i terhadap percampuran halal-haram bahan pangan. Penelitian ini dilakukan berbasis kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif dan konseptual. Hasil dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya keduanya mengakui adanya istihalah sebagai instrumen purifikasi. Adapun implementasinya terhadap percampuran halal dan haram dengan campur tangan manusia, keduanya membatasi hanya dengan bahan haram yang telah beristihalah secara mandiri yang dihukumi halal, dengan syarat bukan termasuk benda yang haram lizatih.
URGENSI SUFISME DALAM APLIKASI HUKUM ISLAM Barowi Barowi
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v1i1.310

Abstract

This article aims to present the importance of sufism in the application of Islamic law, and how both are ideally positioned. In many legal issues, sufism often separable. Sharia and law, all this time always use sight of valid non-valid towards 'ubudiyah. Thus the law made often feels dry because of lack of ethics, or even without ethics. This can be seen from the existing hilah in the concept of fiqh. While on the other hand sufism emphasizes the servitude, sincerity and honesty. Based on this literature research, it is known that basically, sufism and shariah equally put God as the purpose of worship. The difference is in terms of motivation. Sufis wishes to melt with God because of the encouragement of love or ittihad (unification), while the motivation in shari'ah is the desire to obey God. Ideally, the worship of Allah, shari'ah and sufism approaches should be equally used. It is impossible thatsufism, Islamic law, hilah, syari'ah.people can love deeply without adherence to a loved one. Love is sufism, and obedience is shari'ah. Artikel ini bertujuan untuk menyajikan pentingnya sufisme dalam penerapan hukum Islam, dan bagaimana keduanya idealnya diposisikan. Dalam banyak masalah hukum, sufisme sering dipisahkan. Syariah dan hukum, selama ini selalu menggunakan kaca mata sah-tidak sah dalam ubudiyah. Dengan demikian hukum yang dibuat sering terasa kering karena kurangnya etika, atau bahkan tanpa etika. Hal ini dapat dilihat dari hilah yang ada dalam konsep fiqh. Sementara di sisi lain sufisme menekankan penghambaan, ketulusan dan kejujuran. Berdasarkan penelitian pustaka ini, diketahui bahwa pada dasarnya, sufisme dan syariah sama menempatkan Tuhan sebagai tujuan ibadah. Perbedaannya adalah dalam hal motivasi. Sufi mengharapkan mencair bersama-sama Allah karena dorongan cinta atau ittihad (penyatuan), sedangkan motivasi syariah adalah keinginan untuk taat kepada Allah. Idealnya, dalam menyembah Allah, syariah dan pendekatan tasawuf harus sama-sama digunakan secara bersama. Tidak mungkin bahwa orang-orang yang benar-benar mencintai tanpa kepatuhan terhadap orang yang dicintai. Cinta adalah sufisme, dan ketaatan adalah syari'ah.
Konsep Pernikahan Dan Keluarga Ideal Dalam Pandangan Hadratusy Syaikh KH.Hasyim Asy`ari ; Telaah Terhadap Risalah Dlau`al-Mishbah fi Bayani Ahkam al-Nikah Abdul Wahab Wahab
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 2, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v2i2.639

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk membedah pemikiran Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari mengenai konsep pernikahan dan keluarga ideal dalam risalahDlau' al-Misbahfi Bayani Ahkam al-Nikah. Untuk lebih mendalami isi dari risalah tersebut, artikel ini menggali aspek teknis penulisannya, yakni meliputi latar belakang serta sistematika penulisannya. Dalam pemikahan, banyak hal yang harus diperhatikan agar tujuan dan esensi sebuah pernikahan dapat diwujudkan. Namun, masih banyak dari masyarakat yang belum begitu paham apa tujuan dan esensi dari pernikahan itu sendiri. Inilah yang kemudian menggerakkan hasrat Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari menulis sebuah risalah kecil yang diberi nama Dlau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah. Tulisan ini menghasilkan kesimpulan bahwa risalah ini memuat tiga ranah kajian. Pertama, ranah kajian sosial, yaitu berisi tentang bagaimana membangun interaksi yang ideal dalam masyarakat yang diawali dari pembangunan keluarga yang ideal. Kedua, ranah kajian hadits, karena risalah ini dalam setiap ulasannya, terutama bab pertama dan penutup, diperkaya dengan hadits-hadits Nabi. Dan ketiga, ranah kajian fiqh, karena risalah ini terutama bab dua- menjelaskan rukun-rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan dengan analisis fiqh.
KONSEP NAFKAH MENURUT HUKUM PERKAWINAN ISLAM Subaidi Subaidi
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v1i2.325

Abstract

This article aims to show how to understand of living according to Islamic law, and what the implications of the maintenance towards family are. Through this library research, data processing is analyzed by descriptive analysis. The results of this study indicate that living can be understood as an obligation arising as a result of their deeds containing the burden of responsibility, that is payment of a fee in order to meet the needs of both primary and secondary to something that is under his responsibility. In addition, living in Islam also seen as a form of worship the implementation of which will have impacts not only materially- wordly, but also consideration of ascetic lifeKeywordsliving, contextual jurisprudence, family, Islamc law. Artikel ini bertujuan memaparkan bagaimana memaknai nafkah menurut hukum Islam, dan apa implikasi pemberian nafkah terhadap keluarga. Melalui penelitian kepustakan (library receach), pengolahan data dianalisa dengan analisis deskriptif. Hasil yang didapat dari studi ini menunjukkan bahwa nafkah dapat dirumuskan dalam pengertian kewajiban seseorang yang timbul sebagai akibat perbuatannya yang mengandung beban tanggung jawab, yaitu berupa pembayaran sejumlah biaya guna memenuhi kebutuhan baik primer maupun sekunder terhadap sesuatu yang berada dalam tanggungannya itu. Selain itu, nafkah dalam Islam juga dipandang sebagai bentuk ibadah di mana pelaksanaannya akan membawa akibat bukan hanya persoalan material-duniawi, tetapi juga pertimbangan kehidupan asketik.
Efektifitas Transaksi Syariah di Indonesia ; Pengembangan Akad al Qard untuk Pembiayaan Usaha Mikro pada PT BPRS al Salaam Faiqul Hazmi
Isti`dal : Jurnal Studi Hukum Islam Vol 3, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UNISNU Jepara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/istidal.v3i1.649

Abstract

Keberadaan modal usaha menjadi faktor yang sangat penting dalam menunjang keberlangsungan usaha mikro. Modal usaha berupa pembiayaan mikro dari perbankan mempersyaratkan aturan yang sangat ketat dalam penyaluranya. Sementara usaha mikro yang dijalani oleh masyarakat mustadh`afin memiliki banyak keterbatasan, sehingga menjadi penghambat usaha mikro mengakses pembiayaan dari perbankan. Akhirnya guna mempertahankan keberlangsungan usahanya terpaksa usaha mikro yang dijalani masyarakat yang secara struktural perekonomian dalam posisi tidak berdaya (mustadh`afin) lebih akrab dengan pembiayaan dari sektor informal yang memungut imbalan jasa pembiayaan lebih besar daripada mengakses pembiayaan mikro dari perbankan. BPRS Al Salaam mempunyai ikhtiar dalam menggapai kemaslahatan melalui pembiayaan mikro Al Qard yang operasionalnya disubsidi guna membantu usaha mikro dalam mengakses pembiayaan usahanya, sebagai cerminan pilar dasar yang dikembangkan oleh perbankan syariah berupa adil, seimbang dan maslahah menuju kesuksesan yang hakiki dalam berekonomi menuju tercapainya kesejahteraan yang mencakup kebahagiaan (spiritual) dan kemakmuran (material) pada tingkatan individu dan masyarakat (falah).

Page 2 of 17 | Total Record : 170