cover
Contact Name
Dr. Niru Anita Sinaga, S.H, M.H
Contact Email
fakultashukumunsurya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
fakultashukumunsurya@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta timur,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
ISSN : 23553278     EISSN : 26564041     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara adalah merupkan jurnal yang diterbitkan dari Fakultas Hukum UNSURYA, jurnal yang fokus pada permasalahan hukum yang mencakup semua aspek hukum
Arjuna Subject : -
Articles 157 Documents
PELAYANAN PENUMPANG UNTUK MENARIK WISATAWAN ASING (WISMAN) DI INDONESIA Martono K.
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.467

Abstract

Abstrak :Artikel ini dimaksudkan untuk menjelaskan pelayanan penumpang untuk menarik wisatawan asing (wisman) ke Indonesia. Hal ini terdiri dari pendahuluan; dasar hukum seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun2009 tentang Penerbangan, keputusan Menteri Perhubungan Nomor 185 Tahun 1025, pelayanan sebelum penerbangan termasuk informasi sebelum penebangan, lapor keberangkatan, dan proses embarkasi; pelayanan selama penerbangan termasuk penyediaan fasilitas dan pelayanan hidangan yang diselenggarakan oleh Garuda Indonesia dan Air Asia; pelayanan setelah penerbangan termasuk informasi fasilitas dan pelayanan, pencarian barang yang hilang. 
PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) DALAM HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA Indah Sari
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v11i1.651

Abstract

Abstrak :Dalam Ilmu Hukum, kita mengenal adanya perbuatan melawan hukum (PMH). Biasanya perbuatan melawan hukum diidentifikasikan dengan perbuatan yang melanggar undang-undang, perbuatan yang bertentangan dengan hak-hak orang lain, perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan serta perbuatan yang melanggar asas-asas umum dalam lapangan hukum. Dalam tulisan ini penulis ingin menjelaskan perbedaaan perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana maupun dalam hukum perdata serta unsur-unsur yang membedakan antara keduanya. Dalam konteks hukum perdata perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), bahwa dijelaskan pihak yang dirugikan oleh pihak lain berhak menuntut ganti rugi tetapi ini bukan dalam lapangan perjanjian. Sedangkan dalam konteks pidana perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melanggar undang-undang, perbuatan yang dilakukan di luar kekuasaan atau kewenangannya serta perbuatan yang melanggar asas-asas umum dalam lapangan hukum. Pada bagian akhir penulisan, penulis menyimpulkan perbedaan mendasar antara perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana dan hukum perdata. Kata kunci : Perbuatan Melawan Hukum, Hukum Pidana, Hukum    Perdata, Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Pidana, Perbuatan Malawan Hukum dalam Hukum Perdata.
PELANGGARAN HAK MEREK YANG DILAKUKAN PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN MELALUI TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE) Sinaga, Niru Anita; Ferdian, Muhammad
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.463

Abstract

Abstrak :Perkembangan teknologi informasi saat ini memberikan peluang usaha bagi pelaku bisnis dalam perdagangan melalui transaksi elektronik (e-commerce). Kreativitas pelaku usaha tersebut sehingga timbulkan pelanggaran-pelanggaran terhadap merek dagang. Merek Dagang: Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang  atau  beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang  sejenis lainnya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan menimbulkan permasalahan-permasalahan. Rumusan masalah: Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran merek terdaftar dalam perdagangan transaksi elektronik (e commerce)? dan Bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik merek atas pelanggaran merek yang dilakukan pelaku usaha dalam perdagangan melalui transaksi elektronik (e commerce)?. Membahas tentang: Pelanggaran Hak Merek, Perdagangan Melalui Transaksi Elektronik (E-Commerce), Penerapan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Melakukan Pelanggaran Merek Terdaftar Dalam Perdagangan Transaksi Elektronik (E-Commerce), Upaya Hukum Yang Dilakukan Oleh Pemilik Merek Atas Pelanggaran Merek Yang Dilakukan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Transaksi Elektronik (E Commerce). Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Apabila terjadi sengketa mengenai pelaksanaan merek terdaftar, hendaklah diselesaikan dengan memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam perlindungan kekayaan intelektual. Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran merek terdaftar dalam perdagangan transaksi elektronik (e-commerce), dalam bentuk persamaan secara keseluruhan, persamaan pada pokoknya, dan dilusi dapat diterapkan ketentuan Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik merek : a. Pemilik merek dapat melakukan pengaduan atau permintaan penangguhan sementara kepada Bea Cukai. b. Pemilik merek dapat mengajukan permohonan penetapan sementara secara tertulis kepada Pengadilan Niaga. c. Pemilik merek mengajukan gugatan perdata, berupa ganti rugi, penghentian penggunaan merek yang dilanggar. d. Pemilik merek dapat melakukan tuntutan pidana.Kata Kunci: Pelanggaran Hak Merek, Transaksi Elektronik (E-Commerce).
FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD NKRI 1945 Sugiman, Sugiman
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.468

Abstract

Abstrak :Negara Indonesia adalah negara hukum sebagai suatu landasan pelaksanaan kekuasaan negara untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah bersih, berwibawa, bebas dari KKN, dan terwujudnya check and balances. Pasca amandemen UUD 1945 selama kurun waktu 1999-2002 telah membawa pembaharuan dalam ketatanegaraan Indonesia yaitu bergesernya kekuasaan pembentukan UU dari Presiden ke DPR adalah salah satu konsekuensi dari perubahan konstitusi, sehingga fungsi legislatif menjadi lebih kuat dari pada yang biasanya (sebelum amandemen UUD 1945). Bersamaan kuatnya fungsi DPR sangat diharapkan dalam perubahan UUD 1945 ditetapkan adanya tiga fungsi DPR yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Penetapan fungsi DPR tersebut dimaksudkan untuk menjadikan DPR berfungsi secara optimal sebagai lembaga perwakilan rakyat dan sebagai perwujutan prinsip check and balances oleh DPR sesuai Pasal 20A ayat 1 UUD 1945.
MENYOAL PELAKSANAAN KEMERDEKAAN PERS INDONESIA M. Syahnan Harahap
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v11i1.652

Abstract

Kemerdekaan pers, baik pada masa orde lama, orde baru dan orde reformasi memiliki kendala yang sama, yaitu kendala yuridis dan kendala sosiologis. Perbedaannya hanya terletak pada variasi dalam pelaksanaannya. Untuk mengatasi kendala itu formula yang paling tepat adalah pertama, negara hukum yaitu negara yang bertujuan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum pada warga masyarakat. Kedua, negara demokrasi dimana pemerintahan yang berpusat pada rakyat. Ketiga, hak asasi manusia dalam konteks ini adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan perasaan. Semula konsep ini tidak termasuk rancangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 karena kita ingin membangun negara kekeluargaan bukan negara individualistik dan liberalistik. Keempat, pemberdayaan organisasi dan birokrasi untuk melaksanakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kelima, pengawasan hal itu diperlukan untuk efesiensi dan efektifitas pelaksanaan kemerdekaan pers. Keenam sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk tegaknya kemerdekaan pers Indonesia. Katakunci : kemerdekaan pers, Indonesia.
PENYELESAIAN SENGKETA PEMAKAIAN NAMA BADAN HUKUM PERKUMPULAN YANG TERDAPAT PERSAMAAN PADA POKOKNYA ANTARA SATU PERKUMPULAN DENGAN PERKUMPULAN LAINNYA Selamat Lumban Gaol
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.464

Abstract

Abstrak :Perkumpulan berupa badan hukum yang pada mulanya didirikan oleh sekumpulan orang yang didasarkan kesamaan idealisme untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, serta tidak membagikan keuntungan kepada anggota maupun pendirinya, seiring dengan berjalannya waktu terjadi dinamika, bahkan terjadi perpecahan perkumpulan dengan mendirikan perkumpulan baru yang sejenis, sehingga berpotensi nama badan hukum perkumpulan yang baru tersebut terdapat persamaan pada pokoknya dengan perkumpulan lama. Lahir dan munculnya perkumpulan baru yang sejenis ini, akan memunculkan lahirnya sengketa nama badan hukum perkumpulan yang terdapat persamaan pada pokoknya antara satu Perkumpulan dengan perkumpulan lainnya, apabila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, akan bermuara kepada penyelesaian ke Pengadilan. Lalu pengadilan manakah yang berwenang memeriksa dan mengadili serta memutus sengketa nama badan hukum perkumpulan yang terdapat persamaan pada pokoknya antara satu Perkumpulan dengan perkumpulan lainnya tersebut, Pengadilan Negerikah ataukah Pengadilan Tata Usaha Negarakah ataukah Pengadilan Niaga yang berwenang. Permasalahan yang timbul bagaimanakah keabsahan pemakaian nama badan hukum perkumpulan?, dan Pengadilan manakah yang berwenang menyelesaikan sengketa pemakaian nama badan hukum perkumpulan yang terdapat persamaan pada pokoknya antara satu Perkumpulan dengan perkumpulan lainnya ?. Untuk menjawab persoalan tersebut dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dengan pendekatan Undang-Undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) serta pendekatan kasus (case approach), menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Pemakaian nama badan hukum perkumpulan hanya sah untuk satu badan hukum perkumpulan yang sah dan oleh perkumpulan yang bersangkutan, dan Pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa pemakaian nama badan hukum perkumpulan yang terdapat persamaan pada pokoknya antara satu Perkumpulan dengan perkumpulan lainnya adalah Pengadilan Niaga.  Kata Kunci: Badan Hukum, Perkumpulan, nama, penyelesaian sengketa
PERSPEKTIF FORCE MAJEURE DAN REBUS SIC STANTIBUS DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v11i1.648

Abstract

Abstrak :Peranan kontrak sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kontrak adalah: Kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan perikatan/hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban, apabila dilanggar menimbulkan sanksi. Sahnya kontrak harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata. Kontrak didasarkan pada asas-asas yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kontrak. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata; "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Para pihak bebas membuat isi kontrak asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Kontrak melahirkan perikatan yang menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yaitu timbulnya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kontrak yang sudah dibuat dengan memenuhi persyaratan, belum pasti menjamin terlaksana dengan baik (terjadi wanprestasi). Wanprestasi bisa terjadi karena: Kesalahan dapat berupa kelalaian atau kesengajaan, force majeure dan rebus sic stantibus. Force majeure adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau sebagian kewajibannya sesuai apa yang di perjanjikan, disebabkan adanya suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, di mana pihak yang tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko. Konsep force majeure ditemukan dalam: Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, juga mengacu pada Pasal 1444 dan 1445 KUHPerdata. Ditemukan juga dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan putusan pengadilan serta berdasarkan pendapat ahli. Terjadinya peristiwa force majeure menimbulkan suatu akibat baik terhadap perikatan maupun terhadap risiko. Force majeure mensyaratkan adanya itikad baik. Clausula rebus sic stantibus adalah asas hukum yang menyatakan bahwa suatu kontrak tidak lagi berlaku akibat perubahaan keadaan yang mendasar. Asas rebus sic stantibus telah menjadi bagian dari asas hukum umum sama halnya dengan asas-asas hukum yang lainnya dalam hukum (kontrak) internasional. Di Indonesia doktrin ini lebih dikenal di dalam hukum (kontrak) internasional dan sedikit di dalam hukum asuransi. Dalam peraturan perundangan Indonesia, keberadaan clausula rebus sic stantibus mendapatkan pengakuan dalam Pasal 18 c Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian internasional. Indonesia telah meratifikasi The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) melalui Peraturan Presiden RI No. 59 Tahun 2008 sebagai salah satu upaya untuk harmonisasi hukum atau pengaturan dalam hukum kontrak internasional, Dalam UNIDROIT terdapat asas-asas, antara lain: Asas pacta sunt servanda dan asas rebus sic stantibus istilah yang dipakai adalah hardship clauses (klausul kesulitan). Dalam KUHPerdata tidak ada mengatur tentang clausula rebus sic stantibus, yang ada adalah mengatur tentang force majeure. Walaupun secara khusus clausula rebus sic stantibus belum diatur, dengan mencermati perkembangan yang terjadi sangat mungkin secara diam-diam kita sebenarnya sudah mengadopsi doktrin tersebut dan menerapkannya di dalam berbagai kasus di pengadilan. Clausula rebus sic stantibus dibutuhkan terutama untuk kontrak jangka panjang dengan nilai yang sangat tinggi bertujuan untuk mengatasi kesulitan atau kegagalan berkontrak (frustation). Dalam praktiknya terdapat banyak permasalahan-permasalahan terkait dengan force majeure dan rebus sic stantibus. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: Berkaitan dengan substansi, struktur, dan budaya (kultur) hukum. Penelitian ini membahas tentang: Bagaimana pengaturan force majeure dan rebus sic stantibus dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya solusi agar tercipta apa yang menjadi tujuan dari pembuatan kontrak yaitu terwujudnya keadilan bagi para pihak. Kata kunci : Kontrak, Force Majeure, Rebus Sic Stantibus. Abstract :The role of contracts is very important in everyday life. Contract is: Agreement of the parties regarding something that gives birth to a legal engagement / relationship, gives rise to rights and obligations, if it is violated it will lead to sanctions. The validity of the contract must comply with Article 1320 of BW. Contracts are based on principles that serve as guidelines for contract performance. Article 1338 paragraph (1) of BW; "All agreements made legally act as laws for those who make them". The parties are free to make the contents of the contract as long as it doesn’t violate the law, decency and public order. The contract gives birth to an agreement that has legal consequences for the parties, namely the emergence of rights and obligations which must be carried out in good faith. A contract that has been made fulfilling the requirements is not certain to guarantee that it will be executed properly (default occurs). Default can occur due to: Errors can be in the form of negligence or deliberate action, force majeure and rebus sic stantibus. Force majeure is a situation in which one of the parties in an engagement can’t fulfill all or part of its obligations as agreed, due to an event beyond the control of one of the parties that can’t be known or can’t be predicted will occur at the time of making the engagement. , where the party that doesn’t fulfill this obligation can’t be blamed and doesn’t have to bear the risk. The concept of force majeure is found in: Articles 1244 and 1245 of BW, also refers to Articles 1444 and 1445 of BW. It is also found in statutory regulations, jurisprudence and court decisions and based on expert opinion. The occurrence of force majeure events has an effect both on the engagement and on the risks. Force majeure requires good faith. Clausula rebus sic stantibus is a legal principle which states that a contract is no longer valid due to a change in fundamental circumstances. The principle of rebus sic stantibus has become part of the principle of general law as well as other legal principles in international law (agreement). In Indonesia this doctrine is better known in international law (agreement) and less in insurance law. In Indonesian legislation, the existence of the clause rebus sic stantibus is recognized in Article 18 c of Law Number 24 of 2000 concerning International Treaties. Indonesia has ratified The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) through Presidential Regulation of the Republic of Indonesia No. 59 year 2008 as an effort to harmonize laws or regulations in international contract law, UNIDROIT has principles, including: Pacta sunt servanda principle and rebus sic stantibus, the term used is hardship clauses (difficulty clauses). In the BW (burgerlijk wetboek), there is no regulation on clauses of rebus sic stantibus, only about force majeure. Although in particular the clauses of rebus sic stantibus have not been regulated, by looking at the developments that have occurred, it is very possible that we have actually adopted this doctrine secretly and applied it in various cases in court. The rebus sic stantibus of clausula is needed especially for long-term contracts with very high value aimed at overcoming the difficulty or failure of the contract (frustation). In practice, there are many problems related to force majeure and rebus sic stantibus. This is influenced by various factors, including: Relating to the substance, structure, and culture of law. This research discusses: How to regulate force majeure and rebus sic stantibus in the Indonesian legal system. The research method used is normative juridical. To overcome this problem, a solution is needed in order to create what is the goal of making a contract, namely the realization of justice for the parties. Keywords: Contract, Force Majeure, Rebus Sic Stantibus.
KODE ETIK SEBAGAI PEDOMAN PELAKSANAAN PROFESI HUKUM YANG BAIK Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.460

Abstract

Abstrak :Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka prinsip-prinsip penting negara hukum harus ditegakkan. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum. Melalui jasa hukum yang diberikan, kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum dapat diwujudkan. Dalam kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma hukum, terdapat juga norma lain yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam masyarakat yang disebut norma etika. Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik profesi. Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi dan disusun secara sistematis. Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu sama lain. Kode etik berfungsi: Sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak lain, pencegah kesalahpahaman dan konflik, sebagai kontrol apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban. Tujuannya: Menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota, meningkatkan mutu profesi dan organisasi, meningkatkan layanan, memperkuat organisasi, menghindari persaingan tidak sehat, menjalin hubungan yang erat para anggota, dan menentukan baku standarnya. Penegak hukum wajib menaati norma-norma yang penting dalam penegakan hukum yaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatutan, kejujuran serta melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan menimbulkan permasalahan-permasalahan. Dalam penerapannya terkadang mengalami hambatan atau kendala. Pembahasan dalam penelitian ini adalah: Kerangka Teori: Grand theory: Teori etika, Midle range theory: Teori keseimbangan, Applied theory: Teori keadilan; Etika, moral, norma, hukum dan hubungannya; Kode etik profesi hukum: Kode etik dan pedoman perilaku hakim, kode perilaku jaksa, kode etik profesi kepolisian Negara Republik Indonesia, kode etik notaris, kode etik advokat; Pelaksanaan  profesi hukum yang baik dan Hambatan atau kendala dalam pelaksanaan kode etik profesi hukum di Indonesia.  Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Apabila terjadi sengketa mengenai pelaksanaan kode etik, hendaklah diselesaikan dengan memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam kode etik tersebut. Kata kunci : Kode Etik, Pedoman dan Profesi Hukum. Abstract :The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia states that Indonesia is a state of law. In line with these provisions, the important principles of the rule of law must be upheld. In an effort to realize the principles of the rule of law in public and state life, the role and function of law enforcement as a free, independent and responsible profession is important, in addition to the judiciary and law enforcement agencies. Through legal services provided, the interests of justice seekers, including efforts to empower communities in realizing their fundamental rights before the law can be realized. In the study of jurisprudence, it is stated that besides legal norms, there are also other norms that also support the establishment of order in society called ethical norms. Ethical norms from various professional groups are formulated in the form of professional code of ethics. Code of ethics are moral principles that are inherent in a profession and are arranged systematically. The professional code of ethics is the norm that is established and accepted by professional groups, which directs or instructs members how to act and at the same time guarantees the moral quality of the profession in the eyes of society. General principles formulated in a profession will differ from one another. The code of ethics functions: As a means of social control, prevention of interference from other parties, prevention of misunderstanding and conflict, as a control whether members of professional groups have fulfilled their obligations. The goal: Uphold the dignity of the profession, maintain and maintain the welfare of members, increase the devotion of the members, improve the quality of the profession and organization, improve services, strengthen the organization, avoid unfair competition, establish close relationships among members, and set standards. Law enforcers are obliged to obey the norms that are important in law enforcement, namely: humanity, justice, propriety, honesty and implementing the code of ethics accordingly. However, the implementation sometimes does not work well and even causes problems. In its application sometimes experience obstacles or constraints. The discussions in this study is: Theoretical Framework: Grand theory: Ethical theory, Midle range theory: Theory of balance, Applied theory: The theory of justice; Ethics, morals, norms, law and their relationship; Code of ethics of the legal profession: Code of ethics and code of conduct of judges, code of conduct of prosecutors, code of ethics of the police of the Republic of Indonesia, notary code of ethics, code of ethics for advocates; Good implementation of the legal profession and obstacles or constraints in the implementation of the legal profession code of ethics in Indonesia. The method used is normative juridical. If there is a dispute regarding the implementation of the code of ethics, it should be resolved by taking into account the principles contained in the code of ethics. Keywords: Code of Ethics, Guidelines and Legal Profession.
KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH DALAM RANGKA PERALIHAN HAK ATAS TANAH DAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN) Selamat Lumban Gaol
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v11i1.653

Abstract

Abstrak :Dalam praktek kenotariatan dan pendaftaran tanah, penggunaan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah sebagai dasar pembuatan akta jual beli tanah (AJB) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam rangka peralihan hak atas tanah, seyogyanya dilakukan secara selektif oleh Notaris maupun PPAT. Permasalahan yang timbul bagaimanakah keabsahan akta PPJB beli tanah sebagai dasar pembuatan AJB tanah dalam rangka peralihan hak atas tanah dan bagaimanakah keabsahan akta PPJB tanah yang diperoleh karena penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) sebagai dasar pembuatan AJB tanah dalam rangka peralihan hak atas tanah?. Untuk menjawab persoalan tersebut, digunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum, menggunakan pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Akta PPJB tanah lunas yang di dalamnya terdapat kuasa jual beli yang dibuat secara sah dan memenuhi syarat sahnya perjanjian pada umumnya dan juga pemberian kuasa pada khususnya (vide Pasal 1320 Jo. Pasal 1338 Jis. Pasal 1319, Pasal 1337 dan Pasal 1339 serta Pasal 1792, Pasal 1793 dan Pasal 1795 KUH Perdata serta UU Jabatan Notaris) dapat dijadikan sebagai dasar pembuatan AJB tanah dihadapan PPAT yang berwenang sebagai bukti telah dilaksanakannya jual beli dan peralihan hak atas tanah atas bidang tanah yang menjadi objek akta PPJB dan AJB tersebut. Akta PPJB tanah belum lunas yang diperoleh karena atau di dalamnya terdapat penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) atau keadaan jual beli proforma (schijnhandeling) tidak dapat dijadikan sebagai dasar pembuatan AJB tanah dalam rangka peralihan hak atas tanah. Kata kunci : Akta, Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Jual Beli Tanah, Penyalahgunaan keadaan, jual beli semu.
PENERAPAN HAK NARAPIDANA DI LAPAS MILITER BERDASARKAN UU NO 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Nurlely Darwis
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.465

Abstract

Abstrak :Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi juga merupakan pengetahuan tentang kejahatan sebagai fenomena sosial, disini ada korelasi antara kriminologi dan ilmu pidana terutama dibidang penghukuman orang. Dengan demikian luasnya ilmu kriminologi mempelajari juga hal-hal berkaitan dengan pencegahan kejahatan melalui sistem penghukuman orang dimana sistem tersebut dilaksanakan dalam bentuk jaringan Sistem Peradilan Pidana.Pancasila sebagai landasan filosofi dalam penegakan hukum untuk menjamin persamaan hak, kepastian hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, hal ini juga merupakan dasar pelaksanaan pembinaan narapidana militer pada Lembaga Pemasyarakatan Militer yang disebut “Lemasmil”. Hakekat pidana militer adalah pemidanaan bagi seorang militer, pada dasarnya lebih merupakan suatu tindakan pendidikan atau pembinaan daripada tindakan penjeraan atau pembalasan, selama terpidana akan diaktifkan kembali dalam dinas militer setelah menjalani pidana maupun hukuman.Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer dilaksanakan berdasarkan Skep/792/XII/1997 Tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Tentang Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer, menyangkut hal-hal proses pembinaan narapidana militer dan implementasi hak-hak narapidana Militer, dilaksanakan juga berpedoman pada konsep UU PAS 1995 yang pada teknis pelaksanaannya mengacu pada PP No. 31 tahun 1999 tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga binaan Pemasyarakatan; berikut  PP 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara  pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyangkut hal-hal proses pembinaan narapidana militer dan implementasi hak-hak narapidana Militer.Dalam hal implenentasi hak-hak narapidana militer melalui prinsip pembinaan narapidana berdasarkan UU PAS 1995 memperlihatkan ada kendala pada teknis implementasi hak-hak narapidana militer, mengingat UU PAS 1995 yang dijadikan sebagai pedoman implementasi hak narapidana militer   menurut penulis tidak memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dijadikan dasar implementasi keseluruhan hak narapidana militer. Kata kunci : Kriminologi; Hak Narapidana Militer.

Page 10 of 16 | Total Record : 157


Filter by Year

2013 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 16 No 1 (2025): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 15, No 2 (2025): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 15 No 2 (2025): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 15 No 1 (2024): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 14 No 2 (2024): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 14 No 1 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13 No 2 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 2 (2023): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13 No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 13, No 1 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 12, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol 11, No 2 (2021): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 1 (2019): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 2 (2019): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 9, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 2 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 2 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 1 (2018): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 1 (2017): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 2 (2017): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 1 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 7, No 1 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 2 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 2 (2016): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 1 (2015): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 6, No 1 (2015): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 2 (2015): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 1 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 1 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 2 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 2 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 1 (2013): Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol 3, No 2 (2013): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA More Issue