cover
Contact Name
Arnis Duwita Purnama
Contact Email
jurnal@komisiyudisial.go.id
Phone
+628121368480
Journal Mail Official
jurnal@komisiyudisial.go.id
Editorial Address
Redaksi Jurnal Yudisial Gd. Komisi Yudisial RI Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Yudisial
ISSN : 19786506     EISSN : 25794868     DOI : 10.29123
Core Subject : Social,
Jurnal Yudisial memuat hasil penelitian putusan hakim atas suatu kasus konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan). Visi: Menjadikan Jurnal Yudisial sebagai jurnal berskala internasional. Misi: 1. Sebagai ruang kontribusi bagi komunitas hukum Indonesia dalam mendukung eksistensi peradilan yang akuntabel, jujur, dan adil. 2. Membantu tugas dan wewenang Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam menjaga dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER" : 7 Documents clear
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DENGAN ALASAN PEMBELAAN DIRI MELAMPAUI BATAS Susanti, Heni; Maduri, Mutia
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.550

Abstract

Kajian penelitan ini mengangkat isu tindak pidana dalam Putusan Nomor 72/Pid.B/2020/PN.Enr, yaitu penganiayaan yang dilakukan secara terpaksa. Pembelaan diri dalam keadaan darurat yang melampaui batas diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Terkait dengan putusan hakim terhadap kasus penganiayaan, terdapat putusan yang berkaitan dengan keadaan tersebut, yaitu pembelaan berlebihan yang terpaksa dilakukan oleh seseorang karena dirinya telah dilecehkan. Pembelaannya menyebabkan sang pelaku luka berat. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimana pertimbangan hakim terhadap pelaku pembelaan diri yang melampaui batas dan kedua, bagaimana ketentuan pasal terkait alasan pemaaf dalam pertanggungjawaban pidana. Metode penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, dan bersifat deskriptif. Adanya alasan pemaaf menjadikan terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum. Hakim dalam pertimbangan putusan menyatakan bahwa terdakwa dapat dilepaskan dari jeratan pasal-pasal tindak pindana penganiayaan atas kondisi tertentu atau terdesak. Terdakwa dianggap berada dalam kondisi kegoncangan jiwa yang hebat yang menyebabkan ia kehilangan logika untuk berpikir. Upaya pembelaan itu tampak dilakukan secara spontan. Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan, namun terdapat pembelaan terpaksa melampaui batas yang merupakan alasan pemaaf. Penerapan pasal pembelaan terpaksa melampaui batas dalam pertanggungjawaban tindak pidana dapat diterapkan sebagai alasan pemaaf sehingga memungkinkan terdakwa terbebas dari segala tuntutan hukum yang ditimpakan.
AMBIVALENSI PENANGANAN FIKTIF POSITIF PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 Umar, Kusnadi
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.555

Abstract

Pergeseran pemaknaan terhadap sikap diam pejabat pemerintahan dari konsep fiktif negatif menjadi fiktif positif merupakan terobosan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, dengan mekanisme penyelesaian akhirnya dapat melibatkan PTUN. Namun mekanisme tersebut mengalami perubahan seiring diundangkannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terhadap penanganan permohonan fiktif positif oleh PTUN. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa sekalipun sikap diam pejabat pemerintahan tetap dimaknai sebagai bentuk mengabulkan sebuah permohonan, tetapi rumusan Pasal 175 ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun2020 tidak lagi mengatribusikan kewenangan kepada PTUN untuk menangani permohonan fiktif positif sebagai upaya judicial control; dan perubahan mekanisme penanganan fiktif positif dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 menimbulkan ketidakpastian hukum dan kontradiksi putusan, seperti yang terjadi antara Putusan PTUN Kendari Nomor 1/P/FP/2021/PTUN.KDI dengan Putusan PTUN Surabaya Nomor 17/P/FP/2020/PTUN.SBY. Hakim PTUN Kendari secara tegas menyatakan tidak berwenang pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, sementara Hakim PTUN Surabaya melakukan penafsiran dengan memosisikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2017 sebagai sumber kewenangan dengan menarik legitimasi keberlakuannya dari ketentuan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (ketentuan penutup). Padahal jika dicermati, rumusan Pasal 175 ayat (6) tidak bersifat interpretatif dan tidak pula terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak terbuka ruang untuk melakukan penafsiran hukum.
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA MELALUI AMICUS CURIAE Gandryani, Farina; Hadi, Fikri
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.588

Abstract

Amicus curiae merupakan salah satu perkembangan praktik penegakan hukum di Indonesia saat ini. Walaupun amicus curiae belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun sejumlah perkara di pengadilan sudah menggunakan praktik amicus curiae. Seperti kasus RE yang semula dituntut 12 tahun penjara, dan pada akhirnya diputus satu tahun enam bulan penjara melalui Putusan Nomor 798/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel. Bila dikaitkan dengan upaya penegakan hukum yang turut melibatkan unsur masyarakat, maka Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya di ribuan perguruan tinggi yang tersebar di berbagai wilayah. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas terkait pengaruh amicus curiae dalam sidang RE serta analisis kedudukan dan peran perguruan tinggi dalam rangka penegakan hukum di Indonesia melalui amicus curiae. Artikel ini merupakan penelitian hukum empiris dengan kajian sociological jurisprudence. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkaca dari kasus RE, tampak bahwa amicus curiae berpengaruh terhadap pengambilan putusan oleh majelis hakim, di mana amicus curiae tersebut disebutkan dalam konsideran hakim dalam putusan tersebut. Dari hal tersebut, maka peran perguruan tinggi dalam amicus curiae dapat dikaitkan dengan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat. Namun hal yang harus dikaji ke depan bila memobilisasi perguruan tinggi ialah, pertama, agar amicus curiae diatur dalam peraturan perundang-undangan agar dapat memberikan legalitas sekaligus batasan terhadap amicus curiae tersebut agar tidak mengganggu independensi kekuasaan kehakiman. Kedua, ialah agar amicus curiae dapat diakui dan dinilai oleh tim asesor sebagai sebagai kinerja di perguruan tinggi.
PEMIDANAAN PELAKU KORUPSI DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE Anjari, Warih
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.589

Abstract

Penegakan tindak pidana korupsi dipengaruhi oleh penerapan konsep pemidanaan retributive justice dan restorative justice. Penerapan konsep pemidanaan retributive justice dapat menjadi kendala penegakan hukum tindak pidana korupsi. Namun konsep pemidanaan restorative justice tidak dapat diterapkan secara keseluruhan. Korupsi dalam Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2021/PN.JKT.PST dilakukan terhadap bantuan pandemik Covid 19 di wilayah Jabotabek. Pemidanaan dalam Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2021/PN.JKT.PST tidak mengarah pada retributive justice maupun restorative justice. Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah apakah tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2021/PN.JKT.PST termasuk korupsi yang dilakukan pada saat negara dalam keadaan darurat? dan bagaimanakah pemidanaan dalam Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2021/PN.JKT.PST dalam perspektif restorative justice? Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Kesimpulannya adalah tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2021/PN.JKT.PST tidak memenuhi unsur Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pandemi Covid 19 merupakan bencana nasional yang bersifat non-alam, bukan bencana alam nasional sesuai unsur keadaaan tertentu yang disyaratkan berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pelaksanaan restorative justice dalam tindak pidana korupsi pada Putusan Nomor 29/PID.SUS-TPK/2021/PN.JKT.PST dapat diimplementasikan pada kerugian materiil berupa memaksimalkan pidana kewajiban membayar uang pengganti sebesar nilai nominaldari suap yang dilakukan terpidana. Pada kerugian yang bersifat immaterial berupa pencedaraan kepentingan publik, keadilan restorative belum dapat dipulihkan jika hanya membayar maksimum kewajiban membayar uang pengganti atau asset recovery.
MENGAKHIRI AMBIGUITAS KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS DAN HAK MILIK Adicahya, Akmal
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.624

Abstract

Putusan Nomor 679 K/AG/2010 tanggal 21 Mei 2010 dan Nomor 26 PK/AG/2015 tanggal 20 Mei 2015 mengadili perkara yang sama, namun menghasilkan putusan yang berbeda. Putusan Nomor 679 K/AG/2010 menyatakan bahwa perkara yang sedang diperiksa merupakan kompetensi absolut lingkungan peradilan agama. Sementara Putusan Nomor 26 PK/AG/2015 menyatakan hal yang sebaliknya. Perbedaan ini menimbullkan tiga permasalahan, yaitu: bagaimana majelis hakim dalam kedua putusan tersebut menafsirkan batas kewenangan absolut terkait sengketa waris dan hak milik pada lingkungan peradilan agama; apa akibat hukum dari perbedaan putusan tersebut; dan bagaimana efektivitas dan efisiensi pemeriksaan sengketa kepemilikan atas harta waris di peradilan agama. Untuk menjawab persoalan tersebut penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum berbasis studi literatur dengan fokus utama mengkaji pertimbangan hukum dalam kedua putusan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan penafsiran atas penjelasan tentang kriteria perkara waris dalam Undang-Undang Peradilan Agama. Penafsiran pada Putusan Nomor 679 K/AG/2010 mengakibatkan sempat meluas serta kaburnya batas kompetensi absolut peradilan agama atas sengketa hak milik yang bersinggungan dengan kewarisan. Penafsiran pada Putusan Nomor 26 PK/AG/2015 tentang kriteria sengketa waris lebih sesuai dengan doktrin hukum Islam serta asas kepastian hukum dan asas peradilan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Bila dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, ketentuan sengketa waris dan hak milik dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang diperjelas penafsirannya dalam Putusan Nomor 26 PK/AG/2015, telah berhasil menyederhanakan dan memberikan kepastian prosedur pemeriksaan sengketa kepemilikan atas harta waris di lingkungan peradilan agama.
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN) Suhendar, Heris; Athoillah, Mohamad Anton
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.628

Abstract

Penelitian ini mengkaji putusan atas perkara penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam perjanjian kredit, adendum, dan restrukturisasinya. Penyalahgunaan keadaan dilakukan dengan cara memberikan bunga kredit yang tinggi, padahal tergugat mengetahui kondisi para penggugat sedang dalam kesulitan finansial akibat gagalnya rencana ekspansi bisnis. Berdasarkan gugatan tersebut, pengadilan tingkat pertama mengabulkan gugatan para penggugat, dan kemudian dikuatkan oleh pengadilan tingkat banding. Namun, putusan pengadilan tingkat banding dibatalkan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung. Berdasarkan latar belakang, masalah yang diangkat adalah bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi? dan bagaimana unsur-unsur penyalahgunaan keadaan dalam putusan kasasi. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Objek kajiannya berupa penemuan hukum pada putusan pengadilan. Pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kasus, konseptual, dan peraturan perundang-undangan. Analisis bahan hukum menggunakan metode content analysis dengan cara melakukan pengkajian dan penafsiran terhadap fakta hukum, pertimbangan hukum, dan amar putusan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan majelis hakim tingkat pertama dan tingkat banding tidak memperhatikan unsur-unsur penyalahgunaan keadaan sebagai dalil hukum dalam gugatan para penggugat, sehingga terdapat kekeliruan dalam menerapkan dalil hukum terhadap peristiwa dan fakta hukum di persidangan; terdapat dua unsur perbuatan penyalahgunaan keadaan, yaitu penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomi; dan keunggulan psikologis. Suatu perbuatan dikatakan sebagai penyalahgunaan keadaan, apabila dilakukan pada saat sebelum dan saat penutupan perjanjian.
DINAMIKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM MEWUJUDKAN LEGISLASI YANG PARTISIPATORIS Hermanto, Bagus
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.668

Abstract

Persoalan partisipasi publik yang diwujudkan sebagai bagian dari demokrasi deliberatif mengalami dinamika kendatipun telah mendapat rekognisi dalam tataran normatif serta justifikasi melalui putusan pengadilan. Namun demikian proses legislasi belum mencirikan keterbukaan, transparansi dan keterlibatan publik, sehingga diperlukan alternatif yang perlu dipikirkan terhadap perwujudan partisipasi publik menuju legislasi partisipatoris. Tulisan ini mencoba untuk menelisik lebih jauh terkait dengan dinamika pada hukum positif serta pelbagai pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan partisipasi publik dalam proses legislasi di Indonesia. Adapun permasalahan yang dianalisis pada tulisan ini terkait dengan dinamika partisipasi publik dalam proses legislasi di Indonesia, dan perwujudan legislasi partisipatoris yang dapat diterapkan melalui pilihan partisipasi dalam pembentukan kebijakan. Tulisan ini mempergunakan metode penelitian normatif dalam bingkai penelitian hukum makro menyasar pada pendekatan perundang-undangan, fakta hukum, konseptual hukum, serta studi kasus hukum. Hasil akhir tulisan ini bahwa pengaturan hukum positif telah mengarahkan pada track yang tepat untuk mendorong penguatan partisipasi publik, namun belum mencapai taraf partisipasi publik bermakna dan derajat partisipasi tertinggi. Pertimbangan hukum dalam sejumlah Putusan Mahkamah Konstitusi merumuskan konsep partisipasi publik dalam teks dan konteks peningkatan kualitas legislasi. Tawaran alternatif partisipasi publik dapat dituangkan lebih lanjut dalam penguatan partisipasi publik dalam derajat partisipasi yang tertinggi menuju masyarakat Indonesia yang mawas demokrasi dan madani.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Vol. 17 No. 2 (2024): Child Protection Vol. 17 No. 1 (2024): ECOLOGICAL JUSTICE Vol. 16 No. 3 (2023): DISPARITAS PUTUSAN Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER Vol. 16 No. 1 (2023): NIETIG Vol 15, No 3 (2022): BEST INTEREST OF THE CHILD Vol 15, No 2 (2022): HUKUM PROGRESIF Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS Vol 14, No 3 (2021): LOCUS STANDI Vol 14, No 2 (2021): SUMMUM IUS SUMMA INIURIA Vol. 14 No. 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 13, No 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol. 13 No. 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol. 13 No. 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol 13, No 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol. 13 No. 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA Vol 12, No 2 (2019): ACTA NON VERBA Vol 12, No 1 (2019): POLITIK DAN HUKUM Vol 11, No 3 (2018): PARI PASSU Vol 11, No 2 (2018): IN CAUSA POSITUM Vol 11, No 1 (2018): IUS BONUMQUE Vol 10, No 3 (2017): ALIENI JURIS Vol 10, No 2 (2017): EX FIDA BONA Vol 10, No 1 (2017): ABROGATIO LEGIS Vol 9, No 3 (2016): [DE]KONSTRUKSI HUKUM Vol 9, No 2 (2016): DINAMIKA "CORPUS JURIS" Vol 9, No 1 (2016): DIVERGENSI TAFSIR Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN Vol 8, No 2 (2015): FLEKSIBILITAS DAN RIGIDITAS BERHUKUM Vol 8, No 1 (2015): DIALEKTIKA HUKUM NEGARA DAN AGAMA Vol 7, No 3 (2014): LIBERTAS, JUSTITIA, VERITAS Vol 7, No 2 (2014): DISPARITAS YUDISIAL Vol 7, No 1 (2014): CONFLICTUS LEGEM Vol 6, No 3 (2013): PERTARUNGAN ANTARA KUASA DAN TAFSIR Vol 6, No 2 (2013): HAK DALAM KEMELUT HUKUM Vol 6, No 1 (2013): MENAKAR RES JUDICATA Vol 5, No 3 (2012): MERENGKUH PENGAKUAN Vol 5, No 2 (2012): KUASA PARA PENGUASA Vol 5, No 1 (2012): MENGUJI TAFSIR KEADILAN Vol 4, No 3 (2011): SIMULACRA KEADILAN Vol 4, No 2 (2011): ANTINOMI PENEGAKAN HUKUM Vol 4, No 1 (2011): INDEPENDENSI DAN RASIONALITAS Vol 3, No 3 (2010): PERGULATAN NALAR DAN NURANI Vol 3, No 2 (2010): KOMPLEKSITAS PUNITAS Vol 3, No 1 (2010): KORUPSI DAN LEGISLASI More Issue