cover
Contact Name
Dina Elisabeth Latumahina
Contact Email
dina.latumahina@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
dina.latumahina@gmail.com
Editorial Address
Jl. Indragiri No. 5, Kota Wisata Batu, Jawa Timur, Indonesia, 65301
Location
Kota batu,
Jawa timur
INDONESIA
Missio Ecclesiae
ISSN : 20865368     EISSN : 27218198     DOI : -
Missio Ecclesiae adalah jurnal open access yang menerbitkan artikel tentang praktek, teori, dan penelitian dalam bidang teologi, misiologi, konseling pastoral, kepemimpinan Kristen, pendidikan Kristen, dan filsafat agama melalui metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Kriteria publikasi jurnal ini didasarkan pada standar etika yang tinggi dan kekakuan metodologi dan kesimpulan yang dilaporkan.
Articles 141 Documents
KEMESIASAN YESUS BERDASARKAN LUKAS 4:18-19 SEBAGAI DASAR HOLISTIC MINISTRY GEREJA Dina Elisabeth Latumahina
Missio Ecclesiae Vol. 2 No. 2 (2013): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v2i2.28

Abstract

Secara global, masyarakat dunia sedang menghadapi tiga masalah besar yaitu masalah degradasi lingkungan hidup, disintegrasi sosial dan masalah kemiskinan. Yang pertama, masalah degradasi lingkungan hidup. Sumber-sumber daya dunia sedang dihabiskan lebih cepat daripada mereka dapat digantikan. Pencemaran lingkungan dan Global Warming menjadi masalah utama dunia saat ini. Yang kedua, masalah disintegrasi sosial yang telah menghancurkan tatanan masyarakat. Masalah perceraian yang sedang booming, bunuh diri, tawuran, pemakaian obat-obat terlarang yang tidak dapat dibendung lagi. Relasi sosial antar masyarakat telah diwarnai dengan diskriminasi, intimidasi, anarkhisme. Yang ketiga, masalah kemiskinan. Pada dewasa ini dunia menghadapi kenyataan bahwa lebih dari satu milyard umat manusia (seperlima penduduk dunia) hidup dalam kemiskinan yang mutlak dan jumlah bilangan ini terus bertambah. Ada kesenjangan sosial yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin. Melihat semua masalah di atas, gereja tentunya tidak boleh menutup mata atau melipat tangan dan mengatakan bahwa itu bukan urusan gereja.
JATI DIRI PEREMPUAN MENURUT KEJADIAN 1-2 DAN RELEVANSINYA BAGI SIKAP KRISTIANI TERHADAP PENGARUH GERAKAN FEMINISME DI INDONESIA Maria Hanie Endojowatiningsih
Missio Ecclesiae Vol. 2 No. 2 (2013): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v2i2.29

Abstract

Gerakan Feminisme lahir dari kerinduan para perempuan ingin keluar dari kungkungan atau tekanan budaya patriarkhat yang cenderung merendahkan dan merugikan kaum perempuan. Dan gerakan Feminisme ini juga berpengaruh dalam Theologia, sehingga melahirkan Theologia Feminisme, yang melahirkan juga pola-pola penafsiran Alkitab, yang menguntungkan kaum perempuan. Gerakan Feminisme di Indonesia bisa memotivasi kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya. Namun gerakan ini tidak mampu secara tuntas meniadakan budaya patriarkhat yang sudah mendarah-daging di masyarakat Indonesia. Untuk itu, kaum perempuan, terma suk perempuan Kristen tidak bisa memaksakan haknya. Di kalangan Gereja, tentunya bukan karena adanya Gerakan Feminisme barulah orang Kristen memberi penghargaan kepada kaum perempuan secara proporsional, melainkan berdasarkan Firman Tuhan sendiri, khususnya dalam Kitab Kejadian pasal 1-2, di mana perempuan diciptakan Tuhan sejajar dengan laki-laki, yakni menurut gambar atau rupa Allah sendiri, dengan tugas yang sama dalam melaksanakan Amanat Budaya, meskipun peran konkritnya berbeda. Dalam relasinya dengan laki-laki/suami, perempuan bertugas sebagai penolong/ pendukung. Ini satu tugas yang istimewa. Dan bahwa perempuan diciptakan untuk dikasihi dan dilindungi, karena dari satu tulang rusuk yang berasal dari laki-laki.
MASA ‘ADOLESCENCE’ DAN POSTMODERINTAS: TUGAS PERKEMBANGAN ANAK REMAJA DAN ANCAMAN TATA NILAI “NEW MORALITY” MELALUI MEDIA TELEVSI Magdalena Grace K Adipati-Tindagi
Missio Ecclesiae Vol. 2 No. 2 (2013): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v2i2.30

Abstract

Alfred Kinsey, seorang ahli Zoology, dua buku karangannya yang telah mengguncangkan nilai-nilai kesusilaan dalam kehidupan seksual di dunia yaitu “Sexual Behavior in the Human Male” dan “Sexual Behavior in the Human”. Kinsey menuliskan “alam memenangkan kesusilaan.” Mereka yang menjalankan kehidupannya dengan berorientasi pada norma-norma agama dan dapat dicap oleh Kinsey sebagai “korban kesusilaan”. Kinsey menempatkan manusia di samping binatang. Pandangan biologis ini, mengakibatkan Kinsey menyebut “manusia human animal” dan “human mammal,” menurut Kinsey adalah baik kalau manusia memakai daya seksual seperti binatang, dan tidak baik kalau manusia menempatkan kesusilaan di atas alam. Menurut Scheneumann, pandangan manusia yang bilogis ini jauh berbeda dari pandangan manusia menurut Alkitab, manusia diciptakan menurut peta dan gambar Allah (Kej.1:27; 2:27). Dengan demikian manusia tidak dipimpin oleh insting, melainkan kepribadian yang terdiri dari satu trinitas kecil, yaitu roh, jiwa, tubuh; sehingga kehidupan seksual merupakan bagian integral dari kepribadian seluruhnya dan ditentukan oleh faktor-faktor fisiologis, psikologis, dan rohaniah. Telah dikemukakan sebelumnya tentang dasar filsafat revolusi moral, sejak zaman pencerahan (enlightenment), dunia Barat mengalami perubahan di segala bidang kehidupan termasuk teologi dan etika. Ada krisis moral yang melanda seluruh dunia, tatanan hidup masyarakat dengan nilai-nilai moral yang bersifat tradisional dan kuno, seperti pernikahan, keluarga, Negara yang dulu berlaku diubah. Revolusi moral ditujukan secara khusus di bidang etika dan kesusilaan. Moral baru ini tidak lain dari satu reaksi alam abad ke-20, yang mengganti hukum-hukum atau norma-norma kehidupan yang dari perintah Allah sebagai ketaatan manusia kepada Tuhan, sumber kebahagiaan manusia diganti dengan kepercayaan pada diri sendiri dan menjadi abad dasar pada tingkah laku kebebasan perilaku terhadap aturan-aturan tradisional. Tinjauan filsafat yang melandasi paham “New Morality” seperti yang diuraikan dari ilmu filsafat, sosiologi, psikologi dan teologi, dan postmodernitas. Jadi, paham kebebasan tingkah laku berkembang dan bersumber dari aliran-aliran yang dikemukakan di atas. Suatu pemberontakan manusia terhadap Allah, gereja dan tradisi, berawal dari abad pencerahan di mana manusia merasa diri akil balig, dan menggusur keberadaan Allah dari kehidupan manusia. Dengan semboyan-semboyan, God Is dead, Glory To Man. Para penganut moralitas baru, ingin membebaskan dirinya dari kesusilaan yang berdasarkan hukum gereja, tuntutan masyarakat yang selama ini diterima dan disetujui sebagai norma-norma perbuatan sikap manusia yang beradab. Pengaruh postmodernitas yang menunjuk pada situasi dan tata sosial, produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme yang berlebihan, dll. Manusia yang hidup di milenium baru ke-21 ini dilanda oleh gejala atau faktor yang sangat mempengaruhi norma-norma moral yang melibatkan tindakan-tindakan etisnya, yaitu apa yang dikenal dengan istilah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Teknologi informasi maju dengan pesatnya. Sebagai hasil informasi dari media cetak maupun media audio visual (televisi) yang mengubah wajah dunia. Televisi adalah media potensial sekali untuk menyampaikan informasi tetapi membentuk perilaku seseorang, baik kearah negatif maupun positif. Menurut Dwyer, sebagai media audio visual, televisi mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu membuat orang mengingat 50% dari apa yang mereka lihat walau hanya sekali tayang, atau secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di televisi setelah 3 jam kemudian, 65 % setelah tiga hari kemudian. Masa awal remaja (12-15 tahun) adalah masa yang amat meresahkan, oleh karena pada masa pubertas seseorang mengalami perubahan, baik secara fisik maupun perubahan yang lain, mulai dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, berbarengan dengan perkembangan fisik, moral, emosi dan sosial, dan minat dari kehidupan seksual sampai kepada kehidupan religiositasnya. Oleh karenanya, peran pendampingan sangat diperlukan bagi penyesuaian diri secara positif terhadap setiap perubahan yang ada, agar anak mencapai tugas perkembangannya secara maksimal di usianya. Semoga!.
USIA EMAS (‘GOLDEN-AGE’): MENYOAL KEPEDULIAN ORANGTUA TERHADAP PAUD (Menyambut ‘Kehadiran’ FKIP Prodi: PAUD di I-3, Batu, Jawa Timur) Yustus Adipati
Missio Ecclesiae Vol. 2 No. 2 (2013): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v2i2.31

Abstract

Berdasarkan berbagai penjelasan berkenan dengan kepedulian orangtua terhadap PAUD, maka beberapa faktor disebutkan sebagai berikut: Fakfor ‘Skill Anak’: Memberikan perhatian seperti sarana penunjang bagi kesehatan fisik anak; pemenuhan kebutuhan gizi anak melalui makan dan minuman yang sehat, serta kebutuhan vitamin, sampai kepada pemenuhan kebutuhan asupan-asupan penunjang lainnya; Faktor Pola Belajar Anak: Memberikan perhatian berupa kebutuhan fasilitas sarana prasarana belajar, seperti alat bermain anak untuk membangun antusiasme serta rasa keingin-tahuan anak, dengan berkesinambungan, konsistensi, keteraturan agar pembiasaan belajar itu menjadi ‘Daily Habit’; Faktor Respon Anak dalam Mengatasi Konflik: Memberikan pengalaman mencurahkan isi hati anak kepada orangtua; menempatkan diri di tengah persaingan, serta mempelajari pelbagai aturan atau norma yang berlaku. Melalui penjelasan di atas, dapat dirangkum beberapa indikator mengenai Kepedulian orangtua terhadap PAUD, sebagai berikut: (1) Faktor ‘Skill Anak’, dengan indikator-indikatornya, meliputi: a) Kesehatan Fisik, b) Kebutuhan Gizi; (2) Faktor Pola Belajar Anak, dengan indikator-indikatornya, meliputi: a) Fasilitas Belajar, b) Fasilitas bermain, c) Kebiasaan belajar; (3) Faktor Respon Anak dalam Mengatasi Konflik, dengan indikator-indikatornya, meliputi: a) Pencurahan hati, b) Persainan, c) aturan.
MEMBANGUN KEMITRAAN GEREJA DALAM PELAYANAN MISI MASA KINI Leonard A.P. Hutapea
Missio Ecclesiae Vol. 2 No. 2 (2013): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v2i2.32

Abstract

Telah disadari bersama bahwa pelayanan misi merupakan pelayanan yang teramat luas, dan dalam memikirkan, merencanakan, mengatur bahkan melaksanakannya dibutuhkan wawasan yang luas pula demi tercapainya Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus. Kehadiran gereja sebagai komunitas orang percaya di dunia tidak dapat atau tidak akan mampu jika hanya sebagai pelaksana tunggal dalam melaksanakan mandat Ilahi “menyaksikan Kristus dalam pemberitaan Kabar Baik”. Melalui kemitraan dengan pelayanan-pelayanan misi, penting memulai penataan sistem atau pola kerja yang baik serta terorganisir, hal ini merupakan suatu gerakan yang dinamis dalam melaksanakan Amanat Agung. Kemitraan yang ada perlu sekali dukungan segala pihak karena dengan demikian kemitraan dapat mengembangkan pelayanan-pelayanan, bahkan lembaga yang ada sehingga segala program dan sasaran puncak dapat tercapai sesuai kerinduan dalam membangun kemitraan dan pelayanan bersama.
HERMENEUTIKA FENOMENOLOGIS PAUL RICOEUR Gustaf R. Rame
Missio Ecclesiae Vol. 3 No. 1 (2014): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v3i1.33

Abstract

Dari analisa teori interpretasi, Paul Ricoeur membawa kita untuk dapat mengantisipasi beberapa implikasi, yakni yang berkisar pada penggunaan dan pengkaburan konsep peristiwa pembicaraan dalam tradisi hermenutika romantic yang telah dibangun oleh Schleirmarcher dan Dilthey, bahwa interpretasi harus mengindentifikasi kategori pemahaman sebagai maksud mula-mula dari sudut pandang penulis teks atau si pembicara. Dalam hal ini Ricoeur mengajak untuk mempertanyakan asumsi hermeneutika ini dari sudut pandang anatomi bahasa, bahwa tanpa adanya suatu penyelidikan khusus terhadap tulisan (teks), suatu teori analisa bahasa belum dapat menjadi suatu teori teks. Namun bila suatu teks dapat diakomodir oleh teori analisa bahasa, maka kondisi inskripsi bahasa berada dalam persyaratan yang memungkinkan terjadinya suatu wacana dalam pengaruh teks. Dalam artian bahwa apa yang terjadi dengan teks adalah manifestasi sepenuhnya pembicaraan yang hidup, yakni pemilahan makna dari peristiwa, yakni otonomi teks tetap muncul dalam aturan dialektika peristiwa dan makna teks. Di sinilah Ricoeur menawarkan sebuah proyek yang menarik dalam rangkuman ilmu teologi dan filsafat sebagai suatu pendekatan bagi kajian-kajian hermeneutika yang berguna bagi suatu analisis kritis dalam dunia interpretasi.
KONTRIBUSI GAGASAN JÜRGEN HABERMAS BAGI HERMENEUTIKA POSTMODERN Erni M.C. Efruan
Missio Ecclesiae Vol. 3 No. 1 (2014): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v3i1.35

Abstract

Pertama, konteks sosial postmodern terdiri dari banyak bagian dan berubah-ubah, yang memengaruhi hermeneutika seseorang. Hermeneut menjadi titik tolak hermeneutika, dan ini menyebabkan hermeneutika menjadi penting. Karenanya, bila hermeneut meninggalkan makna teks dan maksud penulis, maka ia akan tenggelam dalam lautan relativitas postmodern, dan tak ada dimensi metanaratif yang absolut. Kedua, pewahyuan ilahi itu sendiri terkondisi secara budaya karena dikomunikasikan kepada berbagai budaya dalam berbagai bahasa yang tidaklah netral dan tak dapat dihapuskan oleh postmodern. Ketiga, teologi kritis bisa memberi kemungkinan mengerjakan refleksi-diri terus-menerus. Kritis atas kenyataan dunia harus dibarengi dengan kritik terhadap diri sendiri. Untuk itu diperlukan sebuah pola hermeneutik yang kritis atas teks-teks mapan yang ada. Keempat, jika hendak menginterpretasi secara benar dan tepat, maka kita harus mengupayakan dialog antara bahasa dan pengalaman di satu sisi dengan tindakan di sisi lain. Tidak memisahkan teori dan praksis, tidak melepaskan fakta dari nilai semata-mata untuk mendapat hasil yang objektif. Kelima, bahasa mencakup seluruh makna dan oleh sebab itu hermeneutika memiliki implikasi yang universal. Pentingnya sosiologi pengetahuan sebagai suatu sarana penafsiran. Keenam, kekuatan-kekuatan ideologis mengendalikan hermeneutika hampir semua orang. Calvinis atau Armenian, Reformed atau Dispensasional, Teolog Proses atau Pembebasan, tiap komunitas orang percaya telah memberikan kecenderungan-kecenderungan ideologis tertentu yang menuntun penafsiran. Karenanya, hermeneutika harus membebaskan pemahaman dari ideologi. Ketujuh, pemahaman hermeneutik sifatnya global, yaitu mengandaikan adanya tujuan khusus. Setiap komunikasi yang sehat adalah komunikasi dimana setiap partisipan bebas untuk menentang klaim-klaim tanpa ketakutan akan koersi, intimidasi, deceit dan sebagainya. Melalui tindakan komunikatif, pemahaman hermeneutik mempunyai bentuk yang hidup, yaitu kehidupan sosial Postmodern.
KEBANGKITAN ORANG MATI MENURUT I KORINTUS 15:12-34 DAN IMPLIKASI ETISNYA BAGI ORANG PERCAYA Danik Astuti Lumintang
Missio Ecclesiae Vol. 3 No. 1 (2014): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v3i1.36

Abstract

Doktrin kebangkitan merupakan dasar atau sentral pemberitaan dari iman kristen, karena itu, doktrin kebangkitan merupakan keunikan Kristen yang tiada tandingnya. Memang, doktrin kebangkitan orang mati bukanlah monopoli agama Kristen, karena agama-agama dan aliran lain, misalnya: agama Islam, Hindu, Budha dan aliran kebatinan, serta agama Suku memiliki konsep masing-masing.1 Yang jelas, bahwa doktrin Kristen mengenai kebangkitan berbeda sama sekali dengan doktrin kebangkitan agama-agama lain, aliran-aliran kepercayaan bahkan pandangan filsafat. Kesamaan yang ada hanyalah kesamaan istilah, sedangkan sumber dan konsepnya berbeda. Tetapi karena tulisan ini bukanlah studi perbandingan agama, maka perbedaan konsep ini tidak akan dibahas lebih lanjut. Doktrin kebangkitan menurut ajaran kristiani adalah doktrin yang unik, karena Alkitab yang adalah sumber dogma menyatakan bahwa kebangkitan orang percaya (Gereja) adalah kebangkitan tubuh. Tidak ditemukan di dalam ajaran lain mana pun juga. Kebangkitan Kristus yang menjadi dasar kebangkitan orang percaya adalah unik. Kendatipun demikian di kalangan Kristen sendiri masih menjadi pokok perdebatan yang seru, antara dongeng dan fakta, antara spiritual dan jasmaniah, antara bohong dan benar. Perdebatan ini sesungguhnya sudah dimulai sejak zaman Tuhan Yesus.2 Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan pandangan atau konsep di antara orang Kristen sendiri. Perbedaan-perbedaan yang ada ini disebabkan oleh perbedaan hermeneutika yang dipakai, dan perbedaan latar belakang yang mempengaruhi masing-masing pandangan tersebut, bahkan perbedaan konteks zaman dan tempat dimana doktrin itu dibicarakan atau diajarkan. Karena itu, penulis sengaja membahas lagi topik kebangkitan orang mati ini dalam 1Korintus 15:12-58 untuk menggali kebenaran alkitabiah mengenai doktrin ini, sekaligus menemukan implikasinya etisnya bagi kehidupan orang percaya (Gereja).
PERAN MANUSIA ALLAH MENURUT I TIMOTIUS 6:11-21 Theophylus Doxa Ziraluo
Missio Ecclesiae Vol. 3 No. 1 (2014): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v3i1.37

Abstract

Kendatipun Timotius masih muda dalam memimpin jemaat di Efesus, namun Paulus tidak ragu akan hal itu. Bahkan Paulus menyebut Timotius dengan sebutan “manusia Allah.” Sebutan tersebut merupakan gelar yang paling terhormat yang menyatakan akan kepemilikan Allah atas dirinya. Gelar ini diberikan Paulus untuk membedakan Timotius dari pengajar-pengajar palsu. Sebagai pribadi yang dimiliki Allah tidak bisa dilepaskan dari pertobatan Timotius sebagai hasil pelayanan Paulus. Sebagai milik Allah, Paulus memberikan rambu-rambu mengenai apa yang tidak perlu dilakukan (dihindari) dan mana yang perlu dilakukan. Bersilat kata, dengki, fitnah, curiga, percekcokan dan cinta uang harus dijauhi karena akan menghancurkan reputasi Timotius dan pelayanannya. Sebaliknya yang harus dilakukan dengan sekuat tenaga yaitu hidup dalam keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Hal-hal tersebut tidak hanya mencerminkan karakter Paulus tetapi juga merupakan kehendak Allah sendiri. Dalam memenuhi semuanya itu, Paulus berkata bahwa hidup itu bagaikan pertandingan yang menuntut ketahanan, bukan hanya fisik tetapi juga spiritual. Dalam pertandingan tersebut Paulus berkata bahwa Timotius tidak berjuang sendiri. Tuhan yang adalah Sumber hidup akan menopang dan memberikan semangat kepada Timotius untuk dapat memenangkan pertandingan. Oleh karena itu, tidak perlu bimbang dan ragu untuk menyaksikan kebenaran kendatipun konsekuensi yang dihadapi tidaklah mudah. Paulus memberikan referensi mengenai bagaimana Kristus berani mengikrarkan ikrar yang benar di hadapan Pontius Pilatus yang adalah petinggi Romawi pada waktu itu. Paulus mengarahkan pandangan Timotius bukan kepada kesulitan pelayanan yang dialami tetapi kepada kemuliaan yang sudah disediakan Allah baginya. Lakukanlah tugas panggilanmu, jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan. Demikian juga dalam relasi dengan jemaat-jemaat yang kaya, jangan takut untuk berpesan kepada mereka supaya tidak sombong dan mengandalkan kekayaan mereka melainkan hidup dalam kebajikan/ kemurahan hati. Kekayaan yang dimiliki sekarang adalah bersifat sementara dimana ngengat dan karat dapat merusaknya dan pencuri dapat mencurinya. Ingatlah harta surgawi yang tidak fana. Kualitas kekayaan seseorang tidaklah bergantung pada seberapa banyak kekayaan yang dapat ditimbun (dimiliki) melainkan pada apa yang dapat dia berikan. Orang kaya yang hanya menimbun kekayaannya adalah orang kaya yang miskin. Tetapi orang kaya yang kaya adalah orang yang dengan kekayaannya dapat memperkaya orang lain (mendukung orang yang lemah dari segi finansial). Orang kaya yang demikian adalah orang kaya yang menyenangkan hati Tuhan. Pada akhirnya, Timotius dituntut untuk memelihara apa yang telah dia terima dari Paulus. Tidak perlu sibuk dengan perdebatan-perdebatan yang sia-sia (dalam hal ini pengajaran gnostik) atau omong kosong yang mengatasnamakan kebenaran sejati namun isinya penuh dengan racun.
KAJIAN TENTANG PERATURAN DAERAH (PERDA) BERNUANSA AGAMA DAN MASA DEPAN HARMONISASI UMAT BERAGAMA DI INDONESIA I Gusti Ngurah Oka
Missio Ecclesiae Vol. 3 No. 1 (2014): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v3i1.38

Abstract

Kehadiran Perda syariat, pada satu sisi merefleksikan kegagalan pemerintah dalam mengimplementasi hukum di Indonesia. Kegagalan ini berdampak pada sisi lain, di mana kemudian banyak orang merasa berhak untuk membuat atau mencari aturan alternatif karena menunjuk ketidakmampuan hukum dalam mengatasi berbagai persoalan. Untuk itu saat ini perlu dikaji ulang konsep kerukunan antar umat beragama tidak hanya sebagai bungkus formal semata, tetapi menjadi pemicu dan pemacu terbentuknya kesadaran beragama dan berteologi di Indonesia. Tujuannya agar umat beragama memperoleh pemahaman dan wawasan yang luas dan cerah tentang kerukunan hidup umat beragama sehingga tumbuh dan berkembang penghayatan dan penyikapan yang positif untuk hidup rukun sesama umat beragama.

Page 2 of 15 | Total Record : 141