cover
Contact Name
Jurnal Teknik Lingkungan ITB
Contact Email
jurnaltlitb@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnaltlitb@gmail.com
Editorial Address
http://journals.itb.ac.id/index.php/jtl/about/editorialTeam
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Teknik Lingkungan
ISSN : 08549796     EISSN : 27146715     DOI : -
Core Subject : Social, Engineering,
Jurnal Teknik Lingkungan ITB merupakan jurnal resmi yang dipublikasikan oleh Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Jurnal ini mencakup seluruh aspek ilmu Teknik Lingkungan sebagai berikut (namun tidak terbatas pada): pengelolaan dan pengolahan air bersih, pengelolaan dan pengolahan air limbah, pengelolaan dan pengolahan persampahan, teknologi pengelolaan lingkungan, pengelolaan dan pengolahan udara, kebijakan air, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
Articles 428 Documents
UJI TOKSISITAS AKUT PADA IPAL TERPADU KAWASAN INDUSTRI TEKSTIL TERHADAP DAPHNIA MAGNA DI DAYEUHKOLOT Tiara, Arnis; Roosmini, dwina
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 20, No 2 (2014)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (893.541 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2014.20.2.2

Abstract

Abstrak: Terdapat sekitar 800  industri tekstil yang  berada di  Kabupaten Bandung dan membuang limbahnya langsung ke Sungai Citarum. Hal ini membuat kondisi Sungai Citarum berada pada status tercemar berat. Di Dayeuhkolot sendiri terdapat IPAL kawasan yang mengelola limbah dari 26 Industri tekstil di sekitarnya dan membuang efluennya ke Sungai Citarum. Pengawasan secara fisika dan kimia belum sepenuhnya dapat mewakili dampak limbah tersebut bagi lingkungan khususnya bagi makhluk hidup. Oleh karena itu diperlukan monitoring secara biologis yang berkaitan dengan makhluk hidup. Salah satu monitoring yang dapat dipakai adalah uji toksisitas akut (Whole Effluent Toxicity) untuk mengevaluasi kinerja IPAL agar efluennya dapat memenuhi baku mutu. Uji ini terdiri dari dua tahap yaitu yaitu uji pendahuluan (range finding test) dan uji definitif. Melalui uji ini didapatkan nilai LC50. Hewan uji yang digunakan adalah Daphnia magna. Sebelum uji toksisitas akut dilakukan uji karakterisasi terlebih dahulu. Dari uji karakterisasi didapatkan beberapa parameter berada di atas baku mutu dan dapat bersifat toksik. Nilai LC50 sementara yang didapat hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu adalah 16,8%,31,9%, 37,5%, 32%, 34,4%, dan 29,3%. Nilai LC50 sementara tidak terlalu berbeda atau tidak berfluktuatif dan masih dalam rentang konsentrasi yang sama. Lalu dilakukan uji definitif sehingga di dapat nilai LC50 aktual. . Nilai LC50 aktual dari hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu adalah13.73%, 52,24%, 28,55%, 56%, 47,06%, dan 21,99%. Dan nilai TUa dari keenam sampel >1 sehingga tergolong toksik dan belum aman dibuang ke lingkungan. Kata kunci: Daphnia magna, evaluasi IPAL, industri tekstil, LC50, uji toksisitas akut Abstract : There are about 800 textile industries that located in Bandung and discharge their wastewaste directly into the Citarum River. This made the condition of the Citarum River was in heavily polluted status. In Dayeuhkolot there is WWTP area that treated wastewater from 26 textile industry around it and discharge its effluent into the Citarum River. Physical and chemical monitoring can?t fully represent the impact of waste on the environment, especially for living things. Therefore it?s necessary to performed biological monitoring that related to living things. One of method of biological monitaring that we can use is acute toxicity test (Whole Effluent Toxicity) to evaluate the performance of the WWTP so its effluent meet quality standards. This test consists of two stages: the preliminary test (range finding test) and the definitive test. Through this test we could obtaine LC50 values. Test animals that be used is Daphnia magna. Before the acute toxicity tests, characterization test is conducted. From characterization test is obtained some parameters are above the standards and toxic. LC50 values that is obtained in Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday and Saturday were 16.8%, 31.9%, 37.5%, 32%, 34.4%, and 29.3%. LC50 values were not being too different or not fluctuated and still in the same concentration range. Then from definitive test we can obtained actual LC50 values. Actual LC50 values from Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday and Saturday were 13.73%, 52.24%, 28.55%, 56%, 47.06%, and 21.99%. And the TUa values from these six samples were >1 so  relatively toxic and is not yet safe discharged into the environment. Key words: acute toxicity test, Daphnia magna, LC50, textile industry, WWTP evaluation
OPTIMASI RASIO SOLID/LIQUID PADA TEKNIK SOIL WASHING TANAH TERKONTAMINASI MINYAK DARI PROSES EKSPLORASI MINYAK BUMI Jatnika, Agus; Hadrah, Hadrah
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 21, No 1 (2015)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (621.676 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2015.21.1.7

Abstract

Abstrak: Salah satu alternatif teknik pengolahan tanah terkontaminasi minyak dengan remediasi secara fisik dan kimia adalah dengan teknik soil washing. Soil washing adalah proses reduksi volume atau miniminasi limbah dimana partikel tanah yang mengandung mayoritas kontaminan dipisahkan dari fraksi bulk tanah, atau kontaminan disisihkan dari tanah dengan larutan kimia dan di-recovery dari larutan dalam bentuk substrat padat. Kajian awal yang dilakukan untuk menerapkan teknik soil washing adalah karakteristik tanah tercemar minyak yaitu analisa Oil and Grease, TPH, GCMS, grain size, dan XRD. Tanah dengan tekstur sand, loam dan sandy loam yang mengandung TPH dengan persentase 2,34%, 1,61% dan 4,48% secara berurutan akan diolah dengan teknik soil washing menggunakan surfaktan Tween 80 dan rasio solid/liquid yang sesuai. Hasil variasi konsentrasi larutan surfaktan menunjukkan bahwa konsentrasi surfaktan optimum dalam penyisihan TPH dari ketiga tekstur tanah adalan 0,25% untuk tanah sand, 1% untuk tanah loam dan 0,5% untuk tanah sandy loam. Sedangkan rasio solid/liquid optimum adalah 1:15 (gr/ml) untuk ketiga tekstur tanah. Penyisihan TPH yang tercapai dengan pengadukan selama 10 jam dari masing-masing tekstur tanah adalah 85,32% pada tanah sand, 47,65% pada tanah loam, dan 72,94% pada tanah sandy loam. Koefisien distribusi (Kd) TPH setelah proses soil washing tanah sand, loam dan sandy loam adalah 0,388 g/ml, 0,071 g/ml, dan 0,180 g/ml. Kata Kunci: soil washing, surfaktan, rasio solid/liquid, tangki berpengaduk Abstract: Among alternative technique for remediation of contaminated soil is chemical and phsycal technique that is soil washing. soil washing is a volume reduction/waste minimization treatment process where those soil particles which "host" the majority of the contamination are separated from the bulk soil fractions, or contaminants are removed from the soil by aqueous chemicals and recovered from solution on a solid substrate. Pre-study for application of soil washing is examination of soil characteristics including Oil and Grease, TPH, GCMS, grain size and XRD analysis. Sand, Loam, and Sandy Loam with TPH consentration of 2.34%, 1.61% and 4.48% respectively will be treated using Tween 80 surfactant enhanced soil washing method and optimum solid/liquid ratio. Variation in surfactant solution resulting the optimum surfactant concentration of 0.25% for sand, 1% for loam, and 0.5% for sandy loam. Meanwhile optimum solid/liquid ratio for the soils are 1:15 (gr/ml). TPH removal achieved after agitation for 10 hours of three types of soil are 85.32% for sand, 47.65% for loam, dan 72.94% for sandy loam. TPH distribution coefficient (Kd) after soil washing of sand, loam and sandy loam were 0,388 g/ml, 0,071 g/ml, and 0,180 g/ml respectively. Keyword: soil washing, surfactant, solid/liquid ratio, agitated vessel
KETERLINDIAN LOGAM BERAT DARI PEMANFAATAN LIMBAH SLAG BESI DAN BAJA SEBAGAI AGREGAT CAMPURAN LAPIS PERMUKAAN JALAN Perdana, Airine Luhnira Luhnira; Sukandar, Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 22, No 1 (2016)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1219.916 KB) | DOI: 10.5614/j.tl.2016.22.1.1

Abstract

Abstrak: Pencemaran lindi slag menjadi fokus utama lingkungan akibat tingginya produksi limbah slag dari industri pengolahan besi dan baja. Slag terpapar hujan asam berpotensi meningkatkan keterlindian logam berat ke badan air permukaan dan air tanah. Pemanfaatan slag sebagai agregat campuran lapis permukaan jalan merupakan upaya meminimasi pencemaran dengan membatasi pergerakkan logam berat. Permen LH No.2 Tahun 2008 menuntut pemanfaatan limbah slag dengan kriteria aman bagi lingkungan dan layak secara teknis. Penelitian bertujuan untuk mengkaji keterlindian logam berat dari limbah slag besi dan baja sebelum dan setelah dimanfaatkan sebagai subtitusi bahan baku campuran lapis permukaan jalan (AC-WC) melalui solidifikasi. Jenis slag yang diteliti adalah BF dan BOF. Keterlindian logam berat limbah slag serta produk solidifikasi dianalisis melalui pengujian ANC, TCLP standar dan modifikasi, uji pelindian statis dan dinamis. Uji karakteristik fisik dan kimia menunjukkan slag BF dan BOF berpotensi untuk dimanfaatkan melalui metode solidifikasi. Secara teknis, slag BF dan BOF layak digunakan sebagai bahan baku lapis permukaan jalan karena memenuhi spesifikasi Dep. PU melalui uji mutu agregat dan kinerja. Jenis logam berat yang berkontribusi sebagai pencemar utama untuk slag BF dan BOF yaitu Fe (641,5; 692,25 mg/kg), Ba (17,25; 17,75 mg/kg), Zn (17,25; 17,75 mg/kg), Cr (7,75; 9,75 mg/kg) dan Cd (5,25; 5,75 mg/kg). Uji TCLP standar dan modifikasi mengindikasikan slag besi dan baja tidak memiliki karakteristik toksik karena konsentrasi logam berat dalam lindi tidak melampaui baku mutu TCLP mengacu PP No.101 Tahun 2014. Urutan laju pelindian logam berat statis Ba>Fe>Zn>Cd>Cr, dinamis Zn>Ba>Cr>Fe>Cd. Kandungan Cd dalam lindi statis AC-WC berpotensi menimbulkan efek karsinogen, sedangkan efek non-karsinogen ditimbulkan oleh lindi statis AC-WC berbahan baku slag BOF. Kata kunci: slag, agregat, keterlindian logam berat, solidifikasi, lapis permukaan jalan. Abstract: Slag leachate pollution can be a great environmental concern due to generation of slag in numerous amounts of iron and steel-making industries. During periods of acid rain, these exposed slags release heavy metals into surface and groundwater. Slag utilization as asphalt concrete-wearing course (AC-WC) is a minimization effort to limit heavy metals migration. Ministry Regulation No.2/2008 requires two criteria of slag utilization that are safety for environmental and technical feasibility. The aim of research is investigating heavy metals leachability from iron and steel slag, before and after utilizing as AC-WC aggregate through solidification. Leachability of heavy metals produced from slag and solidification products were analyzed by ANC test, standard and modified TCLP test, static and dynamic leaching test. Materials that used in this research are BF and BOF slag. Physical and chemical characterization test show BF and BOF slags potentially utilize through solidification method. Technically, BF and BOF slags feasible used as raw materials of AC-WC, aggregate quality and performance test result show both of slag meet the Dep. of Public Works specifications. Fe (641.5; 692.25 mg/kg), Ba (17.25; 17.75 mg/kg), Zn (17.25; 17.75 mg/kg), Cr (7.75; 9.75 mg/kg), and Cd (5.25; 5.75 mg/kg) are the major pollutants that contain in both type of slags. Standard and modified TCLP test show BF, BOF slag, and solidification products are have no toxic character, heavy metals concentration in leachate not exceed the quality standards refer to GR No.101/2014. Static leaching rate of metals show Ba>Fe>Zn>Cd>Cr and Zn>Ba>Cr>Fe>Cd for dynamic. Cd in static AC-WC leachate has carcinogenic effect potential, while non-carcinogenic effects caused by static BOF AC-WC leachate. Keywords: slag, aggregate, heavy metals leachability, solidification, asphalt concrete ? wearing course.
PENGARUH KOMPETITOR KATION NATRIUM, KALSIUM, DAN MAGNESIUM TERHADAP ADSORPSI LOGAM SENG OLEH SEDIMEN ANCOL, TELUK JAKARTA Naomi Sitohang, Dame Alvina; Notodarmojo, Suprihanto
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 22, No 2 (2016)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.664 KB) | DOI: 10.5614/j.tl.2016.22.2.2

Abstract

Abstrak: Semakin meningkatnya aktivitas industri di Kota Jakarta berimbas terhadap bertambahnya jumlah kontaminan yang masuk ke dalam perairan Teluk Jakarta. Senyawa seng (Zn) digunakan dalam banyak industri dan konsentrasinya di Teluk Jakarta telah mencapai ambang batas baku mutu air laut untuk biota laut. Sedimen merupakan komponen penting dalam laut yang mampu mengadsorpsi logam terlarut. Analisis XRD menunjukkan bahwa sedimen Teluk Jakarta didominasi oleh mineral kuarsa sebanyak 56.4%,  kaolinite sebanyak 17.5%, dan pyrite sebanyak 13.7% persentase berat. Karakterisasi fisik dan kimia sedimen Ancol mencakup kandungan C-organik sebesar 5.41%, nilai KTK sebesar 29.07 me/100 gram, luas permukaan sebesar 29.388 m2/gram, specific gravity sebesar 2.63 g/cm3, dan keberadaan gugus hidroksil. Percobaan sorpsi dilakukan secara batch dan mengikuti kinetika reaksi pseudo-second order. Adsorpsi Zn oleh sedimen Ancol, Teluk Jakarta pada kondisi tanpa keberadaan kompetitor dapat direpresentasikan dengan isoterm Langmuir. Pada penambahan Na, adsorpsi Zn mengikuti isoterm Freundlich dan terjadi penurunan kapasitas adsorpsi sebesar 0.68%. Pada kondisi penambahan Ca, adsorpsi Zn mengikuti isoterm Langmuir kompetitif, terjadi penurunan kapasitas adsorpsi sebesar 0.91%. Pada penambahan Mg, adsorpsi Zn mengikuti isoterm linear dan terjadi penurunan kapasitas adsorpsi sebesar 2.22%. Pada air laut artifisial, adsorpsi Zn mengikuti isoterm Langmuir dan secara keseluruhan terjadi penurunan kapasitas adsorpsi sebesar 12.09%. Adsorpsi Zn dengan kompetitor Na dan Ca di dalam air laut artifisial dapat direpresentasikan dengan isoterm Langmuir kompetitif. Kata kunci: adsorpsi, Zn, kation kompetitor, sedimen Abstract: Rapid development of industrial activities in Jakarta leads to increasing amount of pollutant in the sea of Jakarta Bay. Zinc (Zn) is a common substance used in many kind of industry. The concentration of Zn in the sea of Jakarta Bay has reached the maximum limit of Zn concentration regulated by Indonesian State Minister for the Environment in the sea for marine biota. Marine sediment plays an important role in adsorption process of dissolved metal in the seawater. XRD analysis of Jakarta Bay sediment shows dominant mineral of the sediment which are quartz (56.4%), kaolinite (17.5%), and pyrite (13.7%). Physical and chemical characterization of Ancol Sediment showed organic carbon content as much as 5.41%, cation exchange capacity 29.07 meq/100 gram, surface area 29.388 m2/gram, specific gravity 2.63 g/cm3 , and the presence of hydroxyl group. A batch sorption model which assumed the pseudo-second order mechanism, was developed to predict the equilibrium sorption capacity. Adsorption of zinc onto Ancol sediment followed Langmuir isotherm. In addition of Na to the system, Zn adsorption followed Freundlich isotherm and sorption capacity decreased by 0.68%. In addition of Ca to the system, Zn adsorption followed Freundlich isotherm and sorption capacity decreased by 0.91%. In addition of Mg to the system, Zn adsorption followed linear isotherm and sorption capacity decreased by 2.22%. In artificial seawater, Zn adsorption followed Langmuir isotherm and sorption capacity decreased by 2.09% compared with absence of competing cation. Adsorption of Zn in presence of each Na and Ca in artificial seawater were specifically compatible with competitive Langmuir isotherm. Keywords: adsorption, Zn, competing cation, sediment
PENGARUH PENAMBAHAN BIOSURFAKTAN SEBAGAI PRAPENGOLAHAN LUMPUR DALAM MENURUNKAN TPH MELALUI OIL RECOVERY PADA TEKNIK BIOREMEDIASI FASE SLURRY Sianipar, Merry; Kardena, Edwan
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 17, No 1 (2011)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.187 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2011.17.1.3

Abstract

Abstrak: Limbah lumpur berminyak atau COCS adalah polutan yang harus mendapat perhatian dalam industri perminyakan karena jumlah dan kandungan hidrokarbonnya tinggi. Konsep oil recovery sebagai prapengolahan COCS didasarkan pada tingginya minyak yang terkandung dalamnya. Studi ini tidak hanya bertujuan mencegah pencemaran lingkungan tetapi juga bernilai ekonomi. Pada studi ini, dilakukan pengujian pengaruh biosurfaktan dalam menurunkan konsentrasi TPH pada COCS melalui oil recovery dan pengaruhnya pada degradasi mikroorganisme (petrea) pada bioremediasi Fase Slurry. Dosis pencampuran biosurfaktan meliputi rasio 1:1 dan 2:1 antara biosurfaktan dan COCS. Kecepatan pencampuran 32 rpm selama 18 jam dan didiamkan selama 24 jam. Hasil percobaan menunjukkan terbentuknya 3 fase setelah pencampuran yakni minyak (atas), air (tengah) dan solid (dasar). Sebesar 15 ml net oil berhasil diambil (rasio 1:1) dan 35 ml pada rasio 2:1. Penurunan TPH terjadi dari 20-22% menjadi 11,06-15,86% setelah penambahan biosurfaktan (rasio 1:1) dan turun kembali menjadi 7,5% (hari ke-32) setelah bioremediasi. Sedangkan penurunan TPH menjadi 11,73-14,94% pada rasio 2:1 dan turun kembali menjadi 5,6% (hari ke-9) setelah bioremediasi. Penurunan TPH yang signifikan selama bioremediasi kemungkinan disebabkan oleh biosurfaktan yang melarutkan hidrokarbon sehingga memudahkan bakteri mendegradasinya pada bioremediasi Fase Slurry. Konsentrasi logam berat yang rendah serta kondisi reaktor yang dikontrol pH (6-8) dan kelembabannya (30-80%) mendukung kerja bakteri. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa biosurfaktan sangat efektif sebagai prapengolahan lumpur untuk menurunkan TPH melalui oil recovery dan juga membantu petrea mendegradasi hidrokarbon.Kata kunci: Bioremediasi Fase Slurry, biosurfaktan, lumpur berminyak, oil recovery prapengolahan Abstract : Oily Sludge or COCS is a pollutant that should be concerned in the petroleum industry becaused a large amount and high contaminant content. The concept of oil recovery as a pretreatment of oily sludge is based on the high oil contain in COCS so it is not only aimed at the environmental pollution prevention but also economically. In this study, the focus are the influence of biosurfactant in reducing the TPH through oil recovery and its effects at the petrea in degrading hydrocarbon at Slurry Phase Bioremediation. The ratio between biosurfactant and COCS based on  1:1 and 2:1 ratio. The mixing speed was 32 rpm for 18 hours and stand for 24 hours. The experiment results shows the three separate phases after the addition of biosurfactant the oil (top), water (middle) and solid (bottom). For 15 ml of net oil successfully recovered  at 1:1 ratio and 35 ml at  2:1 ratio. TPH was deceased from 20-22% to 11.06-15,86% by biosurfactant and fell back to 7.5% (day 32 of the bioremediation process). In the 2:1 ratio, 11.73-15.49% TPH is achieved and fell back to 5.6% (day 9). The significantly TPH decreased during the bioremediation may be caused by the hydrocarbon dissolution of biosurfactant process so help the bacteria degradated the hydrocarbon. The low concentration of heavy metal and the controlling of pH (range 6-8) and moisture  (30-80%) were also supporting the work of bacteria. From this study, shown that biosurfactant is very effective as a pretreatment to decrease TPH through oil recovery and also help the petrea degradated the hydrocarbon Key words: Biosurfactant, oil recovery,  oily sludge, pretreatment, slurry phase bioremediation.
FENOMENA DEGRADASI SAMPAH ORGANIK TERHADAP STABILITAS TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) Mujaddidah, Fildzah Raudina; Rahardyan, Benno; Damanhuri, Enri; Hadinata, Febrian
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 23, No 1 (2017)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.905 KB) | DOI: 10.5614/j.tl.2017.23.1.8

Abstract

Abstrak: Sampah merupakan permasalahan utama di Indonesia dengan persentase pengolahan sampah sebesar 10.09% dan sisanya langsung ditimbun di TPA tanpa ada pengolahan. Sekitar 50%-70% komposisi sampah di Indonesia terdiri dari sampah organik yang mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, dimana proses degradasi tersebut mempengaruhi kesetimbangan karbon di sampah yang merupakan unsur utama dalam sampah organik. Proses degradasi sampah sendiri dapat membentuk lindi, gas (CH4 dan CO2), atau tetap dalam sampah sendiri. Degradasi sampah akan merubah densitas sampah pada timbulan, sehingga mempengaruhi faktor keselamatan dari timbulan. Degradasi sampah secara anaerobik tidak menghasilkan gas, sehingga kemungkinan besar gas CO2 yang seharunya terbentuk cenderung berubah menjadi asam yang terdapat pada lindi karena pH lindi bersifat asam dengan rentang pH 2,02 -4,56 dan nilai DHL yang terus meningkat 2,505 ? 30,6 mS/cm.  Semakin kecil void ratio dan tekanan pori sampah, maka semakin besar kontak mikroorganisme di sampah yang dapat mempercepat proses degradasi sampah, dimana proses degradasi ini penurunan karakteristik fisik ini dipengaruhi oleh sirkulasi lindi. Faktor keamaan sampah tanpa kompaksi memiliki rentan antara 1,43 ? 1,91 dengan rata-rata faktor keamaanan 1,685, Faktor keamaan terkompaksi memiliki rentan faktor keamaan 1,26 - 1,93 dengan rata-rata faktor keamanan 1,535, kedua perlakuan secara rata-rata faktor keamanan sampah terkompaksi melewati standar TPA sementara dan permanen. Kata kunci: densitas, faktor keselamatan, kesetimbangan massa karbon, sampah organik Abstract: Solid waste is one of the major problems in Indonesia. The percentage of processed waste is only 10,09, and the rest of it is dumped in the landfill without any treatment. Approximately 50%-70 %  of waste composition in Indonesia is organic waste that can be degraded easily over time. The degradation process affects the carbon mass balance. Organic waste degradation can form leachate, biogas(CH4 and CO2), and solid. Degradation process will change its density and it affects landfill stability, especially its safety factor. The anaerobic organic waste degradation in this study does not produce gas, the CO2 gas that is supposed to be formed tends to turn into acid contained in leachate. It is this that causes acidic pH leach with a pH range of 2,02 to 4,56 and an increasing EC value of 2,505 ? 30,6 mS / cm. Organic waste degradation affects the its physical changes by changes in decreasing void ratios and pore pressures, as well as increasing density. The smaller the void ratio and higher the pore pressure, the greater the contact of microorganisms in the waste surcafe that can accelerate the process of degradation declined in physical characteristics influenced by leachate circulation. It also affect it SF. The uncompacted waste SF is between 1,43-1,91 and its average is 1, 685. Uncompacted waste SF  is  safe in the temporary and permanent landfill. The compacted waste SF is between  1,26 - 1,93 and its average is 1,535, although some points are below the standard for the temporary landfill and 5 points below the permanent lanfill standard. However, on average, compacted waste SF is safe for temporary and permanent landfill standards. Keywords: density, carbon mass balance, organic waste, safety factor 
TIMBULAN SAMPAH STYROFOAM DI KOTA BANDUNG Fitidarini, Noor Laily; Damanhuri, Enri
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 17, No 2 (2011)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (428.374 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2011.17.2.9

Abstract

Abstrak: Styrofoam merupakan plastik nomor 6 dalam klasifikasi plastik, yaitu polystyren, sehingga styrofoam sama berbahayanya dengan plastik. Saat ini, styrofoam banyak digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan seperti kemasan, bahan kerajinan, dekorasi, bahan bangunan, dan sebagainya. Jika konsumsi styrofoam tidak diimbangi dengan pengelolaan limbahnya yang baik, maka akan timbul pencemaran lingkungan. Penanganan limbah styrofoam yang sebatas pembuangan juga akan membebani alam dalam penguraiannya. Oleh karena itu diperlukan upaya daur ulang untuk mengurangi pencemaran terhadap lingkungan dan volume timbulan sampah styrofoam di tempat pembuangan akhir. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui jumlah timbulan sampah styrofoam dan pelaku utama kegiatan pengelolaan sampah styrofoam di Kota Bandung. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam studi timbulan dan potensi daur ulang sampah kota adalah Materials Balance Analysis/ Materials Flow Method. Jumlah timbulan sampah styrofoam yang berasal dari sumber rumah tangga dan non-rumah tangga (rumah makan/catering, toko bunga, jasa dekorasi, supermarket) diperkirakan sebesar 21,769 ton/bulan. Perlakuan masyarakat Kota bandung terhadap sampah styrofoam adalah dengan membuangnya, menyimpan, menggunakan kembali, membakar, dan menjualnya. Pelaku daur ulang sampah styrofoam di Kota Bandung terdiri dari pemulung dan bandar. Diperkirakan, jumlah sampah styrofoam di pelaku daur ulang adalah 0,655 ton/bulan pada pemulung Kota Bandung dan 5,184 ton/bulan pada bandar Kota Bandung. Sampah styrofoam yang tertimbun di TPA Sarimukti diperkirakan sebesar 20,185  ton/bulan.Kata kunci: Daur ulang, pelaku daur ulang, styrofoam, timbulan Abstract : Styrofoam is plastic number 6 in plastics clasification so that it is as dangerous as the plastics. Currently, styrofoam is widely used by society for various purposes such as packaging, craft materials, decoration, building materials, and so forth. If its consumption doesn?t counterbalanced with good management of styrofoam waste, it will give rise to environmental pollution. If styrofoam waste just dosposes for handling, it will burdens the nature to decomposes it. Therefore, it is recycle efford needed in order to environment pollution reduction and styrofoam waste volume reduction in the landfill. The objective of this research is to determine the amount of styrofoam waste generation and the performenrs of styrofoam waste management activities of in the city of Bandung.The method used for waste generation study and municipal-waste recycling potential is Materials Balance Analysis or Materials Flow Analysis. The total estimation of styrofoam waste generated by household and non-household sector (restaurants/catering, florists, decoration services, supermarkets) is 21.769 tons/month. The societies treat styrofoam waste by disposed, stored, reused, insenerated, and sold it. The stakeholder of styrofoam waste recycling in Bandung comes from informal sectors, they are ?pemulung? and ?bandar?. It is estimated that the amount of waste styrofoam on the recycled performers are 0,655 tons/month at ?pemulung? and 5,184 tons/month at the ?bandar? of Bandung City. Styrofoam waste buried in Sarimukti landfill estimated at 11.151 tons/month.Key words: Recycle, recycle performer, styrofoam, generation 
EMISI CO2 DAN PENURUNAN KARBON ORGANIK PADA CAMPURAN TANAH DAN KOMPOS (SKALA LABORATORIUM) Lubna, Dwina; Sembiring, Emenda
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 19, No 1 (2013)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.552 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2013.19.1.3

Abstract

Abstrak:  Kenaikan  konsentrasi  Gas Rumah  Kaca (GRK)  di atmosfer  memberikan  efek terhadap  temperatur global. Salah satu GRK yang diatur keberadaannya  oleh Intergovernmental  Panel on Climate  Change (IPCC) adalah karbon dioksida (CO2). Emisi CO2 dihasilkan  dari kegiatan antropogenik  dan sumber alami. Penelitian ini berfokus pada sumber emisi CO2  dari kegiatan antropogenik,  yaitu pertanian. Aplikasi kompos adalah suatu hal yang umum dilakukan  pada sektor  pertanian.  Kompos  merupakan  bentuk akhir dari bahan organik  yang telah terdekomposisi  sehingga bermanfaat sebagai sumber substrat bagi mikroorganisme  dalam tanah. Kegiatan mikroorganisme  dalam  tanah  ini menghasilkan  produk  akhir  berupa  CO2 yang dikeluarkan  melalui  respirasi tanah. Selain itu, kompos juga berperan dalam meningkatkan  carbon sequestration.  Tujuan dari penelitian  ini adalah mengukur emisi CO2  dan mengetahui  penurunan kandungan  karbon organik pada campuran  tanah dan kompos  serta  melihat  perbedaan  antara  kompos  yang  dicampur  rata  dengan  tanah  dan  kompos  yang  tidak dicampur rata dengan tanah. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan incubator vessel yang diinkubasi selama 90 hari. Ada tiga jenis kompos yang digunakan,  yaitu Kompos Domestik Kampus, Kompos Cacing  dan Kompos  Daun.  Ketiga  kompos  ini merupakan  kompos  komersil.  Dosis  kompos  yang digunakan adalah 0,2 gram kompos/10  gram tanah dan 0,5 gram kompos/ 10 gram tanah. Campuran  tanah dan kompos memiliki  kandungan  karbon  organik  yang  lebih  besar  daripada  tanah.  Setelah  inkubasi  selama  90  hari, kandungan  karbon  organik  pada  campuran  tanah  dan  kompos  mengalami  penurunan.  Penurunan  kandungan karbon   organik   sebagai   sumber   substrat   diikuti   dengan   penurunan   aktivitas   mikroorganisme    dalam menghasilkan CO2  pada campuran tanah dan kompos.    Emisi CO2 mengalami peningkatan dari awal penelitian (t0) hingga hari ke-20 (t20), setelah itu terjadi penurunan kadar emisi CO2  hingga akhir penelitian (t90). Selama masa  penelitian,  campuran  tanah  dan  0,5 gram Kompos  Domestik  Kampus  mengemisikan  CO2  yang  paling tinggi yaitu 0,32-0,64 mg/hari.
PENGARUH APLIKASI KOMPOS TERHADAP EMISI CO2 DAN KARBON ORGANIK TANAH Sitorus, Listra Endenta; Sembiring, Emenda
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 18, No 2 (2012)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.016 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2012.8.2.3

Abstract

Abstrak: Isu mengenai pemanasan global dan perubahan iklim telah memicu penelitian strategis untuk mengatasi emisi gas rumah kaca (GRK), salah satunya adalah CO2. Salah satu kegiatan yang juga mempengaruhi kenaikan CO2  di atmosfer adalah kegiatan pertanian. Penggunaan kompos pada tanah akan menambah aktivitas mikroba karena kompos menyediakan materi organik yang dapat didegradasi oleh mikroba. Salah satu hasil dari dekomposisi karbon organik adalah CO2. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur besarnya emisi CO2  dari aplikasi kompos pada tanah sebagai bidang tanam selada (Lactuca sativa) serta pengaruh aplikasi kompos terhadap perubahan karbon organik tanah. Pengukuran dilakukan pada area seluas 2,5 x 0,75 m dengan 2 variasi kompos yang berbeda, yaitu kompos cacing dan kompos daun dengan dosis yang diberikan adalah 5 kg/m2  dan 8,5 kg/m2. Untuk setiap area dilakukan pengukuran emisi CO2 di 4 titik dimana hasilnya kemudian dimodelkan dengan metode block kriging dan pengukuran karbon organik tanah. Untuk aplikasi kompos cacing dengan dosis 5 kg/m2, CO2  yang diemisikan adalah 0,53 mgCO2/m2/jam, kompos cacing 8,5 kg/m2  CO2  yang diemisikan adalah 0,59 mgCO2/m2/jam, kompos daun 5 kg/m2, CO2  yang diemisikan adalah 0,59 mgCO2/m2/jam, dan untuk kompos daun 8,5 kg/m2, CO2  yang diemisikan adalah 0,7 mgCO2/m2/jam. Semakin banyak dosis kompos yang digunakan semakin tinggi konsentrasi CO2   yang  diemisikan.  Setelah  aplikasi  kompos  pada  tanah,  karbon  organik  tanah  mengalami  peningkatan. Kandungan karbon organik tanah dengan aplikasi  kompos sebanyak 8,5 kg/m2  lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi kompos dengan dosis 5 kg/m2. Dapat disimpulkan bahwa penambahan kompos pada tanah mempengaruhi kandungan karbon organik tanah dan peningkatan karbon organik tanah tersebut juga dipengaruhi dengan dosis kompos yang digunakan.
APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA ALUMINIUM PADA PROSES DAUR ULANG GREY WATER HOTEL Nur, Ansiha; Effendi, Agus Jatnika
Jurnal Teknik Lingkungan Vol 20, No 1 (2014)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1083.673 KB) | DOI: 10.5614/jtl.2014.20.1.7

Abstract

Abstrak: Elektrokoagulasi salah satu teknologi mempunyai efisiensi yang tinggi dalam penghilangan kontaminan, menghasilkan effluen yang jernih,  waktu operasional yang pendek, lumpur yang dihasilkan lebih sedikit, stabil dan mudah disisihkan. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan grey water sintetis dan asli dari Hotel Grand Royal Panghegar secara batch dan sistem menerus menggunakan pasangan elektroda alumunium monopolar. Percobaan batch dilakukan perlakuan terhadap limbah sintetis. Variasi yang digunakan pada sistem batch adalah waktu kontak (5 - 60 menit) dan kerapatan arus (21 - 104 A/m2). Pada sistem kontinyu digunakan kerapatan  arus 104 A/m2 pada variasi waktu detensi (900, 936, 975 detik) dan variasi beban (200;300;400 mg COD/L). Dari hasil penelitian pada sistem batch diperoleh kondisi optimum pada kerapatan arus 104 A/m2 pada menit ke-15 dengan laju pelepasan ion alumunium sebesar 0,0071 g/menit. Kinetika laju perubahan konsentrasi pada reaktor elektrokoagulasi mengikuti orde 1 pada memberikan hasil terbaik pada penyisihan kekeruhan, COD dan minyak lemak yaitu sebesar 87,73%, 87,48% dan 77,50%. Pada aplikasi elektrokoagulasi sistem menerus dengan variasi waktu kontak 975 detik memberikan hasil terbaik dengan tingkat penyisihan kekeruhan sebesar 89,32%, COD sebesar 89,09% dan minyak lemak sebesar 89,79%, sementara pada variasi beban pengolahan 400 mg COD/L memberikan hasil terbaik dengan tingkat penyisihan kekeruhan sebesar 89,97%, COD sebesar 61,52% dan minyak lemak sebesar 90,05%. Hasil proses elektrokoagulasi ini berada di bawah baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 serta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2011, sehingga aman digunakan sebagai reclaimed water untuk  flushing toilet dan  penyiraman tanaman. Kata kunci: elektrokoagulasi, elektroda aluminium, kerapatan arus, grey water, reclaimed water Abstract:  Electrocoagulation is one technology that  has high efficiency in the removal of contaminants, good quality  effluent , short operation time , low sludge production, stable and easy to remove . This research uses synthetic and  Grand Hotel Royal Panghegar?s grey water and conducted with batch and continuous systems using aluminum monopolar electrode pair. Batch experiments uses synthetic grey water. Variations used in the batch system are detention time (5-60 minutes) and current density (21-104 A/m2). The continuous system uses the current density 104 A/m2, variation detention time (900 , 936 , 975 seconds ) and load variations (200 ; 300 ; 400 mg COD/L) . The results obtained in the batch system has optimum condition on the current density 104 A/m2 in the 15th minute with an aluminum ion release rate is 0.0071 g / min . Kinetics of concentration on the rate of the electrocoagulation reactor following the first order reaction  gives the best results in the elimination of turbidity , COD and oil grease efficiency are 87.73% , 87.48% and 77.50% . In the application of continuous electrocoagulation system with a detention time of 975 seconds variation gives the best results with turbidity removal efficiency is 89.32% , COD is 89.09% and oil grease is 89.79% , while the variation of the processing load of 400 mg COD/L gives the best results with turbidity removal efficiency is  89.97% , COD is 61.52% and oil grease is 90.05% . The results of the electrocoagulation process is under the quality standard of Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Number 907/MENKES/SK/VII/2002 and Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Number 112 Year 2011, so it is safe to use  reclaimed water for flushing toilets and watering plants. Keywords: electrocoagulation, aluminum electrode, current density, grey water, reclaimed water