cover
Contact Name
Arif Rahman
Contact Email
arif.rahman@uinbanten.ac.id
Phone
+6285959009695
Journal Mail Official
htn@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Serang
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Al Qisthas : Jurnal Hukum dan Politik
ISSN : 20869649     EISSN : 27153614     DOI : http://dx.doi.org/10.37035/alqisthas
Al-Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik is a journal of law and politic with various aspects that consist of articles of researches and academic thoughts. It is a medium of academic publication and communication for experts and researchers who concerned with law and politic in the various perspective, which specified as follows: Constitutional Law Administrative Law Islamic Law Politic of Law Public Administration International Relations Other law and politic issues.
Articles 115 Documents
Jurnal Hak Akses Publik terhadap Kepemilikan Hak atas Tanah: . Aldys Rismelin Alrasyid
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol. 12 No. 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i2.5143

Abstract

Suatu sengketa tanah tentu subyeknya tidak hanya satu, namun lebih dari satu, entah itu antar individu, kelompok, organisasi bahkan lembaga besar sekalipun seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun negara. Banyaknya kasus sengketa tanah yang dilakukan oleh mafia tanah, mafia tanah adalah sekelompok orang yang bekerja sama dalam merebut hak atas tanah atau properti milik orang lain. Cara-cara mafia tanah ini tentu mudah dilakukan bagi masyarkat yang belum paham betul mengenai pentingnya kegunaan sertifikat hak tanah. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, mengimbau agar masyarakat waspada dengan modus yang dilakukan oleh mafia tanah. Itulah pentingnya mengetahui foktor dari permasalahan sengketa tanah, agar masyarakat lebih paham mengenai pentingnya sertifikat sebagai hak milik mereka. Selain itu, adanya payung hukum untuk semua permasalahan sengketa tanah agar masyarakat dapat memperjuangkan hak tanah mereka.
PERCATURAN POLITIK BANI UMAIYAH DALAM MENDIRIKAN PEMERINTAHAN MONARKI B Syafuri
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol. 12 No. 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i2.5229

Abstract

Persoalan yang pertama kali muncul di kalangan umat Islam awal sepeninggal Nabi Muhammad saw. adalah persoalan politik, yaitu penentuan pengganti Nabi sebagai Kepala Negara dari Negara Madinah. Fenomena ini muncul disebabkan karena Nabi semasa hidupnya tidak pernah meninggalkan wasiat yang bisa diterima oleh para sahabat terkait masalah itu, meskipun ada klaim dari pendukung Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi telah memberikan wasiat mengenai masalah ini yang kemudian dikenal dengan “peristiwa Gadir Qum”, namun hal itu masih diperdebatkan keabsahannya oleh sebagian besar sahabat. Di samping itu tidak terdapat petunujuk dari ayat-ayat al Qur’an terkait masalah tersebut, akibatnya timbullah perdebatan yang sengit dan hampir saja menjadikan mereka terpecah belah, bahkan lebih fatal dari itu. Sebagian berpendapat menyatakan bahwa pengganti Nabi itu harus dari suku Quraisy karena suku ini dipandang oleh masyarakat Arab waktu itu sebagai suku besar yang sangat mulia dan dihormati oleh suku-suku yang lain. Pendapat kelompok inilah yang kemudian diterima oleh komunitas Muslim awal, dengan dipilihnya Abu Bakar sebagai khalifah. Pendapat ini kemudian dianut oleh golongan Sunni. Sebagian lagi berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Nabi sebagai Kepala Negara adalah salah satu keluarga sedarah yang terdekat dengan Nabi, dan Ali bin Abi Thalib dipandang orang yang paling tepat mewarisi kepemimpinan. Ali bin Abi Thalib, disamping sepupu Nabi, dia juga menantu Nabi, suami dari Fatimah, pendapat ini kemudian dianut oleh golongan Syi’ah. Sebagian lagi berpendapat bahwa yang berhak sebagai pengganti Nabi adalah dari kalangan Anshar. Pada perkembangan selanjutnya, muncul pendapat bahwa pengganti Nabi tidak mesti dari golongan Quraisy, apalagi keluarga Nabi, tetapi siapa saja dari ummat Islam, walaupun bukan berasal dari etnis Arab, ia bisa mengganti Nabi sebagai Kepala Negara. Pendapat ini pada mulanya dianut oleh golongan Khawarij, tetapi semenjak abad ke XIV dianut oleh golongan Sunni.
PELANGGARAN PEMASANGAN PAPAN NAMA NOTARIS YANG TIDAK SESUAI DENGAN PELAKSANAAN KODE ETIK NOTARIS Fira Adhisa Rivanda
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol. 12 No. 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i2.5057

Abstract

Kode Etik Notaris bertujuan sebagai pedoman bagi Notaris agar menjaga harkat dan martabat dalam menjalankan jabatannya sebagai seorang Notaris. Penegakan Kode Etik Notaris wajib ditegakan agar para Notaris tidak mengalami penyimpangan dalam menjalankan jabatannya, namun dalam praktiknya masih banyak yang tidak memperdulikan ketentuan sebagaimana dalam kode etik terutama mengenai pengaturan pemasangan papan nama Notaris yang diatur dalam Kode etik Notaris cenderung tidak diperhatikan dan menyebabkan Notaris mengalami pelanggaran kode etik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaturan pemasangan papan nama notaris berdasarkan kode etik noris dan upaya penjatuhan sanksi bagi notaris yang melakukan pelanggaran kode etik terhadap pemasangan papan nama Notaris. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum tertulis. Hasil dari penelitian ini adalah pengaturan pemasangan papan nama Notaris sudah diatur dalam kode etik Notaris serta Pengawasan bagi notaris dilakukan oleh dua lembaga yang berbeda yaitu Majelis Pengawas Notaris secara eksternal dan Dewan Kehormatan Notaris secara internal.
Program Asimilasi Anak Berhadapan dengan Hukum pada Masa Covid-19 di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kutoarjo Arsita Putri Utama
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol. 12 No. 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i2.5213

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mendalam tentang program asimilasi ABH pada masa pandemic Covid-19 di LPKA Kelas I Kutoarjo. Penelitian ini menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang bagaimana implementasi asimilasi ABH yang merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya menekan angka penyebaran Covid-19. Metode yang dugunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Informan dalam penelitian ini merupakan petugas Pemasyarakatan bagian registrasi narapidana, yang ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu degan pertimbangkan tertentu. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LPKA Kelas I Kutoarjo menerapkan asimilasi ABH di masa pandemic Covid-19. Ada 76 ABH yang mendapatkan hak asimilasi di rumah. Namun ada beberapa permasalahan yang timbul dan berakibat pada kegagalan program asimilasi dirumah, permasalahan tersebut adalah penolakan dari masyarakat sekitar, penolakan dari keluarga korban, keluarga ABH yang seharusnya menjadi penjamin tidak ditemukan ditempat. ABH memiliki kasus pidana lainnya dan ABH melakukan pelanggaran disiplin. Program asimilasi ini dilakukan sesuai dengan aturan Permenkumham nomor 10 dan nomor 32 tahun 2020 yang mengatur persyaratan tentang asimilasi di masa pandemic Covid-19. Landasan ini seharusnya dapat menekan angka kecemasan masyarakat pada asimilasi ini, karena kebijakan tersebut bukan melulu tentang pembebasan narapidana namun juga ada pengawasan. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu memberikan sosialisasi pada masyarakat tentang program asimilasi, mengadakan penelitian kemasyarakatan pada masyarakat disekitar ABH oleh pembimbing kemasyarakatan dan pendampingan pengasuh ABH agar hak asimilasi dapat diberikan. Kata Kunci : Asimilasi narapidana, ABH, LPKA
DEMOKRASI ISLAM DAN PERKEMBANGAN IDEOLOGI POLITIK DUNIA Romadiah Romadiah
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol 12 No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i1.3699

Abstract

Pada dasarnya, tidak ada dikotomi antara politik dan Islam. Keduanya merupakan komponen yang saling melengkapi. Adanya berbagai kalangan yang menyatakan bahwa Islam dan politik haruslah dipisahkan merupakan salah satu bentuk jalan menuju kemunduran suatu bangsa. Era sekulerisme oleh Attaturk seringkali menjadi patokan. Rasulullah sebagai pribadi yang kompeten dalam mengelola negara dan kemajuan isalm akibat dakwah struktura kurang diketahui oleh masyarakat luas. Padahal, dakwah struktural lebih membuahkan hasil dibanding dakwah kultural. Hal inilah yang mendorong pentingnya politik dalam menentukan kualitas Islam. Untuk mengetahui politik, haruslah diketahui terlebih dahulu mengenai ideologi politik. Ideologi politik merupakan landasan dalam menerapkan sistem pemerintahan suatu negara. Setelah mengamati dan mengklasifikasi ideologi politik yang berkembang di dunia, barulah dikaitkan dengan ideologi politik Islam yang bersumber dari Rasulullah, yakni demokrasi Islam yang menjadikan manusia sebagai wakil Allah yang mengemban amanah dari-Nya untuk mengelola bumi.
KRITIK NALAR PEMIKIRAN POLITIK THOMAS HOBBES Nursanik Nursanik; Ida Mursidah
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol 11 No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v11i2.3794

Abstract

Thomas Hobbes dalam pendapatnya mengenai kekuasaan negara lebih cenderung menginginkan agar kekuasaan negara hanya dipegang oleh satu orang dalam bentuk monarki, kekuasaan tidak boleh terbagi ke dalam lembaga atau individu lain, yang di mana dalam hal ini yaitu raja sebagai penguasa monarki yang memegang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan kata lain kekuasaan pemimpin Negara menurut Thomas Hobbes harus bersifat mutlak. Pemikiran seperti ini perlu dikritisi supaya masyarakat tidak berpikir utopis tentang politik kekuasaan
PARADIGMA PENALARAN FIQIH BERORIENTASI LOGIKA UNDANG-UNDANG (TRANSFORMASI HUKUM ISLAM KE LEGISLASI NASIONAL) Hajani Hajani
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol 12 No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i1.4882

Abstract

Tradisi keilmuan dalam hukum Islam dikenal dengan tradisi ahlu al-ra’yi dan ahlu al-hadis yang keduanya menggunakan penalaran dalam memahami makna literal dan realitas dari wahyu. Hukum Islam dari zaman nabi sampai zaman sekarang. Tradisi penalaran filosofis ini telah mengalami perkembangan epistemologi keilmuan, sehingga menempatkan penalaran filosofis sebagai alat ilmiah yang penting dan urgen dalam memahami makna hakiki hukum Islam Tidaklah mudah untuk membuat definisi “hukum” karena syari'at Islam, hukum Islam dan fiqh adalah hukum yang sifatnya hukum. Pada dasarnya, dalam masyarakat hukum bertujuan untuk melayani dan melindungi masyarakat. Ini adalah sistem implementasi untuk melindungi hak individu dan hak masyarakat. Selain itu, ia memiliki sifat dan ruang lingkupnya sendiri. Hukum itu konstan. Itu tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Hanya tafsir umat Islam terhadap hukum yang selalu berubah sesuai dengan ranah sosial-sejarah dan budaya. Syariah Islam, hukum Islam dan fiqh, terletak pada argumen yang digunakan. Syariah Islam didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah tanpa alasan hukum apapun, tetapi tetap bertumpu pada semangat kedua sumber Islam tersebut. Jadi, syari'at Islam itu konstan sedangkan hukum Islam bersifat temporal. Dalam konteks hukum positif, hukum Islam memiliki prospek yang baik selama para praktisi hukum mampu mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh hukum IslamPengetahuan legal drafting merambah ke wilayah hukum privat sebab untuk membuat dan memahami dokumen-dokumen hukum maupun surat-surat penting juga dibutuhkan ilmu yang dipakai dalam penyusunan peraturan perundang-undangan itu. Hampir setiap urusan bisnis yang berkaitan hukum ekonomi, baik organisasi dan perseroan (corporate) maupun personal perorangan akan memerlukan perjanjian atau kontrak sebagai koridor dasar yang akan menentukan hak, kewajiban, dan wewenang para pihak yang terlibat didalamnya
LEGALITAS PERPPU PILKADA SERENTAK DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi atas PERPPU No. 2 Tahun 2020 Mohammad Zainor Ridho; Ahmad Zaini; Riza Pahlefi
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol 12 No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i1.4621

Abstract

Penundaan tahapan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 telah memiliki sandaran legalitas dan formalitas yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; 2) Keputusan KPU Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau WaliKota dan Wakil WaliKota Tahun 2020; 3) PERPPU Nomor 2 Tahun 2020; dan 4) Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan Kedaruratan Kesehatan. Secara substansi, Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjelaskan bahwa apabila sebagian wilayah pemilihan atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, sebagai gantinya dilakukan setelah penetapan penundaan dengan Keputusan KPU. Melihat urgensi regulasi penundaan pilkada serentak pada tahun 2020 dengan lahirnya Perppu Nomor 2 tahun 2020, maka secara hirarki perundang-undangan dapat dilihat dari sudut pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU No. 12 Tahun 2011 (UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) jo. UU No. 15 Tahun 2019 (UU Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011) yaitu Pasal 201A ayat (1) dan ayat (2) dalam Perpu No. 2 Tahun 2020. Kedua, Perppu No. 2 Tahun 2020 telah memiliki landasan yuridis normatif UU No. 1 Tahun 2015 RUU tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 1 Tahun 2015 (UU tentang Pilkada). Kondisi kegentingan dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a UU No. 15 Tahun 2019 salah satunya adalah untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam. Ketiga, Perppu No. 2 Tahun 2020 seharusnya dapat dipahami sebagai penegasan terhadap UU Nomor 10 tahun 2015 dan UU Nomor 1 tahun 2016 tentang pilkada. Yakni menjalankan amanat putusan MK juga sesuai dengan dasar hukum dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d UU No. 12 Tahun 2011. Keempat, Perppu No. 2 Tahun 2020 seharusnya dapat menjadi solusi terhadap perubahan arah politik pembentukan undang-undang kepemiluan. Hadirnya Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, secara normatif telah memberikan implikasi regulasi baru atas alternatif keserentakan Pemilu yang menggabungkan Pilkada ke dalam keserentakan Pemilu. Kelima, Perppu merupakan sebuah aturan yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah di mana menjadi subjektivitas dari Presiden dalam mengatasi suatu kondisi dan/atau situasi memaksa dan/atau genting sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, yang mana Perppu pun memiliki materi muatan yang sama dengan UU. KeyWords: Legalitas; Perppu; Covid-19; Pilkada
LEGAL OPINION PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENETAPAN KEPENGURUSAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP) PERIODE 2016-2021 Alpiah Alpiah; Falikh al haq
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol 11 No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v11i2.3796

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi berimplikasi terhadap kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Periode 2016-2021. Hasil Pengujian Undang-undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi yaitu tidak adanya kepastian dalam norma yang terkadung dalam Pasal 40A ayat (3) UU Pilkada, dan Pasal 33 UU Partai Politik sehingga semestinya mewajibkan Menteri Hukum dan HAM mengesahkan kepengurusan menurut putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tulisan ini menyoroti putusan MK tentang kepengurusan PPP yang tidak dilakukan langsung oleh Menteri hukum dan HAM.
PERBANDINGAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA (PENAL POLICY) TERHADAP KEJAHATAN NARKOTIKA ATAU DADAH (STUDI KOMPARATIF INDONESIA DAN MALAYSIA) Muhamad Romdoni; Atu Karomah
Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik Ketatanegaraan Vol 12 No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/alqisthas.v12i1.4883

Abstract

Kejahatan narkotika sangat meresahkan di banyak negara dan penggunaan secara melawan hukum menyebabkan kerusakan otak dan fisik penggunanya. Negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia telah melakukan segala upaya untuk memberantas kejahatan tersebut. Kebijakan yang dikeluarkan oleh kedua negara tersebut kemudian menjadi sebuah ulasan perbandingan yang menarik untuk diteliti, terutama tentang perbedaan kebijakan hukum pidana (penal policy) dalam menangani kejahatan narkotika antara kedua negara. Penelitian yang menggunakan metode perbandingan makro membandingkan sistem civil law yang diterapkan di Indonesia dan common law di Malaysia. Temuan menunjukkan bagaimana UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Indonesia dan Akta 234 Akta Dadah Berbahaya 1952 (revisi 1980 dan amandemen terbaru 2014) di Malaysia yang bertujuan untuk memberantas kejahatan narkotika atau dadah memiliki tiga perbedaan utama, yakni (1) penjatuhan pidana mati yang bersifat mandatori di Malaysia, (2) yurisprudensi menjadi sumber hukum utama common law (di Malaysia), serta (3) pengedepanan prinsip premum remidium di Indonesia yang berbanding terbalik dengan penerapan ultimum remidium di Malaysia.

Page 8 of 12 | Total Record : 115