cover
Contact Name
Basori
Contact Email
tjakbasori@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
suarbetangbbkalteng@gmail.com
Editorial Address
http://suarbetang.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/BETANG
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
Suar Betang
ISSN : 19075650     EISSN : 26864975     DOI : 10.26499/surbet.v14i1.91
Core Subject : Education,
SUAR BETANG is a journal that publishes articles in the study of literature, linguistics, and language teaching. This journal will be consumed by litterateur, linguists, researchers, university lecturers in language teaching, students in linguistics, language teachers, journalists, and other professionals. All articles in SUAR BETANG have passed reviewing process by peer reviewers and edited by editors. SUAR BETANG is published by Balai Bahasa Kalimantan Tengah twice a year, in June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 249 Documents
Spells to Repel Supernatural Beings in the Beliefs of the Sundanese Community NFN Rahmawati; NFN Hendrokumoro
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.14665

Abstract

The rapid development of technology can erode local culture, including myths. This study aims to document spells to repel supernatural beings in the beliefs of the Sundanese community. Specifically, this study aims to describe the form, meaning, function, context of use, and relevance of spells to repel supernatural beings in the Sundanese community. This study used qualitative descriptive methods. Data were obtained from interviews and questionnaires. The informants for this study consisted of one shaman and 58 respondents. The interview was conducted on 14 and 26 September 2023. The questionnaire was distributed on 22-25 September 2023. The results of this study show that first, the form and meaning of the spell to repel supernatural beings in the beliefs of the Sundanese community are the lingual forms of anak bedul, anak kunyuk, anak monyet, mata peda, aki, and nini. Second, Sundanese people view the existence of supernatural beings not as a myth. Third, the majority of the Sundanese community thinks that the spell to repel supernatural beings functions to ask for protection from God. Fourth, the spell to repel supernatural beings is only used when visiting empty/abandoned, dirty, and damp places. Fifth, the majority of research respondents considered that supernatural creature barrier spells are still very effective to use in the present and the future. Abstrak Dewasa ini, perkembangan teknologi berpotensi menggerus budaya lokal, tidak terkecuali mitos. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan mantra penghalang makhluk gaib dalam kepercayaan masyarakat Sunda. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk, makna, fungsi, konteks penggunaan, dan relevansi mantra penghalang makhluk gaib bagi masyarakat Sunda. Agar tujuan penelitian dapat tercapai, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data penelitian diperoleh dengan teknik wawancara dan teknik sebar kuesioner. Adapun informan penelitian ini terdiri atas satu orang dukun dan 58 responden. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 14 dan 26 September 2023 (wawancara) dan tanggal 22 s.d. 25 September 2023 (sebar angket kuesioner). Penelitian ini menemukan lima temuan. Pertama, bentuk dan makna mantra penghalang makhluk gaib yang menunjukkan bahwa masyarakat Sunda memercayai makhluk gaib adalah bentuk lingual anak bedul, anak kunyuk, anak monyet, mata peda, aki dan nini. Kedua, masyarakat Sunda memandang keberadaan makhluk gaib bukanlah sebuah mitos. Ketiga, mayoritas masyarakat Sunda menganggap bahwa fungsi mantra penghalang makhluk gaib adalah untuk memohon perlindungan kepada Allah Swt.. Keempat, mantra penghalang makhluk gaib hanya digunakan pada saat mendatangi tempat kosong/terbengkalai, kotor, dan lembap. Kelima, mayoritas responden penelitian menganggap bahwa mantra penghalang makhluk gaib masih sangat ampuh digunakan pada masa kini dan masa mendatang.
Sulawesi’s Local Culture on Puya ke Puya and Natisha Persembahan Terakhir Novel: Simulacra Process Rizky Amelya Furqan; Selfi Mahat Putri; Armini Arbain
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.14674

Abstract

The influence of developments over time has caused traditions and culture in society to begin to be marginalized because they are considered unreasonable or pre-logical. However, currently many parties are starting to revive the tradition, including the government through tourism and involving writers. Apart from that, writers also express traditions through literary works. This can be seen in the novels Puya ke Puya and Natisha Persembahan Terakhir. The traditions described are people's beliefs about the rambu solo and parakang ceremonies. However, the traditions depicted have been influenced by developments over time so that the traditions depicted are no longer traditions that are believed to be considered sacred like previous societies. Therefore, we can see the depiction of the existence of a tradition through a literary work. The research method used is the literary anthropology approach which discusses the relationship between literature, anthropology and culture. This research aims to see how traditions and culture exist in literary works. The result of this research is that there is a simulakra process of Sulawesi culture in the literary works of the two authors. Apart from that, there is criticism conveyed by the author towards the culture that develops through the response of society as depicted in the characters. Thus, it can be concluded that the culture presented in literary works through the simulakra process does not just introduce culture, but also criticizes society's response to cultural developments. Abstrak Pengaruh perkembangan zaman menyebabkan tradisi dan budaya yang ada di dalam masyarakat mulai dimarginalkan karena dianggap tidak masuk di akal atau bersifat pralogis. Namun, saat ini banyak pihak mulai menyuarakan kembali tradisi, di antaranya pemerintah melalui pariwisata dengan melibatkan sastrawan. Selain itu, sastrawan juga menyuarakan tradisi melalui karya sastra. Hal itu terlihat dalam novel Puya ke Puya dan Natisha Persembahan Terakhir. Tradisi yang digambarkan adalah kepercayaan masyarakat tentang upacara rambu solo dan parakang. Namun, tradisi yang digambarkan telah dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga bukan lagi merupakan tradisi yang dipercaya dan dianggap sakral seperti anggapan masyarakat sebelumnya. Oleh karena itu, dapat dilihat penggambaran eksistensi sebuah tradisi melalui sebuah karya sastra. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan antropologi sastra yang membahas keterkaitan sastra, antropologi, dan budaya. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana tradisi dan budaya yang ada dalam karya sastra. Hasil penelitian menunjukkan adanya proses simulakra kebudayaan Sulawesi dalam karya sastra kedua pengarang. Selain itu, terdapat kritik yang disampaikan pengarang terhadap kebudayaan yang berkembang melalui respons masyarakat yang tergambar dalam tokoh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yang dihadirkan dalam karya sastra melalui proses simulakra tidak sekadar memperkenalkan kebudayaan, tetapi juga mengkritisi respons masyarakat terhadap perkembangan kebudayaan tersebut.
Cities in Kalimantan in the Short Story “Kota-kota Air Membelakangi Air” by Raudal Tanjung Banua Septian Rifki Sugiarto; Eta Farmacelia Nurulhady; Sukarjo Waluyo
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.14229

Abstract

The city and its people are not free from the problems that surround them. Moreover, for cities that depend a lot for their continuity and life on nature, for example, the water sector. As time progresses, these cities often begin to abandon the way of life they have lived for a long time. Such a picture is depicted in the short “Kota-Kota Air Membelakangi Air” (The water cities are rejecting the water) by Raudal Tanjung Banua. These various problems certainly did not arise suddenly without a reason behind them. This article tries to look at the picture of cities in Kalimantan, past and present, which seem to have changed a lot. To uncover this problem, the author uses a literary sociology approach and the theory of social change. The analysis carried out is based on the interpretation of the objectives, which is then supported by various related references. The results show that there have been social changes in people's lives in various cities in Kalimantan. The majority of people live in the water sector. As a result, cities in Kalimantan that used to live in the water sector began to recede and die. An indication that there has been social and cultural change in society in various cities in Kalimantan. This is caused by various factors, such as modernization and industrialization, which have a direct impact on changes in the physical environment, changes in population, attitudes and values, and needs that are deemed necessary.AbstractKota beserta masyarakatnya tidak lepas dari problematika yang melingkupinya. Terlebih, bagi kota-kota yang banyak menggantungkan kelangsungan dan kehidupannya terhadap alam, misalnya sektor perairan. Seiring perkembangan zaman, kota-kota tersebut acap mulai meninggalkan cara hidup yang telah dijalani sejak lama. Gambaran yang demikian terpotret dalam cerpen “Kota-Kota Air Membelakangi Air” karya Raudal Tanjung Banua. Berbagai persoalan tersebut pastinya tidak lahir secara serta-merta tanpa ada suatu sebab yang melatarbelakanginya. Tulisan ini mencoba melihat gambaran kota-kota di Kalimantan dulu dan sekarang yang tampak jauh telah berubah. Untuk mengungkap masalah tersebut, penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan teori perubahan sosial. Analisis yang dilakukan didasarkan pada interpretasi objektif, kemudian didukung oleh berbagai referensi terkait. Hasilnya menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dan perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat di berbagai kota di Kalimantan. Mayoritas masyarakat meninggalkan kehidupan dari sektor perairan. Alhasil, kota-kota di Kalimantan yang dulunya hidup dari sektor perairan mulai surut dan padam. Suatu indikasi bahwasanya telah terjadi perubahan sosial dan budaya masyarakat di berbagai kota di Kalimantan. Hal tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti modernisasi dan industrialisasi yang berakibat langsung terhadap perubahan lingkungan fisik, perubahan penduduk, sikap dan nilai-nilai, serta kebutuhan yang dianggap perlu.
Representation of the Author’s Inner Conflict in the Novel Ziarah (1969) by Iwan Simatupang: a Psychoanalitycal Study Elisa Nur Apriliana; Ririn Wahyu Eka Sari; Dwi Susanto
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.12856

Abstract

The aim of this research is to reveal Iwan Simatupang's inner conflict through his novel entitled Ziarah (1969) using Sigmund Freud's psychoanalytic approach, namely condensation, symbolization, and diversion. The novel tells the story of the inner struggles of a former painter who acts like a madman and a drunkard because his wife died. The method used is descriptive qualitative. The material object in this research is the novel Ziarah (1969) by Iwan Simatupang, while the formal object is the author's inner conflict which is represented through the language contained in the novel. The primary data for this research are words, sentences, language, narrative, and symbols contained in the novel Ziarah (1969) which show the existence of conflict or desire that the author tries to suppress. The secondary data for this research is all information related to the biography and work of Iwan Simatupang to be related to psychology, especially in revealing the inner conflict experienced by Iwan Simatupang. Data collection techniques are carried out by reading and recording various information needed in the research. The data analysis technique uses Sigmund Freud's psychoanalytic theory to uncover the author's inner construction or conflict represented in the text. The results of the research were that Iwan Simatupang was known to be experiencing depression because his wife died. Through condensation, symbolization and diversion, Iwan can be said to be experiencing a serious mental disorder which can affect his emotions, behavior and communication. This mental disorder is called schizophrenia. AbstrakTujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan konflik batin Iwan Simatupang melalui novelnya yang berjudul Ziarah (1969) menggunakan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud, yaitu kondensasi, simbolisasi, dan pengalihan. Novel tersebut bercerita tentang pergulatan batin mantan bekas pelukis yang bertingkah layaknya orang gila dan pemabuk karena istrinya meninggal. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Objek material dalam penelitian ini adalah novel Ziarah (1969) karya Iwan Simatupang, sedangkan objek formalnya berupa konflik batin pengarang yang direpresentasikan melalui bahasa yang terdapat dalam novel. Data primer penelitian ini berupa kata, kalimat, bahasa, narasi, dan simbol yang terdapat dalam novel Ziarah (1969) yang menunjukkan adanya konflik atau hasrat yang berusaha pengarang pendam. Data sekunder penelitian ini adalah segala informasi yang berhubungan dengan biografi dan karya dari Iwan Simatupang untuk dikaitkan dengan psikologi, khususnya dalam mengungkap konflik batin yang dialami oleh Iwan Simatupang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca dan mencatat berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian. Teknik analisis data menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud untuk membongkar konstruksi atau konflik batin pengarang yang terepresentasi dalam teks. Iwan Simatupang diketahui mengalami depresi karena istrinya meninggal. Melalui kondensasi, simbolisasi, dan pengalihan Iwan dapat dikatakan mengalami gangguan mental berat di mana dapat memengaruhi emosional, tingkah laku, dan komunikasinya. Gangguan mental inilah yang disebut dengan skizofrenia. 
An Ethnolinguistic Study on the Lexicon in Haul Bungah Tradition Dian Karimah Wildani
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.14544

Abstract

This research aims to identify and explain the meaning of various terms contained in the lexicon of Haul Bungah tradition and the cultural values reflected in these terms. The data of this research are terms related to aul Bungah tradition. The research method used is qualitative, with data collection techniques through participant observation and in-depth interviews. Recording and note-taking were also done to support data collection. The results showed that there are 17 terms that are often used in the Haul Bungah tradition, which can be categorized into two forms, namely monomorphemic and polymorphemic. Based on the two forms, this research found 4 terms in monomorphemic form and 13 terms in polymorphemic form. The cultural values reflected from the lexicon in the Haul Bungah tradition include human relationships with God, nature, society, others, and oneself. AbstrakPenelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menjelaskan makna dari berbagai istilah yang terdapat dalam leksikon tradisi Haul Bungah serta nilai-nilai budaya yang tecermin dalam istilah-istilah tersebut. Data penelitian ini berupa istilah-istilah yang terkait dengan tradisi Haul Bungah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi partisipan dan wawancara mendalam. Perekaman dan pencatatan juga dilakukan untuk mendukung pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan adanya 17 istilah yang sering digunakan dalam tradisi Haul Bungah, yang dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu monomorfemis dan polimorfemis. Dari kedua bentuk tersebut, terdapat 4 istilah dalam bentuk monomorfemis dan 13 istilah dalam bentuk polimorfemis. Nilai-nilai budaya yang tercermin dari leksikon dalam tradisi Haul Bungah mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, alam, masyarakat, orang lain, dan diri sendiri.
Luluk Discourse in Patanda Kadupipi Ceremony of the Kambera Society Restisary Nduka; NFN Suhandano
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.14226

Abstract

Luluk discourse is one of the linguistic elements used to communicate in traditional wedding ceremonies by the Kambera society. This study aims to analyze the structure of luluk discourse and explain its linguistic characteristics. This research uses the ethnographic study of communication with a qualitative descriptive method. The results revealed that the structure of luluk discourse in the patanda kadupipi stage was arranged in two dialog sessions, in the first session discussing the yelling to kandihang, discussion of customary fines, discussion of dates, discussion of offerings, and in the end closing the first session. Furthermore, the second session comprises the yelling to kandihang, date agreement, negotiation of offerings, and agreement on the amount of offerings. Luluk discourse has literary discourse characteristics consisting of language style, ritual language, and rhythmic language. AbstrakWacana luluk merupakan salah satu unsur kebahasanan yang digunakan untuk berkomunikasi dalam upacara pernikahan adat oleh masyarakat Kambera. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur wacana luluk dan menjelaskan karakteristik kebahasaannya. Penelitian ini menggunakan kajian etnografi komunikasi dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa struktur wacana luluk dalam tahapan patanda kadupipi tersusun dua sesi dialog. Sesi pertama membahas penyahutan kandihang, denda adat, tanggal, seserahan, penutupan sesi pertama. Selanjutnya pada sesi kedua tersusun atas penyahutan kandihang, kesepakatan tanggal, negosiasi seserahan, dan jumlah seserahan. Wacana luluk memiliki karakteristik wacana literer yang terdiri dari gaya bahasa, bahasa ritual, dan bahasa berirama.
Code Mixing of Slang and Sundanese on TikTok Mochamad Taufik Ramadhan; Cece Sobarna; Asri Soraya Afsari
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.13751

Abstract

This study examines the use of Sundanese language on the Tiktok account @dikingo69. The interesting thing to study is that there is the use of slang in every conversation. This study aims to examine the form of code mix and its type. The research method used is qualitative by describing the data obtained. The results show that there are two forms of code mix, namely words in the form of acronyms, abbreviations, basic words, forms of morphological interference, non-standard words, contractions, lexeme blends, forms that undergo morphophonemic, and code mix at the phrase level. The types of code mix are inward code mix, between Sundanese, Indonesian, and Javanese, and outward code mix, between Sundanese, English, and Mandarin. AbstrakPenelitian ini mengkaji penggunaan bahasa Sunda pada akun Tiktok @dikingo69. Hal yang menarik untuk dikaji ialah penggunaan bahasa gaul dalam setiap percakapan. Penelitian ini bertujuan mengkaji bentuk campur kode dan jenisnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan mendeskripsikan data yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua bentuk campur kode, yaitu, pada tataran kata yang berupa akronim, abreviasi, kata dasar, bentuk interferensi morfologi, kata nonstandar, kontraksi, paduan leksem, bentuk yang mengalami morfofonemik, dan campur kode pada tataran frasa. Adapun jenis campur kode berupa campur kode ke dalam, yaitu antara bahasa Sunda, Indonesia, dan Jawa, dan campur kode ke luar, yaitu antara bahasa Sunda, Inggris, dan Mandarin.  
Synesthesia in Netizen Comments on the Video of the Song “Khanti” Tanti Ariana; Triana Rahma Wulandari; Neneng Nurjanah
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.11965

Abstract

Synesthesia is a metaphor in the form of an expression related to the five senses used in a particular object or concept. Many people use language containing synesthesia to express something that has to do with human senses, especially in expressing impression over a song done by netizens in the form of comments. This study was conducted with the aim of disclosing and categorizing the types of synesthesia in netizen comments on the video lyrics of the song “Khanti”through the Rossa Official Youtube as the data source. The method used in this research is descriptive qualitative. The types of synesthesia are divided into five human senses, namely the sense of sight (eyes), the sense of smell (nose), the sense of taste (tongue), the sense of touch (skin), and the sense of hearing (ears). The results show that the sense of touch (skin) has the highest intensity of occurrence, which is 5 times. Thus, it can be concluded that the expressions containing metaphors in the comments are more likely to perceive the sense of touching the skin than the other senses. AbstrakSinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu pancaindra yang digunakan dalam suatu objek atau konsep tertentu. Banyak orang menggunakan bahasa yang mengandung sinestesia untuk mengungkapkan sesuatu yang memiliki kaitan dengan indra manusia, terlebih dalam mengungkapkan kesan terhadap sebuah lagu. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan dan mengategorikan jenis sinestesia yang terdapat dalam komentar warganet terhadap video lirik lagu “Khanti” melalui akun Youtube Rossa Official sebagai sumber datanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Kategori jenis metafora sinestesia yang dideskripsikan terbagi ke dalam lima panca indra manusia, yaitu indra penglihatan (mata), indra penciuman (hidung), indra pengecap (lidah), indra peraba (kulit), dan indra pendengaran (telinga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa indra peraba kulit memiliki intensitas kemunculan paling banyak, yaitu sebanyak 5 kali. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ungkapan yang mengandung metafora dalam komentar tersebut lebih cenderung memersepsikan indra peraba kulit dibandingkan indra lainnya. 
Dysphemism Manifestation: Disassembly Ganyang Malaysia in Indonesian Football News Headlines NFN Aswan; Anang Santoso; Moch. Syahri
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.12884

Abstract

In recent decades (1959-2023), the phrase ganyang Malaysia has been widely used by the media to frame the confrontation of Indonesia and Malaysia. Over time, the media has employed this phrase in various contexts, including Indonesian football headlines. So far, research related to the phrase ganyang Malaysia in the context of semantic studies has not shown significant results, warranting further investigation. Focus of this research is to examine the use of the phrase ganyang Malaysia in Indonesian football news headlines, based on its usage in media, meanings, and history. The method employed in this study was qualitative and utilized a semantic study approach. The research data consisted of 40 Indonesian football news headlines obtained from 10 online media. Indonesian media uses the phrase ganyang Malaysia to convey a sense of superiority and the euphoria. In terms of its meaning and history, phrase ganyang Malaysia manifests as a form of jargon disfeminism with the purpose of characterizing, emphasizing, and representing unfavorable situations. The manifestation of disfemism in the phrase ganyang Malaysia serves as empirical evidence that sports can be a means of expressing emotions, national identity, and collective sentiments within society. AbstrakFrasa ganyang Malaysia dalam beberapa dekade ini (1959-2023) banyak digunakan media massa dalam membingkai konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Dalam perkembangannya, media massa menggunakan frasa tersebut dalam berbagai konteks, salah satunya tampak pada judul berita sepak bola Indonesia. Sejauh yang ditelusuri, belum ada penelitian secara spesifik mengungkapkan bagaimana frasa ganyang Malaysia pada judul berita. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk meneliti frasa ganyang Malaysia dalam judul berita sepak bola berbasis berdasarkan perspektif penggunaannya di media massa, makna, dan sejarah. Jenis metode penelitian yang diterapkan adalah kualitatif dengan pendekatan kajian semantik. Data penelitian adalah 40 judul berita sepak bola Indonesia yang didapatkan dari 10 media massa daring (media mainstream). Ditemukan bahwa frasa ganyang Malaysia digunakan media massa Indonesia untuk menampilkan superior dan euforia kemenangan Indonesia atas Malaysia atau kekalahan Malaysia dari Indonesia dan negara lain. Ditinjau dari makna dan sejarahnya, frasa ganyang Malaysia memanifestasikan disfemisme berbentuk jargon dengan tujuan untuk karakterisasi, penekanan, dan representasi situasi buruk. Manifestasi disfemisme dalam frasa ganyang Malaysia menjadi bukti impiris bahwa olahraga dapat menjadi sarana untuk mengekspresikan emosi, identitas nasional, dan sentimen kolektif dalam masyarakat.
Linguistics Landscape in Mojokerto: Use of Language on the Majapahit Kingdom Site Kireina Fernanda Utomo; Nurenzia Yannuar
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.13348

Abstract

This research examines the use of language in public spaces, especially at the Majapahit Kingdom heritage site, Mojokerto. The aim of this research is to describe how language is used at the Majapahit Kingdom heritage site, Mojokerto using linguistics landscape studies. This research data is a form of language use on posters, signboards, public signs and other signs in the research area that can reflect Mojokerto's designation as a historic city. The research results show that there are seven languages used, namely Indonesian, Javanese, English, Arabic, Hokkien, Mandarin and Pāli. These forms of language use are divided into three categories of language signs in public spaces, namely warning signs, information signs and place names. Factors that influence language signs in public spaces were also found to represent Mojokerto as a heritage site of the Majapahit Kingdom, namely as a place for research and visits for local and foreign tourists. These factors include government regulations, communication needs and marketing promotions for each location.  AbstrakPenelitian ini membahas penggunaan bahasa di ruang publik, khususnya di situs peninggalan Kerajaan Majapahit, Mojokerto. Tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan penggunaan bahasa di situs peninggalan Kerajaan Majapahit, Mojokerto menggunakan kajian lanskap linguistik. Data penelitian ini adalah penggunaan bahasa pada poster, papan nama, tanda umum, dan tanda-tanda lain di kawasan penelitian yang dapat mencerminkan sebutan Mojokerto sebagai kota bersejarah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tujuh bahasa yang digunakan, yakni bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Hokkien, bahasa Mandarin, dan bahasa Pali. Bentuk-bentuk penggunaan bahasa tersebut terbagi dalam tiga kategori tanda bahasa di ruang publik, yakni pada kategori tanda peringatan, tanda informasi, dan nama tempat. Ditemukan pula faktor yang memengaruhi tanda bahasa di ruang publik yang merepresentasikan Mojokerto sebagai situs peninggalan Kerajaan Majapahit, yakni sebagai tempat penelitian atau kunjungan bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Faktor tersebut antara lain adanya regulasi pemerintah, kebutuhan komunikasi, dan promosi pemasaran tiap tempatnya.