cover
Contact Name
M. Riza Pahlefi
Contact Email
riza.pahlefi@uinbanten.ac.id
Phone
+6285383592121
Journal Mail Official
syakhsia@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam
ISSN : 2085367X     EISSN : 27153606     DOI : https://dx.doi.org/10.37035/syakhsia
Syakhsia: Jurnal Hukum Perdata Islam, is an open access and peer-reviewed journal published biannually (p-ISSN: 2085-367X and e-ISSN: 2715-3606). It publishes original innovative research works, reviews, and case reports. The subject of Syakhsia covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 94 Documents
Hukum Ayah Menikahi Anaknya dari Hasil Zina (Studi Komparatif Madzhab Hanafi Dan Syafi’i) Faisal Nikmatullah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2358

Abstract

Abstrak Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini tidak ada yang menginginkan terlahir dari akibat perzinahan, sekalipun setiap anak yang dilahirkan tidak mengandung dosa. Anak yang lahit dari hasil perzinahan itu menimbulkan permasalahan dan konsekuensi hukum di dalam status kemahraman hak memperoleh nafkah dan kewarisan, bahkan pada tingkat boleh dan tidak bolehnya melakukan pernikahan dengan ayah biologisnya dalam kasus ini menjadi masalah yang diperselisihkan. Penulis tertarik menguji persoalan ini dalam sebuah skripsi dengan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina menurut mazhab Hanafi? 2. Bagaimana hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina menurut mazhab Syafi’i? 3. Bagiamana perbedaan dan persamaan pendapat menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i tentang hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina? Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan jenis kualitatif. Seluruh data dikumpulkan dengan cara, membaca dan menganalisis sumber-sumber data baik yang bersifat data a. Primer, b. Sekunder dan c. Tersier dianalisis secara induktif dan komparatif. Kesimpulan penelitian: 1. Menurut mazhab Hanafi, anak yang lahir dari hasil perzinahan memiliki hubungan nasab secara syar’i dengan ibu yang melahirkannya, namun anak tersebut menjadi mahram bagi ayah biologisnya karena secara biologis adalah darah dari dagingnya sendiri. Untuk itu anak yang dilahirkan dari hasil perzinahan menjadi mahramnya (tidak boleh dinikahi) bahkan berkewajiban untuk menafkahinya dan saling mewarisi. 2. Menurut mazhab Syafi’i, anak yang lahir dari hasil perzinahan boleh menikah dengan ayah biologisnya, karena tidak ada nasab dengan ayahnya. Karena tidak terlahir bukan dari pernikahan yang sah, karena timbulnya status kemahramannya terjadi karena sebab pernikahan. 3. Mazhab hanafi mengharamkan menikah dengan anak perempuanya yang berasal dari hasil zina. Sementara mazhab Syafi’i membolehkan menikah dengan anak perempuanya yang berasal dari hasil zina, walaupun sebaian ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa perbuatan tersebut makruh. Persamaan pendapat antara keduanya adalah masalah perwalian. Anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak mempunyai hak perwalian dari bapak biologisnya, bapak biologis tidak berhak menjadi wali baginya karena telah terputus nasab syar’i di antara keduanya yang menjadi syarat ditetapkannya hak perwalian. Adapun yang berhak menjadi walinya adalah hakim. Kata Kunci: Hukum Menikahi, Zina, Nasab
Wakaf Uang Untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat (Perspektif Islam) Siti Nurul Udhiyah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3318

Abstract

Seiring dengan era reformasi dan kemajuan zaman praktek hukum Islam semakin berkembang, meningkat dan meluas ke berbagai sektor hukum, tidak hanya di sektor kekeluargaan, tapi juga ke sektor hukum lainnya seperti zakat, sedekah, wasiat dan bahkan sampai ke sektor hukum perbankan, temasuk hukum wakaf. Di kalangan umat Islam, wakaf yang sangat popular adalah masih terbatas pada persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah dan pendidikan serta belakangan baru ada wakaf untuk yang berbentuk tunai (cash) atau wakaf benda yang bergerak yang manfaatnya untuk kepentingan pendidikan, rumah sakit, pemerdayaan ekonomi lemah dan lain-lain. Wakaf tunai bagi umat Islam Indonesia memang masih relative baru. Rumusan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan wakaf uang untuk peningkatan kesejahteraan hidup ? dan bagaimana pelaksanaan wakaf uang untuk mengurangi kemiskinan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan wakaf uang untuk peningkatan kesejahteraan hidup dan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan wakaf uang untuk mengurangi kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah riset kepustakaan (Library Research) penulisan ini merupakan kegiatan telaah pustaka (Review Research) yaitu Penulis membaca, mengutip dan merangkai hal-hal yang perlu merujuk pada buku-buku dan dokumen-dokumen serta berbagai rujukan lain yang berkaitan dengan pokok pembahsan, dan menggunakan metode kualitatif induktif yaitu mengemukakan data yang bersifat khusus untuk diolah menjadi kesimpulan yang bersifat umum sehingga Penulis memperoleh penjelasan secara terperinci. Dari uraian diatas dapat disimpulkan dengan memberdayakan wakaf uang dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif maka secara Syar’i dapat dibenarkan sepanjang hakikat nilai wakaf uang tersebut tidak hilang dan mampu menginjeksi atau membantu ekonomi umat (Islam) yang telah lama terpuruk sehingga kehidupan masyarakat yang kurang mampu dapat terbantu dan sejahtera, dan mampu mengurangi angka kemiskinan masyarakat.
Pandangan Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam Tentang Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak – Anak Nina Chaerina
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 1 (2018): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v17i1.1122

Abstract

Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, sanksi hukuman pidana bagi anak dibedakan menjadi tiga : pertama, anak dibawah usia 8 tahun, tidak diajukan ke sidang pengadilan dan tidak dikenai hukuman pidana hanya dikenakan pengawasan, kedua, anak yang berusia 8 hingga 12 tahun, diajukan ke sidang pengadilan dan tidak dikenai hukuman pidana namun dikenakan tind akan, ketiga, anak yang berusia 12 hingga 18 tahun diajukan ke sidang pengadilan dan dikenai hukuman pidana. Hukuman pidana maksimal setengah dari hukuman orang dewasa baik pidana kurungan maupun hukuman penjara.Menurut hukum pidana Islam, perbuatan anak dapat dianggap melawan hukum, hanya keadaan tersebut dapat mempengruhi pertanggungjawaban. Sehingga perbuatan melanggar hukum oleh anak bisa dimaafkan atau bisa dikenakan hukuman, tetapi bukan hukuman pokok melainkan hukuman ta’zir. Persamaan pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana positif dan hukum pidana Islam adalah menetapkan perbuatan pidana yang dilakukan anak -anak menurut asas legalitas, menetapkan faktor akal dan faktor kehendak sebagai syarat mampu bertanggungjawab, memberikan pengajaran dan pengarahan kepada anak-anak yang melakukan tindak pidana.Berdaskan hukum positif berdasarkan pada KUHP Pasal 44, 45, 46 dan 47 serta Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak sedangkan hukum Islam berdasarkan pada Al-Qur'an, Hadist Rasul, Ijm a dan Ijtihad hakim. Batasan usia dan alternatif hukuman dalam hukum positif batasna usia anak adalah di bawah 18 tahun dengan alternatif, di bawah 8 tahun, dilakukan penyidikan kemudian dikembalikan kepada orang tua atau diserahkan kepada Departemen Sosia l. Usia 8 hingga 12 tahun, diajukan ke sidang pengadilan, kemudian dikembalikan kepada orang tua atau diserahkan kepada negara atau diserahkan kepada Departemen Sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan dengan dapat disertai teguran dan syarat tambahan. Usia 12 hingg 18 tahun, diajukan ke sidang pengadilan dan dikenai hukuman pidana dengan ketentuan maksimal pidana pokok dikurangi setengah atau sepertiga menurut Pasal 47 KUHP atau tindakan sebagaimana yang diperlakukan bagi anak usia 8 tahun hingga 12 tahun. Sedangkan dalam hukum Islam, batas usia anak adalah di bawah 15 tahun atau 18 tahun dengan alternatif di bawah 7 tahun, bebas dari hukuman pidana dan hukuman pengajaran tetapi dikenai pertanggungjawaban perdata, usia 7 hingga 15 tahun atau 18 tahun, sebab dari hukuman pidana tetapi dikenai hukuman pengajaran danpertanggungjawaban perdata.
Menggagas Fiqih Moderat (Studi Analisis Kritis atas Metode Ijtihad Fiqih) Ahmad Sanusi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2352

Abstract

Abstrak Ada sekelompok orang yang memahami nash secara tektual muncul lagi dengan jargonnya " kembali kepada al Quran dan Sunnah” menurutnya dalam menghasilkan hukum/fiqih tidak perlu lagi melihat pendapat ulama tetapi memahami langsung pada teks murni al Quran dan Hadis, mereka menganggap bahwa perkara yang tidak ada dalam al Quran dan sunnah dianggap bid;ah dan itu haram.sehingga mereka tidak melihat dan memmpertimbangkan perbedaan tempat, waktu dan kondisi sosial masyarakat mereka berada.Tulisan ini mencoba menjawab akan kelompok di atas dengan kesimpulanya: pertama: Fiqih adalah hail produk mujtahid yang bersifat luwes dan bisa berubah sesuai dengan zamannya. Kedua: Fiqih moderat dalah upaya untuk menyajikan fiqh dengan pemahaman moderat yakni tidak terlalu radikal juga tidak terlalu liberal, akan tetapi tengah-tengah yakni dalam memahami nas atau teks baik al quran maupun hadis harus dengan pendekatan ijtihad bayani, qiyas, dan istislahi atau maslahah, maka akan dapat menghasilakn hasil ijtihad yang moderat serta sesuai dengan zamannya. Kata Kunci : Quran, Hadis, Fiqh
Pemikiran Ushul Fiqh Imam Syafi’i Ahmad Sanusi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3304

Abstract

Ilmu Ushul fiqh yang beliau kemukakan dihadapan para ulama adalah merupakan cara atau metode baru yang mana di saat itu belum pernah diungkapkan yang sama dengan metodologi yang Imam Syafei ungkapkan dengan gaya diskusi dan cara beliau beristimbath, sehingga kebanyakan mengatakan bahwa Syafii lah orang yang pertama kali pembuat dan pencetus Ushul Fiqh secara metodologis atau bias juga dikatakan sebagai arsitek ilmu ushul fiqh. Imam Syafei dalam beristimbath suatu hukum tidak pernah terlepas dari dalil Kitab dan Sunnah serta pendekatan Bahasa yang sangat dalam (Daqiq) sehingga beliau berbeda pendapat dengan madzhab Hanafiyah dalam masalah Istihsan, karena menurutnya istihsan sudah lepas dari al quran dan sunnah.Metodolgi istimbath hukum yang Syafei gagas ini yang kemudian hari dikenal dengan ilmu Ushul Fiqh ini adalah merupakan pemikiran moderat beliau dalam memahami ayat al quran dan hadis, moderat dalam arti pertengahan antara aqli dan naqli, namun demikian Syafei menghormati orang yang berbeda pendapat dengannya, seperti dengan Imam Muhammad bin Hasan dari Madzhab Hanafi.
Penerapan Metode Hypnoteaching Untuk Mengembangkan Maharoh Al-Istima’ Agung Heru Setiadi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 1 (2018): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v17i1.1113

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasilpenggunaan metode hypnoteaching, serta untuk mengetahui seberapaefektif penggunaannya pada mahasiswa dalam mengembangkanketerampilan menyimak di IAIN Sultan Maulana HasanuddinBanten. Penelitian ini menggunakan prosedur eksperimen di manapeneliti mendesain Pre-Test dan Post-Test terhadap dua kelompok(Eksperimen dan Kontrol). Populasi penelitian ini adalahmahasiswa Institut Agama Islam Negeri Sultan MaulanaHasanuddin Banten, dan untuk sampelnya adalah 70 mahasiswamahasiswijurusan Hukum Keluarga Islam (HKI) dari dua kelasA dan B pada Fakultas Syariah.Hasil dari penelitian ini adalah: ( 1) kemampuanmenyimak mahasiswa pada kelompok Eksperimen, baik, denganhasil rata-rata 86, dan (2) kemampuan menyimak mahasiswapada kelompok Kontrol, cukup, dengan hasil rata -rata adalah 80,dan (3) tingkat efektifitas penggunaan metode hypnoteaching dalampengajaran bahasa Arab untuk mengembangkan keterampilanmenyimak adalah mencapai nilai t -hitung (2,66) yang lebih besardaripada nilai t-tabel pada tingkat 0,05 (1,99) dan pada tingkat0,01 (2,64), { 1,99 < 2,66 > 2,64 }. Hal ini menunjukkanbahwa penggunaan metode hypnoteaching dalam pengajaran bahasaArab untuk mengembangkan keterampilan menyimak adalahefektif.
Cara Penyelesaian Wasiat Wajibah Menurut Ibnu Hazm dan Hazairin Ana Maelah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1987

Abstract

Bahwasannya Wasiat Wajibah Merupakan :Wasiat yang pemberiannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada mayit, karena pemberiannya diperuntukan kepada cucu yang ketika orang tua nya meninggal dunia, sedangkan menurut KHI: bahwasannya Wasiat Wajibah diberikan kepada orang tua angkat dan anak angkat, dan cara penyelesaian wasiat wajibah menurut Ibnu Hazm dan Hazairin. Perumusan Masalah dari penelitian ini adalah (1).Bagaimanakah cara penyelesaian wasiat wajibah menurut Ibnu Hazm, (2)Bagaimanakah cara penyelesaian wasiat wajibah menurut Hazairin, dan (3)Bagaimanakah perbandingan wasiat wajibah menurut Ibnu Hazm dan Hazairin. Tujuan Penelitian dari skripsi ini adalah : (1) untuk mengetahui cara penyelesaian wasiat wajibah menurut Ibnu Hazm. (2) untuk mengetahui cara penyelesaian wasiat wajibah menurut Hazairin. (3) untuk mengetahui perbandingan wasiat wajibah menurut Ibnu Hazm dan Hazairin. Metode Penelitian yang penyusun gunakan dalam penelitian adalah , Deskriptif – Analitik yaitu memaparkan dan menganalisa secara terperinci 1mengenai wasiat wajibah untuk cucu serta anak angkat dan orangtua angkat, dengan pendekatan normatif pendekatan yang menggunakan rumusan-rumusan berdasarkan Al-Qur’an dan Assunah dengan cara menemukan ayat Al-Qur’an, Hadis-hadis dan kaidah –kaidah fikih yang berhubungan dengan Wasiat wajibah kemudian dianalisis. Dari penelitian ini dapat disimpulkan pertama wasiat wajibah menurut Ibnu Hazm : adalah wasiat yang di berikan kepada cucu yang tidak mendapatkan warisan yaitu ahli waris pengganti dari orang tuanya yang meninggal dunia.yaitu dengan mendapatkan 1/3 harta peninggalan. Sedangkan menurut (KHI) : yaitu yang mendapatkan wasiat wajibah adalah anak angkat dan orangtua angkat, yang tidak menerima warisan maka di beri wasiat wajibah yaitu 1/3 harta peninggalan.dan perbandingan dari wasiat wajibah menurut hukum Islam dan hukum positif adalah hanya pemberian nya saja.kepada siapa yang berhak mendapatkan wasiat wajibah.
Pemikiran Hukum Muhammad Ahmad Al-Mahdi Sudan Ahmad Harisul Miftah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 21 No 1 (2020): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v22i1.2916

Abstract

Abstrak Perhatian utama al-Mahdi adalah untuk mengamankan kemerdekaan dari pemerintahan Turco-Mesir dengan pandangan untuk membangun sebuah teokrasi yang diikat oleh versinya tentang sharî'a. Penerapan metodologi hukumnya dan kepatuhannya pada makna literal eksternal (zâhir) dari sumber-sumber tekstual Al-Qur'an dan sunah memungkinkannya untuk membuat undang-undang tanpa batasan dan memperkenalkan inovasi, Al-Mahdi melakukan upaya khusus untuk memantapkan dirinya sebagai penjaga moralitas publik dengan pandangan mempertahankan puritanisme tanpa kompromi yang ketat dengan perhatian khusus pada kesucian wanita. Demikian pula, ia ingin «menghapuskan kebiasaan inovatif (yaitu, non-normatif) dan tercela (izâlat al-bida 'wa l-munkarâi) yang tidak sesuai dengan syariah dan tatanan sosial dengan tujuan membawa masyarakat suku ke dalam orbit. Islam normatif. Selain motivasi etis religius, kebijakan ini tampaknya juga dipandu oleh keinginan untuk mencegah disintegrasi masyarakat Sudan, terutama suku-suku, tulang punggung otoritas politik Mahdi, di bawah pengaruh revolusi dan perang melawan Turco-Mesir. Di muka itu, reformasi hukum Mahdi yang berkaitan dengan masalah perkawinan tampaknya tidak kompatibel dengan citra puritan Mahdiyyah. Reformasi mengungkapkan kecenderungan luar biasa untuk meningkatkan status perempuan dalam keluarga, termasuk kapasitas mereka untuk memiliki dan membuang properti, meskipun tampaknya kecenderungan ini tidak sepenuhnya terpisah dari pertimbangan politik
Wakaf Uang Menurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf Sigi Hartati
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2360

Abstract

Abstrak Wakaf uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alayih. Pada dasarnya, penghimpunan wakaf uang dilakukan dengan menyebutkan atau menyampaikan program pemberdayaan atau peningkatan kesejahteraan umat (mawquf alayih). Namun demikian, dapat juga disebutkan jenis atau bentuk investasinya misalnya untuk usaha retail, hanya saja tetap terbuka untuk jenis investasi lainnya. Untuk itu Bagaimana pandangan hukum Islam tentang pengelolaan wakaf uang. Bagaimana pandangan Undang-undang no 41 tahun 2004 tentang Pengelolaan Wakaf. Serta Apa persamaan dan perbedaan hukum Islam dan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf uang. Metode penelitian ini adalah Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode Komparatif, yaitu penelitian yang bersifat membandingkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, Dalam pandangan hukum Islam, hukum wakaf benda bergerak berupa uang adalah boleh.Dalam pandangan Undang-undang No.41 tahun 2004, melalui Lembaga Keuangan Syariah Wakaf Uang (LKSPWU) wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri agama.Persamaan pandangan hukum Islam dan UU No 41 Tahun 2004 sama-sama membolehkan wakaf uang. Sedangkan perbedaan pada penekanan aspek prosedural dan administrative saja dan pengolahan wakaf uang tersebut. Dalam hukum Islam wakaf tidak diwajibkan melalui mekanisme lembaga tertentu. Disamping itu peruntukkan wakaf juga hanya terbatas modal usaha dagang. Sedangkan dalam UU No 41 Tahun 2004, mekanisme pelaksanaan wakaf uang harus melalui prosedur lembaga formil yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Dan peruntukan wakaf tersebut tidak hanya digunakan sebagai modal usaha dagang, namun sudah lebih bervariasi dalam bentuk usaha produktif yang lain seperti investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, perkantoran, sarana pendidikan agama dan sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah. Kata kunci: Wakaf Uang, Hukum Islam, Undang-Undang
Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang (Studi Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i) Sherlyeni Erwinda Tari
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3319

Abstract

Sebagai umat Islam sudah menjadi kewajiban untuk membayar zakat. Karena, zakat merupakan Ibadah Fardhu dan termasuk kedalam rukun Islam yang ketiga. Selain shalat, zakat merupakan ibadah yang mendekatkan diri dengan Allah SWT dan dapat membantu sesama umat dalam berlangsungnya kehidupan. Zakat terbagi dua yaitu Zakat Mal (Zakat Harta) yang dikeluarkan ketika sudah mencapai nishob dan Zakat Fitrah (Zakat Badan) yang dikeluarkan setiap satu tahun sekali pada akhir bulan Ramadhan, untuk itu disyariatkanlah Zakat Fitrah sebagai penyucian diri dan untuk membantu menghindari umat Muslim pada hari fitri dari meminta-minta. akan tetapi, konteks yang ada sekarang pengeluaran zakat banyak yang menggunakan uang tunai, dan hokum Zakat Fitrah dalam bentuk uang menurut berbagai Madzhab berbeda-beda diantaranya, madzhab Hanafi yang membolehkan zakat fitrah dengan menggunakan uang, sedangkan Madzhab Syafi’i harus menggunakan makanan. Dari latar belakang Di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:1). Bagaimana hukum zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Madzhab Hanafi? 2). Bagaimana hukum zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Madzhab Syafi’i? 3). Bagaimana analisis penulis tentang hukum zakat fitrah dalam bentuk uang? Tujuan penelitian ini adalah Untuk Mengetahui Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang Menurut Madzhab Hanafi. Untuk Mengetahui Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang Menurut Madzhab Syafi’i. Untuk mengetahui Analisis penulis Tentang Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menggunakan sumber data primer yaitu: Kitab Sunan Ad-Daruquthni, Kitab Bulughul Maram, Fiqh Madzhahibul ‘arba’ah dan Kitab Imam As Syaf’i Al-Umm Penerjemah: Fuad Syaifudin Nur, Penerbit Republika PT. Pustaka Abdi Bangsa. Kesimpulan hasil dari penelitian ini adalah menurut Madzhab Hanafi zakat fitrah tidak harus dengan makanan tetapi bisa dengan uang. Karena yang diperhitungkan tercukupinya kebutuhan orang-orang miskin pada hari raya idul fitri. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i bahwa fitrah itu harus dengan makanan pokok. Karena zakat termasuk pada kategori ibadah mahdhoh yang termasuk ketentuan hadits dan tidak dapat diganti dengan apapun. Menurut penulis bahwa pendapat Imam Abu Hanifah lebih memberikan kemudahan bagi umat dalam menunaikan zakat fitrah. Karena itu zakat fitrah dengan menggunakan uang dinyatakan sah.

Page 2 of 10 | Total Record : 94