cover
Contact Name
Muhammad Ilham Akbar Alamsyah
Contact Email
231320043.muhammadilham@uinbanten.ac.id
Phone
+6285798995400
Journal Mail Official
hikmatul.luthfi@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Syekh Moh. Nawawi Albantani, Kemanisan, Kec. Curug, Kota Serang, Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Al-Fath
ISSN : 19782845     EISSN : 27237257     DOI : https://doi.org/10.32678/alfath
Al-Fath: published twice a year since 2007 (June and December), is a multilingual (Bahasa, Arabic, and English), peer-reviewed journal, and specializes in Interpretation of the quran. This journal is published by the Alquran and its Interpretation Department, Faculty of Ushuluddin and Adab, Sultan Maulana Hasanuddin State Islamic University of Banten INDONESIA. Al-Fath focused on the Islamic studies, especially the basic sciences of Islam, including the study of the Qur’an, Hadith, and Theology. Editors welcome scholars, researchers and practitioners of Alquran and its Interpretation, Hadith, and Theology around the world to submit scholarly articles to be published through this journal. All articles will be reviewed by experts before accepted for publication
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 192 Documents
ORIENTASI KAJIAN ILMU SOSIAL DALAM TAFSIR AL-QUR’AN MENURUT M. QURAISH SHIHAB Andi Rosa
Al-Fath Vol 8 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v8i2.3065

Abstract

Orientasi kajian sosial dalam ranah tafsir Al-Qur’an menurut Quraish Shihab bersifat pluralisme berdasarkan nilai-nilai kebaikan universal (al-khair) dan kearifan lokal (alma’rûf). Terhadap pembaharuan dalam tafsir Al-Qur’an, Quraish Shihab berpegang kepada adagium terkenal dalam kajian islam: “al-muhâfazhat ‘alâ Qadîm al-shalîh wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlah”. Maka objektivitas ilmiah menurutnya adalah bagian syarat dalam menafsirkan Al-Qur’an. Bahkan, metodologi penafsiran terhadap Al-Qur’an hendaknya selalu disempurnakan dan direvisi oleh setiap generasi. The orientation of social studies in Qur’anic exegesis according to Quraish Shihab are pluralistic caracters appropriate with values of goodness universal (al-khair) and local wisdom (al-ma’rûf). To reform the Qur’anic exegesis, Quraish Shihab believes in legal term in islamic studies: “al-muhâfazhat ‘alâ al-Qadîm al-shalîh wa al-akhzhu bi al-jadîd alashlah” (to kept the good ideas from classic theologian, and adopt the better new ideas). So, the objectivity of sciences is a part in requirement to interpreting the Koran. Thus, the methodology of interpreting the Koran, should to revised to be perfectly by each many generation.
Distribusi: Menurut Fuqaha, Filosof dan Ahli Ekonom Nihayatul Masykuroh
Al-Fath Vol 1 No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v1i1.3268

Abstract

Ekonomi Islam berakar pada alquran dan hadits, hal ini merupakan interpretasi dari berbagai ajaran dan sumber Islam. Salah satu pemikiran tentang ekonomi adalah distribusi yang merupakan hasil pasca produksi dan didistrubusikan secara adil, manusiawi dankebebasan. Distribusi dalam sistem ekonomi Islam yang menitikberatkanpada pemerataan pendistribusian tersebut agar tidak dikuasai oleh pihak yang kaya atau Negara dalam hal ini pemerintah. Satu prinsip yang harus kita pegang dalam dalam pendistribusian pendapatan yaitu: bahwasanya dalam harta orang-orang kaya terdapat harta orangorang miskin
Mencari Akar Teologis Makna Doktriner dan Universal dalam Islam: Perspektif ‘Ulûm al-Tafsîr Andi Rosadisastra
Al-Fath Vol 5 No 1 (2011): Juni 2011
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v5i1.3242

Abstract

Teks Al-Qur’an surat Alu Imran/3:7 mengemukakan secara sharîh bahwa ayat-ayat Al-Qur’an terklasifikasikan pada dua bagian besar: muhkam dan mutasyâbih. Kelompok muhkam berfungsi sebagai umm al- kitâb, yakni pokok-pokok atau sumber makna utama Al-Qur’an bagi kelompok mutasyâbih. Para ulama tafsir beragam pendapat tentang penentuan ayat-ayat bagi kedua kelompok ini. Bahkan pendapat yang ada terkesan ada pertentangan, yakni bisa terjadi suatu ayat yang menurut satu versi adalah muhkam tetapi dijadikan sebagai mutasyâbih oleh ulama lain. Tentu saja hal ini mengandung problem yang dapat menimbulkan pertentangan penafsiran. Oleh karena itu, diperlukan batasan-batasan yang jelas antara kedua domain tersebut. Pertama, batasan yang tersurat dari ayat di atas adalah bahwa makna umm al-kitâb merupakan fungsi utama dari muhkam. Kedua, muhkam berfungsi juga sebagai al-hudâ (petunjuk universal) yakni petunjuk bagi seluruh umat manusia dan bagi orang yang bertakwa yang merupakan fungsi sentral Al-Qur’an. Kedua faktor ini, seakan menyatakan bahwa dua fungsi yakni: fungsi Al-Qur’an adalah kitab doktrin yang bersifat ritual dan sosial, sedangkan fungsi Al-Qur’an sebagai kitab peradaban yang bersifat sosial dan non-ritual bagi semua kelompok umat manusia (rahmatan lil ‘âlamîn). Atas dasar dua fungsi muhkam tersebut, peneliti menawarkan “sepuluh makna substantif Al-Qur’an”.
Kedudukan dan Peran Ulama dalam Perspektif Alquran Aar Arnawati
Al-Fath Vol 11 No 1 (2017): Juni 2017
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v11i1.875

Abstract

Kedudukan dan peran ulama sangat perlu dibahas agar kita lebih menghormati kedudukan ulama sebagai pewaris nabi yang menggantikan tugas nabi untuk menyebarkan dan menjaga agama Islam dan mengajak umat Islam agar lebih taat kepada Allah. Ulama menurut Ibnu Kathῑr adalah orang yang ‘arif billah yang benar-benar takut kepada Allah SWT. Sedangkan ulama menurut Sayyid Quṭub adalah mereka yang mengkaji Alquran yang penuh keajaiban, yang mengenal Allah, mengetahui hakikat Allah, sifat Allah, dan kebesaran-Nya, semakin bertambah rasa takut mereka kepada Allah. Kedudukan ulama menurut Ibnu Kathῑr dan Sayyid Quṭub dalam Q.S Ali ‘Imran ayat 18 menjelaskan kedudukan dan martabat ulama sangat istimewa di hadapan Allah dalam hal kesaksian, karena hanya kesaksian Allah, malaikat, dan ulamalah yang adil. Peran ulama menurut penafsiran Ibnu Kathῑr dan Sayyid Quṭub yaitu menyampaikan ajaran sesuai dengan ajaran Alquran menjelaskan kandungan Alquran, dan menyelesaikan permasalahan dan peroblem agama di masyarakat.
HADIS SHAHIH DALAM PERSPEKTIF SYIAH IMAMIAH Ahmad Fadhil; Ade Umamah
Al-Fath Vol 7 No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v7i2.3134

Abstract

Kedudukan al-Kutub al-Arba’ah di kalangan Syi’ah sama pentingnya dengan al-Shihah al-Sittah. Perbedaannya adalahbahwa orang Syi’ah tidak menganggap Kitab Empat mereka itu sebagai shahih seperti Shahih Enam Ahlussunah. Di dalamnya terdapat banyak sekali hadis lemah dan perawi-perawi pembohong dan ekstrim (ghulat).
Pluralitas Pemikiran Keagamaan A. Mahfudz
Al-Fath Vol 2 No 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v2i2.3290

Abstract

Wawasan plural adalah wawasan yang menerima perbedaanatau kemajemukkan maka untuk itu, diperlukan wawasan tentang kearifan budaya. Suatu perbedaan cara pandang atau perspektifk eagamaan, apalagi jika terjadi perbedaan dalam cara pandang terhadap kebudayaan harus disikapi secara arif tidak langsung menghukumi hitam putih, halal-haram atau sunnah-bid’ah dan. Sebagainya. Disini sekali lagi diperlukan suatu kearifan budaya dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan risalah. Wawasan atau perspektif keagamaan yang plural dan kearifan budaya ini juga yang tampaknya dikembangkan oleh generasi awal Muhammadiyah dan menjadi kunci sukses dalam mengembangkan misi dakwah amar makruf nahy munkar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa etos pluralitas dan kearifan budayamerupakan visi atau ide dasar pemikiran kyai Ahmad Dahlan.Pandangan kyai Ahmad Dahlan lebih bersifat relativis-pluralis yang menjadikannya bersipat terbuka, kritis kreatif dan menvcarikebenaran. Dalam tulisan ini menunjukkan bahwa wawasan pluraladalah wawasan yang menerima perbedaan atau kemajemukkan maka untuk itu, diperlukan wawasan tentang kearifan budaya. Suatu perbedaan cara pandang atau perspektif keagamaan, apalagi jikaterjadi perbedaan dalam cara pandang terhadap kebudayaan harus disikapi secara arif tidak langsung menghukumi hitam putih, halal haram atau sunnah-bid’ah dan sebagainya. Disini sekali lagi diperlukan suatu kearifan budaya dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan risalah. Wawasan atau perspektif keagamaan yang plural dankearifan budaya ini juga yang tampaknya dikembangkan oleh generasi awal Muhammadiyah dan menjadi kunci sukses dalam mengembangkan misi dakwah amar makruf nahy munkarnya.
Kajian Semantik Konsep ‘Ilm dan ‘Ulamā’ dalam Al-Qur’an Mudzakkir Amin
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2892

Abstract

Kata ‘ilm dan ‘ulamā’ mempunyai keterkaitan makna yang sangat erat. Dan untuk mengetahui makna yang lebih mendalam tentang ‘ulamā’, tentu perlumengetahui dulu kata ‘ilm yang biasa disebut sebagai “pengetahuan”. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifatkualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis-deduktif. Makna relasioanal kata ‘ilm dipahami sebagai pengetahuan, sedangkan ‘ulamā’ berartiorang berilmu atau seseorang yang berpengetahuan secara hakiki. Pada masa pra Qur’anik, makna ‘ilm hanya diartikan pengetahuan biasa. Pada masaQur’anik kata ‘ilm tetap membawa serta makna dasarnya, namun kata ini ditempatkan dalam semantik khusus sebagai “pengetahuan dengan penalarantertentu”. Pada masa pasca Qur’anik, kata ‘ilm maknanya lebih luas lagi karena semakin rumit tanda-tanda gejalanya ‘ilm, maka semua orang mulaimempertanyakan hakikat ‘ilm dengan argumentasinya masing-masing. Adapun kata ‘ulamā, pada masa pra Qur’anik hanya dipahami sebagai orangberpengetahuan secara global. Pada masa Qur’anik mempunyai arti penting, mereka yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifatkauniyyah atau qur’aniyyah dan memilki khasyyah kepada-Nya. Pada masa pasca Qur’anik makna ‘ulamā’ mengalami penyempitan makna.
Studi Tafsir di Indonesia Endang Saeful Anwar
Al-Fath Vol 10 No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v10i2.3198

Abstract

Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling dimuliakan oleh Umat Islam. al-Qur’an harus dijadikan sebagai teman berdialog dalam kehidupan, sehingga fungsinya menjadi sebagai nash akan kekal sepanjang masa. Selama ini al-Qur’an hanya dibaca dan orang-orang hanya mengharapkan pahala dari al-Qur’an itu sendiri, tanpa menganalisisnya serta menghayati maknanya secara mendalam. Hal ini tidak hanya terjadi di beberapa negara lain akan tetapi terjadi pula, di negara Indonesia. Walaupun Islam datang ke Indonesia sudah berabad-abad, akan tetapi al-Qur’an belum dijadikan sebagai pedoman hidup, hanya berupa amalan, bahkan sebagian al-Qur’an dijadikan jimat, mantra-mantra
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN Syafi'in Mansur; Muhayat Hasan
Al-Fath Vol 8 No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v8i1.3058

Abstract

Agama selalu hadir untuk menghargai eksistensi dan martabat manusia: siapa pun, berada di bumi mana pun dan dengan identitas apa pun dia, seperti yang dijelaskan alam QS. Al-Hujurat: 13. Begitu pula keragaman syari’at adalah kehendak Tuhan sendiri, QS. Al-Mâidah: 48, QS. Al-Kâirûn: 1-6. Bahkan adanya keragaman menuntut kita untuk mengajak mereka dengan bijaksana dan nasihat-nasihat yang baik. Yakni, dengan cara berdialog dan berdiskusi, seperti dalam QS. An-Nahl: 125, QS. Al-Ankabut: 46, QS. Ali Imran: 64. Sejalan dengan arti penting dari kerukunan itu ada sejumlah nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain adalah, saling menghargai, saling menghormati, saling membantu, saling kerjasama, mengembangkan azas persamaan, kebebasan, dan keadilan, dapat bekerja-sama dalam menciptakan keamanan dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang pluralistic ini.
Bentuk Penyampain Pesan Dakwah dalam Media Massa di Banten Sholahuddin Al Ayubi
Al-Fath Vol 2 No 1 (2008): Juni 2008
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v2i1.3264

Abstract

Perkembangan media massa pada orde baru, kebebasan pers dikekang oleh pemerintahan Soeharto, media pers pada zaman ini merupakan ancaman keberlangsungan pemerintahnnya. baru pada zamanreformasi kebebasan pers mendapat peluang yang besar, kebebasan persbagaikan pilar keempat dalam demokratisasi masyarakat Indonesia.Untuk itu perkembangan media massa di Banten cukup signifikansetelah lengsernya Soeharto, apalagi dihilangkannya SIUPP bagi mediapers merupakan angin segar, bagi siapa saja dapat mengelola media massa.Media massa di Banten pada kurun waktu 2000-2007, terdapat 31 mediacetak, baik berformat surat kabar, tabloid, dan majalah. Namun ragammedia ini bersifat umum, artinya info-info apa saja dapat diinformasikankepada khalayak, baik dari ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, danaktivitas dakwah.Dalam tulsian ini, akan membahas bagaimana media massa (cetak)di Banten dalam rangka menyebarkan dakwah Islam, hal ini media cetak diBanten memiliki rubrik tersendiri dan beragam materi yang disajikan.

Page 8 of 20 | Total Record : 192