Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
JURNAL HERMENEUTIKA diterbitkan oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati. JURNAL HERMENEUTIKA tujuannya merupakan kumpulan karya tulis ilmiah hasil riset maupun konseptual bidang ilmu hukum dengan ruang lingkup Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum tata negara, Hukum administrasi negara, Hukum international, Hukum masyarakat pembangunan, Hukum islam, Hukum bisnis, Hukum acara, dan Hak asasi manusia. JURNAL HERMENEUTIKA menerima tulisan dari para akademisi maupun praktisi dengan proses blind review, sehingga dapat diterima disetiap kalangan dengan penerbitan jurnal ilmiah berkala terbit setiap dua kali dalam setahun periode Februari dan Agustus dengan nomor p-ISSN 2337-6368 serta e-ISSN 2615-4439.
Articles
201 Documents
PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA ANAK PADA TINGKAT PEMERIKSAAN PENGADILAN
Waluyadi Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i1.3276
Penyelesaian kasus pidana anak, wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, yaitu penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Penerapan pendekatan Restoratif Justice dalam perkara anak, diwujudkan dalam bentuk diversi. Permasahan yang muncul adalah bagaimanakah kebijakan prosedural dalam pelaksanaan Diversi dan realitas praktiknya di tingkat pemeriksaan pengadilan. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma positivistik. Hukum. Data yang digunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Analisisnya menggunakan analisis kualitatif dengan model interaktif. Kebijakan prosedural dalam pelaksanaan diversi pada tingkat pemeriksaan Pengadilan berpedoman pada UU No. 12 Tahun 2011 dan pada Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014. . Dalam praktik di lapangan, terdapat kendala tidak dapat dilakukanya Diversi karena terkendala oleh persyaratan yang kaku sebagaimana tersebut pada pasal 7 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
UPAYA PENGAWASAN DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TERHADAP JAJANAN BERBASIS ONLINE
Nur Hidayah;
Jamil Resa
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 1 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i1.4912
Berkembangya ekonomi digital yang menyebabkan terjadinya perubahan pola berbelanja masyarakat, tidak dapat dipungkiri seiring memasuki era revolusi 4.0. Hal ini juga berdampak pada bisnis kuliner. Bisnis Kuliner yang berbasis online menjadi salah satu bisnis yang berkembang khususnya di kota-kota besar tidak tekecuali di Makassar. Hal ini di sebabkan karena bisnis melalui media online bisa dilakukan dengan modal terbatas sekalipun. Dalam situasi seperti ini pemerintah melalui kementrian kesehatan tentunya mempunyai tugas untuk mengawasi peredaran makanan yang dijajakan secara online seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-undang. Berdasarkah hasil penelitian yang telah dilakukan di kantor dinas Kesehatan Kota Makassar, BPOM Kota Makassar dan Kantor cabang Gojek dan Grab sebagai perusahan yang menyediakan fitur jajanan online pada aplikasinya maka dapat disimpulkan bahwa saat ini pengawasan dinas kesehatan kota Makassar terhadap jajanan yang terdaftar sebagai mitra gojek ataupun Grab belum diawasi secara langsung. Hal ini disebabkan karena Dinas Kesehatan Kota Makassar belum mempunyai kerja sama dengan pihak perusahan Grab ataupu Gojek sebagai perusahaan penyedia jajanan berbasis online.
AKIBAT HUKUM PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT PADA BANK UMUM
Sampe Roy L Sianipar
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.6173
Prinsip kehati-hatian diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Prinsip kehati-hatian operasionalisasinya dijabarkan dalam berbagai rambu kesehatan bank, antara lain berupa ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Akibat hukum terhadap pelanggaran batas maksimum pemberian kredit pada bank umum dapat berupa sanksi administratif dan pidana. Sanksi administratif diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UU Perbankan, antara lain berupa : Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; Pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan untuk ekspansi penyediaan dana; dan atau Larangan untuk turut serta dalam rangka kegiatan kliring. Selain itu, terhadap Dewan Komisaris, Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50 dan Pasal 50 A UU Perbankan yang menyatakan bahwa direksi, pegawai bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat dikenai sanksi pidana terhadap pelanggaran batas maksimum pemberian kredit pada bank umum. Namun demikian dalam ketentuan Pasal 49 ayat 2 huruf b tersebut dapat diketahui bahwa hanya pelanggaran BMPK yang dilakukan dengan sengaja yang dapat diancam dengan pidana.
PENGATURAN HUKUM TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN MENURUT UU NO.32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Evi Purnawati
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i1.1115
Analisis Dampak lingkungan yang sering disebut AMDAL, lahir dengan diundangkannya lingkungan hidup di Amerika Serikat yaitu National EnvironmentalPolicy Act (NEPA) pada tahun 1969 dan mulai berlaku pada tanggal I Januari 1970.Pengaturan hukum tentang analisis mengenai dampak Lingkungan (AMDAL ) menurutUndang-Undang Nomor 32 tahun 2009. Dalam penelitian ini metode yang digunakanadalah metode penelitian hukum normatif bersifat eksplanatoris dengan pendekatanundang-undang, pendekatan sejarah dan pendekatan kasus. Penelitian dilakukandengan meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersieruntuk mendapatkan informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa, menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Lingkungan Hidupyang menegaskan hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.Kewajiban setiap orang tersebut adalah tidak terlepas dari kedudukannya sebagaianggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluksosial. Jadi penegakan didalam hukum lingkungan itu harus diatur segala bentukpelanggaran maupun kejahatan bagi pelaku baik yang dilakukan oleh peroranganmaupun badan hukum dengan upaya pencegahan (preventif) maupun penindakan(represif).
TANGGUNG JAWAB HUKUM DOKTER DALAM PENGHENTIAN TINDAKAN MEDIK TERHADAP PASIEN TERMINAL
Puti Priyana
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i2.2599
Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk mengetahui dan mengkaji tanggung jawab dokter dalam penghentian tindakan medik terhadap pasien terminal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu metode pendekatan yang beranjak dari dan berfokus kepada semua peraturan hukum yang secara teoretik dianggap relevan dengan masalah tanggung jawab dokter terhadap penghentian tindakan medik terhadap pasien terminal yang selanjutnya diolah dan dianalisi menggunakan metode analisi yuridis-kwalitatif. Hasil Penelitian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab dokter terhadap penghentian tindakan medis pada pasien terminal khususnya dan pasien biasa pada umumnya telah dialihkan kepada yang membatalkan atau mengentikan tindakan medis. Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti merekomendasikan perlu adanya revisi di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran untuk memasukan rumusan tentang penghentian tindakan medis atau informed refusal. Agar terdapat kepastian hukum serta perlu dilakukan sosialisasi mengenai lebih itensif mengenai makna dan batasan dalam melakukan penghentian tindakan medis pada pasien terminal.
REFORMA AGRARIA DAN PENANGANAN SENGKETA TANAH
Amaliyah Amaliyah;
Muhammad Amar Ma'ruf;
Novytha Sary;
Syahril Gunawan Bitu
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 1 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i1.4892
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status tanah yang menjadi objek sengketa dan menganalisis aturan hukum dikaitkan dengan peran Pemerintah Daerah mendukung reforma agraria dalam penyelesaian sengketa tanah. Lokasi penelitian di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah sosio-legal yang dijelaskan secara deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah yang menjadi objek sengketa adalah tanah yang belum memiliki sertifikat kepemilikan, dimana para pihak yang bersengketa memiliki hubungan kekeluargaan. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto dalam pelaksanaan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria telah berkontribusi dalam menekan jumlah sengketa kepemilikan hak atas tanah di Kabupaten Jeneponto, hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus sengketa tanah yang terdaftar di Pengadilan Negeri Jeneponto mengalami penurunan sejak tahun 2017 sampai tahun 2020.
DISPARITAS SANKSI PIDANA DALAM PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI PENGADILAN NEGERI SOA-SIO
Nurmala Ismail;
Tri Syafari;
Nam Rumkel
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5702
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam menentukan sanksi pidana yang menyebabkan disparitas terhadap perkara persetubuhan anak. Pengertian Disparitas yang dimaksud Penulis yakni Disparitas secara etimologi yaitu berbeda sedangkan Disparitas Pemidanaan (Disparity of sentencing) menurut terminologi adalah penjatuhan pindana yang tidak sama atau tidak seimbang oleh hakim. Tipe penelitian ini adalah normative-legal research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada empat hal yang terkait dengan perbedaan ketiga putusan ini yaitu Jumlah perbuatan Persetubuhan yang dilakukan oleh pelaku terhadap Korban, Umur Korban pada saat terjadi Tindak pidana Persetubuhan Anak dibawah Umur, Pasal yang diterapkan dan Akibat yang ditimbulkan saat terjadi tindak pidana persetubuhan Anak dibawah umur. Dari keempat faktor tersebut sudah kelihatan terdapat perbedaan yang menjadi bahan pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan. Terdapat beberapa pertimbangan yang menimbulkan Disparitas pada Putusan nomor: 37/PID.SUS/2018/PN.Sos, nomor: 46/PID.SUS/2018/PN.Sos dan nomor: 47/PID.SUS/2018/PN.Sos yakni (1) adanya pernyataan memaafkan dari pihak korban, (2) perbuatan pengulangan dimana sedikit banyaknya jumlah pengulangan tidak pidana tersebut, dan (3) pelaku adalah orang penduduk asli dari wilayah hukum pengadilan Negeri tersebut.
PERJANJIAN INTERNASIONAL OLEH DAERAH SEBAGAI WUJUD IMPLEMENTASI KEWENANGAN DAERAH DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH
Saeful Kholik
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i1.2003
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur sebuah kewenangan Pusat, Provinsi dan Daerah telah mengatur sebuah tanggung jawab yang nyata dalam sebuah sistem hukum pemerintahan daerah, Dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah yang mengatur tentang kewenangan pusat yang tidak boleh dilakukan provinsi maupun daerah, hal ini menyoroti terhadap daerah yang dikatagorikan Non State Actors yang melakukan perjanjian Internasional yang masih menjadi titik fokus masalah dasar diperbolehkanya daerah dalam melakukan perjanjian internasional, bahkan tidak hanya sebatas melakuakn perjanjian internasonal akan tetapi merupakan perjanjian internsional yang dilakukan oleh daerah sebagai wujud impelentasi kewenangan daerah dalam sistem pemerintahan daerah. Provinsi atau Daerah dapat menjadi sebuah Non Satae Actors Dalam melakukan perjanjian internasional yang sudah dimanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang di tegaskan dalam pasal 101 ayat 1 huruf G Dan Pasal 154 Huruf F walapun batasan dalam melakukan sebuah perjanjian yang dilakukan oleh Provinsi atau Daerah belum mendapatkan sebuah kepastian yang konkrit. Pemerintah daerah disini sebagai Non Satae Actor memungkinkan menjadi sebuah penentu kepekatan perjanjian internasional dan daerah sangat memungkinkan mempunyai kewenangan dalam menentukan perjanjian internsional guna meningkatkan dan memajukan daerah otonom tersebut, Mekanisme hubungan dan kerjasama luar negeri atas prakarsa Pihak Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau pihak-pihak lain (non state actors).
IMPLEMENTASI KONVENSI ANTI PENYIKSAAN DAN KUHAP
Ari Nurhaqi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i2.4043
KUHAP merupakan konstruksi yuridis yang realitas legalistiknya telah memberikan Ten Commandments dengan asas perlindungan Hak Asasi Manusia dalam due process of law guna membentuk tatanan yang adil, karena keadilan berjalan beriringan dengan struktur HAM. Terwujudnya KUHAP yang berfungsi melindungi HAM secara komprehensif, sejalan dengan tuntutan Konvensi Anti Penyiksaan, merupakan kebutuhan dasar menuju era Supremasi Hukum.
IMPLIKASI SOSIOLOGIS PENERAPAN GANJIL GENAP LALU LINTAS DALAM MASA COVID TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT
Diah Lestari;
Iis Isnaeni Nurwanty
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5693
Penyebaran virus Covid-19 yang begitu cepat dan massif membuat collaps berbagai negara dibelahan dunia, termasuk Indonesia. Indonesia yang sampai saat ini belum menujukkan curva landai dalam persebaran Covid-19 membuat pemerintah terus-menerus mengganti kebijakannya, mulai dari PSBB ketat sampai kini ke tahap PPKM Level 3 dan 4 yang kemudian menerapkan kebijakan mengenai sistem ganjil genap untuk kendaraan. Agaknya pemerintah lupa bahwa sistem ganjil genap hanya dapat menekan mobilitas kendaraan, tapi tidak dengan persebaran Covid-19. Metode penelitian dalam penulisan artikel ini berdasar pada komparasi dari daerah-daerah yang menerapkan aturan sistem ganjil genap kemudian dianalisis secara hukum. Timbulnya klaster baru pada penyebaran Covid-19 di transportasi umum menunjukkan bahwa sejatinya tujuan dari kebijakan sistem ganjil genap kendaraan dibuat hanya untuk menekan mobilitas kendaraan pada masa normal, bukan seperti saat ini. Sistem ganjil genap juga dapat membunuh kesejahteraan rakyat yang usahanya masuk kedalam ruas-ruas jalan raya yang terkena ganjil genap.