Claim Missing Document
Check
Articles

PELANGGARAN HAK MEREK YANG DILAKUKAN PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN MELALUI TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE) Sinaga, Niru Anita; Ferdian, Muhammad
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.463

Abstract

Abstrak :Perkembangan teknologi informasi saat ini memberikan peluang usaha bagi pelaku bisnis dalam perdagangan melalui transaksi elektronik (e-commerce). Kreativitas pelaku usaha tersebut sehingga timbulkan pelanggaran-pelanggaran terhadap merek dagang. Merek Dagang: Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang  atau  beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang  sejenis lainnya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan menimbulkan permasalahan-permasalahan. Rumusan masalah: Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran merek terdaftar dalam perdagangan transaksi elektronik (e commerce)? dan Bagaimana upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik merek atas pelanggaran merek yang dilakukan pelaku usaha dalam perdagangan melalui transaksi elektronik (e commerce)?. Membahas tentang: Pelanggaran Hak Merek, Perdagangan Melalui Transaksi Elektronik (E-Commerce), Penerapan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Melakukan Pelanggaran Merek Terdaftar Dalam Perdagangan Transaksi Elektronik (E-Commerce), Upaya Hukum Yang Dilakukan Oleh Pemilik Merek Atas Pelanggaran Merek Yang Dilakukan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Transaksi Elektronik (E Commerce). Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Apabila terjadi sengketa mengenai pelaksanaan merek terdaftar, hendaklah diselesaikan dengan memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam perlindungan kekayaan intelektual. Pelaku Usaha yang melakukan pelanggaran merek terdaftar dalam perdagangan transaksi elektronik (e-commerce), dalam bentuk persamaan secara keseluruhan, persamaan pada pokoknya, dan dilusi dapat diterapkan ketentuan Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Upaya hukum yang dilakukan oleh pemilik merek : a. Pemilik merek dapat melakukan pengaduan atau permintaan penangguhan sementara kepada Bea Cukai. b. Pemilik merek dapat mengajukan permohonan penetapan sementara secara tertulis kepada Pengadilan Niaga. c. Pemilik merek mengajukan gugatan perdata, berupa ganti rugi, penghentian penggunaan merek yang dilanggar. d. Pemilik merek dapat melakukan tuntutan pidana.Kata Kunci: Pelanggaran Hak Merek, Transaksi Elektronik (E-Commerce).
PENTINGNYA PERLINDUNGAN HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA Sinaga, Niru Anita
Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v6i2.385

Abstract

Pembangunan ekonomi suatu negara berkaitan erat dengan perlindungan Kekayaan Intelektualnya. Semakin tinggi penghargaan negara terhadap Kekayaan Intelektual, akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir untuk menghasilkan suatu produk atau proses yang bermanfaat. Pada intinya kekayaan intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Indonesia memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap perlindungan Kekayaan Intelektual baik yang bersifat nasional, regional maupun internasional. Hal ini dapat dilihat dengan: Dibentuknya Undang-Undang Nasional di bidang Kekayaan Intelektual, yaitu tentang: Hak Cipta, Merek Dan Indikasi Geografis, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan Varietas Tanaman dan Rahasia Dagang; Ikut ambil bagian dalam Persetujuan/Perjanjian Kerangka Kerja ASEAN (ASEAN Frame work Agreement) dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dalam agenda kerja Osaka; Menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia World Trade Organization (WTO) menyiratkan bahwa Indonesia secara otomatis terikat pada TRIPs; Meratifikasi World Intellectual Property Organization (WIPO). Pembentukan hukum Kekayaan Intelektual harus tetap memiliki orientasi pada kepentingan nasional dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan internasional. Perlindungan hukum Kekayaan Intelektual di Indonesia berpegang pada teori keadilan yang berdasarkan pada Pancasila, dengan prinsip-prinsip: Kemanusiaan; Keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat; Nasionalisme; Keadilan sosial dan Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak bebas nilai (berdasarkan nilai-nilai Pancasila). Meskipun telah dibentuk dan diberlakukan berbagai peraturan di bidang Kekayaan Intelektual, masih terdapat banyak permasalahan-permasalahan. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: Berkaitan dengan substansi, struktur, dan budaya (kultur) hukum. Penelitian ini membahas tentang: Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum Kekayaan Intelektual bagi pembangunan ekonomi Indonesia dan Permasalahan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan perlindungan hukum Kekayaan Intelektual bagi pembangunana ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya solusi agar tercipta apa yang menjadi tujuan dari perlindungan hukum Kekayaan Intelektual yaitu terwujudnya keadilan.
PENYELESAIAN SENGKETA MEDIS DI INDONESIA Sinaga, Niru Anita
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 2 (2021): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jihd.v11i2.765

Abstract

ABSTRAKPembangunan kesehatan sangat penting sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didasarkan pada: Nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, perlindungan dan keselamatan pasien. Bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien; mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis; dan memberikan kepastian hukum. Kesehatan sebagai hak asasi manusia diwujudkan dalam berbagai upaya, al: Penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam penyelenggaraannya peranan dokter sangat penting, dilandasi: Ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, terus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam menjalankan praktik kedokteran diperlukan pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI),  peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan.  tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku dan ketentuan Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI). Hal-hal penting dalam penyelenggaraan praktik kedokteran antara lain: Informed consent, Perikatan/hubungan hukum dengan adanya kontrak terapeutik, Hak dan kewajiban dokter beserta pasien, Rekam medis serta Rahasia medis. Dalam penyelenggaraannya kadang timbul permasalahan yang berujung sengketa. Biasanya yang dipersengketakan berupa: Pelanggaran  etika kedokteran; pelanggaran disiplin kedokteran; pelanggaran hak orang lain/pasien atau pelanggaran kepentingan masyarakat sehingga dokter dan dokter gigi dimintai pertanggungjawaban secara etika kedokteran, disiplin kedokteran dan pertanggungjawaban hukum baik secara perdata, pidana maupun administrasi negara. Penelitian ini membahas: Bagaimana pengaturan dan proses penyelesaian sengketa medis di Indonesia? Jenis penelitian ini adalah penelitian  hukum normatif (yuridis normatif), dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Kata Kunci: Penyelesaian, Sengketa, Medis.  ABSTRACT Health development is very important according to the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which is based on: Scientific values, benefits, justice, humanity, balance, protection and patient safety. Aims to provide protection to patients; maintain and improve the quality of medical services; and provide legal certainty. Health as a human right is manifested in various efforts, eg: Implementation of medical practice. In its implementation, the role of doctors is very important, based on: Science, technology, and competencies obtained through education and training, continue to be maintained and improved in accordance with advances in science and technology. In carrying out medical practice, it is necessary to establish the Indonesian Medical Council (KKI), the role of various professional organizations, associations of educational institutions. comply with the applicable legal provisions and the provisions of the Indonesian Doctor's Code of Ethics (KODEKI). Important things in the implementation of medical practice include: Informed consent, legal engagement/relationship with the existence of a therapeutic contract, rights and obligations of doctors and patients, medical records and medical secrets. In its implementation sometimes problems arise which lead to disputes. Usually the disputed forms are: Violation of medical ethics; violation of medical discipline; violation of the rights of other people/patients or violations of the public interest so that doctors and dentists are held accountable in terms of medical ethics, medical discipline and legal liability in civil, criminal and state administration. This study discusses: How are the arrangements and processes for resolving medical disputes in Indonesia? This type of research is normative legal research (juridical normative), using secondary data obtained from primary, secondary, and tertiary legal sources. Keywords: Resolution, Dispute, Medical.
Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian Niru Anita Sinaga
BINAMULIA HUKUM Vol 7 No 2 (2018): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v7i2.20

Abstract

Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Secara umum perjanjian adalah kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan perikatan/hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban dan apabila tidak dijalankan sebagaimana yang diperjanjikan akan menimbulkan sanksi. Tujuan dibuatnya perjanjian adalah sebagai dasar penyelesaian apabila timbul masalah di kemudian hari agar para pihak terlindungi, mendapatkan kepastian hukum, dan keadilan. Penelitian ini membahas hal-hal yang harus diperhatikan atau dipenuhi dalam membuat perjanjian dan bagaimana peranan asas-asas hukum perjanjian dalam mewujudkan tujuan perjanjian. Penyelesaian sengketa perjanjian hendaklah diselesaikan tidak hanya didasarkan pada apa yang tertulis dalam perjanjian tetapi memperhatikan keselarasan dari seluruh asas-asas hukum perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith), asas kepribadian, asas kepercayaan, asas persamaan hak, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, asas kepastian hukum, asas keseimbangan, dan asas perlindungan. Keywords: perjanjian, asas perjanjian, tujuan perjanjian.
PERANAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH M-PROGRESS Vol 8, No 1 (2018): JURNAL M-PROGRESS
Publisher : JURNAL ILMIAH M-PROGRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.059 KB) | DOI: 10.35968/m-pu.v8i1.186

Abstract

Today's business is growing, both small, medium and upper scale. Talking about business is inseparable from the so-called agreement. Almost every day we make arrangements. It is therefore necessary to understand important matters relating to a treaty, such as: What is the agreement, the terms of the agreement, the principles of the agreement, the object of the agreement, the terms of the agreement, the form of the agreement, the parties involved, the right and the obligations of the parties, the structure and the anatomy of the agreement, the settlement of disputes and the termination of the agreement. In general, the agreement is: The parties' agreement on something that gives birth to a legal relationship, creates rights and obligations, if not executed as promised there will be sanctions. The purpose of making the treaty is similar to the legal objectives in general, namely the creation of justice, order, and legal certainty. In order for what is promised to run well then required a regulating rule, called the law of agreement. But in practice it is often not in accordance with the objective of the agreement that is to provide protection for the parties, the creation of justice, order, and legal certainty. The discussion in this study is to discuss about: What things should be considered or fulfilled to realize the achievement of the purpose of an agreement and How the role of good faith principle in realizing justice for the parties. The method used is normative juridical. In the event of a dispute concerning the agreement, it should be settled with due regard to the principles contained in the treaty law, especially the principle of good faith. Keywords: Agreement, Good Faith and Justice Principle
REFORMASI PAJAK DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN NEGARA Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 8, No 1 (2017): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.385 KB) | DOI: 10.35968/jh.v8i1.136

Abstract

Abstract:One of the goals of the state of Indonesia lies in the Preamble of the 1945 Constitution of the State of the Republic of Indonesia, namely shall protect the whole Indonesian nation and the entire native land of Indonesia and to advance the public welfare, to educate the life of the nation, and the participate in the execution of world order which is by virtue of freedom. One of the way to make it happen is through development in all fields equally both materially and spiritually. Development requires funds, one source through tax collection. Tax is a mandatory contribution to the state that is owed by an individual or entity that is compelling based on law, by not obtaining direct remuneration and used for the purposes of the state for the greatest possible prosperity of the people. In general tax functions: Financially, regulate, stability, and redistribution of funding. The principle and theory of tax collection, among others: Justice, legal philosophy, economics, and finance. Terms of tax collection must meet the requirements of justice, juridical, economic, financial and the collection system should be simple. In order for tax collection to work properly, regulations on taxation have been established. But in practice often experience problems. The discussion in this study is to discuss about: "What factors influence state revenue from the taxation sector in Indonesia is not optimal" and "How the government efforts to increase state revenues from the taxation sector" The method used is normative juridical. State revenues can be increased by reforming the taxation sector to make changes to the tax system significantly and comprehensively covering the revamping of tax administration, improvement of tax regulations, and increasing tax base. In the event of a dispute concerning taxation, it shall be settled in accordance with the provisions and principles of tax law.Keywords: Tax, Tax Reform Abstrak :Salah satu tujuan negara Indonesia terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea IV, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah melalui pembangunan di segala bidang secara merata baik materiil maupun spritual.   Pembangunan memerlukan dana, salah satu sumbernya melalui pemungutan pajak. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara umum fungsi pajak: Finansial, mengatur, stabilitas, dan redistribusi pendanaan. Asas dan teori pemungutan pajak, antara lain: Keadilan, falsafah hukum, ekonomi, dan finansial. Syarat pemungutan pajak harus memenuhi syarat keadilan, yuridis, ekonomis, finansial dan sistem pemungutannya harus sederhana. Agar pemungutan pajak dapat berjalan dengan baik telah dibentuk peraturan-peraturan di bidang perpajakan. Namun dalam pelaksanaannya sering mengalami permasalahan. Pembahasan dalam penelitian ini adalah membahas tentang: “Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tidak maksimalnya pendapatan negara dari sektor pajak di Indonesia” dan “Bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor perpajakan” Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Penerimaan negara dapat ditingkatkan dengan melakukan reformasi dibidang perpajakan yaitu melakukan perubahan system perpajakan secara signifikan dan komprehensif yang mencakup pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan, dan peningkatan basis pajak. Apabila terjadi sengketa mengenai perpajakan, harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan asas-asas hukum pajak. Kata kunci: Pajak, Reformasi Pajak
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DALAM PELAKSANAAN PHK Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 4, No 2 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.798 KB) | DOI: 10.35968/jh.v4i2.95

Abstract

Hubungan kerja dapat menimbulkan barbagai akibat salah satu diantaranya PHK. Dampaknya sangat kompleks, karena itu mekanisme dan prosedurnya harus diatur sedemikian rupa. Tujuannya agar pekerja/buruh tetap mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-hak normatifnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan pembangunan Nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera,adil, makmur, yang merata baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Perlindungan hukum bagi pekerja didasarkan pada ketentuan Pasal 27 (1), ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), UUD 1945. Apabila PHK terjadi harus mendapat kompensasi hak-hak dari pekerja/buruh yg di PHK berupa: uang Pesangon, Uang Jasa, dan Penggantian hak sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No.2 Tahun 2004 Didalam menyelesaikan PHK, hakim harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja. Pertimbangan hakim merupakan jiwa dan intisari putusan Kata Kunci : Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja yang mengalami PHK
PERSPEKTIF FORCE MAJEURE DAN REBUS SIC STANTIBUS DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 11, No 1 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v11i1.648

Abstract

Abstrak :Peranan kontrak sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kontrak adalah: Kesepakatan para pihak tentang sesuatu hal yang melahirkan perikatan/hubungan hukum, menimbulkan hak dan kewajiban, apabila dilanggar menimbulkan sanksi. Sahnya kontrak harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata. Kontrak didasarkan pada asas-asas yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan kontrak. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata; "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Para pihak bebas membuat isi kontrak asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Kontrak melahirkan perikatan yang menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yaitu timbulnya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kontrak yang sudah dibuat dengan memenuhi persyaratan, belum pasti menjamin terlaksana dengan baik (terjadi wanprestasi). Wanprestasi bisa terjadi karena: Kesalahan dapat berupa kelalaian atau kesengajaan, force majeure dan rebus sic stantibus. Force majeure adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau sebagian kewajibannya sesuai apa yang di perjanjikan, disebabkan adanya suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, di mana pihak yang tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko. Konsep force majeure ditemukan dalam: Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, juga mengacu pada Pasal 1444 dan 1445 KUHPerdata. Ditemukan juga dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan putusan pengadilan serta berdasarkan pendapat ahli. Terjadinya peristiwa force majeure menimbulkan suatu akibat baik terhadap perikatan maupun terhadap risiko. Force majeure mensyaratkan adanya itikad baik. Clausula rebus sic stantibus adalah asas hukum yang menyatakan bahwa suatu kontrak tidak lagi berlaku akibat perubahaan keadaan yang mendasar. Asas rebus sic stantibus telah menjadi bagian dari asas hukum umum sama halnya dengan asas-asas hukum yang lainnya dalam hukum (kontrak) internasional. Di Indonesia doktrin ini lebih dikenal di dalam hukum (kontrak) internasional dan sedikit di dalam hukum asuransi. Dalam peraturan perundangan Indonesia, keberadaan clausula rebus sic stantibus mendapatkan pengakuan dalam Pasal 18 c Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian internasional. Indonesia telah meratifikasi The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) melalui Peraturan Presiden RI No. 59 Tahun 2008 sebagai salah satu upaya untuk harmonisasi hukum atau pengaturan dalam hukum kontrak internasional, Dalam UNIDROIT terdapat asas-asas, antara lain: Asas pacta sunt servanda dan asas rebus sic stantibus istilah yang dipakai adalah hardship clauses (klausul kesulitan). Dalam KUHPerdata tidak ada mengatur tentang clausula rebus sic stantibus, yang ada adalah mengatur tentang force majeure. Walaupun secara khusus clausula rebus sic stantibus belum diatur, dengan mencermati perkembangan yang terjadi sangat mungkin secara diam-diam kita sebenarnya sudah mengadopsi doktrin tersebut dan menerapkannya di dalam berbagai kasus di pengadilan. Clausula rebus sic stantibus dibutuhkan terutama untuk kontrak jangka panjang dengan nilai yang sangat tinggi bertujuan untuk mengatasi kesulitan atau kegagalan berkontrak (frustation). Dalam praktiknya terdapat banyak permasalahan-permasalahan terkait dengan force majeure dan rebus sic stantibus. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: Berkaitan dengan substansi, struktur, dan budaya (kultur) hukum. Penelitian ini membahas tentang: Bagaimana pengaturan force majeure dan rebus sic stantibus dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan adanya solusi agar tercipta apa yang menjadi tujuan dari pembuatan kontrak yaitu terwujudnya keadilan bagi para pihak. Kata kunci : Kontrak, Force Majeure, Rebus Sic Stantibus. Abstract :The role of contracts is very important in everyday life. Contract is: Agreement of the parties regarding something that gives birth to a legal engagement / relationship, gives rise to rights and obligations, if it is violated it will lead to sanctions. The validity of the contract must comply with Article 1320 of BW. Contracts are based on principles that serve as guidelines for contract performance. Article 1338 paragraph (1) of BW; "All agreements made legally act as laws for those who make them". The parties are free to make the contents of the contract as long as it doesn’t violate the law, decency and public order. The contract gives birth to an agreement that has legal consequences for the parties, namely the emergence of rights and obligations which must be carried out in good faith. A contract that has been made fulfilling the requirements is not certain to guarantee that it will be executed properly (default occurs). Default can occur due to: Errors can be in the form of negligence or deliberate action, force majeure and rebus sic stantibus. Force majeure is a situation in which one of the parties in an engagement can’t fulfill all or part of its obligations as agreed, due to an event beyond the control of one of the parties that can’t be known or can’t be predicted will occur at the time of making the engagement. , where the party that doesn’t fulfill this obligation can’t be blamed and doesn’t have to bear the risk. The concept of force majeure is found in: Articles 1244 and 1245 of BW, also refers to Articles 1444 and 1445 of BW. It is also found in statutory regulations, jurisprudence and court decisions and based on expert opinion. The occurrence of force majeure events has an effect both on the engagement and on the risks. Force majeure requires good faith. Clausula rebus sic stantibus is a legal principle which states that a contract is no longer valid due to a change in fundamental circumstances. The principle of rebus sic stantibus has become part of the principle of general law as well as other legal principles in international law (agreement). In Indonesia this doctrine is better known in international law (agreement) and less in insurance law. In Indonesian legislation, the existence of the clause rebus sic stantibus is recognized in Article 18 c of Law Number 24 of 2000 concerning International Treaties. Indonesia has ratified The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC) through Presidential Regulation of the Republic of Indonesia No. 59 year 2008 as an effort to harmonize laws or regulations in international contract law, UNIDROIT has principles, including: Pacta sunt servanda principle and rebus sic stantibus, the term used is hardship clauses (difficulty clauses). In the BW (burgerlijk wetboek), there is no regulation on clauses of rebus sic stantibus, only about force majeure. Although in particular the clauses of rebus sic stantibus have not been regulated, by looking at the developments that have occurred, it is very possible that we have actually adopted this doctrine secretly and applied it in various cases in court. The rebus sic stantibus of clausula is needed especially for long-term contracts with very high value aimed at overcoming the difficulty or failure of the contract (frustation). In practice, there are many problems related to force majeure and rebus sic stantibus. This is influenced by various factors, including: Relating to the substance, structure, and culture of law. This research discusses: How to regulate force majeure and rebus sic stantibus in the Indonesian legal system. The research method used is normative juridical. To overcome this problem, a solution is needed in order to create what is the goal of making a contract, namely the realization of justice for the parties. Keywords: Contract, Force Majeure, Rebus Sic Stantibus.
KODE ETIK SEBAGAI PEDOMAN PELAKSANAAN PROFESI HUKUM YANG BAIK Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 10, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35968/jh.v10i2.460

Abstract

Abstrak :Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka prinsip-prinsip penting negara hukum harus ditegakkan. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum. Melalui jasa hukum yang diberikan, kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum dapat diwujudkan. Dalam kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma hukum, terdapat juga norma lain yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam masyarakat yang disebut norma etika. Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik profesi. Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi dan disusun secara sistematis. Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu sama lain. Kode etik berfungsi: Sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak lain, pencegah kesalahpahaman dan konflik, sebagai kontrol apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi kewajiban. Tujuannya: Menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota, meningkatkan mutu profesi dan organisasi, meningkatkan layanan, memperkuat organisasi, menghindari persaingan tidak sehat, menjalin hubungan yang erat para anggota, dan menentukan baku standarnya. Penegak hukum wajib menaati norma-norma yang penting dalam penegakan hukum yaitu: kemanusiaan, keadilan, kepatutan, kejujuran serta melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya. Namun dalam pelaksanaannya terkadang tidak berjalan dengan baik bahkan menimbulkan permasalahan-permasalahan. Dalam penerapannya terkadang mengalami hambatan atau kendala. Pembahasan dalam penelitian ini adalah: Kerangka Teori: Grand theory: Teori etika, Midle range theory: Teori keseimbangan, Applied theory: Teori keadilan; Etika, moral, norma, hukum dan hubungannya; Kode etik profesi hukum: Kode etik dan pedoman perilaku hakim, kode perilaku jaksa, kode etik profesi kepolisian Negara Republik Indonesia, kode etik notaris, kode etik advokat; Pelaksanaan  profesi hukum yang baik dan Hambatan atau kendala dalam pelaksanaan kode etik profesi hukum di Indonesia.  Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Apabila terjadi sengketa mengenai pelaksanaan kode etik, hendaklah diselesaikan dengan memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam kode etik tersebut. Kata kunci : Kode Etik, Pedoman dan Profesi Hukum. Abstract :The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia states that Indonesia is a state of law. In line with these provisions, the important principles of the rule of law must be upheld. In an effort to realize the principles of the rule of law in public and state life, the role and function of law enforcement as a free, independent and responsible profession is important, in addition to the judiciary and law enforcement agencies. Through legal services provided, the interests of justice seekers, including efforts to empower communities in realizing their fundamental rights before the law can be realized. In the study of jurisprudence, it is stated that besides legal norms, there are also other norms that also support the establishment of order in society called ethical norms. Ethical norms from various professional groups are formulated in the form of professional code of ethics. Code of ethics are moral principles that are inherent in a profession and are arranged systematically. The professional code of ethics is the norm that is established and accepted by professional groups, which directs or instructs members how to act and at the same time guarantees the moral quality of the profession in the eyes of society. General principles formulated in a profession will differ from one another. The code of ethics functions: As a means of social control, prevention of interference from other parties, prevention of misunderstanding and conflict, as a control whether members of professional groups have fulfilled their obligations. The goal: Uphold the dignity of the profession, maintain and maintain the welfare of members, increase the devotion of the members, improve the quality of the profession and organization, improve services, strengthen the organization, avoid unfair competition, establish close relationships among members, and set standards. Law enforcers are obliged to obey the norms that are important in law enforcement, namely: humanity, justice, propriety, honesty and implementing the code of ethics accordingly. However, the implementation sometimes does not work well and even causes problems. In its application sometimes experience obstacles or constraints. The discussions in this study is: Theoretical Framework: Grand theory: Ethical theory, Midle range theory: Theory of balance, Applied theory: The theory of justice; Ethics, morals, norms, law and their relationship; Code of ethics of the legal profession: Code of ethics and code of conduct of judges, code of conduct of prosecutors, code of ethics of the police of the Republic of Indonesia, notary code of ethics, code of ethics for advocates; Good implementation of the legal profession and obstacles or constraints in the implementation of the legal profession code of ethics in Indonesia. The method used is normative juridical. If there is a dispute regarding the implementation of the code of ethics, it should be resolved by taking into account the principles contained in the code of ethics. Keywords: Code of Ethics, Guidelines and Legal Profession.
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DALAM PELAKSANAAN PHK Niru Anita Sinaga
JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA Vol 5, No 1 (2014): JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA
Publisher : UNIVERSITAS DIRGANTARA MARSEKAL SURYADARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.461 KB) | DOI: 10.35968/jh.v5i1.100

Abstract

Hubungan kerja dapat menimbulkan barbagai akibat salah satu diantaranya PHK. Dampaknya sangat kompleks, karena itu mekanisme dan prosedurnya harus diatur sedemikian rupa. Tujuannya agar pekerja/buruh tetap mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-hak normatifnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Karena tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dari tujuan pembangunan Nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera,adil, makmur, yang merata baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Perlindungan hukum bagi pekerja didasarkan pada ketentuan Pasal 27 (1), ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), UUD 1945. Apabila PHK terjadi harus mendapat kompensasi hak-hak dari pekerja/buruh yg di PHK berupa: uang Pesangon, Uang Jasa, dan Penggantian hak sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No.2 Tahun 2004 Didalam menyelesaikan PHK, hakim harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja. Pertimbangan hakim merupakan jiwa dan intisari putusan Kata Kunci : Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja yang mengalami PHK